Keputusan Menteri tentang penetapan kawaasan hutan dan peta lampiran kepada Sekretaris Jenderal.
2 Sekretaris Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 lima belas hari kerja
sejak diterimanya konsep dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan penelaahan hukum dan meyampaikan konsep Keputusan
Menteri tentang penetapan kawasan hutan dan peta lampiran kepada Menteri.
3 Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 lima belas hari kerja sejak
diterimanya konsep dari Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menerbitkan Keputusan penetapan kawasan hutan.
E. Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK 1 Pengertian Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK
Keppres Nomor 26 Tahun 1988, salah satu tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional adalah merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan penguasaan dan
penggunaan tanah. Departeman Kehutanan sekarang Kementerian Kehutanan dalam rangka pemanfaatan tanah kehutanan bersama Badan Pertanahan Nasional dan
Kementerian Pertanian, dengan Keputusan Bersama Nomor 364Kpts- II90HK.050790 tanggal 25 Juli 1990.
84
Menurut Badan Pertanahan Nasional, TGHK merupakan usulan arahan lokasi peruntukan tanah untuk kawasan hutan. Dengan demikian, yang penting adalah
bagaimana menjabarkan kebijakasanaan di bidang kehutanan kedalam kriteria-kriteria yang dapat dipedomani bagi pelaksanaannya di daerah.
85
84
Hasni, Op.Cit., hlm. 100.
85
Ibid.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.50Menhut-II2009 Tentang Penegasan Status Dan Fungsi Kawasan Hutan adalah
Universitas Sumatera Utara
Tata Guna Hutan Kesepakan yang selanjutnya disebut disebut TGHK adalah kesepakatan bersama para pemangku kepentingan ditingkat Provinsi untuk
menentukan alokasi ruang kawasan hutan berikut fungsinya yang diwujudkan dengan membubuhkan tanda tangan di atas peta.
86
TGHK dibutuhkan sebagai acuan dasar tentang bagaimana alokasi peruntukan suatu kawasan hutan. Dengan adanya TGHK ini pengelolaan suatu
kawasan bisa lebih terarah, sehingga menjadi salah satu dasar dalam pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
TGHK sendiri mencakup kawasan:
87
1. hutan lindung,
2. hutan suaka alam, hutan wisata
3. hutan produksi terbatas
4. hutan produksi konversi
5. hutan negara bebas
6. areal penggunaan lain, dan
7. kawasan perairan
Pengambilan pertimbangan perumusan TGHK terdapat beberapa pertimbangan yang digunakan, diantaranya:
88
1. Letak dan kondisi hutan potensi hutan, termasuk pula jenis dan keadaan
flora dan fauna 2.
Topografi wilayah 3.
Keadaan dan sifat tanah 4.
Iklim 5.
kondisi sosial masyarakat 6.
pertimbangan lain untuk kebutuhan lebih lanjut
86
http:ikhwanulmuhajir.wordpress.com20120214tata-guna-hutan-kesepakatan-tghk diakses pada pukul 08.25 WIB. Tanggal 10 April 2014.
87
Ibid.
88
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan TGHK juga dimaksudkan untuk mengantisipasi ketidakjelasan arah pemanfaatan tanah akibat belum adanya rencana penatagunaan tanah yang
komprehensif di saat pembangunan disektoral berbasis lahan tengah melaju pesat. Dengan adanya TGHK, konversi areal-areal berhutan dapat dikendalikan dengan
cukup baik dengan berbagai kekurangan dan keterbatasannya, penunjukkan kawasan hutan melalui TGHK kemudian diperbaiki secara rasional melalui proses
pemaduserasian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi RTRWP yang hasilnya kemudian ditetapkan oleh tiap DPRD melalui peraturan daerah.
89
Pemerintah menetapkan rencana pengukuhan dan pembangunan hutan melalui kesepakatan antar sektor di tiap provinsi melalui TGHK. Kebijakan ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi ketidakjelasan arah pemanfaatan lahan akibat belum adanya rencana penatagunaan tanah yang komprehensif pada saat pembangunan sektoral dan
lintas sektoral berbasis lahan meningkat dengan pesat. TGHK merupakan kesepakatan beberapa sektor terkait; yaitu pertanian, transmigrasi, perkebunan,
pekerjaan umum, agraria, peternakan, kehutanan dan Bapedda Tingkat I dibawah koordinasi Pemda Tingkat I; terhadap pengunaan kawasan hutan untuk daerah di luar
Pulau Jawa. Pengaturan tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Menteri Pertanian Nomor 185MentanIII1980 selanjutnya diperkuat dengan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 680KptsUm81981. TGHK yang berlaku di Provinsi
2 Proses Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK
89
http:suarahijausamawa.blogspot.com201201tghk-tata-guna-hutan-kesepakatan.html, diakses pada pukul 14.35. WIB. Tanggal 13 April 2014.
Universitas Sumatera Utara
Kepulauan Riau mengikuti Provinsi Riau sebagai provinsi induk sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 173Kpts-II1986 tanggal 6 Juni 1986 tentang
TGHK Provinsi Riau. TGHK yang mengatur penunjukan kawasan hutan tersebut menjadi acuan dalam perencanaan RTRWP yang hasilnya kemudian ditetapkan
melalui Perda.
90
Penunjukan kawasan hutan dipetakan dengan skala kecil sebagai arahan makro yang bersifat indikatif, sehingga terbuka kemungkinan kawasan hutan yang
ditunjuk tersebut tidak sesuai dengan kondisi faktual di lapangan, misal terkait dengan kondisi biofisik dan sosio kultural yang ada. Oleh sebab itu, penunjukan
kawasan hutan yang terdapat pada peta TGHK perlu dilakukan penyempurnaan sesuai dengan kriteria kawasan dan kondisi obyektif yang ada. Selain itu, hak-hak
sah yang telah ada tetap dihormati sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Dengan demikian, penunjukan kawasan hutan yang ditindaklanjuti dengan
pencermatan lapangan melalui penataan batas adalah selain diarahkan untuk mengukuhkan hak-hak yang ada, juga yang paling utama adalah untuk mengukuhkan
fungsi kawasan dan integritas ekosistem sesuai dengan tata ruang yang telah disepakati.
91
TGHK Provinsi Riau termasuk Provinsi Kepulauan Riau mengatur luas dan sebaran kawasan hutan dalam berbagai fungsi, yaitu kawasan hutan konservasi
KSAKPA, kawasan hutan lindung HL dan kawasan hutan produksi
90
Tim Terpadu, V, Op.Cit., hlm 11.
91
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
HPTHPHPK. Namun demikian, kawasan hutan produksi konversi HPK pada TGHK tersebut masih menggunakan nomenklatur ”HPKPL Penggunaan Lainnya”.
Kondisi ini terjadi karena belum ada kepastian lokus HPK dan areal penggunaan lainnya APL yang terpisah dan dapat ditera pada peta TGHK. Dengan demikian,
status HPK versi daerah tersebut ditafsirkan sama dengan status APL, sehingga pemanfaatan dan penggunaan lahan pada kawasan HPKPL dianggap tidak
membutuhkan persetujuan institusi kehutanan. Oleh sebab itu, penggunaan kawasan hutan yang berada pada status HPKPL untuk kegiatan non kehutanan sudah banyak
terjadi seperti halnya pada kawasan APL.
92
Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Provinsi Riau yang kemudian dilakukan pemekaran
F. Pemaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakata TGHK dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Batam