sampai tahun 2010, maka kawasan hutan berdasarkan peta TGHK Provinsi Kepulauan Riau dirasa sudah tidak relevan lagi dengan kondisi yang ada di daerah.
Hal ini dapat dilihat dari peta TGHK tersebut yang menyatakan bahwa antara kawasan Hutan Produksi yang dapat di-Konversi tidak dipisahkan dengan
Penggunaan Lain PL. Untuk itu, perlu alokasi lahan untuk masyarakat guna meningkatkan perekonomian masyarakat, pengembangan wilayah, serta tuntutan
pembangunan sektor kehutanan maupun di luar kehutanan di Provinsi Kepulauan Riau. Terkait dengan alokasi lahan untuk masyarakat dan kepentingan di luar sektor
kehutanan tersebut, maka Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengusulkan perubahan tata ruang kehutanan melalui Ranperda RTRW Provinsi Kepulauan Riau.
D. Penataan Kawasan Hutan di Kota Batam 1 Dasar Hukum
Perubahan kawasan hutan sebagai konsekuensi aspek yuridis formal lainnya adalah terkait status kawasan hutan antara penunjukkan dan penetapan. Menurut UU
No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan menentukan bahwa perangkat yang menyatakan kawasan hutan adalah penetapan, sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 1 Ayat 4 bahwa kawasan hutan ialah wilayah-wilayah tertentu yang oleh Menteri ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap.
Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pengganti UU No. 5 tahun 1967 Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu
yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
Universitas Sumatera Utara
keberadaannya sebagai hutan tetap. Perbedaan penetapan dengan penunjukan menimbulkan implikasi hukum yang sangat luas. Penunjukan dan penetapan adalah
dua hal yang berbeda dalam proses pengukuhan kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan penunjukan, penataan batas, pemetaan dan
penetapan kawasan hutan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas dan luas kawasan hutan. Di samping itu pengertian “ditunjuk dan
atau ditetapkan” masih menimbulkan penafsiran bahwa ada yang menafsirkan pengertian tersebut bersifat kumulatif dan ada yang menafsirkan alternatif. Di
lapangan, penyidik menafsirkan kumulatif yang artinya bahwa kawasan hutan adalah penetapan. Berdasarkan putusan MK Nomor 45PUU-IX2011, yang diucapkan
dalam sidang pleno MK pada tanggal 21 Pebruari 2012, frasa ditunjuk dan atau ditetapkan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
65
Selain itu, pada kawasan hutan yang telah dilakukan pengukuhan hingga ditetapkan oleh Menteri Kehutanan maka kawasan hutan yang telah ditetapkan
tersebut yang diacu. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat 4 Peraturan Menteri Kehutanan Permenhut No. P.50Menhut-II2011 tanggal 28 Juni 2011, yaitu “dalam
hal suatu areal telah ditunjuk dengan Keputusan Menteri, telah di tata batas, berita acara tata batas kawasan hutan telah ditandatangani oleh Panitia Tata Batas, berita
acara tata batas telah disahkan oleh Menteri dan telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri maka yang digunakan sebagai acuan kawasan hutan adalah Keputusan
Menteri tentang penetapan kawasan hutan”. Pada Pasal 13 Ayat 3 juga menyebutkan
65
Bambang Eko Supriyadi, Loc.Cit., hlm. 69.
Universitas Sumatera Utara
bahwa penataan batas dilakukan antara lain terhadap batas luar kawasan hutan dan batas fungsi kawasan hutan.
Kewenangan untuk menetapkan status hutan berada ditangan pemerintah dalam hal ini yakni Kementerian Kehutanan. Sedangkan Kewenangan pengelolaan
atas tanah diberikan kepada BP Batam, sehingga dalam hal ini terjadi tumpang tindih peraturan Perundang-Undangan antara instansi Kementerian Kehutanan dengan BP
Batam di Kepulauan Riau yang terus terjadi dan berkelanjutan hingga saat ini yang mengakibatkan ketidakpastian hak-hak atas tanah bagi masyarakat akibat adanya
penetapan terhadap kawasan hutan tersebut. Pengertian kawasan hutan terdapat di berbagai peraturan Perundang-
Undangan yakni : Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 1 angka 3, menyatakan bahwa :
“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.”
66
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan Pasal 1 angka 2 juga mendefinisikan kawasan hutan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
67
Pada tanggal 21 Februari 2012 terbit putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 045PUU-IX2011 tentang Uji Materi Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Kehutanan,
66
Lihat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
67
Lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
sehingga berbunyi “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”. Sebaliknya
bagian akhir putusuannya, MK juga memberikan pertimbangan mengenai ketentuan peralihan Undang-Undang Kehutanan, khususnya Pasal 81 yang menyatakan,
“Kawasan hutan yang telah ditunjuk dan atau ditetapkan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, sebelum berlakunya Undang-Undang ini”,
menurut MK, meskipun Pasal 1 angka 3 dan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mempergunakan frasa “ditunjuk dan atau ditetapkan”,
namun berlakunya untuk yang “ditunjuk dan atau ditetapkan” dalam Pasal 81 Undang-Undang Kehutanan tetap sah dan mengikat.
68
Dasar hukum dalam pengkajian penataan kawasan hutan di Kota Batam yaitu:
69
1. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria; 2.
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
3. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang- Undang;
68
Bambang Eko Supriyadi, Loc,Cit., hlm 69.
69
Tim Terpadu, I, Hasil Penelitian Terpadu Perubahan Kawasan Hutan Dalam Usulan Paduserasi TGHK Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau, Jakarta:
Kementrian Kehutanan, 2012, hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
4. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah;
5. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi
Kepulauan Riau termasuk pula beberapa peraturan perundangan terkait pembentukan kabupatenkota di Provinsi Kepulauan Riau;
6. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
7. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup; 8.
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;
9. Peraturan Pemerintah Nomor. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah; 10.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 11.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; 15.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah KabupatenKota; 16.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana telah diubah dengan PP No. 5 Tahun
2011;
Universitas Sumatera Utara
17. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan; 18.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan; 20.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan
fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan; 21.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan; 22.
Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan dan Karimun termasuk pula beberapa Keputusan
Presiden yang terkait dengan pengembangan Pulau Batam; 23.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
173Kpts-II1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Provinsi Riau;
24. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 47Kpts-II1987 tentang Penunjukan
Areal Hutan di Wilayah Kodya Batam; 25.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rencana Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
26. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42Menhut-II2009 tentang Pola
Umum, Kriteria dan Standar Pengelolaan DAS Terpadu; 27.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.676Menhut-VII2009 tentang Pembentukan Tim Terpadu Dalam Rangka Penelitian Terpadu Perubahan
Kawasan Hutan Dalam Usulan Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan
Universitas Sumatera Utara
Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
SK.115Menhut-VII2012 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 676Menhut-II2009 tentang Pembentukan Tim Terpadu Dalam
Rangka Penelitian Terpadu Perubahan Kawasan Hutan Dalam Usulan Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan Dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Kepulauan Riau; 28.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36Menhut-II2010 tentang Tim Terpadu Dalam Rangka Penelitian Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan; 29.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50Menhut-II2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan;
2 Tahapan Penataan Kawasan Hutan
Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.44Menhut-II2012 memberikan definisi yaitu : “ Pengukuhan kawasan hutan adalah rangkaian kegiatan
penujukkan, penataan batas, dan penetapan kawasan hutan.” Pada Pasal 2 ayat 1,2 dan 3 Peraturan Menteri Kehutanan tersebut dinyatakan:
1 Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui tahapan:
a. Penunjukkan kawasan hutan;
b. Penataan batas kawasan hutan; dan
c. Penetapan kawasan hutan.
2 Tahapan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditindaklanjuti dengan kegiatan:
Universitas Sumatera Utara
a. penunjukkan dengan keputusan Menteri;
b. pelaksanaan tata batas;
c. pembuatan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan yang ditandatangani
oleh Panitia Tata Batas atau pejabat yang berwenang; dan d.
penetapan dengan keputusan Menteri. 3
Pemetaan kawasan hutan dilakukan pada setiap tahapan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Berikut penjelasan proses pengukuhan kawasan hutan, yakni:
a Tahap Penunjukkan
Penunjukan hutan pada dasarnya merupakan penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah hutan. Penunjukan ini dilakukan oleh Menteri
Kehutanan dan atau pejabat lainnya. Penunjukan ini dapat didasari pada Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK atau Gubernnamen Besluit GB Pemerintah Hindia
Belanda.
70
Pengaturan penujukkan kawasan hutan ini terdapat pada Pasal 4 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.44Menhut-II2012 tentang
Pengukuhan Kawasan hutan yakni:
71
1 Penunjukkan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1
huruf a dan ayat 2 huruf a meliputi : Pasal 4
a. wilayah provinsi; dan
70
http:bpkhxvii.blogspot.com, diakses pada pukul 21.00 tanggal 2 April 2014
71
Lihat Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 44Menhut-II2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.
Universitas Sumatera Utara
b. wilayah tertentu secara parsial.
2 Penujukkan wilayah tertentu secara parsial sebagaimana dimaksud pada ayat
1 huruf b merupakan penunjukkan areal bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan yang berasal dari :
a. lahan pengganti dari tukar menukar kawasan hutan;
b. lahan kompensasi dari izin pinjam pakai kawasan hutan dengan
kompensasi lahan; c.
tanah timbul; d.
tanah milik yang diserahkan secara sukarela; atau e.
tanah selain dimaksud huruf a sampai dengan huruf d sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3 Penunjukkan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, berupa
Keputusan Menteri yang dilampiri peta penunjukan. Pasal 7 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
P.44Menhut-II2012 tentang Pengukuhan Kawasan hutan menyatakan :
72
Tata cara penunjukkan kawasan hutan selanjutnya, sebagaimana terdapat pada Pasal 8 Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.44Menhut-
II2012 tentang Pengukuhan Kawasan hutan menyatakan : ”Kawasan hutan wilayah provinsi dan wilayah tertentu secara parsial yang telah
ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a dan huruf b, apabila mengalami perubahan peruntukan dan fungsi
kawasan hutan sejalan dengan proses revisi tata ruang wilayah, maka terhadap kawasan hutan wilayah provinsi dilakukan perubahan dengan Keputusan
Menteri.”
73
a. usulan atau rekomendasi gubernur dan atau bupatiwalikota;
Penunjukkan wilayah tertentu secara parsial menjadi kawasan hutan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
b. secara teknis dapat dijadikan hutan.
72
Ibid.
73
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Tanah milik atau tanah hak lainnya yang secara sukarela diserahkan kepada pemerintah untuk dijadikan kawasan hutan, maka Menteri langsung menunjuk
sebagai kawasan hutan. Penunjukkan kawasan hutan yang berasal dari lahan pengganti dalam proses tukar-menukar kawasan hutan dilakukan dengan Berita Acara
Tukar Menukar Kawasan Hutan ditandatangani oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri berasama pemohon. Penunjukkan kawasan hutan yang berasal dari lahan
kompensasi dalam proses izin pinjam pakai kawasan hutan dengan kompesasi lahan dilakukan setelah Berita Acara Serah Terima Lahan Kompensasi ditandatangani oleh
Direktur Jenderal bersama pemohon. Usulan penunjukkan kawasan hutan yang berasal dari lahan pengganti tukar-
menukar kawasan hutan, lahan kompensasi dari izin pinjam pakai kawasan hutan, tanah timbul, tanah milik yang diserahkan secara sukarela. Dirinci menurut status,
keadaan, letak, batas, dan luas serta dilampiri dengan :
74
a peta dengan skala minimal 1 : 250.000, disesuaikan dengan luas areal
yang ditunjuk serta memenuhi kaidah-kaidah pemetaan b
pertimbangan teknis dari Kepala Dinas Provinsi danatau Kepala Dinas KabupatenKota yang memuat :
1 status areal yang diusulkan untuk ditunjuk menjadi kawasan hutan
2 kelayakan teksnis areal yang diusulkan menjadi kawasan hutan
74
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
c. rekomendasi gubernur danatau bupatiwalikota memuat persetujuan atas
areal yang diusulkan untuk menjadi kawasan hutan berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Dinas Provinsi.
b Tahap Penataan Batas
Setelah tahap penunjukkan kawasan hutan tahap selanjutnya adalah penataan batas yang dilakukan oleh Panitia Tata Batas yakni terhadap batas luar kawasan
hutan, batas fungsi kawasan hutan dan batas kawasan konservasi perairan yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan barulah setelah itu dilakukan
penetapan kawasan hutan. Sebelum berita acara tata batas ditandatangani perlu diadakan pemeriksaan
segi teknis dan trayek batas. Yang melakukan pemeriksaan segi teknis adalah Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan sedangkan dari segi trayek batas yang memeriksa
adalah Panitia Tata Batas. Setelah dilakukan pemeriksaan dari kedua segi tersebut, Panitia Tata Batas menandatangai Berita Acara Tata Batas dan Mengetahui Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dan Dinas Kehutanan Provinsi. Berita Acara Tata Batas berupa buku dan dibuatkan dalam rangkap lima.
75
Penyusunan rencana kerja dan pembuatan peta, penyusunan rencana kerja memuat tentang rencana-rencana yang akan dikerjakan. Peta kerja tata batas berisi
rancangan batas yang dibuat berdasarkan kawasan hutan yaitu dengan cara memindahkan batas kawasan hutan pada peta dasar dengan skala 1:25000 atau skala
75
http:bpkhxvii.blogspot.com, diakses pada pukul 21.00 tanggal 2 April 2014.
Universitas Sumatera Utara
1:50000. Apabila peta tersebut belum ada maka dapat digunakan peta skala 1:100000 atau skala 1:250000.
76
Rapat panitia tata batas, dalam rapat panitia tata batas dibahas tentang trayek batas dan inventarisasi adanya hak-hak pihak ketiga dan permasalahan yang terkait.
Apabila permasalahan dapat diselesaikan, selanjutnya panitia tata batas mengadakan rapat mengenai persiapan pelaksanaan pengukuhanpemancangan batas yang
dikoordinasikan oleh Kantor Wilayah Departemen Kehutanan. Penyusunan konsep trayek batas, yang dimaksud dengan konsep trayek batas
adalah suatu konsep tentang rencana garis batas yang dilapangan natinya ditandai dengan rintis batas dan patok batas atau tanda tanda batas lainnya.
Biasanya pembuatan trayek batas ini dilakukan dengan memindahkan ploting batas kawasan hutan pada peta dasar dengan memperhatikan kaidah-kaidah
kartografi proyeksi peta, koordinat garis geografis, skala peta dan lain-lain yang diperlukan.
77
Pemancangan batas sementara, kegiatan pemancangan patok batas merupakan penegasan batas suatu wilayah yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan sesuai
dengan trayek batas. Pemancangan ini meliputi : pemasangan batas sementara, perintisan batas sementara, serta pemberian tanda-tanda di lapangan tentang adanya
tanah-tanah yang dipertimbangkan akan dimasukandikeluarkan dari wilayah hutan yang ditunjuk sebagai kawasan hutan. Panitia Tata Batas meninjau hasil
76
Ibid.
77
Salim,H.S., Op. Cit.,, hlm. 51.
Universitas Sumatera Utara
pemancangan batas sementara atas wilayahareal yang ditunjuk sebagai kawasan hutan.
78
Apabila ternyata di sekitar kawasan hutan atau dalam kawasan hutan ada hak pihak ketiga, alternatif pemecahannya dapat ditempuh cara-cara sebagai berikut :
Inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang berkaitan dengan trayek batas. Tujuan inventarisasi dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga yang
berkaitan dengan trayek batas adalah untuk menghimpun tanah-tanah yang dimiliki oleh pihak ketiga tersebut yang terdapat didalam kawasan hutan yang akan ditentukan
status hukumnya dan memberikan penyelesaiannya.
79
a. Hak pihak ketiga tersebut dapat dikeluarkan dari trayek batas
b. Dienclave dengan ditindaklanjuti kegiatan pengukuran dan pemancangan
batas wilayah yang dienclave tersebut, apa bila areal tersebut berada ditengah –tengah kawasan hutan yang akan dikukuhkan
c. Penataan batas tersebut ditangguhkan,
d. Apabila tanah yang mendapat atas haktitle atas tanah tersebut akan
dimasukan menjadi kawasan hutan tetap, harus dilakukan upaya-upaya berikut:
Pembebasan hak atas tanah berikut tanaman dan bangunan yang ada diatasnya, dan kepada yang berhak diberikan ganti rugi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, yakni :
80
78
Ibid.
79
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
1 Kalau tanah tersebut merupakan tanah garapan yang tidak terdapat atas
haktitle hak atas tanah maka yang dibebaskan dan diberikan ganti rugi adalah hanya tanaman dan bangunannya jika ada
2 Apabila yang besangkutan ingin menyerahkan tanah tersebut secara
sukarela untuk dijadika kawasan hutan maka harus dibuatkan surat pernyataan dihadapan pejabatinstansi yang berwenang dalam hal ini
PPAT 3
Demi kepentingan umum PemerintahPresiden dapat mencabut hak atas tanah dengan mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan yang
berlaku e.
Penyusunan Berita Acara Pengakuan oleh masyarakat di sekitar trayek batas atas hasil pemancangan patok batas sementara
f. Pengumuman, tujuan pengumuman ini adalah untuk memberikan kepada
masyarakat disekitar kawasan hutan tentang pemancangan batas sementara atas wilayahareal yang ditunjuk sebagai kawasan hutan. Sehingga dengan
adanya pengumuman tersebut masyarakat disekitar kawasan hutan dapat mengajukan saran dan pertimbangan kepada Panitia Tata Batas bahwa
Pemancangan Batas Sementara itu tidak tepat karena kawasan tersebut merupakan hak milik masyrakat, untuk itu masyarakat yang mengajukan saran
dan pertimbangan tersebut dapat membuktikan atas hak-hak yang dimiliki
80
http:bpkhxvii.blogspot.com, diakses pada pukul 21.00 tanggal 2 April 2014, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
yang berupa pipil, sertifikat tanah, surat pembayaran pajak bumi dan bangunan dan lain-lainnya.
81
g. Kegiatan pengukuran, pemasangan pal batas yang dilengkapi dengan lorong
batas dan pemetaan. Apabila tidak ada lagi hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan dilakukan pengukuran secara definitive dan pemasangan pal
batas hutan dari beton dengan ukuran 10x10x139Cm atau pal batas kayu kelas awet I dan atau II dengna ukuran 15x15x130Cm. Pal batas tersebut
diberi nomor urut dan kode huruf dimulai dari nomor urut 1 yang terletak disudut barat laut kawasan hutan yang diukur batasnya sepanjang batas dibuat
rintis batas dan dibuatkan lorong batas yang berfungsi untuk jalannya pemeriksaan batas.
h. Membuat dan menandatangani Berita Acara Tata Batas Apabila seluruh
proses kegiatan sudah dilakukan, kegiatan selanjutnya membuat Berita Acara Tata Batas. Berita Acara Tata Batas harus disusun menjadi satu buku tata
batas yang berisikan urutan-urutan : 1
Berita acara tata batas 2
Peta tata batas 3
Berita Acara pengumuman trayek batas dan berita acara pemeriksaan trayek batas sementara dan
4 Surat-surat lain, yang berupa : hasilkesimpulan rapat Panitia Tata Batas,
salinan fotocopi surat penunjukan suatu wilayahareal sebagai kawasan
81
Salim, H.S., Op.Cit., hlm. 52.
Universitas Sumatera Utara
hutan, seperti SK penunjukan berdasarkan Tata Guna Hutan Ksepakatan TGHK dan Gubernemen Besluit GB dan bukti penyerahan hak milik,
misalnya: sertifikat, bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan PBB kepada Departemen Kehutanan, bila tanah obyek pengukuran berasal dari
tukar menukar atau kompensasi.
c Tahap Pemetaan
Dalam rangka pemantauan pengukuhan kawasan hutan sesuai dengan tahapannya, Kepala Balai wajib membuat dan memetakan perkembangan
pengukuhan kawasan hutan. Peta perkembangan pengukuhan kawasan hutan memuat informasi :
82
a kawasan hutan berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan provinsi, peta
penunjukkan kawasan hutan parsial, serta hasil perubahan peruntukan dan perubangan fungsi kawasan hutan secara parsial.
b Kawasan hutan yang belum di tata batas
c Kawasan hutan yang telah di tata batas
d Kawasan hutan yang telah di tata batas dan disahkan oleh Direktur Jenderal
atas nama Menteri Peta perkembangan pengukuhan kawasan hutan dipetakan dengan skala 1 :
250.000. Peta perkembangan pengukuhan kawasan hutan pada setiap awal tahun
82
Lihat Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 44Menhut-II2012 Tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.
Universitas Sumatera Utara
anggaran berikutnya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Dinas Provinsi.
dTahap Penetapan
Tahap terakhir pengukuhan kawasan hutan adalah penetepan kawasan hutan. Sebagaimana terdapat pada Pasal 44 dan Pasal 45 Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor : P.44Menhut-II2012 tentang Pengukuhan Kawasan hutan yang menyatakan :
83
1 Kawasan hutan yang telah ditata batas temu gelang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri. Pasal 44
2 Dalam hal penataan batas kawasan hutan temu gelang sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 masih terdapat hak-hak pihak ketiga yang belum diselesaikan, maka kawasan hutan tersebut ditetapkan oleh Menteri dengan memuat
penjelasan hak-hak yang ada di dalamnya untuk diselesaikan oleh Panitia Tata Batas yang bersangkutan.
3 Pada lokasi-lokasi tertentu yang tidak dapat dilakukan tata batas secara fisik
karena kondisi alam atau konflik dengan masyarakat atau kondisi keamanan maka kawasan hutan tersebut ditetapkan menggunakan batas virtual yang
digambarkan pada peta dengan pemanfaatan citra dan pendekatan koordinat geografis.
4 Penetapan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan
terhadap hasil tata batas luar danatau batas fungsi. 5
Dalam hal batas administrasi pemerintahan yang dijadikan batas kawasan hutan mengalami perubahan, maka penetapan kawasan hutan menyesuaikan
dengan perubahan batas adminstrasi pemerintahan. 6
Perubahan penetapan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 45 1
Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari kerja sejak diterimanya hasil telaahan Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 4, menyampaikan konsep
83
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Menteri tentang penetapan kawaasan hutan dan peta lampiran kepada Sekretaris Jenderal.
2 Sekretaris Jenderal dalam jangka waktu paling lama 15 lima belas hari kerja
sejak diterimanya konsep dari Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan penelaahan hukum dan meyampaikan konsep Keputusan
Menteri tentang penetapan kawasan hutan dan peta lampiran kepada Menteri.
3 Menteri dalam jangka waktu paling lama 15 lima belas hari kerja sejak
diterimanya konsep dari Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menerbitkan Keputusan penetapan kawasan hutan.
E. Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK 1 Pengertian Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK