20
Pola pembelian ulang menurut Peter dan Jerry C. Olson 2000: 162 dapat dikelompokkan menurut jumlahnya konsumen disetiap
kategori, yaitu :
a. Loyalitas merek tak terbagi undivided brand loyalty
Adalah kondisi yang ideal, maksudnya adalah karena alasan-alasan tertentu konsumen benar-benar hanya mau membeli satu macam merek
saja dan membatalkan pembelian jika merek tersebut ternyata tidak tersedia dengan pola pembelian yang dapat ditulis
A,A,A,A,A,A,A,A,A,A.
b. Loyalitas merek berpindah brand loyalty switches
Adalah sasaran bersaing dalam pasar yang pertumbuhannya lamban atau sedang menurun dengan pola pembelian yang dapat ditulis
A,A,A,A,A,B,B,B,B,B.
c. Loyalitas merek terbagi divided brand loyalty
Adalah pembelian dua atau lebih merek secara konsisten, maksudnya adalah kelompok konsumen pengguna salah satu produk kebutuhan
sehari-hari menggunakan dua merek yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula dengan pola pembelian yang dapat ditulis
A,A,B,A,B,B,A,A,B,B.
d. Pengabaian merek brand indifference
Adalah pembelian yang tidak memiliki pola pembelian yang jelas. Ini adalah posisi lawan dari loyalitas merek tak terbagi dengan pola
pembelian yang dapat ditulis A,B,C,D,E,F,G,H,I,J.
21
2.2.5.2 Loyalitas Toko
Tingkah laku loyalitas sebenarnya mulai muncul pada era tahun 1970 an, sesudah suatu periode di mana sebagian besar penelitian
membuktikan bahwa loyalitas adalah suatu pola pembelian ulang oliver, 1997 dalam Semuel 2006:56. Loyalitas toko adalah adalah salah satu
faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan suatu bisnis eceran dan keberlangsungan toko tersebut dan tanpa adanya loyalitas dalam suatu
bisnis eceran, maka keunggulan kompetitif yang dimiliki seperti tidak pernah ada dan tidak akan sukses Omar 1999 dalam Semuel 2006:56.
Uncle dan Hammond 1997 dalam Semuel 2006:56 menyarankan bahwa harus ada pengklasifikasian konsumen secara lebih
luas dalam pemilihan suatu toko secara individual, frekuensi dalam mengunjungi toko, jumlah pembelanjaan dan tingkatan atau level dari
loyalitas toko. Smith 1970 dalam Semuel 2006:56 memperkirakan bahwa pembelanja secara umum terbagi menjadi 4 kelompok tergantung
dari mereka berbelanja. Kelompok pertama adalah the pre-sold consumer yaitu konsumen
yang telah memutuskan produk apa yang akan dibeli sebelum memasuki suatu toko.Kelompok kedua adalah the pliable consumer yaitu konsumen
yang pada pokoknya terpengaruh oleh in-store factors. Kelompok yang ketiga adalah the store loyalist yaitu mereka konsumen yang setia
terhadap suatu toko. Kelompok yang terakhir adalah the rational shoppers yaitu mereka yang menjadi fokus dalam filosofi manajemen.
22
Menurut Loudon dan Dilla Bitta 1993:548 dalam Semuel 2006:56 store loyalty refers to the customers’s inclination to patronize a
given store during a specified periode of time. Pelanggan yang dianggap loyal akan berlangganan selama jangka waktu tertentu. Store loyalty is
degree to which a consumer consistenly patronize the same store when shopping for particular types of product. Pelanggan yang loyal sangat
berarti bagi badan usaha karena biaya untuk mendapatkan pelanggan baru lebih mahal dari pada memelihara pelanggan lama Peter dan Olson, 2002
dalam Semuel 2006:56. Salah satu model yang paling relevan dalam mengukur loyalitas toko adalah menurut oliver 1997 dalam Semuel
2006:56:57 yaitu four stage loyalty model terbagi sebagai berikut : 1.
The first stage : cognitive loyalty, loyalitas pada tahap ini berhubungan langsung dengan informasi yang tersedia dari barang
atau jasa dalam hal harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap ini tergolong rendah, sehingga jika toko lain menawarkan harga yang
lebih baik, maka pelanggan akan berpindah ke toko tersebut untuk berbelanja. Hal ini karena pelanggan sadar atau peka terhadap harga
dan manfaat produk. 2.
The second stage : affective loyalty, misalnya kenyamanan pelayanan ,kebersihan toko , suasana , harga yang kompetitif , kemudahan ber-
belanja dadan lain-lain. 3.
The third stage : conative loyalty, loyalitas pelanggan berhubungan dengan komitmen dalam pembelian kembali suatu produk spesifik.
23
4. Pelanggan pada tahap ini memilih untuk berkomitmen membeli lagi
suatu barang atau jasa secara konsisten di masa mendatang. 5.
The fourth stage : action loyalty, merupakan tahap paling akhir dari loyalitas pelanggan adanya action loyalty, yang termasuk kebiasaan
dan perilaku respons secara rutin. Action atau tindakan dipandang sebagai suatu hal yang yang sangat penting dalam menggabungkan
tahapan sebelumnnya. Loyalitas pelanggan toko merupakan suatu asset yang tak ternilai
harganya bagi toko tersebut. Pelanggan yang loyal akan memberikan margin keuntungan yang lebih baik ke toko. Pada kenyataannya, program
untuk membuat pelanggan menjadi loyal biayanya lebih murah dibandingkan dengan membidik pelanggan baru. Menumbuh kembangkan
loyalitas yang tinggi pada pelanggan adalah sasaran penting strategi pemasaran. Akan tetapi tingkat penggunaan oleh berbagai pelanggan juga
tidak dapat diabaikan. Menurut Astuti dan Setiawan 2007:326 menyatakan bahwa pembelanja yang berperilaku loyal antara lain :
1. Minat untuk berbelanja kembali
2. Mengatakan hal-hal positif pada orang lain
3. Merekomendasikan pada orang lain untuk belanja
Menurut Griffin 2003:31 menyatakan bahwa pelanggan yang loyal adalah pelanggan :
1. Melakukan pembelian ulang secara teratur
2. Membeli antar lini produk dan jasa
24
3. Merekomendasikan orang lain
4. Kebal terhadap daya tarik pesaing
2.2.6 Perdagangan Eceran Retailing
Kotler dan Keller 2006:466 dalam Astuti dan Setiawan 2007:322 mengatakan bahwa perdagangan eceran adalah semua aktivitas
yang dilakukan untuk menjual barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, dan bukan untuk bisnis.
Gilbert 2003:6 dalam Semuel 2006:55 mendefinisikan retailing atau usaha eceran sebagai Any Business that directs its marketing effort
towards satisfying the final consumer based upon the organization of selling goods and services as a means of distribution. Maksudnya adalah
suatu kegiatan bisnis yang langsung memasarkan usahanya kepada konsumen akhir yang pada dasarnya perusahaan sebagai alat distribusi
untuk menjual barang – barang dan jasa. Sedangkan untuk kelas pengecer sendiri dapat diklasifikasikan
menurut ragam produknya secara vertikal dan horisontal. McCarthy dan Perreault 1996:255-260 mengklasifikasikan sebagai berikut :
1. Toko spesial :
Menjual lini produk dengan sedikit jenisnya tetapi ragam barang yang luas dalam lini ini, seperti toko yang yang menjual alat-alat olahraga,
perabot rumah tangga, buku, alat-alat elektronik dan bunga serta mainan anak-anak.
25
2. Toko serba ada atau department store :
Menjual sejumlah besar lini produk biasanya pakaian, perlengkapan rumah tangga.
3. Pasar swalayan :
Toko besar berbiaya rendah, berlaba rendah dan jumlah penjualan yang besar seperti menjual beraneka ragam barang seperti makanan,
pencuci pakaian dan produk rumah tangga. 4.
Toko convenience : Toko-toko kecil yang menjual lini produk terbatas barang-barang
konviniens yang tinggi perputarannya, sering disebut juga warung serba ada.
Superstore, toko kombinasi dan Hypermarket, tiga jenis ini lebih besar dibandingkan pasar swalayan konvensional. Superstore besarnya
hampir dua kali pasar swalayan biasa dan menjual banyak ragam barang yang dibeli secara rutin, makanan maupun barang keperluan lainnya.
Semua yang disebutkan dapat dilakukan perusahaan atau toko modern dalam menciptakan sinergi bauran pemasaran ecerannya yang dapat
menarik konsumen untuk membeli. Gilbert 2003 dalam Semuel 2006:56 menyatakan bahwa
promosi dapat saja merangsang pelanggan mengunjungi toko, tetapi tampilan atau penataan produk oleh pengecer akan membuat perbedaan
pada tingkat penjualan. Visual marchandising terdiri dari visual materials
26
dan windows displays. Visual marchandising adalah suatu presentasi non personal dan pameran barang dagangan dengan penjelasan rinci.
Pendekatan ini untuk mendapatkan kepastian mengenai penampilan produk secara optimal, memperlengkapi pameran yang kan
meningkatkan penyajian produk dan menggugah minat beli, melengkapi kegiatan penjualan dan informasi produk seperti dengan brosur dan
poster-poster, menjamin ketersediaan barang, meningkatkan penambahan penjualan melalui rangsangan pembelian atau dengan mengingatkan si
pembeli apa yang akan di dapat berdasarkan slogan produk tersebut. Tugas utama pengecer retailer adalah penyajian nilai value
delivery kepada pengguna akhir. Retailer bertugas melakukan kontak lansgung dengan pelanggan. Mereka ini memainkan peran kritis di garis
paling depan, ujung jembatan untuk sampai pada penggunanya. Oleh karena itu kemampuan dan kompetensi mereka ikut menentukan
suksesnya bisnis manufaktur dan wholesaling yang terkait. Atas dasar fungsi penting tersebut, bagi bisnis ritel abad 21 ini konsep paling tepat
yang seharusnya digunakan adalah Holistic Marketing Concept Kotler et. al 2006:18 dalam Astuti dan Setiawan 2007:322. Dasar berpikir konsep
ini, masih menganggap penting untuk mendengarkan suara konsumen tanpa mengabaikan masalah etika berbisnis dan pelayanan kepada
pelanggan, serta bermitra dalam bentuk jaringan networks dan menjalin ikatan hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan mitra bisnis.
27
2.2.7 Pengaruh Citra Toko Terhadap Loyalitas Pelanggan
Reardon et. al 1995 dalam Astuti dan Setiawan 2007:324 mengatakan bahwa citra toko merupakan strategic tool yang bisa
digunakan dalam iklim persaingan bisnis ritel yang sangat ketat. Citra toko
merupakan salah satu dari aset berharga yang dimiliki oleh retailer. Citra
merupakan salah satu dasar yang digunakan oleh pelanggan untuk menentukan seberapa cocok sesuai kepribadian mereka dengan citra toko
tertentu. Garton 1995 dalam Astuti dan Setiawan 2007:324 mengatakan bahwa loyalitas pelanggan diupayakan melalui kesesuaian citra diri
mereka dengan citra yang ingin ditampilkan oleh hypermarket. Osman 1993 dalam Bloemer and Ruyter 1998:503 “Customers’
patronage behaviour towards a particular store is dependent on their image of that particular store. The more favourable the store image, the
higher the valence of the store to the customer”. Yang mempunyai arti perilaku belangganan dari pelanggan pada suatu toko tertentu tergantung
dari pandangan mereka terhadap citra yang diberikan suatu toko. Semakin baik citra toko yang diberikan, semakin tinggi pula tingkat kunjungan
yang dilakukan pelanggan ke toko tersebut. Hasil penelitian Bloemer and Ruyter 1998:505 menunjukan bahwa store image berpengaruh positif
terhadap store loyalty. Matineau 1958 dalam Chang dan Yoo 2005:27 relates store
image and store loyalty by arguing that store image has an influence on store loyalty. Yang artinya Martineau menghubungkan citra toko dengan
28
loyalitas pelanggan dengan berpendapat bahwa citra toko mempunyai suatu pengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
Mo Koo 2003:46 mengatakan bahwa sesungguhnya citra toko mempunyai dampak atau pengaruh di dalam membangun loyalitas
pelanggan terhadap toko. Hasil penelitian Mo Koo, 2003:58 menunjukkan bahwa atribut dari citra toko berpengaruh positif terhadap
loyalitas pelanggan terhadap toko. Dari uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa citra
mempengaruhi perilaku belanja dan pilihan toko yang akan dipilih sebagai tempat belanja. Dengan kata lain citra mempengaruhi loyalitas pelanggan
pada toko tertentu. Sehingga citra toko mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
29
2.3 Kerangka Konseptual