2.2. Kajian Teori 2.2.1. Pengendalian
Pengendalian dapat dirumuskan sebagai proses pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan itu diselesaikan
sebagaimana telah direncanakan dan proses mengkoreksi setiap penyimpangan yang berarti Robbins dan Coulter, 1999 : 526.
Menurut Widjaja tunggal 2003 : 343, pengendalian control adalah proses memastikan aktivitas actual sesuai dengan aktivitas yang
direncanakan. Pengendalian menyatakan ukuran dan sebaran perilaku, jika tidak
dapat mengukur pengendalian, maka kita tidak akan dapat mengendalikan. Semakin system itu membantu para manajer untuk
mencapai tujuan – tujuan organisasi mereka, semakin baiklah system pengendalian itu Robbins dan Coulter, 1999 : 526.
2.2.1.1. Pengendalian Organisasi
Kebanyakan kita merasa bahwa kita tidak dapat menentukan hidup kita sendiri. Kita mengarahkan diri sendiri untuk mencapai tujuan
atau sasaran, dan kita memperbaiki langkah tindakan kita bila kita menyimpang dari jalur menuju sasaran tersebut Anthony dkk, 1992 : 6.
Organisasi adalah sekumpulan manusia yang bekerja sama untuk mencapai satu atau beberapa tujuan Anthony dkk, 1992 : 5. Sehingga
disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kesatuan atau kelompok sosial yang terdiri dari bagian – bagian dan orang – orang di
perkumpulan tertentu yang dibentuk secara sengaja dan dipertahankan untuk mencapai tujuan atau sasaran – sasaran spesifik secara bersama-
sama. Pengendalian organisasi bertujuan mengimplementasikan strategi
– strategi dengan mengarahkan manusia serta sumber daya lainnya sehingga tujuan organisasi tercapai Anthony dkk, 1992 : 11. System
pengendalian dalam organisasi, mengarahkan dan menuntun organisasi ke tujuan yang diinginkan.
2.2.1.2. Pengendalian Intern
Menurut Statement on Auditing Prosedures SAP No. 33 dan kodifikasi Statement on Auditing AICPA tahun 1983 Kosasih, 1993 :
177, Internal Control didefinisikan sebagai berikut : “Pengendalian intern mencakup rencana organisasi, semua
metode dan ukuran yang dikoordinasikan didalam suatu perusahaan untuk mengamankan aktiva harta kekayaannya, mengecek ketelitian
dan keandalan data akuntansinya, meningkatkan efisiensi operasi dan mendorong kepatuhan terhadap kebijakan manajemen yang telah
ditetapkan”. Sebagaimana telah diuraikan dalam definisi SAP No. 33,
pengertian pengendalian internal mencakup baik pengendalian akuntansi maupun pengendalian administrative :
a. Pengendalian akuntansi mencakup rencana organisasi dan semua
metode dan prosedur terutama menyangkut pengamanan harta perusahaan serta keandalan pencatatan keuangan.
b. Pengendalian administrative terdiri dari rencana organisasi dan
semua metode dan prosedur yang terutama berhubungan dengan efisiensi operasi dan ketaatan pada kebijaksanaan manajemen dan
biasanya hanya berhubungan secara tidak langsung dengan catatan- catatan financial.
Pengendalian intern atau pengendalian administrative, manajer dan pekerja tidak lagi dapat menentukan tindakan yang
mereka inginkan secara pribadi. Mereka terikat dengan peraturan dan
prosedur organisasi sehingga ketentuan organisasi akan menguasai kepentingan-kepentingan individual.
Akuntan sangat terlibat dalam pelaksanaan beberapa pengendalian administrasi formal yang paling penting. Standar,
anggaran, dan rencana merupakan factor yang sering dijadikan pedoman untuk menilai kinerja. Perencanaan, anggaran, dan standar
digunakan sebagai suatu cara bagi manajer untuk mempertimbangkan pentingnya tindakan yang mereka lakukan, serta sebagai dasar bagi
atasan untuk mengevaluasi kinerja dengan standar yang obyektif. Bersama-sama dengan penggunaan reward dan sangsi yang formal,
memungkinkan manajer senior untuk memperkuat tindakan-tindakan mereka yang dianggap sejalan dengan konsepsi tujuan-tujuan
perusahaan dan memberikan hukuman terhadap tindakan yang dianggap menantang.
Melalui pengendalian administrative atau birokratis pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan teliti. Untuk
menetapakan suatu standar produksi yang berfungsi sebagai pengendalian yang efektif, akuntan perlu mengukur output yang
diinginkan secara tepat, agar dapat melakukan pengendalian secara efektif dengan mendasarkan pada peraturan, departemen personal
perlu mengetahui peraturan apa yang perlu dibuat untuk memperoleh kinerja yang diinginkan, karena berkaitan erat dengan struktur power
dalam perusahaan, control teeresebut juga mencoba untuk memastikan bahwa tujuan individu bawahan akan tunduk kepada
kepentingan manajer yang senior. Menurut Widjaya Tunggal 1995 : 1, Pengendalian intern
meliputi organisasi dan semua metode serta ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk mengamankan
kekayaan, memelihara kecermatan dan sampai seberapa jauh dapat dipercayanya data akuntansi. Meningkatkan efisiensi usaha dan
mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan yang telah ditetapkan. Ada lima sifat karakteristik system pengendalian intern yang
dapat dipercaya realible : 1.
Kualitas karyawan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. 2.
Rencana organisasi yang memberi pemisahan tanggung jawab fungsi secara layak.
3. System pemberian wewenang, tujuan, tehnik, dan pengawasan
yang wajar untuk mengadakan pengendalian atas aktiva, hutang, penghasilan dan biaya.
4. Pengendalian terhadap aktiva dan dokumen serta formulir yang
penting. 5.
Perbandingan catatan-catatan aktiva dan hutang dengan yang senyatanya ada dan mengadakan tindakan koreksi dan perbedaan.
2.2.1.3. Pengendalian Ekstern
Disamping menerapkan bentuk pengendalian intern, organisasi juga perlu besandar pada pengendalian ekstern. Menurut Schermernhorn
1997 : 169 pengendalian ekstern merupakan bagian dari proses pengendalian yang dilakukan organsasi, kegiatan ini melibatkan
pengawasan aktif dari hasil hari kehari pada saat manajer berinteraksi dan bekerja dengan yang lain, mereka mencatat segala sesuatu yang
membutuhkan perbaikan serta memberikan saran perbaikan. Kegiatan pengendalian ini juga melibatkan penggunaan sistem dan teknologi.
Sistem manajemen SDM melibatkan penilaian prestasi kerja, kompensasi dan benefit, tindakan pendisiplinan karyawan dan
manajemen berdasarkan sasaran. Pengendalian eksternal juga ditingkatkan melalui penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi
informasi dapat membantu pembuatan keputusan dengan memperoleh informasi tepat pada waktunya.
2.2.1.4. Lingkungan Pengendalian Organisasi
Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang
pengendalian lngkungan. Pengendalian merupakan landasan untuk semua
unsure pengendalian intern yang membentuk disiplin dan struktur Mulyadi 1998 : 179.
Berbagai factor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas antara lain :
1. Nilai integritas dan etika
2. Komitmen terhadap kompetensi
3. Dewan komisaris dan komite audit
4. Filosofi dan gaya operasi manajemen
5. Struktur organisasi
6. Pembagian wewenang pembebanan tanggung jawab
7. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia.
2.2.2. Kepuasan Kerja
Menurut Handoyo 2001 : 193 mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang pekerja terhadap
pekerjaannya. Ini Nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dan ditugaskan kepadanya dilingkungan
kerjanya.
Susilo Martoyo 1998 : 142 memberikan definisi kepuasan kerja sebagai berikut :
“ suatu keadaan emosional karyawan, dimana erjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau
organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan”.
2.2.2.1. Faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja
Faktor-faktor yang lebih penting mendorong kepuasan kerja menurut Robbins 1996 : 149 adalah sebagai berikut :
1. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan lebih cenderung menyukai pekerjaaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan bragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.
2. Ganjaran yang pantas
Para karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan
mereka, bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan
komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan, selain itu, karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktek promosi yang
adil. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi,
tanggung jawab yang lebih banyak, dan status social yang yang ditingkatkan, oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan
bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.
Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitarfisik yang tidak berbahaya atau merepotkan.
4. Rekan sekerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja, bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi social, oleh karena itu tidak mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan
mendukung penghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. 5.
Kesesuai kepribadian pekerjaan Orang-orang yang tipe kepribadian kkongruen sama dan sebangun
dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa
mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, dengan demikian lebihbesar
kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan-pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, boleh jadi mereka mencapai kepuasan yang tinggi
dari pekerjaan mereka.
2.2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara 2000 : 120, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :
a. Faktor pegawai
Yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi,
cara berfikir, persepsi dan sikap kerja. b.
Faktor pekerjaan Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat atau golongan,
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi social dan hubungan kerja.
2.2.2.3. Alasan kepuasan kerja penting
Menurut Streuss dan Syles 1986 : 43, alas an kepuasan kerja bagi seorang karyawan penting karena :
1. Orang menginginkan aktualisasi diri.
2. Mereka yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak pernah
mencapai kedewasaan psikologis. 3.
Mereka yang tidak berhasil memperoleh kepuasan kerja menjadi frustasi
4. Pekerjaan adalah pusat kehidupan seseorang.
5. Orang yang tidak punya pekerjaan tidak bahagia. Orang ingin bekerja
sekalipun tidak harus melakukannya. 6.
Tidak adanya pekerjaan yang penuh tantangan mengakibatkan kesehatan mental buruk.
7. Pola kerja dan waktu senggang saling mengisi satu sama lain.
8. Tidak adanya kepuasan kerja dan pengasingan dari pekerjaan
mengakibatkan produktivitas rendah dan masyarakat tidak sehat. Menurut Indrawijaya 1989 : 72-73 menyebutkan bahwa
kepuasan kerja penting, karena : 1.
Alasan nilai Kita mengetahui bahwa para tenaga kerja menggunakan sebagian
dalam waktu dalam bekerja. Oleh sebab itu mereka menginginkan agar waktu tersebut dapat digunakan dengan penuh kesenangan,
kegembiraan dan kebahagiaan. 2.
Alasan kesehatan jiwa Seseorang yang melihat pekerjaanya sebagai sesuatu yang tidak
berharga atau sebagai sesuatu yang tidak penting, cenderung membawanya kelingkungan keluarganya dan masyarakat sekitar.
3. Alasan kesehatan jasmaniah
Orang yang menyenangi pekerjaaanya juga cenderung mendapat lebih banyak uang dari pekerjaan tersebut dan dengan demikian lebih
mempunyai kemampuan lebih untuk memenuhi kebutuhan fisiknya dengan baik.
2.2.2.4. Akibat dari tidak terpenuhinya kepuasan kerja
Akibat yang mungkin timbul dari perasaan tidak puas terhadap pekerjaanya adalah :
a. Pergantian karyawan
Seorang karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan bertahan lebih lama dalam perusahaan, sedangkan karyawan yang
tidak puas akan meninggalkan perusahaan tempat kerjanya untuk mencari perusahaan lain.
b. Absensi
Karyawan tidak masu kerja mempunyai berbagai macam alasan, misalnya, sakit, ijin, cuti dan sebagainya. Karyawan yang merasa
tidak puas akan lebih memanfaatkan kesempatan tidak masuk kerja. Banyak sedikitnya karyawan yang tidak masuk kerja memberikan
gambaran tentang kepuasan kerja dari karyawan tersebut. c.
Meningkatnya kerusakan Apabila karyawan menunjukkan keengganan untuk melakukan
pekerjaan karena dihadapkan pada suatu ketimpangan antara harapan dan kenyataan, maka ketelitian kerja dan rasa tanggung jawab
terhadap hasil karyanya cenderung menurun. Salah satu akibatnya sering terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan pekerjaannya.
2.2.3. Kinerja manajer
Kinerja berasal dri kata job performance atau actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang.
Pengertian kinerja prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanaan tugasnya, sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya Mangkunegara, 2000 : 67.
Menurut mulyadi 1998 : 164, seseorang yang memegang posisi managerial di harapkan mampu menghasilkan kinerja dengan mengerahkan
bakat dan kemampuan serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam wewenangnya.
Menurut Riyadi 2000 : 141, kinerja manajerial adalah kinerja manajer yang meliputi perencanaaan, investigasi, pengkoordinasian,
evaluasi, pengawasan staff, negosiasi, dan perwakilan representasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja
manajeradalah perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan manajer dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan
oleh perusahaan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan tersebut.
2.2.3.1. Tugas Manajer
Menurut T.Hani Handoko 1999 : 29 tugas-tugas penting manajer diuraikan secara rinci sebagai berikut :
1. Manajer bekerja dengan orang lain. Istilah “orang” mencakup tidak
hanya bawahan atau atasan, tetapi juga manajer lainnya dalam organisasi. Disamping itu “orang” juga termasuk individu dari luar
organisasi. Seperti pelanggan, pemasok, pemerintah, dan sebagainya. 2.
Manajer memadukan dan menyeimbangkan tujuan-tujuan yang saling bertentangan dan menetapkan prioritas-prioritas. Setiap manajer akan
menghadapi sejumlah tujuan, masalah, dan kebutuhan organisasional. Yang semuanya ini bersaing untuk merebutkan sumber daya-sumber
daya organisasi manusia, material, atau bahkan waktu manajer. Karena sebagai sumber daya tersebut selalu terbatas, manajer harus
menjaga keseimbangan diantara berbagai tujuan dan kebutuhan organisasional.
3. Manajer bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan. Para
manajer ditugaskan untuk mengelola pekerjaan-pekerjaan tertentu secara sukses. Mereka biasanya dievaluasi atas dasar seberapa baik
mengatur tugas-tugas yang harus diselesaikan. Lebih lanjut manajer juga bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan para bawahannya.
Kesuksesan atau kegagalan bawahan adalah cermin langsung kesuksesan atau kegagalan manajer.
4. Manajer harus berpikir secara analisis dan konseptual. Untuk menjadi
pemikir yang analitis, manajer harus mampu merinci dan memisah- misahkan suatu masalah menjadi komponen–komponen masalah.
Menganalisanya dan kemudian mencari penyelesaian yang layak dengan akurat. Dan yang lebih penting bagi manajer adalah menjadi
pemikir konseptual yang mampu memandang keseluruhan tugas dan mengaitkan suatu tugas dengan tugas-tugas yang lainnya.
5. Manajer adalah suatu mediator. Organisasi terdiri dari orang-orang,
dan kadang-kadang mereka tidak saling setuju satu sama lain. Bila hal ini terjadi, maka akan merusak suasana kerja, mengakibatkan
konflik, atau bahkan mungkin karyawan-karyawan yang cakap meninggalkan perusahaan. Kejadian-kejadian seperti ini menuntut
manajer sebagai mediator penengah.
6. Manajer mengambil keputusan-keputusan yang sulit. Organisasi
selalu menghadapi banyak masalah misalnya kesulitan financial, masalah personalia, masalah dengan pihak eksternal perusahaan, dan
sebagainya. Manajer adalah orang diharapkan dapat menentukan pemecahan berbagai masalah sulit mengambil keputusan yang akurat.
2.2.3.2. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja menurut Mulyadi,Jhony Setyawan 2001 : 353, adalah penentuan secara periodic efektivitas operasional suatu organisasi
bagian organisasi dan personalnya, berdasarkan sasaran, standar, dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Oleh karena pada dasarnya organisasi dioperasikan oleh sumber daya manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan
penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan didalam organisasi.
Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku
yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan
manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran
organisasi.
2.2.3.3. Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja di manfaatkan oleh organisasi untuk : a.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum.
b. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
penghargaan personel, seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. c.
Mengidentifikasi kebutuhan latian dan pengembangan personel dan untuk menyediakan criteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
personel. d.
Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.
2.2.4. Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial
Lingkungan Pengendalian Organisasi adalah lingkungan dimana organisasi itu terdiri dari mekanisme dan prosedur yang menyangkut
batasan wewenang untuk mengambil keputusan, aturan – aturan, prosedur operasi, mekanisme penyusunan anggaran dan penilaian kinerja
Puspa dan Riyanto, 1999 : 118. Menurut Schermerhorn 1997 : 170, dalam perencanaan kegiatan
pengendalian melalui strategi dan sasaran control via strategy and
objectives, terjadi apabila perilaku bekerja semula diarahkan ke hasil akhir yang benar. Apabila tujuan disusun dengan jelas, benar serta mudah
dipahami, maka kinerja yang diakibatkan akan sangat baik. Kurangnya pemberian instruksi terhadap pelaksanaan pekerjaan kecil sekalipun
kemungkinannya tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun teori dan pendekatan yang mendukung pengaruh
lingkungan pengendalian organisasi terhadap kinerja manajerial adalah sebagai berikut :
1. Teori X dan Y oleh Douglas Mc Gregor
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang – orang didalam suatu organisasi pada umumnyamenentang kerja dan bersifat
malas, oleh karena itu mereka harus diberi motivasi dengan perangsang dari luar. Tujuan kebanyakan orang bertentangan dengan
tujuan organisasi, oleh karena itu harus diarahkan, diberi motivasi, dipaksa, dikontrol agar dapat mempertanggungjawabkan kesamaan
mereka dengan kebutuhan organisasi. Menurut asumsi teori X dari Mc Gregor, bahwa orang – orang
ini pada hakekatnya adalah : a berusaha sedikit mungkin, b tidak mempunyai ambisi untuk maju, c tidak mempunyai tanggung
jawab, d tidak memiliki gairah untuk menemukan cara kerja yang lebih baik, e melakukan pekerjaan dengan mengutamakan imbalan
materi, f tidak pernah dapat mengemukakan gagasan baru. Berdasarkan asumsi tersebut, maka pengarahan yang
sebaiknya dilakukan adalah bersifat keras, hukuman banyak dilakukan terhadap pelanggaran, pengontrolan harus dilakukan secara
ketat, dilakukan dengan kepemimpinan yang otoriter, sentralistis, tindakan tegas. Hanya dengan jalan ini organisasi dapat berjalan
kearah pencapaian tujuan walaupun dengan susah payah Sutarto, 1987 : 284-286.
Teori Y menyatakan kebanyakan orang senang akan bermacam – macam pekerjaan dan bersedia secara sukarela berupaya
dalam melakukan pekerjaan, mampu mengarahkan dan mengontrol pekerjaan mereka sendiri dalam mencapai tujuan organisasi,
mempunyai alasan – alasan lain daripada sekedar alasan uang dalam bekerja, lebih suka menunjukkan kemampuan kreatifitasnya dan
kecerdasannya daripada mereka bekerja dalam ikatan organisasi. Menurut asumsi teori Y, bahwa orang – orang ini pada
umumnya a senang bekerja, b memiliki rasa tanggung jawab yang besar, c rajin, d disiplin, e ada gairah untuk maju, f berusaha
menemukan segala cara kerja yang lebih baik, g lebih senang mengarahkan diri sendiri, h mengontrol diri sendiri, i
pengontrolan longgar, j banyak pelimpahan wewenang dan
mengikutsertakan bawahan dalam pembuatan keputusan guna mencapai ke arah tujuan bersama Suntarto, 1987 : 285-286.
2. Teori Kepribadian
Teori kepribadian dengan menggunakan pendekatan ilmu jiwa social yang lebih mengutamakan faktor lingkungan dikemukakan
oleh Kurt Lewin yang menyatakan bahwa kepribadian dan perilaku orang sangat erat berhubungan dengan situasi dimana orang itu
berperilaku Sutarto, 1987 : 274. 3.
Pendekatan Organisasi – Otokratis Menurut Harold Koontz, pendekatan otokratis berdasarkan
pendirian bahwa segala aktivitas dalam organisasi akan dapt berjalan lancar dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan apabila
semuanya itu semata – mata diputuskan oleh pimpinan Sutarto, 1987 : 301.
Dari teori – teori tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya lingkungan pengendalian organisasi disebabkan oleh
kombinasi antara X dan Y oleh Mc Gregor. Dimana, telah dikemukakan bahwa tidak ada orang yang bersifat buruk mutlak
ataupun bersifat baik mutlak. Setiap orang hampir dapat dipastikan mempunyai sifat baik dan sifat buruk sekaligus. Maka pengarahan
yang dilakukan juga tidak dapat menggunakan salah satu cara mutlak. Sebaliknya harus memakai cara – cara pengarahan dengan
mengambil segi baik kedua-duanya. Berhubung dengan itu, maka ditimbulkan teori Z yang dikemukakan oleh Lyndall F. Urwick, yang
intinya menyatakan bahwa apabila semua dalam kondisi kerja yang baik, maka pengarahan yang dilakukan sebaiknya mengambil segi
baik dari teori X dan Y. pada suatu saat seorang atasan memang harus mennggunakan cara yang halus, hanya sedikit mengontrol,
memerintah dengan sikap permintaan, saran ataupun sukarela, lebih bersifat menanyakan daripada menegor, lebih bersifat mengingatkan
daripada menyalakan. Tetapi pada saat tertentu seorang atasan perlu melakukan tindakan tegas, melakukan control secara ketat,
memberikan perintah tegas, menyalahkan dan bahkan bila terpaksa harus berani menghukum sesuai dengan kesalahan yang mungkin
dibuat oleh bawahannya. Baik secara halus maupun secara tegas kedua – duanya dilandasi suatu harapan bahwa tujuan organisasi
dapat tercapai dengan baik Suntarto, 1987 : 287. Selain itu juga, secara otomatis seseorang akan berprilaku sebagaimana mestinya
sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh manajemen puncak dimana mereka biasanya beraktivitas. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa
ketika suatu tujuan telah disepakati, maka bawahan dengan kesadaran tinggi akan mengimplementasikannya sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh atasannya.
2.2.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial
Adapun teori dan pendekatan yang mendukung pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial adalah sebagai berikut :
1. . Keseimbangan Equity Theory
Teori ini dikembangkan oleh Adam, dalam Mangkunegara 2005:120, adapun komponen dari teori ini terdiri dari input,
income, comparasion person dan equity-in-equity. Wexley dan Yukl 1977 mengemukakan bahwa “Input is anything of value that
an employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, pengalaman, skill, peralatan pribadi, jumlah jam kerja.
Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol,
pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasimengekpresikan diri. Comparison person adalah
seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam
pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-
outcome dirinya dengan perbandingan input-outcome pegawai lain. Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka pegawai
akan merasa puas, tetapi bila terjadi tidak seimbang tidak menyebabkan dua kemungkinan yaitu over compensation inequity
ketidak seimbangan yang menguntungkan dirinya dan sebaliknya Under compensation equity ketidak seimbangan yang
menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau comparison person.
2. Teori Pemenuhan Kebutuhan Need Fulfillment Theory
Teori kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhinya atau tidaknya pemenuhan pegawai. Pegawai akan
merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula
pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai akan tidak puas Mankunegara,
2005:120. 3.
Teori Perbedaan Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter dalam
Mangkunegara 2005:120. Ia berpendapat bahwa mengubur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara
apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dapat dirasakan pegawai. Locke 1969 dalam Mangkunegara 2005:120
mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh
pegawai lebih besar daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas sebaliknya bila yang didapat lebih rendah
dari yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi tidak puas. Dalam organisasi perlu adanya peningkatan produktivitas,
menurut Vroom 1960 dan Strauss 1968, produktivitas dapat ditingkatkan melalui peningkatan kepuasan kerja karena kepuasan kerja
memberikan semangat kepada pekerja untuk meningkatkan produktivitasnya. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja secara
teoritis berdasarkan pada teori motivasi kerja The Motivation to Work Theory yang dikembangkan oleh Herzberg et al 1959. Kepuasan kerja
terhadap pekerjaan, atasan-bawahan, kompensasi dan kesempatan untuk berkembang menjadi motivasi yang bersangkutan untuk meningkatkan
kinerjanya dikutip oleh Maryani dan Supomo, 2001:369 Kepuasan kerja dan kinerja manajerial adalah dua hal yang dapat
dijadikan sebagai pertimbangan dalam melakukan pengkajian terhadap proses pengembangan sumber daya manusia pada suatu organisasi.
Menurut Susilo Martoyo 2000:142 bahwa kepuasan kerja yang tinggi meningkatkan kinerja, begitu pula dengan kinerja yang tinggi
dengan penghargaan atau imbalan yang dirasakan adil dan memadai akan dapat meningkatkan kepuasan kerja.
Timbulnya kepuasan kerja disebabkan persepsi seorang pekerja mengenai sejauh mana pekerjaannya dapat memberikan sesuatu yang
penting bagi dirinya. Hal itu tentu saja berkaitan erat dengan peningkatan kenierja seorang pekerja dalam aktivitas manajerialnya. Maka kepuasan
kerja dapat meningkatkan kinerja manajerial dan kinerja manajerial yang baik dapat pula meningkatkan kepuasan kerja.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Ostroff dalam Maryani 2001:364 mempunyai
hubungan signifikan dengan peningkatan kinerja manajerial.
2.3. Kerangka Pikir