LINGKUNGAN PENGENDALIAN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJATERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. GARAM (Persero) di SURABAYA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Nimas Ayu Mutiara C

0613010146/FE/EA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Berkat rahmatNya pula memungkinkan saya untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “LINGKUNGAN PEENGENDALIAN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA PT. GARAM (Persero) DI SURABAYA”

Sebagaimana diketahui bahwa penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Walaupun dalam penulisan skripsi ini penulis telah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tetapi penulis yakin tanpa adanya saran dan bantuan maupun dorongan dari beberapa pihak maka skripsi ini tidak akan mungkin dapat tersusun sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak. Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya.

3. Bapak. Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya


(3)

6. Ibu Dyah Ratnawati. H, DRA, MM selaku Dosen Wali yang telah memberi bantuan dan nasihat.

7. mama yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini sehingga mampu menghantarkan penulis menyelesaikan studinya dan buat papa yang slalu dihatiku skripsi ini kupersembahkan untuk beliau akhirnya aku lulus dan dapat gelar juga aku tau papa bangga diatas sana.

8. Keluarga besar, Sahabat-sahabat d’best six hendra,ayu,weny,sari dan april yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. 9. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis

selama menjadi mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran bagi perbaikan di masa mendatang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.


(4)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR LAMPIRAN……… . xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU ... 10

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Kajian Teori ... 16

2.2.1. Pengertian Pengendalian ... 16

2.2.1.1. Pengendalian Organisasi ... 16

2.2.1.2. Pengendalian Intern... 17

2.2.1.3. Pengendalian Ekstern ………... 20

2.2.1.4. Lingkungan Pengendalian Organisasi ……….. 21


(5)

Kerja ... 24

2.2.2.3. Alasan Kepuasan Kerja ... 25

2.2.2.4. Akibat tidak terpenuhinya kepuasan kerja ………... 26

2.2.3. Pengertian kinerja manajer ... 27

2.2.3.1. Tugas Manajer ……….. 28

2.2.3.2. Penilaian Kinerja ……….…………. 30

2.2.3.3. Manfaat Penilaian Kinerja ……….………….. 30

2.2.4. Kerangka Pikir ... 31

2.2.4.1. Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial ……….. 32

2.2.4.2. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial ………... 36

2.3. Diagram Kerangka Pikir ………. ... 40

2.4. Hipotesis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 41


(6)

3.3.1. Jenis Data ... 45

3.3.2. Sumber Data ... 46

3.3.3. Pengumpulan Data ……….. 46

3.4. Uji Kualitas Data ………...……….. 47

3.4.1. Uji Validitas Data ..………. 47

3.4.2. Uji Realibilitas ………. 47

3.4.3. Uji Normalitas ………. 48

3.5. Uji Asumsi Klasik ………... 48

3.6. Teknik Analisis dan Uji Kecocokan Model ……… 50

3.6.1. Teknik Analisis ……… 50

3.6.2. Uji Kecocokan Model ………. 51

3.6.2.1. Uji F ………... 51

3.6.2.2. Uji t ……… 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 53

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ……… 53

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ……… 53

4.1.2. Tujuan Perusahaan ………. 54


(7)

4.2.2. Distibusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja

……… 63

4.2.3. Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Manajerial ……….. 64

4.3. Uji Kualitas Data ……… 65

4.3.1. Uji Validitas ………. 65

4.3.2. Uji Realibilitas ……….. 67

4.3.3. Uji Normalitas ……….. 68

4.4. Analisis dan Uji Hipotesis ……… 69

4.4.1. Uji Asumsi Klasik ……….. 69

4.4.2. Analisis Regresi Linier Berganda ………... 71

4.4.3. Uji Hipotesis ………..………. 72

4.4.3.1.Uji F ……… 72

4.4.3.2.Uji t ……… 73

4.5. Pembahasan ……… 73

4.6. Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian Terdahulu …. 76 4.7. Keterbatasan Penelitian ……… 77


(8)

(9)

(10)

Oleh:  Awaliyatul Firah 

  ABSTRAK

PT. GARAM menghendaki karyawan yang mempunyai kemampuan dan motivasi yang tinggi serta meningkatkan keseimbangan terhadap beban kerja dengan strategi pokok peningkatan manajemen personalia, peningkatan kemampuan pegawai, peningkatan manajemen yang lebih dapat menimbulkan kreasi dan aktivitas pegawai dengan melakukan pembinaan kepada karyawan agar karyawan lebih memiliki dan lebih bertanggungjawab terhadap misi PT. Garam (Persero) . Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial.

Penelitian ini menggunakan data primer dari 20 orang kepala divisi dan kepala bagian PT. GARAM (Persero) di Surabaya melalui koesioner dengan tehnik pemilihan sampling (purposive sampling). Variabel penelitian yang digunakan adalah lingkungan pengendalian organisasi (X1), kepuasan kerja (X2) dan kinerja manajerial (Y), serta dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis lingkungan pengendalian organisasi berpengruh positif terhadap kinerja manajerial sedangkan kepuasan kerja tidak teruji berpengaruh terhadap kinerja manajerial.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Suatu organisasi mempunyai satu atau beberapa pemimpin, dalam organisasi bisnis disebut manajer, manajer adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk mencapai hasil tertentu melalui tindakan orang lain (yang berada dibawah tanggung jawabnya). Seorang manajer membuat keputusan tertentu dan menghimbau orang lain untuk mengimplementasikan keputusan tersebut, salah satu fungsi manajemen adalah pengendalian. Menurut William Newman dalam Supriyono (1999) Pengendalian adalah salah satu tahap pokok pengelolaan, dengan perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan. Pengendalian dipandang sebagai bagian penting proses manajemen dan salah satu bagian dari seluruh usaha manajerial suatu organisasi, sedangkan pengendalian manajemen adalah proses yang digunakan oleh para manajer untuk mempengaruhi anggota organisasinya agar mengimplementasikan strategi – strategi organisasi.

Organisasi merupakan suatu unit sosial yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu, dalam usaha meraih tujuan tersebut diperlukan suatu pengendalian untuk membantu memperlancar manajemen dalam proses


(12)

individu dan kelompok didalam organisasi berbeda – beda yang biasanya dipengaruhi oleh pekerjaan yang mereka laksanakan. Sistem pengendalian organisasi yang juga disebut sebagai sistem pengendalian administratif dan birokratif didesain untuk mengarahkan atau mengatur aktivitas anggota organisasi agar sesuai dengan yang dikehendaki oleh pimpinan organisasi. Penerapan suatu sistem pengendalian tertentu secara otomatis akan menyebabkan terbentuknya norma, aturan – aturan dan sistem nilai yang berlaku dalam sistem organisasi tersebut, apabila sistem pengendalian itu tidak sesuai dengan lingkungan pengendalian organisasi, maka penerapan sistem tersebut dapat menimbulkan dysjunctional behavior atau perilaku menyimpang.

Demikian pula halnya dengan kepuasan kerja yang ada kaitannya dengan perasaan, emosi, dan perilaku seseorang terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja dapat timbul apabila hal-hal yang mempengaruhinya tidak terpenuhi dengan baik. Penelitian-penelitian mengenai kepuasan kerja umumnya menguji kaitan antara kepuasan kerja dengan implikasi atau konsekuensi dan faktor-faktor penyebabnya.

Implikasi kepuasan kerja sering dikaitkan dengan peningkatan kerja individual organisasi, serta tingkat perputaran (turnover) kerja. Faktor lain yang juga dinyatakan sebagai implikasi dari kepuasan kerja, antara lain :


(13)

kecelakaan kerja, dan sikap pekerja terhadap rekan kerja, manajemen dan pihak eksternal organisasi.

Timbulnya kepuasan kerja disebabkan persepsi seorang pekerja mengenai sejauh mana pekerjaanya dapat memberikan sesuatu yang penting bagi dirinya. Kepuasan kerja lebih menitikberatkan pada sikap pekerja terhadap pekerjaan tertentu, hal ini berbeda dengan komitmen organisasional yang lebih menekankan pada organisasi secara keseluruhan.

Kinerja manajer pada prinsipnya merupakan usaha-usahanya yang dilakukan oleh perusahaan yang berbentuk pegembangan manajemen , perbaikan system kerja dan usaha-usaha mengadakan alih teknologi baik yang menengah maupun teknologi modern sehingga kualitas personal yang dimiliki oleh perusahaan dapat meningkat (Marwan Asri, 1989 : 97).

Disamping berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian organisasi, kinerja manajerial juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Penelitian Parker dan Kleemeir 1951 yang diinspirasi oleh study Haw Hoorne (Schwab dan Cumming 1970) menemukan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi produktifitas dan profitabilitas. Signifikansi hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja dikemukakan oleh Vroom (1960) dan Strauss (1968). Menurut mereka, produktivitas dapat di tingkatkan melalui peningkatan kepuasan kerja, karena kepuasan kerja memberikan semangat kepada pekerja untuk


(14)

Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja secara teoritis berlandaskan pada teori motivasi kerja. Kepuasan kerja terhadap pekerjaan, atasan, bawahan, kompensasi dan kesempatan berkembang menjadi motivasi yang bersangkutan untuk meningkatkan kinerjanya (Maryani dan Supomo, 2001).

PT. GARAM (Persero) merupakan salah satu perusahaan industry kimia dasar yang bergerak dibidang produksi, perdagangan dan distribusi garam, sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bertaraf nasional PT. Garam (Persero) dituntut untuk tetap menjaga eksistensinya atau kelangsungan hidup perusahaan dengan terus meningkatkan kinerja manjerial perusahaan.

Berikut ini disajikan data mengenai realisasi penjualan dengan target penjualan yang merupakan bagian kegiatan dalam perusahaan.

Tabel 1.1: Data jumlah target penjualan dan realisasi penjualan PT. Garam (Persero) pada periode 2004 - 2006

Dalam Rp 000,- Tahun Target Penjualan Realisasi Penjualan Selisih

Penjualan (%) 2004 182.867.415 103.026.510 4,4 2005 169.751.250 115.702.468 31,8 2006 170.587.615 117.172.208 31,3

Sumber : PT. GARAM (Persero

Terlihat dari data realisasi penjualan dan target penjualan diatas terdapat adanya permasalahan antara penjualan yang hendak dicapai dengan


(15)

Dapat dilihat pada tahun 2004 terdapat selisih antara target dan realisasi pada penjualan sebesar 4,4 % pada tahun 2005 selisih antara target dan realisasi pada penjualan sebesar 31,8 % dan pada tahun 2006 selisih antara target dan realisasi pada penjualan sebesar 31,3 %.

Dari kondisi diatas maka menyebabkan realisasi laba juga tidak tercapai. Berikut ini disajikan target dan realisasi laba.

Tabel 1.2 : Data jumlah target laba dan realisasi laba PT. Garam (Persero) pada periode 2004 – 2006.

Dalam Rp 000,- Tahun Target Laba Realisasi Laba Selisih laba (%)

2004 8.715.623 2.419.258 72,2

2005 5.286.748 5.154.604 2,5

2006 2.994.978 2.371.269 8,8

Sumber : PT. GARAM (Persero).

Berdasarkan data diatas terdapat selisih antara target dan realisasi laba pada tahun 2004 sebesar 72,2 % pada tahun 2005 selisih antara target dan realisasi laba sebesar 2,5 % dan pada tahun 2006 selisih antara target dan realisasi sebesar 8,8 %.

Data dan penjelasan diatas menunjukkan bahwa kinerja perusahaan kurang efektif dalam pencapaian target laba. Untuk bisa meningkatkan kinerja


(16)

manajerial, maka dibutuhkan suatu system pengendalian organisasi yang optimal.

Menurut Maryani dan Supomo (2001) pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dilandasi oleh teori motivasi kerja. Teori ini menyatakan bahwa faktor – faktor intrinsik berkaitan dengan kepuasan dan motivasi kerja, sedangkan faktor – faktor ekstrinsik berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Maksud dari teori ini adalah faktor – faktor intrinsik seperti prestasi, pengakuan, dan tanggung jawab berkaitan dengan kepuasan kerja, apabila orang yang ditanyai itu merasa senang tentang pekerjaan mereka, maka mereka cenderung untuk mengenakan ciri – ciri ini pada diri mereka sendiri. Sebaliknya apabila mereka merasa tidak puas, mereka cenderung untuk menyebut faktor – faktor luar seperti kebijakan perusahaan dan administrasi, pengawasan, hubungan antar pribadi dan situasi kerja.

Menurut hasil penelitian Maryani dan Supomo (2001) kepuasan seorang pekerja terhadap karakteristik pekerjaan, sikap dan kemampuan atasan, dukungan dan kerjasama rekan sekerja, besarnya kompensasi dan kesempatan untuk promosi merupakan faktor penting yang memotivasi pekerja untuk meningkatkan kinerjanya.

Dalam P. Stephen Robbins (1996) Max Weber , 1900 mengemukakan bahwa pengaruh lingkungan pengendalian organisasi terhadap


(17)

dan ketetapan – ketetepan, serta hubungan – hubungan yang impersonal. Maksud dari teori ini adalah suatu bentuk organisasi yang berteori tentang kerja dan bagaimana kerja itudapat dilakukan sesuai dengan peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh persahaan tanpa campur tangan hubungan kepribadian karyawan.

Lingkungan pengendalian organisasi merupakan kebijakan yang berupa prosedur – prosedur dan aturan kerja dalam bentuk pengendalian agar sesuai dengan keinginan pihak manajemen atau organisasi, sehingga untuk meningkatkan kinerja maanjerial dilakukan melalui lingkungan pengendalian organisasi yang baik, pengendalian diperlukan oleh manajemen untuk membantu memperlancar proses pencapaian tujuan organisasi, organisasi merupakan suatu unit sosial yang dibentuk untuk meningkatkan kinerja manajerial.

Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul : “ Lingkungan Pengendalian Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial pada PT. Garam (Persero) di Surabaya“.


(18)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

“Apakah lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada PT. GARAM (Persero)” ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

“ Untuk menguji secara empiris pengaruh lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial PT. GARAM (Persero)” 1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan antar teori-teori yang selama ini peneliti dapatkan dengan kenyataan yang ada sehingga dapat diketahui masalah yang dihadapi perumusan dan kesesuaian antara teori yang diperoleh, sehingga dapat diperoleh pemecahan masalah yang ada.

b. Bagi Perusahaan


(19)

berhubungan dengan lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja.

c. Bagi Universitas

Bagi universitas digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dengan materi yang berhubungan dengan skripsi ini.


(20)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN SEBELUMNYA

2.1. Hasil penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan  serta bahan pengkajian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Puspa dan Riyanto (1999) Judul :

“Tipe lingkungan pengendalian organisasi, orientasi professional, konflik peran, kepuasan kerja dan kinerja : suatu penelitian empiris”.

Perumusan Masalah :

1) Apakah sikap keprofesionalan seseorang yang bekerja dalam lingkungan pengendalian organisasi yang birokratis menimbulkan konflik peran ?

2) Apakah tingkat konflik peran mempengaruhi kinerja dan tingkat kepuasan kerja?

Hipotesis :

a. Diduga tingkat konflik peran yang diakibatkan oleh orientasi professional individual yang tinggi akan lebih besar dalam tipe lingkungan pengendalian administratif dibandingkan dalam tipe


(21)

lingkungan pengendalian professional. Semakin tinggi tingkat orientasi professional, akan semakin besar tingkat konflik peran yang terjadi. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat oientasi professional, akan semakin kecil tingkat konflik peran yang terjadi.

b. Diduga ada hubungan yang signifikan antara konflik peran dan kepuasan kerja. Semakin besar konflik peran yang terjadi akan semakin menurunkan tingkat kepuasan kerja. Sebaliknya, tingkat kepuasan kerja akan tinggi apabila konflik peran yang terjadi kecil. c. Diduga ada hubungan yang signifikan antara konflik peran kinerja.

Konflik peran yang besar akan mengakibatkan penurunan kinerja secara keseluruhan dan sebaliknya, kinerja perusahaan meningkat bila konflik peran yangteerjadi kecil.

Teknik pengujian hipotesis :

a. Regresi linier berganda akan digunakan untuk mennguji pengaruh interaksi lingkungan pengendalian dan orientasi professional terhadap konflik peran. Variable bebas yang digunakan adalah orientasi professional (X1), tipe pengendalian output (X2), dan tipe pengendalian perilaku (X22) sedang variable terikatnya adalah konflik peran.

b. Untuk menguji hubungan antara tingkat konflik peran dan tingkat kepuasan kerja dan hubungan antara tingkat konflik peran dengan kinerja, akan digunakan analisis koefisien korelasi pearson.


(22)

Kesimpulan :

a. Hasil analisis regresi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa hanya satu koefisien yang signifikan (p,0,028) yaitu koefisien interaksi antara orientasi professional dan pengendalian output sebesar 0,015. Untuk kelompok dokter, analisis regresi berganda menunjukkan hasil yang sebaliknya dengan hasil yang ditemukan dalam kelompok dosen, yaitu koefisien yang signifikan (p,0,028) adalah koefisien interaksi antara orientasi professional dan konflik peran untuk kelompok dosen dan kelompok dokter berbeda.

b. Hasil analisis korelasi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa tingkat konflik peran mempunyai hubungan yang negative dengan kepuasan kerja (r = 0,298 ; p<0,01), artinya semakin tinggi tingkat konflik peran, semakin tinggi tingkat kepuasan kerja dosen. Oleh karena itu, hipotesis alternative dua didukung. Hasil analisis tersebut yang menunjukkan bahwa tinggi rendahnya konflik peran yang dialami dosen tidak mempengaruhi kinerja mereka. Hubungan antara konflik peran dan kinerja tidak signifikan (r = 0,042 ;p,0,01), karena itu hipotesis alternatife tiga tidak didukung. Jadi tingkat konflik peran yang dialami oleh seorang dosen lebih bias berpengaruh terhadap kepuasan kerja dari pada terhadap kinerja mereka. Hasil analisis


(23)

korelasi untuk keluarga dokter menunjukkan bahwa konflik peran mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kinerjanya (r = 0,26 ; p,0,05). Ini berarti semakin tinggi tingkat konflik peran, semakin rendah kinerja sub unit dokter. Temuan ini mendukung hipotesis alternative tiga. Akan tetapi, ternyata tingkat konflik peran tidak mempengaruhi kepuasan kerja dokter (r = -0,093 ; p,0,05).

2. Maryani dan supomo (2001) Judul :

“ Studi empiris pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja individual”. Perumusan Masalah :

“ Apakah ada pengaruh yang signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja individual”.

Hipotesis :

“ Diduga ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja secara individual”.

Teknik pengujian hipotesis :

“ Untuk menguji pengaruh tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja individual dilakukan uji regresi sederhana. Variable bebas yang digunakan adalah kepuasan kerja (X) dan variable terikatnya adalah kinerja individual (Y)”.


(24)

Dari hasil analisis regresi, R kuadrat sebesar 0,48 dengan tingkat signifikansi p kurang dari 0,005. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifiakn antara kepuasan kerja dengan kinerja manajerial. Variasi variable independennya (kepuasan kerja) sebesar 48%. Temuan penelitian ini memberikan dukungan kepada hipotesis yang menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan signifikansi dengan kinerja manajerial, meskipun kinerja yang diukur dalam penelitian ini kemungkinan mempunyai perbedaan dengan konstruk profitabilitas dan subyek yang diteliti, namun temuan ini dapat di analogikan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh pada peningkatan kinerja manajerial dosen dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perencanaan, investigasi, kkoordinasi, evaluasi, supervise, pengaturan staaff, negoisasi,dan representasi, meskipun penelitian ini tidak mengukur kinerja secara organisasional, berdasarkan reratas skor jawaban responden yang relative tinggi, kepuasan kerja responden penelitian ini kemungkinan juga mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja secara organisasional.

3. Slamet Riyadi (2000). Judul :

“Motivasi dan pelimpahan wewenang sebagai variable moderating dalam hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial


(25)

di Jawa Timur”.

Perumusan masalah :

1) Apakah motivasi dan derajat pelimpahan wewenang dalam organisasi yang berfungsi sebagai variable moderating mempengaruhi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial ?

Hipotesis :

1). H1 : Interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dengan motivasi akan mempengaruhi kinerja manajerial.

2). H2 : Interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dan pelimpahan wewenang akan mempengaruhikinerja manajerial.

Kesimpulan :

1) Hasil pengujian terhadap hipotesis 1 (satu) menunjukkan bahwa interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dengan motivasi tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa motivasi manajer tidak mempengaruhi hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial.

2) Pengujian terhadap hipotesis 2 (dua) menunjukkan bahwa interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dengan pelimpahan wewenang yang terdesentralisasi secara signifikan pada p < 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penyusunan anggaran akan mengakibatkan kinerja manajerial akan semakin tinggi pula.


(26)

2.2. Kajian Teori

2.2.1. Pengendalian

Pengendalian dapat dirumuskan sebagai proses pemantauan kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan itu diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses mengkoreksi setiap penyimpangan yang berarti (Robbins dan Coulter, 1999 : 526).

Menurut Widjaja tunggal (2003 : 343), pengendalian (control) adalah proses memastikan aktivitas actual sesuai dengan aktivitas yang direncanakan.

Pengendalian menyatakan ukuran dan sebaran perilaku, jika tidak dapat mengukur pengendalian, maka kita tidak akan dapat mengendalikan. Semakin system itu membantu para manajer untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi mereka, semakin baiklah system pengendalian itu (Robbins dan Coulter, 1999 : 526).


(27)

2.2.1.1. Pengendalian Organisasi

Kebanyakan kita merasa bahwa kita tidak dapat menentukan hidup kita sendiri. Kita mengarahkan diri sendiri untuk mencapai tujuan atau sasaran, dan kita memperbaiki langkah tindakan kita bila kita menyimpang dari jalur menuju sasaran tersebut (Anthony dkk, 1992 : 6).

Organisasi adalah sekumpulan manusia yang bekerja sama untuk mencapai satu atau beberapa tujuan (Anthony dkk, 1992 : 5). Sehingga disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu kesatuan atau kelompok sosial yang terdiri dari bagian – bagian dan orang – orang di perkumpulan tertentu yang dibentuk secara sengaja dan dipertahankan untuk mencapai tujuan atau sasaran – sasaran spesifik secara bersama-sama.

Pengendalian organisasi bertujuan mengimplementasikan strategi – strategi dengan mengarahkan manusia serta sumber daya lainnya sehingga tujuan organisasi tercapai (Anthony dkk, 1992 : 11). System pengendalian dalam organisasi, mengarahkan dan menuntun organisasi ke tujuan yang diinginkan.

2.2.1.2. Pengendalian Intern

Menurut Statement on Auditing Prosedures (SAP) No. 33 dan kodifikasi Statement on Auditing AICPA tahun 1983 (Kosasih, 1993 :


(28)

177), Internal Control didefinisikan sebagai berikut :

“Pengendalian intern mencakup rencana organisasi, semua metode dan ukuran yang dikoordinasikan didalam suatu perusahaan untuk mengamankan aktiva (harta kekayaan)nya, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansinya, meningkatkan efisiensi operasi dan mendorong kepatuhan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditetapkan”.

Sebagaimana telah diuraikan dalam definisi SAP No. 33, pengertian pengendalian internal mencakup baik pengendalian akuntansi maupun pengendalian administrative :

a. Pengendalian akuntansi mencakup rencana organisasi dan semua metode dan prosedur terutama menyangkut pengamanan harta perusahaan serta keandalan pencatatan keuangan.

b. Pengendalian administrative terdiri dari rencana organisasi dan semua metode dan prosedur yang terutama berhubungan dengan efisiensi operasi dan ketaatan pada kebijaksanaan manajemen dan biasanya hanya berhubungan secara tidak langsung dengan catatan-catatan financial.

Pengendalian intern atau pengendalian administrative, manajer dan pekerja tidak lagi dapat menentukan tindakan yang mereka inginkan secara pribadi. Mereka terikat dengan peraturan dan


(29)

prosedur organisasi sehingga ketentuan organisasi akan menguasai kepentingan-kepentingan individual.

Akuntan sangat terlibat dalam pelaksanaan beberapa pengendalian administrasi formal yang paling penting. Standar, anggaran, dan rencana merupakan factor yang sering dijadikan pedoman untuk menilai kinerja. Perencanaan, anggaran, dan standar digunakan sebagai suatu cara bagi manajer untuk mempertimbangkan pentingnya tindakan yang mereka lakukan, serta sebagai dasar bagi atasan untuk mengevaluasi kinerja dengan standar yang obyektif. Bersama-sama dengan penggunaan reward dan sangsi yang formal, memungkinkan manajer senior untuk memperkuat tindakan-tindakan mereka yang dianggap sejalan dengan konsepsi tujuan-tujuan perusahaan dan memberikan hukuman terhadap tindakan yang dianggap menantang.

Melalui pengendalian administrative atau birokratis pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan teliti. Untuk menetapakan suatu standar produksi yang berfungsi sebagai pengendalian yang efektif, akuntan perlu mengukur output yang diinginkan secara tepat, agar dapat melakukan pengendalian secara efektif dengan mendasarkan pada peraturan, departemen personal perlu mengetahui peraturan apa yang perlu dibuat untuk memperoleh kinerja yang diinginkan, karena berkaitan erat dengan struktur power


(30)

dalam perusahaan, control teeresebut juga mencoba untuk memastikan bahwa tujuan individu bawahan akan tunduk kepada kepentingan manajer yang senior.

Menurut Widjaya Tunggal (1995 : 1), Pengendalian intern meliputi organisasi dan semua metode serta ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi dalam suatu perusahaan untuk mengamankan kekayaan, memelihara kecermatan dan sampai seberapa jauh dapat dipercayanya data akuntansi. Meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan yang telah ditetapkan.

Ada lima sifat (karakteristik) system pengendalian intern yang dapat dipercaya (realible) :

1. Kualitas karyawan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

2. Rencana organisasi yang memberi pemisahan tanggung jawab fungsi secara layak.

3. System pemberian wewenang, tujuan, tehnik, dan pengawasan yang wajar untuk mengadakan pengendalian atas aktiva, hutang, penghasilan dan biaya.

4. Pengendalian terhadap aktiva dan dokumen serta formulir yang penting.

5. Perbandingan catatan-catatan aktiva dan hutang dengan yang senyatanya ada dan mengadakan tindakan koreksi dan perbedaan.


(31)

2.2.1.3. Pengendalian Ekstern

Disamping menerapkan bentuk pengendalian intern, organisasi juga perlu besandar pada pengendalian ekstern. Menurut Schermernhorn (1997 : 169) pengendalian ekstern merupakan bagian dari proses pengendalian yang dilakukan organsasi, kegiatan ini melibatkan pengawasan aktif dari hasil hari kehari pada saat manajer berinteraksi dan bekerja dengan yang lain, mereka mencatat segala sesuatu yang membutuhkan perbaikan serta memberikan saran perbaikan. Kegiatan pengendalian ini juga melibatkan penggunaan sistem dan teknologi.

Sistem manajemen SDM melibatkan penilaian prestasi kerja, kompensasi dan benefit, tindakan pendisiplinan karyawan dan manajemen berdasarkan sasaran. Pengendalian eksternal juga ditingkatkan melalui penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi informasi dapat membantu pembuatan keputusan dengan memperoleh informasi tepat pada waktunya.

2.2.1.4. Lingkungan Pengendalian Organisasi

Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian lngkungan. Pengendalian merupakan landasan untuk semua


(32)

unsure pengendalian intern yang membentuk disiplin dan struktur (Mulyadi 1998 : 179).

Berbagai factor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas antara lain :

1. Nilai integritas dan etika

2. Komitmen terhadap kompetensi 3. Dewan komisaris dan komite audit 4. Filosofi dan gaya operasi manajemen 5. Struktur organisasi

6. Pembagian wewenang pembebanan tanggung jawab 7. Kebijakan dan praktek sumber daya manusia.

2.2.2. Kepuasan Kerja

Menurut Handoyo (2001 : 193) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang pekerja terhadap pekerjaannya. Ini Nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dan ditugaskan kepadanya dilingkungan kerjanya.


(33)

Susilo Martoyo (1998 : 142) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai berikut :

“ suatu keadaan emosional karyawan, dimana erjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan”.

2.2.2.1. Faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja

Faktor-faktor yang lebih penting mendorong kepuasan kerja menurut Robbins (1996 : 149) adalah sebagai berikut :

1. Kerja yang secara mental menantang

Karyawan lebih cenderung menyukai pekerjaaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan bragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.

2. Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka, bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan


(34)

komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan, selain itu, karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktek promosi yang adil.

Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status social yang yang ditingkatkan, oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.

3. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitarfisik yang tidak berbahaya atau merepotkan.

4. Rekan sekerja yang mendukung

Orang-orang mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja, bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi social, oleh karena itu tidak mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung penghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.

5. Kesesuai kepribadian pekerjaan

Orang-orang yang tipe kepribadian kkongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa


(35)

mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, dengan demikian lebihbesar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan-pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, boleh jadi mereka mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.

2.2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 120), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :

a. Faktor pegawai

Yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.

b. Faktor pekerjaan

Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat atau golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi social dan hubungan kerja.

2.2.2.3. Alasan kepuasan kerja penting

Menurut Streuss dan Syles (1986 : 43), alas an kepuasan kerja bagi seorang karyawan penting karena :


(36)

1. Orang menginginkan aktualisasi diri.

2. Mereka yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak pernah mencapai kedewasaan psikologis.

3. Mereka yang tidak berhasil memperoleh kepuasan kerja menjadi frustasi

4. Pekerjaan adalah pusat kehidupan seseorang.

5. Orang yang tidak punya pekerjaan tidak bahagia. Orang ingin bekerja sekalipun tidak harus melakukannya.

6. Tidak adanya pekerjaan yang penuh tantangan mengakibatkan kesehatan mental buruk.

7. Pola kerja dan waktu senggang saling mengisi satu sama lain.

8. Tidak adanya kepuasan kerja dan pengasingan dari pekerjaan mengakibatkan produktivitas rendah dan masyarakat tidak sehat.

Menurut Indrawijaya (1989 : 72-73) menyebutkan bahwa kepuasan kerja penting, karena :

1. Alasan nilai

Kita mengetahui bahwa para tenaga kerja menggunakan sebagian dalam waktu dalam bekerja. Oleh sebab itu mereka menginginkan agar waktu tersebut dapat digunakan dengan penuh kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan.

2. Alasan kesehatan jiwa


(37)

berharga atau sebagai sesuatu yang tidak penting, cenderung membawanya kelingkungan keluarganya dan masyarakat sekitar. 3. Alasan kesehatan jasmaniah

Orang yang menyenangi pekerjaaanya juga cenderung mendapat lebih banyak uang dari pekerjaan tersebut dan dengan demikian lebih mempunyai kemampuan lebih untuk memenuhi kebutuhan fisiknya dengan baik.

2.2.2.4. Akibat dari tidak terpenuhinya kepuasan kerja

Akibat yang mungkin timbul dari perasaan tidak puas terhadap pekerjaanya adalah :

a. Pergantian karyawan

Seorang karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan bertahan lebih lama dalam perusahaan, sedangkan karyawan yang tidak puas akan meninggalkan perusahaan tempat kerjanya untuk mencari perusahaan lain.

b. Absensi

Karyawan tidak masu kerja mempunyai berbagai macam alasan, misalnya, sakit, ijin, cuti dan sebagainya. Karyawan yang merasa tidak puas akan lebih memanfaatkan kesempatan tidak masuk kerja. Banyak sedikitnya karyawan yang tidak masuk kerja memberikan


(38)

gambaran tentang kepuasan kerja dari karyawan tersebut. c. Meningkatnya kerusakan

Apabila karyawan menunjukkan keengganan untuk melakukan pekerjaan karena dihadapkan pada suatu ketimpangan antara harapan dan kenyataan, maka ketelitian kerja dan rasa tanggung jawab terhadap hasil karyanya cenderung menurun. Salah satu akibatnya sering terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan pekerjaannya.

2.2.3. Kinerja manajer

Kinerja berasal dri kata job performance atau actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanaan tugasnya, sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000 : 67).

Menurut mulyadi (1998 : 164), seseorang yang memegang posisi managerial di harapkan mampu menghasilkan kinerja dengan mengerahkan bakat dan kemampuan serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam wewenangnya.

Menurut Riyadi (2000 : 141), kinerja manajerial adalah kinerja manajer yang meliputi perencanaaan, investigasi, pengkoordinasian,


(39)

evaluasi, pengawasan staff, negosiasi, dan perwakilan (representasi).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja manajeradalah perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan manajer dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan oleh perusahaan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan tersebut.

2.2.3.1. Tugas Manajer

Menurut T.Hani Handoko (1999 : 29) tugas-tugas penting manajer diuraikan secara rinci sebagai berikut :

1. Manajer bekerja dengan orang lain. Istilah “orang” mencakup tidak hanya bawahan atau atasan, tetapi juga manajer lainnya dalam organisasi. Disamping itu “orang” juga termasuk individu dari luar organisasi. Seperti pelanggan, pemasok, pemerintah, dan sebagainya. 2. Manajer memadukan dan menyeimbangkan tujuan-tujuan yang saling

bertentangan dan menetapkan prioritas-prioritas. Setiap manajer akan menghadapi sejumlah tujuan, masalah, dan kebutuhan organisasional. Yang semuanya ini bersaing untuk merebutkan sumber daya-sumber daya organisasi (manusia, material, atau bahkan waktu manajer). Karena sebagai sumber daya tersebut selalu terbatas, manajer harus


(40)

menjaga keseimbangan diantara berbagai tujuan dan kebutuhan organisasional.

3. Manajer bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan. Para manajer ditugaskan untuk mengelola pekerjaan-pekerjaan tertentu secara sukses. Mereka biasanya dievaluasi atas dasar seberapa baik mengatur tugas-tugas yang harus diselesaikan. Lebih lanjut manajer juga bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan para bawahannya. Kesuksesan atau kegagalan bawahan adalah cermin langsung kesuksesan atau kegagalan manajer.

4. Manajer harus berpikir secara analisis dan konseptual. Untuk menjadi pemikir yang analitis, manajer harus mampu merinci dan memisah-misahkan suatu masalah menjadi komponen–komponen masalah. Menganalisanya dan kemudian mencari penyelesaian yang layak dengan akurat. Dan yang lebih penting bagi manajer adalah menjadi pemikir konseptual yang mampu memandang keseluruhan tugas dan mengaitkan suatu tugas dengan tugas-tugas yang lainnya.

5. Manajer adalah suatu mediator. Organisasi terdiri dari orang-orang, dan kadang-kadang mereka tidak saling setuju satu sama lain. Bila hal ini terjadi, maka akan merusak suasana kerja, mengakibatkan konflik, atau bahkan mungkin karyawan-karyawan yang cakap meninggalkan perusahaan. Kejadian-kejadian seperti ini menuntut manajer sebagai mediator (penengah).


(41)

6. Manajer mengambil keputusan-keputusan yang sulit. Organisasi selalu menghadapi banyak masalah (misalnya kesulitan financial, masalah personalia, masalah dengan pihak eksternal perusahaan, dan sebagainya). Manajer adalah orang diharapkan dapat menentukan pemecahan berbagai masalah sulit mengambil keputusan yang akurat.

2.2.3.2. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Mulyadi,Jhony Setyawan (2001 : 353), adalah penentuan secara periodic efektivitas operasional suatu organisasi bagian organisasi dan personalnya, berdasarkan sasaran, standar, dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Oleh karena pada dasarnya organisasi dioperasikan oleh sumber daya manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan didalam organisasi.

Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran


(42)

organisasi.

2.2.3.3. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja di manfaatkan oleh organisasi untuk :

a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum.

b. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel, seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. c. Mengidentifikasi kebutuhan latian dan pengembangan personel dan

untuk menyediakan criteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personel.

d. Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.

2.2.4. Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial

Lingkungan Pengendalian Organisasi adalah lingkungan dimana organisasi itu terdiri dari mekanisme dan prosedur yang menyangkut batasan wewenang untuk mengambil keputusan, aturan – aturan, prosedur operasi, mekanisme penyusunan anggaran dan penilaian kinerja (Puspa dan Riyanto, 1999 : 118).

Menurut Schermerhorn (1997 : 170), dalam perencanaan kegiatan pengendalian melalui strategi dan sasaran (control via strategy and


(43)

objectives), terjadi apabila perilaku bekerja semula diarahkan ke hasil

akhir yang benar. Apabila tujuan disusun dengan jelas, benar serta mudah dipahami, maka kinerja yang diakibatkan akan sangat baik. Kurangnya pemberian instruksi terhadap pelaksanaan pekerjaan kecil sekalipun kemungkinannya tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan.

Adapun teori dan pendekatan yang mendukung pengaruh lingkungan pengendalian organisasi terhadap kinerja manajerial adalah sebagai berikut :

1. Teori X dan Y oleh Douglas Mc Gregor

Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang – orang didalam suatu organisasi pada umumnyamenentang kerja dan bersifat malas, oleh karena itu mereka harus diberi motivasi dengan perangsang dari luar. Tujuan kebanyakan orang bertentangan dengan tujuan organisasi, oleh karena itu harus diarahkan, diberi motivasi, dipaksa, dikontrol agar dapat mempertanggungjawabkan kesamaan mereka dengan kebutuhan organisasi.

Menurut asumsi teori X dari Mc Gregor, bahwa orang – orang ini pada hakekatnya adalah : (a) berusaha sedikit mungkin, (b) tidak mempunyai ambisi untuk maju, (c) tidak mempunyai tanggung jawab, (d) tidak memiliki gairah untuk menemukan cara kerja yang lebih baik, (e) melakukan pekerjaan dengan mengutamakan imbalan


(44)

materi, (f) tidak pernah dapat mengemukakan gagasan baru.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka pengarahan yang sebaiknya dilakukan adalah bersifat keras, hukuman banyak dilakukan terhadap pelanggaran, pengontrolan harus dilakukan secara ketat, dilakukan dengan kepemimpinan yang otoriter, sentralistis, tindakan tegas. Hanya dengan jalan ini organisasi dapat berjalan kearah pencapaian tujuan walaupun dengan susah payah (Sutarto, 1987 : 284-286).

Teori Y menyatakan kebanyakan orang senang akan bermacam – macam pekerjaan dan bersedia secara sukarela berupaya dalam melakukan pekerjaan, mampu mengarahkan dan mengontrol pekerjaan mereka sendiri dalam mencapai tujuan organisasi, mempunyai alasan – alasan lain daripada sekedar alasan uang dalam bekerja, lebih suka menunjukkan kemampuan kreatifitasnya dan kecerdasannya daripada mereka bekerja dalam ikatan organisasi.

Menurut asumsi teori Y, bahwa orang – orang ini pada umumnya (a) senang bekerja, (b) memiliki rasa tanggung jawab yang besar, (c) rajin, (d) disiplin, (e) ada gairah untuk maju, (f) berusaha menemukan segala cara kerja yang lebih baik, (g) lebih senang mengarahkan diri sendiri, (h) mengontrol diri sendiri, (i) pengontrolan longgar, (j) banyak pelimpahan wewenang dan


(45)

mengikutsertakan bawahan dalam pembuatan keputusan guna mencapai ke arah tujuan bersama (Suntarto, 1987 : 285-286).

2. Teori Kepribadian

Teori kepribadian dengan menggunakan pendekatan ilmu jiwa social yang lebih mengutamakan faktor lingkungan dikemukakan oleh Kurt Lewin yang menyatakan bahwa kepribadian dan perilaku orang sangat erat berhubungan dengan situasi dimana orang itu berperilaku (Sutarto, 1987 : 274).

3. Pendekatan Organisasi – Otokratis

Menurut Harold Koontz, pendekatan otokratis berdasarkan pendirian bahwa segala aktivitas dalam organisasi akan dapt berjalan lancar dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan apabila semuanya itu semata – mata diputuskan oleh pimpinan (Sutarto, 1987 : 301).

Dari teori – teori tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya lingkungan pengendalian organisasi disebabkan oleh kombinasi antara X dan Y oleh Mc Gregor. Dimana, telah dikemukakan bahwa tidak ada orang yang bersifat buruk mutlak ataupun bersifat baik mutlak. Setiap orang hampir dapat dipastikan mempunyai sifat baik dan sifat buruk sekaligus. Maka pengarahan


(46)

yang dilakukan juga tidak dapat menggunakan salah satu cara mutlak. Sebaliknya harus memakai cara – cara pengarahan dengan mengambil segi baik kedua-duanya. Berhubung dengan itu, maka ditimbulkan teori Z yang dikemukakan oleh Lyndall F. Urwick, yang intinya menyatakan bahwa apabila semua dalam kondisi kerja yang baik, maka pengarahan yang dilakukan sebaiknya mengambil segi baik dari teori X dan Y. pada suatu saat seorang atasan memang harus mennggunakan cara yang halus, hanya sedikit mengontrol, memerintah dengan sikap permintaan, saran ataupun sukarela, lebih bersifat menanyakan daripada menegor, lebih bersifat mengingatkan daripada menyalakan. Tetapi pada saat tertentu seorang atasan perlu melakukan tindakan tegas, melakukan control secara ketat, memberikan perintah tegas, menyalahkan dan bahkan bila terpaksa harus berani menghukum sesuai dengan kesalahan yang mungkin dibuat oleh bawahannya. Baik secara halus maupun secara tegas kedua – duanya dilandasi suatu harapan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik (Suntarto, 1987 : 287). Selain itu juga, secara otomatis seseorang akan berprilaku sebagaimana mestinya sesuai dengan kebijakan yang dibuat oleh manajemen puncak dimana mereka biasanya beraktivitas. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa ketika suatu tujuan telah disepakati, maka bawahan dengan kesadaran tinggi akan mengimplementasikannya sesuai dengan apa yang


(47)

dikehendaki oleh atasannya.

2.2.5. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial

Adapun teori dan pendekatan yang mendukung pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial adalah sebagai berikut :

1. . Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam, dalam Mangkunegara (2005:120), adapun komponen dari teori ini terdiri dari input,

income, comparasion person dan equity-in-equity. Wexley dan

Yukl (1977) mengemukakan bahwa “Input is anything of value that

an employee perceives that he contributes to his job”. Input adalah

semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya, pendidikan, pengalaman, pengalaman, skill, peralatan pribadi, jumlah jam kerja.

Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan

pegawai. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol,

pengenalan kembali, kesempatan untuk berprestasi/mengekpresikan diri. Comparison person adalah

seorang pegawai dalam organisasi yang sama, seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara


(48)

input-outcome dirinya dengan perbandingan input-input-outcome pegawai lain.

Jadi jika perbandingan tersebut dirasakan seimbang maka pegawai akan merasa puas, tetapi bila terjadi tidak seimbang tidak menyebabkan dua kemungkinan yaitu over compensation inequity (ketidak seimbangan yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya

Under compensation equity (ketidak seimbangan yang

menguntungkan pegawai lain yang menjadi pembanding atau

comparison person).

2. Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Teori kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhinya atau tidaknya pemenuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai akan tidak puas (Mankunegara, 2005:120).

3. Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter dalam Mangkunegara (2005:120). Ia berpendapat bahwa mengubur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dapat dirasakan pegawai. Locke (1969) dalam Mangkunegara (2005:120)


(49)

mengemukakan bahwa kepuasan kerja pegawai bergantung pada perbedaan antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh pegawai lebih besar daripada apa yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi puas sebaliknya bila yang didapat lebih rendah dari yang diharapkan maka pegawai tersebut menjadi tidak puas.

Dalam organisasi perlu adanya peningkatan produktivitas, menurut Vroom (1960) dan Strauss (1968), produktivitas dapat ditingkatkan melalui peningkatan kepuasan kerja karena kepuasan kerja memberikan semangat kepada pekerja untuk meningkatkan produktivitasnya. Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja secara teoritis berdasarkan pada teori motivasi kerja (The Motivation to Work

Theory) yang dikembangkan oleh Herzberg et al (1959). Kepuasan kerja

terhadap pekerjaan, atasan-bawahan, kompensasi dan kesempatan untuk berkembang menjadi motivasi yang bersangkutan untuk meningkatkan kinerjanya (dikutip oleh Maryani dan Supomo, 2001:369)

Kepuasan kerja dan kinerja manajerial adalah dua hal yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam melakukan pengkajian terhadap proses pengembangan sumber daya manusia pada suatu organisasi.

Menurut Susilo Martoyo (2000:142) bahwa kepuasan kerja yang tinggi meningkatkan kinerja, begitu pula dengan kinerja yang tinggi dengan penghargaan atau imbalan yang dirasakan adil dan memadai akan dapat meningkatkan kepuasan kerja.


(50)

Timbulnya kepuasan kerja disebabkan persepsi seorang pekerja mengenai sejauh mana pekerjaannya dapat memberikan sesuatu yang penting bagi dirinya. Hal itu tentu saja berkaitan erat dengan peningkatan kenierja seorang pekerja dalam aktivitas manajerialnya. Maka kepuasan kerja dapat meningkatkan kinerja manajerial dan kinerja manajerial yang baik dapat pula meningkatkan kepuasan kerja.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Ostroff dalam Maryani (2001:364) mempunyai hubungan signifikan dengan peningkatan kinerja manajerial.

2.3. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah untuk memformulasikan hubungan secara sistematis antar konsep / variabel dalam upaya memecahkan masalah. Kerangka pikir telah dideskripsikan dalam bahasan landasan teori. Kerangka pikir merupakan upaya untuk menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara rasional.

Kerangka pikir berfungsi untuk memudahkan koreksi kesesuaian antara konsep atau teori yang digunakan sebagai dasar penelitian dengan materi hasil analisis dan uji hipotesis.

2.3.1. Diagram Kerangka Pikir


(51)

kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 2.1

Bagan kerangka pikir

Kepuasan Kerja (X2) Lingkungan Pengendalian

Organisasi (X1)

Kinerja Manajerial (Y)

        Uji Regresi Linier Berganda 

2.4. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat disusun suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti dan masih harus dibuktikan secara empiris :

“ Bahwa lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada PT. GARAM (Persero)”.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Nazir (1999 : 152) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau kontrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Penelitian ini menggunakan 2 jenis variabel bebas yaitu lingkungan pengendalian organisasi

(X1), kepuasan kerja (X2). Sedangkan variabel terikatnya yaitu kinerja

manajerial (Y). Agar tidak terjadi salah pengertian dari variabel-variabel yang akan diteliti, maka secara operasional variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut :

1. Kinerja manajerial Y (Variabel Terikat)

Adalah kinerja manajer dalam kegiatan-kegiatan manajerial meliputi perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff.


(53)

2. Lingkungan pengendalian organisasi X1 (Variabel Bebas)

Adalah lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka yang mengarah pada system pengendalian perilaku atau pengendalian professional.

3. Kepuasan kerja X2 (Variabel Bebas)

Adalah suatu keadaan emosional karyawan, dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.

3.1.2. Pengukuran Variabel

1. Kinerja Manajerial (Y)

Variabel ini di ukur dengan menggunakan instrument dari Mahoney, 1963 dalam Maryani dan Supomo (2001). Pengukuran yang digunakan adalah semantic diffeerensial dengan skala interval. Instrument ini terdiri dari 7 item yang berupa 7 pertanyaan tentang kinerja manajerial.

Menggunakan skala tujuh point dengan pola sebagai berikut:

Sangat tidak sutuju 1 2 3 4 5 6 7 sangat setuju Jawaban dengan nilai 1 berarti tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Nilai 4 merupakan nilai tengah antara sangat setuju dengan


(54)

yang diberikan. Jawaban 1-3 cenderung sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban antara 5-7 berarti cenderung sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan.

2. Lingkungan Pengendalian Organisasi (X1)

Variabel ini diukur dengan menggunakan instrument dari ouchi, 1977 dalam Puspa dan Riyanto (1999). Pengukuran yang digunakan adalah semantic differensial dengan skala interval. Instrument ini terdiri dari 5 item yang berupa 5 pertanyaan tentang lingkungan pengendalian organisasi. Menggunakan skala tujuh point dengan pola sebagai berikut : Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 sangat setuju Jawaban dengan nilai 1 berarti tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Nilai 4 merupakan nilai tengah antara sangat setuju dengan sangat tidak setuju, nilai 7 cenderung sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban 1-3 cenderung sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban antara 5-7 berarti cenderung sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan.

3. Kepuasan kerja (X2)

Variabel ini diukur dengan menggunakan instrument dari Dewar dan Werbel, 1979 dalam Puspa dan Riyanto (1999). Pengukuran yang digunakan adalah semantic differential dengan skala interval. Instrument


(55)

ini terdiri dari 9 item yang berupa 9 pertanyaan tentang kepuasan kerja menggunakan skala tujuh point dengan pola sebagai berikut :

Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 sangat setuju Jawaban dengan nilai 1 berarti tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Nilai 4 merupakan nilai tengah antara sangat setuju dengan sangat tidak setuju, nilai 7 cenderung sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban 1-3 cenderung sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan. Jawaban antara 5-7 berarti cenderung sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan.

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi merupakan kelompok subyek atau obyek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek atau obyek lain dari kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian (Sumarsono, 2004 : 44).

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah semua manajer yang ikut andil dan berperan penting dalam pengambilan keputusan yang ada dikantor PT. GARAM (Persero) yang berjumlah 39 orang.


(56)

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai cirri dan karakteristik yang sama dengan populasi tersebut. (Sumarsono 2004 : 44)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan pemilihan sampling (purposive sampling), yaitu teknik penarikan sampel non probabilitas yang menyeleksi responden-responden berdasarkan cirri-ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh sampel yaitu : (Sumarsono, 2004 : 52)

1. Pihak – pihak tersebut dalam menjalankan tugasnya terlibat secara

langsung dalam pengambilan keputusan di PT. Garam (Persero) 2. Karyawan dengan jabatan kepala divisi dan kepala bagian

3. Karyawan yang berada dalam lingkungan keuangan, pemasaran dan

umum.

Berdasarkan kriteria – kriteria diatas maka sampel dalam penelitian adalah sebanyak 20 orang kepala divisi dan kepala bagian PT GARAM (Persero).

3.3.Teknik pengumpulan data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek yang diteliti dengan teknik kuesioner, dengan daftar pertanyaan yang terprogram dan terstruktur


(57)

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan industry kimia dasar yang bergerak di bidang produksi, perdagangan dan distribusi garam, yaitu PT. Garam (persero) yang berada di jl . Arief Rahman Hakim no. 93 Surabaya.

3.3.3. Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data, pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilaksanakan dengan :

1. Wawancara

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden.

2. Kuisioner

Memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk kemudian diberikan nilai atau scoring. Kuisioner teersebut dibagikan ke pihak lain yang berkepentingan yang secara langsung berhubungan dengan masalah yang diteliti.


(58)

3.4.Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Validitas data

Uji validitas digunakan untuk mengukur sejauh mana kuisioner mengukur yang diinginkan. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Valid atau tidaknya alat ukur atau kuesioner tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara skor total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Apabila korelasi antara skor total dengan skor masing-masing pertanyaan signifikan, maka dapat dikatakan alat pengukur tersebut mempunyai validitas (Ghozali, 2001:135).

Dasar pengambilan keputusan menurut santoso (2002 : 277)

a. Jika r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid.

b. Jika rhasil tidak positif, serta rhasil< rtabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid.

3.4.2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indicator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap


(59)

pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2002 : 132). Criteria pengujian sebagai berikut :

- Jika nilai alpha > 0,60, berarti pernyataan reliabel - Jika nila alpha ≤ 0,60, berarti pernyataan tidak reliable

3.4.3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode di

antaranya adalah metode kolmogorov Smirnov. Pedoman dalam mengambil

keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah : a. Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) < 5 % maka distribusi adalah

tidak normal.

b. Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) > 5% maka distribusi adalah normal (sumarsono, 2004 : 40).

3.5. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi linier harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), untuk bisa dikatakan sebagai alat ukur yang BLUE maka persamaan regresi harus memenuhi ketiga asumsi klasik berikut ini :


(60)

2. Tidak boleh terjadi multikolinearitas 3. Tidak boleh terjadi heteroskedastisitas

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai ketiga asumsi klasik tersebut :

1. Autokorelasi

Pengujian autokorelasi untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Model regresi yang baik regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian autokorelasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan perhitungan nilai Durbin Watson (Imam Ghozali, 2001 : 61).

Dalam penelitian ini data yang digunakan bukan data time series tetapi data cross section yang diambil berdasarkan kuesioner, sehingga untuk uji autokorelasi pada sebagian besar kasus ditemukan pada regresi yang datanya time series (Santoso, 2000 : 216).

2. Heteroskedastisitas

Maksud dari heteroskedastisitas adalah jika nilai residual tidak konstan atau berbeda untuk setiap nilai tertentu variabel bebas. Dalam regresi linier, nilai residual harus konstan untuk setiap nilai variabel bebas, jika


(61)

ketentuan ini dilanggar maka akan terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2001 : 69).

Hal ini bisa diidentifikasi dengan cara menghitung Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Menurut Santoso (2001 : 301) deteksi adanya heterokesdastisitas adalah :

1. Jika nilai probabilitasnya > 0,05 berarti bebas heteroskedastisitas. 2. Jika nilai probabilitasnya < 0,05 berarti ada heteroskedastisitas.

3. Multikolinieritas

Pengujian multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation Factor (VIF). Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance ) dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10 (Ghozali, 2001 : 57).

3.6. Teknik Analisis dan Uji Kecocokan Model 3.6.1.Teknik Analisis


(62)

Untuk membuktikan analisis yang digunakan model analisisnya adalah regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + €

Sumber : Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi 2009 L-21 Keterangan :

Y = Kinerja manajerial

X1 = Lingkungan pengendalian organisasi

X2 = Kepuasan kerja

β0 = Konstanta

β1, β2 = Konstanta regresi X1, X2

€ = Variabel pengganggu

3.6.2.Uji Kecocokan Model 3.6.2.1. Uji F

Untuk menguji kesesuaian model regresi yang digunakan penelitian digunakan Uji F .

Adapun prosedur Uji F adalah sebagi berikut : 1. Hipotesis

H0 : βi = 0 (Model regresi yang dihasilkan tidak cocok) Hi : βi ≠ 0 (Model regresi yang dihasilkan cocok)


(63)

ang

ikan ifikansi 0,05 atau 5%.

ignifikan (sig) < 0,05 Ho ditolak dan Hi diterima. (Ghozali, 2001:48)

a. Jika tingkat signifikan (p – value) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

b. Jika tingkat signifikan (p – value) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3.6.2.2. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial, dengan prosedur sebagai berikut :

1. H0 : βi = 0 : x1, x2 tidak mempunyai pengaruh y

signifikan

H0 : βi ≠ 0 : x1, x2 mempunyai pengaruh yang signif

2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat sign 3. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

a. Apabila tingkat signifikan (sig) > 0,05 Ho diterima dan Hi ditolak. b. Apabila tingkat s


(64)

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Sejarah singkat pembuatan dan penjualan garam telah banyak sekali mengalami perubahan. Mulai jaman VOC sampai dengan tahun 1921 hak monopoli pembelian garam dan penjualan garam dilakukan oleh rakyat secara pactstelsel (sistem sewa) yang berada dibawah kekuasaan pemerintah kolonial. Aparatur pemerintah yang mengurusnya mempunyai tugas membeli dan menjual garam hasil penggaraman rakyat. Pada tahun 1921 pacstelsel dihapus dan diganti status dengan jawatan Regie Garam dengan fasilitas zout monopoli ordonantie sejak saat itu Regie Garam (Jawatan penggaraman Belanda) ditugaskan membuat garam sendiri di Madura. Penggaraman Rakyat dihapus pada tahun 1934 dan diahlikan kepada pemerintah Belanda.

Tahun 1937 Jawatan Regie Garam berubah menjadi Jawatan Regie Garam dan Candu berdasarkan Staat Blaad nomor 254 dan pada tahun 1941 Zout monopoli ordonantie disempurnakan lagi berdasarkan Staat Blaad nomor 357 pada tahun 1945 tepatnya tanggal 31 Oktober 1945 Jawatan Regie.


(65)

Tanggal 27 Desember 1949 perdagangan Candu dihapus dan Jawatan Regie Garam dan Candu berubah kembali menjadi Jawatan Regie Garam.

Tahun 1952 tepatnya tanggal 26 September 1952 mendirikan sebuah pabrik soda di Waru (Sidoarjo). Jawatan Regie Garam berubah menjadi Perusahaan Garam dan Soda Negara (PGSN) berdasarkan UU Nomor 14 tahun 1952.

Sebagai kelanjutan usaha pemerintah dalam bidang industri garam maka dikeluarkan UU Nomor 138 tahun 1961 yang isinya pembentukan Perusahaan Negara Garam (PN. GARAM) dan Perusahaan Negara Soda (PN. SODA) dengan adanya UU tersebut maka PN. SODA kepengurusannya terlepas dari PN. GARAM yang didirikan pada tanggal 17 April 1961 berdasarkan PP Nomor 138 tahun 1961.

Tahun 1961 sampai dengan tahun 1972 PN. GARAM berkantor pusat di Jakarta dan baru mulai akhir tahun 1972 kantor pusat dipindahkan ke Surabaya.

4.1.2. Tujuan Perusahaan

Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 1981 pada tanggal 5 Desember 1981 PN. GARAM dialihkan bentuknya menjadi perusahaan umum garam (PERUM GARAM) dengan tugas melakukan program pemerintah di bidang industri garam, pembikinan garam rakyat, peningkatan kesehatan masyarakat dan pemegang stock nasional khusus garam.


(66)

a. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek merupakan tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu yang relatif pendek, misalnya :

1. Berusaha untuk memenuhi kebutuhan garam dalam negeri dan memproduksi garam berkualitas sesuai dengan syarat garam industri dan konsumsi, baik yang beryodium maupun non yodium.

2. Turut membina petani garam sehingga produksi yang dihasilkan memenuhi syarat.

3. Ikut meningkatkan kesehatan masyarakat. b. Tujuan jangka panjang

Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu relatif lama, misalnya :

1. PT. GARAM diarahkan untuk memproduksi garam berkualitas tinggi sesuai dengan standar garam industri, sehingga Indonesia tidak harus mengimpor garam industri ke luar negeri.

2. Dengan PT. GARAM yang berkonsentrasi pada garam industri maka garam konsumsi nantinya dapat dipenuhi oleh garam rakyat.

4.1.3. Visi dan Misi Visi

1. Kami memproduksi produk garam, kandungan mineralnya dan turunannya yang berkualitas global untuk meningkatkan kualitas hidup


(67)

2. Kami membawa produk-produk kami ke setiap Rumah Tangga dan membuatnya tersedia dimanapun dan kapanpun dibutuhkan.

3. Kami adalah mitra paling disukai oleh seluruh stake holder, kami membuat perubahan kepada lingkungan/komunitas dimana kami hidup dan bekerja.

4. Kami adalah organisasi kualitas global yang menjadikan perusahaan kami panutan bagi industri di Indonesia. Kinerja kami diukur dari kemampuan untuk memberikan kepuasan bagi konsumen dan manfaat yang paling menguntungkan.

Misi

1. Sebagai unit usaha adalah beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi.

2. Sebagai stabilitas yaitu :

a. Berdasar menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan garam dalam negeri yang berarti selalu mengupayakan adanya jumlah persediaan yang cukup dan harga garam terjangkau oleh konsumen. b. PT. Garam (Persero) menghasilkan produk garam bahan baku, garam

bermutu tinggi dan produk turunannya. Perubahan-perubahan yang diperlukan akan didukung oleh kemauan, kemampuan dan tanggung jawab seluruh warga PT. Garam (Persero).


(68)

4.1.4. Bentuk dan Struktur Organisasi

PT. GARAM merupakan BUMN di lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 tahun 1991 tanggal 11 Pebruari 1991, perusahaan tersebut adalah pengalihan dari Perusahaan Negara yang semula didirikan atas dasar Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1981.

Struktur organisasi adalah merupakan kerangka yang menunjukkan tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian dalam usahanya mencapai tujuan perusahaan, sedangkan bentuk dari struktur organisasi PT. GARAM adalah berbentuk garis atau lini dimana kekuasaan dan tanggung jawab terletak pada pimpinan tertinggi, mengalir melalui garis lurus kepada bawahan atau bagian yang paling rendah. Lebih jelasnya struktur organisasi pada PT. GARAM adalah yang terdiri dari atas Dewan Komisaris, Direksi dan unit kerja perusahaan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI No. 475/KMK 016/1997 tanggal 15 September 1997. Struktur organisasi di PT. GARAM adalah seperti yang tertera pada gambar berikut :

Masing-masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Direktur Utama

Direktur PT. GARAM (Persero) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan kegiatan pengelolaan perusahaan baik intern ataupun ekstern dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan. Dalam


(69)

melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, Direktur utama mempunyai fungsi utama sebagai berikut :

a. Untuk dan atas nama Direksi PT. GARAM (Persero) menerima petunjuk dari dan bertanggung jawab kepada Menteri Negara Penanaman Modal dan pendayagunaan BUMN tentang kebijaksanaan umum untuk menjalankan tugas pokok perusahaan dan hal-hal lain yang dianggap perlu.

b. Melaksanakan semua petunjuk dan pengarahan dan Direktorat Jenderal Kimia Dasar Departemen Perindustrian & Perdagangan dan Dewan Komisaris PT. GARAM (Persero).

c. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang merupakan penjabaran rencana Jangka panjang.

d. Pembinaan terhadap kegiatan para Direktur menurut bidangnya, yaitu: 1) Direktur Produksi dan Teknik

2) Direktur Keuangan, Pemasaran dan Umum

Dalam menyelenggarakan aktivitasnya, Direktur Utama dibantu oleh pejabat tingkat Kepala bagian eselon dua dibawahnya, yaitu :

a. Kepala Satuan Pengawasan Intern (SPI) b. Sekretaris Perusahaan

2. Direktur Produksi dan Teknik

Direktur produksi PT. GARAM (Persero) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan kegiatan pengelolaan bidang produksi, pengelolaan


(70)

tugas-tugas pokok tersebut, direktur produksi mempunyai fungsi utama sebagai berikut :

a. Merencanakan dan mengendalikan seluruh kegiatan produksi, pengolahan garam, teknik dan pengembangan.

b. Pembinaan manajemen kegiatan tiga unit kerja eselon satu dibawah Direktur Produksi, meliputi : Divisi produksi, Divisi pengolahan garam dan Biro penelitian / pengembangan, Divisi pengolahan produk, Kepala bagian teknik, Kepala bagian pengadaan dan manajemen Representatif.

3. Direktur Keuangan, Pemasaran dan Umum

Direktur Keuangan, Pemasaran dan Umum mempunyai tugas pokok menyelenggarakan kegiatan pengelolaan bidang keuangan, administrasi umum, ketenagakerjaan, bidang pemasaran garam dan distribusinya. Dalam melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, Direktur Keuangan, Pemasaran dan Umum mempunyai fungsi utama adalah merencanakan dan mengendalikan seluruh kegiatan administrasi keuangan umum, dan pengembangan sumber daya manusia, kegiatan pemasaran, dan distribusi garam. Pembinaan manajemen kegiatan dua unit kerja eselon satu dibawah Direktorat Keuangan, meliputi : Biro keuangan dan akuntansi, Biro umum, Divisi pemasaran, Divisi pergudangan dan terminal.


(71)

4. Kepala Divisi Produksi Bahan Baku

Kepala Divisi Produksi mempunyai fungsi utama merencanakan kegiatan proses pembikinan garam dan angkutan serta teknik pemeliharaan sarana dan prasarana di bidang industri garam.

5. Kepala Divisi Pengolahan Garam

Kepala Divisi Pengolahan garam mempunyai fungsi utama merencanakan kegiatan proses pengolahan garam dan teknik pemeliharaan sarana dan prasarana pabrik pengolahan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya, Kepala Divisi Pengolahan Garam bertanggung jawab langsung kepada Direktur Produksi.

6. Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan

Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) mempunyai fungsi utama merencanakan dan melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas di bidang industri garam dan diversifikasi usaha. Dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya, Kepala Biro Litbang bertanggung jawab langsung Kepala Direktur produksi dan Teknik.

7. Kepala Divisi Pengembangan Produk

Kepala divisi pengembangan produk mempunyai tugas pokok adalah merencanakan dan menyelenggarakan kebijakan perusahaan dibidang pengembangan produk, baik produk turunan garam atau produk baru lain diluar industri garam yang memiliki daya jual dan daya saing tinggi di


(72)

pasar, dengan melaksanakan diversifikasi dan differensiasi produk dalam rangka memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan perusahaan. 8. Kepala Biro Keuangan dan Administrasi

Kepala Biro administrasi dan keuangan mempunyai fungsi utama merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sumber dan penggunaan dana perusahaan secara efisien, sistem informasi manajemen, rencana kerja dan angsuran perusahaan (RKAP) serta melakukan pengendalian dalam realisasinya.

9. Kepala Divisi Pemasaran

Kepala Divisi Pemasaran mempunyai fungsi utama merencanakan dan melaksanakan kegiatan pemasaran garam bahan baku maupun barang jadi, penguasaan dan pengembangan daerah pemasaran demi tercapainya tujuan dan sasaran perusahaan.

10. Kepala Divisi Pergudangan dan Terminal

a. Bertugas memastikan sampai atau tidaknya muatan garam itu ke gudang dekat pelabuhan.

b. Bertugas mengatur dan memastikan persediaan bahan baku garam dalam gudang.

11. Kepala Biro Umum

Kepala Biro Umum mempunyai fungsi utama merencanakan dan melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia, sarana dan sasaran perusahaan.


(73)

4.2. Deskripsi Hasil Analisis

4.2.1. Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi (X1)

  lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka yang mengarah pada system pengendalian perilaku atau pengendalian professional. Pihak manajemen membuat suatu kebijakan yang berupa prosedur dan aturan kerja dalam bentuk pengendalian terhadap manajer agar sesuai dengan keinginan pihak manajemen.

berikut ini distribusi frekuensi variabel lingkungan pengendalian organisasi :

Tabel 4.1 : Distribusi frekuensi variabel lingkungan pengendalian organisasi (X1)

Skor No Uraian

1 2 3 4 5 6 7 Total

1 Melanggar peraturan dan menerima

peringatan (X1.1)

0 0% 0 0% 3 15% 4 20% 2 10% 5 25% 6 30% 20 100%

2 Menekan pada

pencapaian target (X1.2) 0 0% 0 0% 0 0% 2 10% 4 20% 7 35,% 7 35% 20 100%

3 Percaya pada

profesionalisme (X1.3) 0 0% 1 5% 2 10% 5 25% 3 15% 5 25% 4 20% 20 100% 4 Lebih suka memonitor

(X1.4)

0 0% 0 0% 3 15% 4 20% 4 20% 5 25% 4 20% 20 100%

5 Memaksa mengikuti

strategi (X1.5)

0 0% 5 25% 5 25% 3 15% 3 15% 2 10% 2 10% 20 100%

Rata-rata prosentase 0% 6% 13% 18% 16% 24% 23% 100%

Sumber : Lampiran I

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa rata-rata persentase tertinggi adalah skor “ 6 “ atau “ sangat setuju” yaitu sebesar 24% yang artinya sebagian besar responden sangat menyetujui bahwa apabila melanggar peraturan responden akan menerima peringatan atau


(74)

ditetapkan sebelumnya, atasan lebih percaya pada profesionalisme, atasan lebih suka memonitor keputusan dan tindakan responden, dan memaksa responden untuk mengikuti, strategi, tujuan dan norma-norma perusahaan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan organisasi dikendalikan dengan ketat.

4.2.2. Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja (X2)   

Kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional karyawan, dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Berikut ini distribusi frekuensi variabel kepuasan kerja :

Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja (X2) Skor

No Uraian

1 2 3 4 5 6 7 Total

1 Kepuasan prestasi (X2.1)

0 0% 0 0% 0 0% 4 20% 3 15% 7 35% 7 35% 20 100% 2 Mempertinggi

produktivitas (X2.2)

0 0% 0 0% 0 0% 2 10% 3 15% 5 25% 10 50% 20 100%

3 Penghargaan (X2.3) 0

0% 0 0% 1 5% 3 15% 8 40% 1 5% 7 35% 20 100%

4 Kompensasi dan

jaminan kesejahteraan kerja (X2.4)

0 0% 3 15% 1 5% 5 25% 1 5% 6 30% 4 20% 20 100% 5 Sesuai dengan bakat

dan kemampuan(X2.5) 0 0% 0 0% 1 5% 5 25% 7 35% 3 15% 4 20% 20 100% 6 Kerja sama antar rekan

kerja (X2.6)

0 0% 0 0% 0 0% 1 5% 5 25% 5 25% 9 45% 20 100%

7 Kebebasan dalam

menjalankan tugas (X2.7)

0 0% 0 0% 1 5% 3 15% 0 0% 9 45% 7 35% 20 100%


(1)

manajer dalam meningkatkan kinerja manajerial yang telah ditetapkan perusahaan.

4.6. Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu terletak pada variabel, obyek, metode, waktu dan hasil penelitian itu sendiri. Berikut ini rangkuman perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu : Tabel 4.15 : Rangkuman Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan

Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti Variabel Penelitian Kesimpulan 1. Puspa dan Riyanto

(1999)

Tipe lingkungan pengendalian organisasi, orientasi professional, konflik peran, kepuasan kerja dan kinerja.

a. Hasil analisis regresi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa karakteristik hubungan antara lingkungan pengendalian, orientasi professional dan konflik peran untuk kelompok dosen dan dokter yang berbeda.

b. Hasil analisis korelasi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa tingkat konflik peran mempunyai hubungan yang negative dengan kepuasan kerja  

2. Maryani dan supomo (2001)

kerja terhadap kinerja individual

Ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja manajerial.

3. Slamet Riyadi (2000). Motivasi dan pelimpahan wewenang sebagai variable moderating dalam hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dan kinerja manajerial

a. Interaksi antara partisipasi penyusunan anggaran dengan motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial.

b. Partisipasi antara penyusunan anggaran dengan pelimpahan wewenang berpengaruh terhadap kinerja manajerial.

4. Awaliyatul Firah (2010) Lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial.

Lingkungan pengendalian organisasi dan kepuasan kerja berpengaruh secara positif terhadap kinerja manajerial.


(2)

77

4.7. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dirasakan oleh peneliti telah dilakukan secara optimal, namun demikian peneliti merasa dalam hasil penelitian ini masih adanya beberapa keterbatasan antara lain :

1. Penelitian ini menggunakan metode survei melalui kuisioner sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis.

2. Kendala yang bersifat situasional, yaitu berupa situasi yang dirasakan responden pada saat pengisian kuisioner tersebut akan dapat mempengaruhi cara menjawab.

3. Pengukuran seluruh variabel yang hanya dilakukan secara subyektif atau berdasarkan persepsi responden, dimana hal ini akan menimbulkan masalah jika persepsi responden berbeda dengan keadaan sesungguhnya


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan pengendalian organisasi memiliki pengaruh secara positif terhadap kinerja manajerial, teruji kebenarannya.

2. Sedangkan hasil penelitian tentang kepuasan kerja menunjukkan bahwa kepuasan kerja juga berpengaruh secara positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja manajerial, teruji kebenarannya.

5.2. Saran

Dari hasil pembahasan, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan

Agar lingkungan pengendalian organisasi dapat berjalan dengan optimal dan kepuasan kerja dapat berpengaruh terhadap kinerja manajerial, hendaknya :

a. Pimpinan memberi kebebasan kepada manajer untuk mengembangkan keahliannya dengan mengikuti berbagai pelatihan yang dapat mendukung pekerjaannya.


(4)

79

c. Memantau kegiatan yang dilakukan manajer secara kontinyu, tetapi manajer tidak merasa didekte.

d. Memberi ganjaran yang pantas

e. Menciptakan kondisi kerja yang mendukung

f. Menciptakan hubungan yang harmonis dengan sesama rekan sekerja

i. Menyesuaikan kepribadian manajer dengan pekerjaan. 2. Bagi peneliti selanjutnya

a. Diharapkan dapat memperbaiki kualitas kuesioner serta perlu diadakan wawancara dan penjelasan pada saat kuesioner diedarkan, sehingga data yang diperoleh akan mempunyai nilai yang lebih baik.

b. Memperluas jangkauan populasi yaitu tidak terbatas pada 1 (satu) perusahaan saja, dan menambah variabel penelitian seperti : sistem pengukuran kinerja, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, dan lain sebagainya.


(5)

Ghozali, Imam . 2001. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro:Semarang

Handoko, T.Hani. 2001, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi kedua, Cetakan Ketujuh, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta

Kosasih, Ruchyat. 1993, Auditing Prinsip dan Prosedur, Buku Satu, Edisi Kelima, Penerbit Ruchco, Bandung.

Mulyadi. 2002, auditing, Buku Satu, Edisi Enam, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Martoyo, Susilo, 1998, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Keempat, Penerbit

BPFE, Yogyakarta.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, Cetakan Keenam, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nazir, Muhammad.1999, Metode Penelitian, Cetakan Keempat, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Robbins, Stephen, 2001, Perilaku Organisasi, Jilid Satu, Penerbit PT. Prenhllindo, Jakarta.

Schermerhorn, John R, 1997, Manajemen, Edisi Kelima, Buku dua, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Sumarsono, 2004. Metode penelitian akuntansi, fakultas ekonomi universitas pembnagunan nasional “veteran” jawa timur.

Supriyono. 1996. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendaliam Biaya Serta

Pembuatan Keputusan. Yogyakarta : BPFE

Sutarto, 1987, Dasar – dasar Organisasi, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.


(6)

JURNAL

Maryani, Dwi dan Bambang Supomo, 2001, “Studi Empiris Pengaruh Kepuasan

Kerja Terhadap Kinerja Individual”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3,

No.1, April.

Puspa, Dwi Fitri dan Riyanto LS, Bambang, 1999, “Tipe Lingkungan pengendalian

Organisasi, Orientasi Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja: Suatu penelitian Empiris”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.

2, No. 1, Januari.

Riyadi, Slamet, 2000, “Motivasi Dan Pelimpahan Wewenang Sebagai Variabel

Dalam Hubungan Antara Partisipasi Pengukuran Anggaran Dan Kinerja Manajerial”, JRAI.