51
b. Penetapan Teknik Penilaian
Dalam memilih teknik penilaian, Suwandi 2011 menyarankan guru harus memperhatikan beberapa
hal di antaranya:
1 Apabila tuntutan indikator melakukan sesuatu maka teknik penilaiannya adalah unjuk kerja;
2 Apabila indikator berkaitan dengan pema- haman konsep maka teknik penilaiannya adalah
tertulis; 3 Apabila indikatornya adalah memuat unsur penyelidikan maka penilaiannya adalah
penilaian proyek.
c. Interpretasi Hasil Penilaian
Penilaian dapat dilakukan pada saat pelajaran berlangsung atau pada akhir pembelajaran. Sebuah
indikator dapat dijaring dengan beberapa soal dan tugas. Kriteria ketuntasan belajar tiap indikator dalam
setiap kompetensi dasar KD ditetapkan antara 0 sampai 100. Kriteria ideal untuk tiap indikator
adalah lebih dari 60, tetapi sekolah dapat menen- tukan sendiri kriteria ketuntasan belajar disesuaikan
dengan kondisi sekolah masing-masing Suwandi 2011.
Apabila pencapaian nilai oleh peserta didik sama atau lebih besar dari kriteria ketuntasan minimal
maka dapat dikatakan peserta didik telah menuntas- kan indikator tersebut. Bila semua indikator sudah
dituntaskan maka peserta didik dikatakan sudah me- nuntaskan satu kompetensi dasar dan dapat melan-
jutkan ke kompetensi dasar berikutnya. Bila ketuntas-
52 an semua indikator belum mencapai lebih 50 maka
peserta didik belum dapat melanjutkan ke kompetensi dasar berikutnya Suwandi 2011.
Jadi dalam pembelajaran life skills teknik penilaian yang paling tepat menurut penulis adalah
dengan penilaian unjuk kerja karena aspek life skills yang diharapkan merupakan bentuk tindakan nyata
yang diharapkan dilakukan oleh siswa. Dengan unjuk kerja, siswa diminta melakukan sesuatu sehingga
walaupun awalnya tindakan siswa itu dipaksakan namun lama-lama akan biasa dilakukan oleh siswa
walaupun tanpa disuruh oleh guru maupun orang tua karena siswa merasa butuh dan merasakan manfaat
dari tindakan pembiasaan itu.
2.4 Kendala Implementasi Life Skills
Dalam implementasi sebuah program baru tentu menghadapi banyak kendala. Beberapa kendala yang
dihadapi saat mengimplementasikan pendidikan life
skill di antaranya kendala yang dialami Khasanah 2006 saat mengimplementasikan life skill pada
Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang yaitu kurangnya kemampuan pendidik dalam menyiapkan pendidikan
life skill dan juga keterbatasan sarana dan prasarana dalam memfasilitasi pembelajaran yang berorientasi
life skill. Kendala yang hampir sama juga dialami oleh Hasbullah 2008 saat mengimplementasikan life skill
bagi remaja putus sekolah di Bandung yaitu keterba-
53 tasan sarana, kurang kemampuan pendidik, dan ke-
terbatasan waktu. Kurangnya pemahaman guru, alo- kasi waktu yang minim, materi yang banyak dan
minimnya sosialisasi serta monitoring evaluasi meru- pakan kendala yang dialami Suryadi 2011 saat
mengimplementasikan pelajaran sejarah di sebuah SMA di Klaten.
Dari beberapa uraian tentang kendala yang
dialami dalam mengimplementasikan pendidikan life
skills meskipun agak berbeda tetapi ada hal yang dominan yaitu keterbatasan kemampuan tenaga pen-
didik baik itu dalam persiapan pembelajaran atau saat implementasi pembelajaran. Di samping itu keterba-
tasan sarana dan prasarana juga menjadi kendala dalam setiap implementasi life skills. Dalam pembela-
jaran waktu dan materi juga menjadi kendala yaitu materi yang banyak dengan waktu yang relatif sedikit
sehingga menjadikan pembelajaran life skills belum mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari berbagai hambatan atau kendala yang ter- jadi dalam implementasi life skills sebagai seorang
manajer, kepala sekolah atau madrasah tentunya harus mempunyai langkah-langkah yang jitu untuk
menanggulangi permasalahan yang ada. Langkah- langkah yang dapat dilakukan kepala sekolah sebagai
seorang manajer dapat memanfaatkan fungsi manaje- men yang pertama yaitu sebelum implementasi perlu
perencanaan yang matang dengan memberdayakan
54 semua sumber yang ada untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Misalnya menanggulangi keterbatasan pendidik, dalam perencanaan perlu dilakukan priori-
tas peningkatan kualitas guru seperti pelatihan atau studi banding ke sekolah yang sudah lebih dulu
mengimplementasikan pendidikan life skills. Untuk menanggulangi keterbatasan sarana dan
prasaran yang digunakan sebelum pelaksanaan program perlu dimanfaatkan fungsi manajemen yang
kedua yaitu pengorganisasian. Jika memang sarana dan prasaran kurang memadahi perlu dilakukan peng-
organisasian untuk memanfaatkan sarana yang ada dulu semaksimal mungkin dengan materi yang sesuai
dengan sarana yang ada. Materi atau kurikulum tidak perlu terlalu banyak tetapi dapat sesuai dengan ling-
kungan siswa. Sedangkan untuk menanggulangi minimnya evaluasi, kepala sekolah perlu berkoordinasi
dengan instansi di atasnya untuk melakukan moni- toring secara berkala sehingga instansi di bawahnya
menjadi lebih semangat dalam mengimplementasikan pendidikan life skills.
2.5 Peran Kepala Sekolah dalam Imple- mentasi Program Pendidikan