partai yang sempit dengan akibat pengkotaan politik atau konflik tidak diselesaikan akan tetapi melahan dipertajam.
Fungsi Partai politik telah diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2008, pada pasal 12 mengenai fungsi partai politik yakni menjadi sarana untuk:
1. Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Republik Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan
bangsa untuk mensejahterakan masyarakat. 3.
Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.
4. Partisipasi politik warga negara Indonesia.
5. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memerhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
2.1.1.3 Klasifikasi Partai Politik
Klasifikasi partai dalam Mirriam Budiardjo 1991 dapat dilakukan dengan berbagai cara, dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaanya, secara umum
dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu
biasanya terdiri dari pendukung–pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu
program yang biasanya luas dan agak kabur. Kelemahan dari partai massa adalah masing-masing aliran atau kelompok yang bernaung dibawah partai massa cenderung
untuk memaksakan kepentingan masing-masing terutama pada saat krisis, sehingga
persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali sehingga salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru.
Sedangkan Partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggota-anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin
politik yang dianut dengan jalan mengadakan saingan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.
Kemudian partai politik dilihat secara sistem organisasinya di dalam pemerintahan maka partai politik dibedakan menjadi sistem partai tunggal, sistem dwi
partai, dan sistem muti partai. 1.
Sistem partai tunggal Sistem partai tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri
condictio in terminis sebab menurut pandangan ini suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu unsur, namun demikian istilah ini telah tersebar luas
dikalangan masyarakat dan sarjana. Istilah ini dipakai untuk partai yang benar- benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara,maupun untuk partai
yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi.
Pada partai tunggal terdapat di beberapa negara Afrika Ghana di masa Guinea. Mali. Pantai Gading. Eropa Timur dan RRC. Suasana kepartaian
dinamakan non–kompetitif
oleh karena partai-partai yang ada harus menerima
pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing secara merdeka melawan partai itu. Kecenderungan untuk mengambil pola sistem partai tunggal
disebabkan di negara-negara baru, pimpinan sering dihadapkan dengan masalah
bagaimana mengintegrasikan berbagai golongan,daerah serta suku bangsa yang berbeda corak sosial dan pandangan hidupnya, dikuatirkan bahwa bila
keanekaragaman sosial dan budaya ini dibiarkan, besar kemungkinan akan terjadi gejolak-gejolak sosial politik yang menghambat usaha-usaha pembangunan.
2. Sistem Dwi Partai
Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan adanya dua partai dan adanya beberapa partai tetapi dengan peranan
yang dominan dari dua partai, dalam sistem ini partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang berkuasa karena memang dalam pemilihan umum dan partai
oposisi karena kalah dalam pemilihan umum dengan demikian jelaslah dimana letaknya tanggung jawab mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi. Dalam sistem ini
partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama yang setia loyal oposition terhadap kebijaksanaan partaiyang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian
bahwa peranan sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. Dalam persidangan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut dukungan
orang-orang yang ada ditengah dua partai dan sering dinamakan pemilih terapung floating vote.
Sistem dwi partai pernah disebut “a convenient system for cotented people“ dan memang kenyataan bahwa sistem dwi partai dapat berjalan baik apabila
terpenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat adalah homogen Social Homegenity, konsensus dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial yang
pokok political concensus adalah kuat, dan adanya kontinuitas sejarah Historical Continuity. Sistem dwi partai umumnya diperkuat dengan
digunakannya sistem pemilihan single-member constituency sistem distric dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja.
3. Sistem Multi Partai
Sistem ini sering disebut dengan sistem banyak partai, negara yang menganut banyak
partai biasanya
terjadi pada
masyarakat yang
mempunyai keanekaragamankemajemukan. Sifat kemajemukan yang terdapat pada suatu
masyarakat terdiri dari ras, agama, lapisan sosial, dan sebgainya. Hal ini menimbulkan suatu ikatan primordial yang kuat. Primordialisme tersebut akan
memunculkan organisasi-organisasi sosial politik yang berdasar pada primordial. Sistem multi-partai, kalau digandengkan dengan sistem pemerintahan
parlementer, mempunyai kecenderungan untuk menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif sehingga peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal
ini sering disebabkan karena tidak ada satu partai yang tidak cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi
dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partrai yang berkoalisi harus selalu mengadakan musyawarah dan kompromi dengan mitranya dan
menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam koalisi akan ditarik kembali, sehingga mayoritasnya dalam parlemen
hilang. Pola multi-partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan
berimbang proportional Representatif yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan – golongan kecil. Melalui sistem
perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah pemilihan Dapil dapat
ditarik ke Dapil lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi.
Indonesia mempunyai sejarah panjang dengan bebagai jenis sistem multi- partai. Sistem ini telah melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang
berbeda-beda. Mulai 1989 Indonesia berupaya untuk mendirikan suatu sistem multi-partai yang mengambil unsur-unsur positif dari pengalaman masa lalu,
sambil menghindari unsur negatifnya.
2.1.1.4 Partai Golkar