91 peran  dapat  meningkatkan  keterampilan  berbicara  aspek  performansi.
Relevansi penelitian ini terletak pada aspek menyeluruhnya keterlibatan siswa dalam  pembelajaran  sehingga  mempermudah  siswa  menguasai  dan
meningkatkan kemampuan berbicaranya. Mengingat  anak  tunagrahita  ringan  termasuk  kelompok  tunagrahita
mampu didik, maka metode role playing dengan kelebihannya tersebut  dapat digunakan  dalam  pembelajaran  bahasa  Indonesia  untuk  melatih  dan
meningkatkan  kemampuan  berbicara  siswa  tungrahita  ringan.  Sekalipun demikian,  dalam  penelitian  juga  ditemukan  bahwa  terdapat  perbedaan  dalam
proses pelaksanaan dan penguasaan metode ini. Bagi siswa tungrahita ringan, sekalipun dapat mengulang kalimat, siswa belum tentu mampu memahami isi
percakapan  yang  dilakukan.  Karena  itu,  masih  dibutuhkan  penjelasan  dan pengulangan  di  setiap  kalimat  percakapan.  Dalam  memerankan  tokoh,  siswa
masih membutuhkan pendampingan dan pengulangan berkali-kali dari guru.
H. Keterbatasan Penelitian
Penelitian tentang penerapan metode  role-palying untuk  meningkatkan keterampilan  berbicara  siswa  tunagrahita  tipe  ringan  ini  tidak  terlepas  dari
beberapa keterbatasan di antaranya yaitu:
1. Penelitian  ini  terbatas  pada  peningkatan  kemampuan  berbicara  siswa
tunagrahita  tipe  ringan  dengan  melatih  siswa  menguasai  beberapa percakapan  sederhana  dari  pengalaman  hidup  sehari-hari.  Karena  itu,
penilaian  difokuskan  pada  kemampuan  untuk  mengungkapkan  kembali
92 kalimat  sesuai  skenario.  Sedangkan  tingkat  pemahaman  dan  aspek  lain
tidak menjadi perhatian penelitian. 2.
Instrumen tes keterampilan berbicara yang digunakan tidak dilakukan uji validitas  sehingga  instrumen  tes  keterampilan  berbicara  dibuat  dari
pengembangan kurikulum.
93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan  deskripsi  hasil  penelitian  dan  pembahasan  yang  telah diuraikan pada Bab  IV, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan
kemampuan  berbicara  pada  siswa  tunagrahita  tipe  ringan  kelas  2  SDLB  di SLB Negeri 1 Bantul melalui pembelajaran bahasa  Indonesia dengan metode
role playing.  Peningkatan tersebut terlihat dari hasil tes kemampuan berbicara siswa  tunagrahita  ringan  pada  pra  tindakan,  siklus  I  dan  siklus  II.  Pada  pra
tindakan, subjek TR mendapatkan skor 7, subjek YB mendapatkan skor 6, dan subjek YS mendapatkan skor 6. Pada siklus I, skor TR meningkat menjadi 12,
skor  YB  menjadi  13,  dan  skor  YS  menjadi  11.  Pada  siklus  II,  skor  TR meningkat menjadi 15, skor YB menjadi 16, dan skor YS menjadi 15. Dengan
kriteria  ketuntasan  minimum  pada  skor  13  atau  65,  maka  dapat  dikatakan bahwa  pada  akhir    siklus  II  semua  siswa  telah  mencapai  KKM.  Tema  role
playing bagi anak tunagrahita ringan adalah kejujuran dalam hidup sehari-hari dengan bermain peran sebagai penjual dan pembeli pada siklus I dan bermain
peran  sebagai  penemu  dompet  pada  siklus  II.  Kemampuan  berbicara  siswa tersebut  mencakup  aspek  social  skill  keterampilan  sosial,  semantic  skill,
keterampilan  semantik,  phonetic  skill,  keterampilan  fone,  vocal  skill, keterampilan  vokal,  praktek  pemeranan  ketika  mengungkapkan  percakapan
selama bermain peran, pemahaman skenario dan penguasaan peran dalam role playing.  Hasil  refleksi  tindakan  menunjukkan,  pada  siklus  I  semua  subjek
94 dapat    mengungkapkan  percakapan  sesuai  perannya  dan  dapat  menjawab
pertanyaan  meskipun  terdapat  satu  subjek  yang  belum  mencapai  nilai  KKM. Pada  siklus  II,  semua  siswa  dapat  mengungkapkan  percakapan  sesuai
perannya  dan  secara  mandiri  dapat  menceritakan  kembali  alur  cerita  yang diperankan serta menjawab pertanyaan yang diberikan.
B. Saran