8.1 Optimisasi pola ratoon dan tebu baru tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) di PT. Madubaru PG. Madukismo, Yogyakarta
12 mengalami kenaikan dibanding tanaman pertama, sementara hasil tebu pada
keprasan kedua, tiga lahan mengalami kenaikan, tiga lahan yang lain mengalami penurunan. Hasil tanaman keprasan ketiga, dan keempat, tiga lahan mengalami
penurunan, dua lahan mengalami kenaikan dibanding tanaman keprasan pertama dan kedua. Pada lahan petak 6 hasil panen mengalami penurunan dibanding
tanaman keprasan pertama. Fluktuasi hasil tebu produktivitas di setiap lahan petani dari mulai tanaman pertama sampai tanaman keprasan keempat dapat
dilihat pada Gambar 4.
Keterangan: Petak 1 : Kebun Sragan, Sleman
Petak 4 : Kebun Wetan Pundang, Bantul Petak 2 : Kebun Donokitri, Sleman
Petak 5 : Kebun Jayan, Bantul Petak 3 : Kebun Samberembe, Sleman Petak 6 : Kebun Kranom, Bantul
Gambar 4 Hasil Produktivitas Tebu di Tiap Lahan Petani Varietas yang digunakan pada petak 1 dan petak 4 adalah varietas PS-851
dengan potensi hasil 28-73.9 tonha, hasil produktivitas dari kebun petak 1 dan petak 4 adalah 34.70-103.74 tonha. Varietas yang digunakan petak 2 dan petak 5
adalah varietas PS-862 dengan potensi hasil 17.5-88.3 tonha, hasil produktivitas dari petak 2 dan petak 5 adalah 42.08-129.47 tonha. Varietas yang digunakan
pada petak 3 dan petak 6 adalah varietas BL dengan potensi hasil 94.3 tonha, hasil produktivitas dari kebun petak 3 dan petak 6 adalah 35.48-140.36 tonha.
Hal ini menunjukkan produktivitas di keenam kebun masih sangat baik.
Hasil di atas menujukkan besarnya hasil panen tebu keprasan dan rendemen mempengaruhi hasil gula yang diperoleh. Rendemen yang dihasilkan tidak
merata, kadang mengalami kenaikan atau penurunan. Pada masing-masing daerah tentu saja berbeda faktor yang mempengaruhinya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai rendemen pada tanaman keprasan Pramudya dan Pertiwi 1998, antara lain:
a. Iklim regional dan produksi tebu musim tanam sebelumnya. Iklim regional mencakup curah hujan, suhu, radiasi matahari, dan kecepatan angin rata-rata
bulanan. b. Jadwal penanaman dan pemanenan.
50 100
150
2008 2009
2010 2011
2012
H as
il T
ebu t
on ha
Tahun
Petak 1 Petak 2
Petak 3 Petak 4
Petak 5 Petak 6
13 c. Kebiasaan operasi lapangan di daerah, termasuk proporsi tanaman tebu dan
ratoon, periode pelaksanaan kegiatan, menggunakan mesin atau manual. d. Kendala sistem termasuk kapasitas penggilingan pabrik, ketersediaan mesin
dan tenaga kerja manusia, serta luasan tanam. Dari keenam petak kebun yang diamati, lima di antaranya mengalami
kenaikan rendemen di R4, hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan kemungkinan. Pertama, kemungkinan saat itu di kebun masa tebangnya tidak
cocok. Kedua, pada saat tebang kotoran trash yang ikut sedikit, sehingga berpotensi menaikkan rendemen. Ketiga, ada tidaknya serangan hama dan
penyakit. Keempat, pada saat tebang langsung digiling sehingga kesegaran tebu masih terjaga. Pada awal PC rendemen bagus, namun pada tiga tahun berikutnya
mengalami anomali iklim sehingga sangat berpengaruh pada rendemen.
Biaya Produksi dan Penerimaan Bersih Pabrik
Pabrik memiliki bagian sendiri dalam komponen dan porsi yang menjadi tanggungan maupun menjadi pendapatan pabrik. Komponen yang menjadi
tanggungan pabrik meliputi biaya pokok penjualan, biaya usaha, biaya di luar usaha, pajak penghasilan, dan biaya masing-masing kebun. Komponen yang
menjadi pendapatan pabrik meliputi laba bersih yang didapat dari perhitungan tanam baru dan keprasan, dan penghasilan di luar usaha tidak berhubungan
dengan laba perhitungan dalam pengambilan keputusan yang optimal. Porsi yang didapatkan oleh pabrik adalah 34 bagian dari total keseluruhan yang didapatkan,
kemudian sisanya adalah bagian petani.
Penentuan biaya produksi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan tanaman tebu keprasan di PG. Madukismo. Perincian biaya PG. Madukismo
selama periode produksi tahun 2008 sampai 2012 disajikan pada Lampiran 9. Kriteria biaya produksi meliputi biaya pokok penjualan, biaya usaha, biaya
di luar usaha, pajak penghasilan. Biaya yang digunakan untuk memproduksi tebu keprasan diperoleh dari perkalian hasil panen tebu keprasan dengan hasil
pembagian antara biaya produksi dengan jumlah total tebu yang digiling, sedangkan penerimaan bersih pabrik dari hasil pengolahan tebu keprasan
diperoleh dari pengurangan hasil penjualan gula dengan biaya produksinya.
Hasil penerimaan bersih yang diperoleh pabrik sebelum dan sesudah penyusutan untuk lahan petak 1 sampai petak 6 terdapat pada Tabel 9 sampai
dengan Tabel 14.
Tabel 9 Biaya Produksi Tebu dan Penerimaan Bersih Tanaman Baru dan Keprasan pada Petak 1
Jenis Kebun
Tahun Biaya
Produksi Rp
Hasil Gula ton
Penerimaan Kotor Rp
Penerimaan Bersih Rp Sebelum
Sesudah
PC 2008
10,496,228 4.73
25,803,629
5,204,516 4,738,126
R1 2009
17,476,467 5.04
34,547,617
5,804,191 5,058,435
R2 2010
17,391,881 5.61
48,684,862
10,639,614 9,807,284
R3 2011
31,425,829 6.11
51,239,838
6,736,763 5,476,454
R4 2012
23,508,876 6.90
68,643,049
15,345,619 14,476,115