Tanaman agroforestri merupakan salah satu tanaman yang digunakan
sebagai penutup permukaan tanah dari terpaan air hujan secara langsung, sehingga akan mengurangi laju erosi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Muslich dan Krisdianto 2006, yang menyatakan bahwa sistem agroforestri pada hutan rakyat telah mampu mencegah erosi dan banjir serta meningkatkan
kesuburan lahan dan upaya konservasi sumber air. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub sistem pengolahan hasil yang dilakukan kelompok
termasuk ke dalam kategori sedang 52,5, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
5.1.3 Sub Sistem Pemasaran Hasil
Setelah kegiatan pengolahan hasil, kegiatan selanjutnya dalam pengelolaan hutan rakyat adalah pemasaran hasil. Dari data penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden menyatakan anggota lebih terarahkan untuk memasarkan kayunya. Hal ini disebabkan kelompok telah menjalin kerjasama
dengan beberapa penggergajian kayu di Desa Sidamulih yang juga merupakan salah satu tempat pemasaran kayu anggota. Kegiatan pemasaran hasil sudah
dimasukkan ke dalam tujuan kelompok, sehingga kelompok akan mengupayakan pemasaran hasil yang semakin efektif. Sebagian besar responden menyatakan
adanya kerjasama di dalam kelompok dalam pemasaran hasil hutan rakyat, misalnya sesama anggota KTH saling membantu untuk memberikan informasi
harga dan hal lain yang dapat mempercepat bahkan meningkatkan nilai kayu tersebut di pasar.
Saluran pemasaran pohonkayu yang ada di KTH Girimukti pada umumnya adalah anggotapetani hutan rakyat menjual kayunya ke penggergajian
kayu yang sudah menjadi mitra kelompok, kemudian dari penggergajian kayu, dilanjutkan ke pembeli keduaberikutnya. Pembeli keduaberikutnya adalah pabrik
kayu yang lebih besar seperti pabrik kayu yang berada di Kota Surabaya, Semarang, Banjar, Tegal, dan Bekasi. Selain pabrik kayu yang lebih besar,
pembeli keduaberikutnya juga merupakan pembeli yang datang langsung ke industri penggergajian kayu untuk membeli produk secara borongan atau eceran,
seperti papan, balok, reng, kaso, palet, dan lain-lain.
Selain dijual ke penggergajian kayu, sebagian anggota ada yang menjual pohonnya secara borongan ke tengkulak. Hal ini sejalan dengan penelitian tentang
petani hutan rakyat yang dilakukan Andayani 2003 yang menyatakan bahwa penjualan pohonkayu oleh petani di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten
Wonosobo masih dijual dalam bentuk pohon berdiri. Hasil hutan bukan kayu digunakan sendiri untuk kebutuhan pribadi atau ada juga yang menjualnya ke
tengkulak yang berada di pasar Kecamatan Pamarican tanpa diolah terlebih dahulu.
Dengan demikian, pada saluran pemasaran hasil, posisi petani hutan rakyat masih lemah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hardjanto 2003 yang
menyatakan bahwa, lembaga perantara pedagang penebas, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan industri merupakan pihak yang lebih diuntungkan dalam
saluran pemasaran hasil hutan rakyat. Sementara petani, masih berada pada posisi yang lemah.
Kegiatan penggergajian kayu akan menghasilkan limbah berupa sebetan
kayu dan serbuk gergaji, seperti yang disajikan pada Gambar 4. Limbah berupa sebetan kayu dimanfaatkan oleh pembeli sebagai bahan bakar industri gula nira
kelapa. Harga sebetan kayu sengon per pick up atau setara dengan 4 m³ adalah Rp 50.000,- sedangkan untuk mahoni dihargai sebesar Rp 100.000,-.
Sementara itu limbah penggergajian kayu berupa serbuk gergaji dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembuatan tempe dan tahu. Selain itu
digunakan juga sebagai media pertumbuhan jamur. Setiap karung serbuk gergaji dihargai sebesar Rp 2.500,-.
Gambar 4. Limbah penggergajian kayu berupa sebetan kayu kiri dan serbuk gergaji kanan
Seluruh limbah
kehutanan ini laku terjual di Desa Sidamulih dan desa-desa di sekitar Desa Sidamulih. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub
sistem pemasaran hasil yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang 55, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
5.2 Dinamika KTH Girimukti 5.2.1 Karakteristik KTH Girimukti