Sub Sistem Pengolahan Hasil

pekerja dengan upah sebesar Rp 210.000,- per hari untuk dua orang pekerja. Teknik pengangkutan pohon dilakukan dengan menggunakan motor dan ada juga yang menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul. Efektivitas kayu yang diangkut menggunakan motor akan lebih tinggi daripada dipikul oleh buruh tani, namun pemilihan alat pengangkutan yang dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Besarnya upah yang dikeluarkan untuk kegiatan pengangkutan menggunakan motor adalah Rp 130.000,- per hari per motor, sedangkan untuk pengangkutan menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul adalah Rp 35.000,- per hari untuk satu orang pekerja. Pengangkutan pohon yang dilakukan di KTH Girimukti diangkut melewati jalan desa, apabila melintasi pekarangan orang lain sudah tidak perlu minta izin, hanya saja akan dikenakan ganti rugi jika merusak tanaman atau bangunan di atas pekarangan yang dilewati tersebut. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemanenan yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang 61,7, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.1.2 Sub Sistem Pengolahan Hasil

Pengolahan hasil merupakan kegiatan untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan pada sub sistem produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat kelompok dalam mengatasi masalah pengolahan hasil hutan rakyat, misalnya kelompok membangun komunikasi yang baik dengan penggergajian kayu yang sudah menjadi mitranya agar mengolah hasil hutan rakyat anggota dengan pelayanan yang memuaskan. Namun sebaiknya, keterlibatan petani semakin besar dalam pengolahan hasil produknya. Petani seharusnya mampu mengolah kayunya menjadi produk yang lebih berkualitas, seperti papan, balok, reng, kaso, dan bentuk hasil olahan lainnya secara mandiri. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto 2003 yang menyatakan bahwa keterlibatan petani hutan rakyat dalam pengolahan hasil hutan rakyatnya masih kecil. Pengolahan hasil umumnya masih didominasi oleh pelaku industri kecil dan industri besar. Sebagian besar responden menyatakan adanya kerja sama di dalam kelompok dalam pengolahan hasil hutan rakyat, misalnya untuk kasus tertentu beberapa anggota bekerja sama mengolah kayunya menjadi papan dengan menggunakan chainsaw. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardjanto 2003 yang menyatakan bahwa, petani hutan rakyat umumnya mampu membuat papan atau kaso dengan menggunakan peralatan sederhana seperti, kapak dan chainsaw baik untuk digunakan sendiri maupun untuk dijual. Hasil hutan rakyat anggota KTH Girimukti terdiri dari dua macam, yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Pengolahan hasil hutan kayu yang dilakukan oleh sebagian besar anggota KTH Girimukti adalah dengan menyerahkannya ke penggergajian kayu. Keterbatasan kemampuan kelompok untuk membangun industri kayuhasil hutan dan latar belakang ekonomi anggota yang belum mendukung menjadi beberapa alasan sehingga kayu anggota diolahkan ke penggergajian kayu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik penggergajian kayu Dua Sekawan, yaitu sebuah penggergajian kayu yang terletak di sekitar Desa Sidamulih, sekaligus mitra KTH Girimukti menyebutkan bahwa kayu yang masuk ke penggergajian kayu ini terdiri dari: jati, mahoni, sengon, dan kayu rimba campuran. Jika tidak ada pesanan khusus maka log jati tidak akan diolah di penggergajian kayu ini karena pertimbangan analisis biaya usaha. Log jati akan dijual tanpa diolah ke pabrik yang lebih besar di Kota Surabaya dan Semarang. Sementara itu, jenis kayu yang lain akan diolah menjadi papan, reng, balok, palet, dan kaso. Apabila ada pemesanan akan dibuat juga kusen. Sebelum potongan pohon diolah di mesin penggergajian kayu yang disebut bensaw, maka dilakukan scalling dan grading ulang oleh pegawai penggergajian kayu. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menggergaji kayu di bensaw umumnya dua orang. Satu pekerja mendorong kayu ke bensaw dan satu lagi menarik kayu pada arah yang berhadapan. Namun jika kayu yang akan digergaji melebihi kekuatan si pendorong dan penarik kayu, maka digunakan alat bantu yang disebut lori, seperti yang disajikan pada Gambar 3. Lori berfungsi sebagai pembawa kayu besar ke mata bensaw. Lori biasanya didorong oleh dua orang atau lebih. Setelah potongan pohon diolah maka akan dihasilkan papan, balok, reng, kaso, kayu sisa gergajian, dan serbuk gergaji. Seluruh hasil ini bermanfaat bagi pemilik penggergajian kayu walaupun sebenarnya kayu sisa gergajian dan serbuk gergaji adalah limbah pabrik. Rendemen sengon sebesar 70 dan mahoni 55. Artinya dalam setiap 1 m³ sengon yang digergaji akan dihasilkan 0,7 m³ papan, reng, balok, atau kaso dan 0,3 m³ lagi limbah pabrik. Demikian halnya dengan mahoni, dalam setiap 1 m³ mahoni yang digergaji akan dihasilkan 0,55 m³ papan, reng, balok, atau kaso dan 0,45 m³ lagi limbah pabrik. Gambar 3. Lori pada salah satu penggergajian kayu di Desa Sidamulih Hasil tanaman agroforestri di KTH Girimukti adalah kapulaga, kopi, jahe, dan pisang. Seluruh hasil tanaman agroforestri ini belum dapat diolah oleh anggota KTH, tetapi langsung dijual ke tengkulak di pasar Pamarican atau dikonsumsi sendiri. Produktivitas dari beberapa tanaman agroforestri tersebut dijelaskan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Produktivitas tanaman agroforestri anggota KTH Girimukti Jenis Produktivitas kapulaga Satu rumpun kapulaga berumur 2 tahun dengan luasan 1 m 2 menghasilkan 3 kg buah kapulaga kopi Satu pohon kopi mulai umur 2-3 tahun menghasilkan 0,5 kg buah kopi per tahun jahe Satu rumpun jahe berumur 9-12 bulan dengan luasan 1 m 2 menghasilkan 0,5 kg jahe pisang Satu tanaman pisang menghasilkan 7,5 kg buah pisang per tahun Sumber: hasil wawancara dengan anggota KTH Girimukti Tanaman agroforestri merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai penutup permukaan tanah dari terpaan air hujan secara langsung, sehingga akan mengurangi laju erosi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muslich dan Krisdianto 2006, yang menyatakan bahwa sistem agroforestri pada hutan rakyat telah mampu mencegah erosi dan banjir serta meningkatkan kesuburan lahan dan upaya konservasi sumber air. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, sub sistem pengolahan hasil yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang 52,5, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.1.3 Sub Sistem Pemasaran Hasil