Sub Sistem Produksi Pengelolaan Hutan Rakyat di KTH Girimukti

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di KTH Girimukti

Pengelolaan hutan rakyat dapat dikelompokkan ke dalam tiga sub sistem, yaitu sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil, dan sub sistem pemasaran hasil KWLM 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti mencakup ketiga sub sistem di atas. Berikut adalah deskripsi pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti. Tabel 2. Skor pengelolaan hutan rakyat di KTH Girimukti Dimensi Pengelolaan Hutan Rakyat Persentase Kategori 1. Sub Sistem Produksi 71,1 Tinggi a. Persiapan Lahan 73,4 Tinggi b. Persiapan Bibit 66,9 Tinggi c. Penanaman 81,4 Tinggi d. Pemeliharaan Tanaman 89,5 Tinggi e. Pemanenan 61,7 Sedang 2. Sub Sistem Pengolahan Hasil 52,5 Sedang 3. Sub Sistem Pemasaran Hasil 55,0 Sedang Total 65,4 Sedang Keterangan: Persentase pencapaian skor rataan terhadap skor maksimum

5.1.1 Sub Sistem Produksi

Sub sistem produksi yang dilakukan di KTH Girimukti terdiri dari: persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda 2003 yang menyatakan bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat beberapa teknik silvikultur yang dilakukan oleh petani antara lain, persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, serta penebangan. Berikut dideskripsikan kegiatan-kegiatan sub sistem produksi yang dilakukan di KTH Girimukti. Persiapan Lahan Kegiatan persiapan lahan merupakan langkah awal dalam membangun sebuah hutan rakyat dan tergolong ke dalam sub sistem produksi. Berikut dideskripsikan kegiatan persiapan lahan yang dilakukan di KTH Girimukti. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan di KTH Girimukti terdiri dari pembersihan lahan dan pengolahan tanah. Dari data penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden telah melakukan persiapan lahan sebelum penanaman sesuai dengan kesepakatan bersama di dalam kelompok. Alat persiapan lahan yang digunakan anggota pada pembersihan lahan dan pengolahan tanah adalah cangkul, garpu, dan sabit. Apabila kegiatan persiapan lahan diupahkan kepada orang lain atau buruh tani, maka upah yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 20.000,- per hari per orang. Kegiatan persiapan lahan di hutan rakyat berbeda metodenya dengan yang diterapkan di unit manajemen kehutanan lain, seperti di Hutan Tanaman Industri HTI. Dalam membersihkan lahan, anggota KTH Girimukti hanya melakukannya pada sekitar areal yang akan ditanami karena penanaman bibit pohon umumnya tidak dilakukan sekaligus, seperti yang disajikan pada Gambar 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda 2003 yang mengungkapkan bahwa lahan hutan rakyat yang akan ditanami umumnya sudah berupa kebun yang memiliki tanaman lain dan relatif tidak mengandung tumbuhan liar. Oleh karena itu sebelum dilakukan penanaman, lahan hutan rakyat tidak perlu dibersihkan secara keseluruhan. Hampir seluruh responden menyatakan, kelompok peduli terhadap kegiatan persiapan lahan. Hal ini dilakukan kelompok melalui pembentukan bagian atau seksi di dalam kelompok yang mengurusi masalah persiapan lahan. Hampir seluruh responden merasakan adanya kerjasama di antara sesama anggota kelompok dalam persiapan lahan anggota. Hal ini dilakukan dengan kerja bakti dalam pembersihan lahan. Kelompok telah membuat penentuan waktu yang terbaik untuk persiapan lahan anggota, sehingga efektif untuk dilakukan kegiatan penanaman setelah persiapan lahan. Berdasarkan kondisi tersebut dan hasil olah data, kegiatan persiapan lahan yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi 73,4, seperti yang disajikan pada Tabel 2. Gambar 2. Kegiatan pembersihan lahan di hutan rakyat anggota KTH Girimukti Persiapan Bibit Persiapan bibit merupakan bagian dari sub sistem produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat kelompok dalam kegiatan persemaian bibit yang dilakukan bersama di dalam kelompok. Usaha persemaian bibit di dalam kelompok pernah dilakukan, namun pada saat ini usaha persemaian tersebut memerlukan pemeliharaan, karena ada sebagian bibit yang tumbuh menjadi pepohonan di lokasi persemaian. Sebagian besar responden menyatakan telah merasakan adanya kerjasama di antara sesama anggota kelompok dalam persiapan bibit. Manfaat lain keberadaan kelompok yang dirasakan anggota dalam hal persiapan bibit adalah adanya bantuan bibit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari hampir seluruh responden pernah menerima bantuan bibit dari pihak luar yang disalurkan melalui kelompok. Bantuan bibit terakhir diperoleh pada tahun 2011 berupa bibit sengon sebanyak 10.000 bibit dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis, seperti yang disajikan pada Tabel 3. Anggota KTH Girimukti melakukan persiapan bibit dengan beberapa cara, yaitu: 1 membeli bibit ke pedagang bibit tanaman kehutanan; 2 memperoleh bantuan bibit dari pihak lain yang disalurkan melalui kelompok; 3 mengambil benih langsung dari pohon yang telah layak dijadikan pohon benih; dan atau 4 memelihara tunas yang tumbuh dari pohon tertentu yang dikenal dengan istilah trubusan. Tabel 3. Data bantuan bibit di KTH Girimukti Jenis tanaman Jumlah bantuan Tahun Sumber bantuan bibit cengkeh 1200 bibit 2002 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis kapulaga Rp 30 juta 2010 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat mahoni dan sengon 25.000 bibit 2010 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis sengon 10.000 bibit 2011 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis Sumber: data sekunder KTH Girimukti Pedagang yang menjual bibit ke anggota KTH Girimukti antara lain, beberapa penggergajian kayu yang berada di sekitar Desa Sidamulih dan PT. Albasia Parahyangan yang terletak di Kota Banjar atau sekitar 15 km dari Desa Sidamulih. Harga bibit sengon dengan ukuran panjang 30 cm berkisar Rp 700,- sampai Rp 1.000,- per bibit, bibit mahoni ukuran panjang 30 cm seharga Rp 1000,- per bibit, dan bibit jati ukuran panjang 20 cm seharga Rp 3.000,- per bibit. Pemilihan metode persiapan bibit yang dilakukan oleh anggota KTH Girimukti dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah berdasarkan sifat dan jenis tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda 2003 yang mengungkapkan bahwa, pengadaan bibit secara vegetatif dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya stek atau cangkokan, sedangkan persiapan bibit secara generatif dilakukan dengan langsung menanamkan biji di lapangan atau di persemaian. Pemilihan metode ini tergantung pada sifat dan jenis tanaman. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan persiapan bibit yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi 66,9, sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Penanaman Kegiatan penanaman merupakan bagian dari kegiatan produksi. Dari data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasakan manfaat dari adanya sosialisasi pengurus tentang pentingnya kegiatan penanaman serta adanya kesepakatan bersama di dalam kelompok untuk aktif melakukan penanaman. Hampir seluruh responden menyatakan telah melakukan penanaman berdasarkan kesepakatan kelompok tentang waktumusim tanam yang tepat bagi anggota agar bibit yang ditanam tumbuh dengan baik. Waktu tanam yang disepakati di dalam kelompok adalah pada Bulan Desember hingga Bulan Maret dengan alasan pada bulan-bulan tersebut kondisi air untuk penyiraman tanaman mencukupi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Hadi dan Napitupulu 2010 yang menyatakan bahwa waktu terbaik untuk penanaman tanaman kehutanan seperti sengon dan jati adalah pada saat musim hujan. Hampir seluruh responden merasakan adanya kerjasama di antara anggota kelompok dalam kegiatan penanaman, misalnya melalui saling tukar informasi tentang jenis bibit yang sebaiknya ditanam serta cara-cara penanamannya. Namun sebaiknya kelompok perlu membuat jadwal kerja bakti penanaman di lahan anggota yang membutuhkan bantuan tenaga kerja. Himbauan kelompok kepada anggota tentang jarak tanam rata-rata untuk tanaman kehutanan adalah sebesar 2 m x 5 m, namun kenyataannya anggota lebih memilih menggunakan jarak tanam sebesar 2 m x 3 m dan 3 m x 3 m. Penentuan jarak tanam sangat ditentukan oleh komposisi tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda 2003 yang menjelaskan bahwa, apabila tanaman kehutanan akan ditanami homogen maka jarak tanam yang digunakan lebih rapat misalnya 3 m x 3 m. Namun apabila akan dilakukan tumpang sari dengan jenis tanaman lain, maka dapat dipilih jarak tanam yang lebih lebar, misalnya 4 m x 5 m, sedangkan di antara dua larikan pohon masih ada ruang untuk ditanami palawija atau tanaman agroforestri lainnya sebagai tanaman campuran. Dengan jarak tanam yang benar, maka pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan secara campuran tidak akan saling mengganggu. Daur tanaman kehutanan di KTH Girimukti belum sepenuhnya ditaati, karena motivasi menebang yang sangat bervariasi. Sebagian anggota KTH Girimukti akan menebang pohonnya jika kebutuhan mendesak seperti membeli kendaraan, berobat, dan naik haji. Namun pada umumnya anggota KTH Girimukti menerapkan daur sengon 3-5 tahun, jati 10-15 tahun, mahoni 10-15 tahun, dan suren 10 tahun. Pemilihan jenis tanaman yang ditanam di hutan rakyat oleh anggota KTH Girimukti umumnya berdasarkan alasan ekonomis. Jenis tanaman bukan kayu yang dipilih anggota KTH Girimukti umumnya adalah tanaman kapulaga Amomum cardamomum, kopi Coffea sp., jahe Zingiber officinale, dan pisang Musa sp.. Tanaman kayu yang ditanam di hutan rakyat anggota umumnya adalah sengon Paraserianthes falcataria, mahoni Swietenia mahagoni, jati Tectona grandis , dan suren Toona sureni. Pemilihan jenis tanaman sengon, mahoni, dan jati dikarenakan tanaman-tanaman kayu tersebut memiliki daur finansial dan permintaan pasar yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi dan Napitupulu 2010 yang menyatakan bahwa, jati, mahoni, sengon, jabon, pinus, meranti, kemenyan, kemiri, gaharu, dan kayu manis sebagai tanaman investasi pendulang rupiah. Sementara itu untuk pemilihan jenis tanaman suren dilakukan, karena pohon suren memiliki fungsi ganda yaitu selain sebagai penghasil kayu juga sebagai anti hama bagi tanaman kehutanan BPDAS 2010. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan penanaman yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi 81,4, sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman hutan rakyat termasuk ke dalam bagian sub sistem produksi. Kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan di KTH Girimukti antara lain: Kegiatan penyiangan, pendangiran, pemupukan, penjarangan, dan pemberantasan hamapenyakit. Dari data penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden menyatakan sudah melakukan pemeliharaan tanaman sesuai dengan arahan dan kesepakatan bersama di dalam kelompok. Arahan yang dilakukan kelompok terkait pemeliharaan tanaman antara lain tentang frekuensi, dosis, serta cara pelaksanaannya. Kegiatan penyiangan dilakukan tergantung kondisi lapangan. Umumnya pada umur satu hingga dua tahun disiangi sebanyak setahun dua kali, setelah umur dua tahun intensitas penyiangan dikurangi menjadi satu tahun sekali. Hal ini sejalan dengan penelitian Djajapertjunda 2003 yang menyatakan bahwa tanaman kayu yang masih muda harus dijaga dari gulma yang berlebihan seperti, semak dan alang-alang. Salah satu metode untuk mengurangi gulma adalah dengan menanam palawija yang tidak mengganggu, seperti kacang tanah, jagung, kedelai, kacang wijen, dan lain-lain. Pemeliharaan tanaman dengan melakukan penyiangan akan sangat membantu pertumbuhan tanaman kayu yang masih kecil. Kegiatan pendangiran yang bertujuan untuk menggemburkan sekaligus membersihkan lahan di sekitar tanaman yang dipelihara dilakukan setahun sekali dengan menggunakan cangkul dan garpu. Kegiatan pemupukan yang dilakukan anggota KTH Girimukti adalah dua kali setahun. Pemupukan pada tanaman yang masih kecil biasanya dilakukan dengan membuat lubang di sekitar tanaman lalu dimasukkan pupuknya sedangkan pada tanaman yang sudah besar, pupuk cukup ditabur saja. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, TSP, dan NPK. Selain pupuk-pupuk kimia tersebut anggota juga lazim menggunakan pupuk kandang, seperti kotoran kambing. Pupuk kimia dapat diperoleh di pasar Desa Sidamulih yang terletak di tengah-tengah Desa Sidamulih. Penjarangan pohon yang dilakukan pada pohon milik anggota KTH Girimukti akan dijelaskan sebagai berikut: 1 pohon sengon umumnya dijarangi pada umur tiga tahun; 2 pohon mahoni dan jati umumnya dijarangi pada umur lima hingga tujuh tahun; dan 3 pohon suren hanya akan dijarangi apabila ada yang terkena penyakit berat. Hal ini dikarenakan jumlah pohon suren yang ditanam di lahan hutan rakyat anggota KTH Girimukti umumnya hanya dua hingga lima pohon saja. Jenis pepohonan yang dominan di hutan rakyat milik anggota KTH Girimukti adalah jenis sengon, jati, dan mahoni. Kelompok dibantu penyuluh kehutanan Kecamatan Pamarican juga telah mengadakan upaya pemeliharaan tanaman secara bersama, seperti mengadakan diskusi tentang penanggulangan hama ulat pada tanaman sengon. Anggota KTH Girimukti menggunakan pestisida pastak untuk menanggulangi hama ulat di luar permukaan pohon dan pestisida furadan untuk menanggulangi hama ulat di dalam pohon. Furadan dapat dibeli seharga Rp 24.000,- per kemasan 2 kg. Kemudian untuk mengatasi masalah gulma, mereka menggunakan herbisida merek roundup yang dapat dibeli seharga Rp 65.000,- per liter. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori tinggi 89,5, sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Pemanenan Setelah pemeliharaan, kegiatan sub sistem produksi selanjutnya adalah pemanenan. Dari data penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pemanenan sudah termasuk ke dalam tujuan kelompok, sehingga kelompok mengupayakan pemanenan yang semakin efektif. Sebagian besar responden menyatakan kelompok telah memberikan kemudahan bagi anggota untuk melakukan pemanenan, misalnya kelompok membantu anggota yang kesulitan untuk mengurus surat izin tebang. Sebagian besar responden menyatakan adanya kerja sama di antara sesama anggota KTH Girimukti dalam kegiatan pemanenan. Kelompok juga memfasilitasi penanaman kembali pada lahan bekas tebangan milik anggota. Hal ini didukung kuatnya minat masyarakat Desa Sidamulih untuk melestarikan lingkungan. Diniyati 2009 menyatakan bahwa, hampir tidak ada lahan kosong di Desa Sidamulih, sebagian besar lahan darat petani ditanami dengan tanaman kayu-kayuan. Sistem pemanenan hasil hutan rakyat yang dilakukan di KTH Girimukti umumnya adalah kelompok bermitra dengan penggergajian kayu di sekitar kelompok. Pada saat ini ada tiga penggergajian kayu yang dijadikan mitra kelompok. Keuntungan yang diperoleh kelompok adalah pihak penggergajian kayu akan memberikan bantuan materi secara cuma-cuma untuk memenuhi keperluan kelompok, misalnya pada saat ada kegiatan di kelompok, pihak penggergajian kayu akan memberikan bantuan dana atau barang agar acara tersebut dapat berlangsung lancar. Ukuran pohon yang ditebang untuk jenis sengon, mahoni, dan jati umumnya berdiameter 20–30 cm. Alat penebangan yang digunakan adalah tali tambang untuk mengarahkan jatuhnya pohon dan chainsaw untuk menebang pohon dan membagi batang. Dalam kegiatan penebangan, diperlukan 2 orang pekerja dengan upah sebesar Rp 210.000,- per hari untuk dua orang pekerja. Teknik pengangkutan pohon dilakukan dengan menggunakan motor dan ada juga yang menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul. Efektivitas kayu yang diangkut menggunakan motor akan lebih tinggi daripada dipikul oleh buruh tani, namun pemilihan alat pengangkutan yang dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, seperti pertimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Besarnya upah yang dikeluarkan untuk kegiatan pengangkutan menggunakan motor adalah Rp 130.000,- per hari per motor, sedangkan untuk pengangkutan menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul adalah Rp 35.000,- per hari untuk satu orang pekerja. Pengangkutan pohon yang dilakukan di KTH Girimukti diangkut melewati jalan desa, apabila melintasi pekarangan orang lain sudah tidak perlu minta izin, hanya saja akan dikenakan ganti rugi jika merusak tanaman atau bangunan di atas pekarangan yang dilewati tersebut. Berdasarkan kondisi di atas dan hasil olah data, kegiatan pemanenan yang dilakukan kelompok termasuk ke dalam kategori sedang 61,7, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

5.1.2 Sub Sistem Pengolahan Hasil