Latar Belakang Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014

melainkan juga karena alasan ekonomi, ketidakcocokan, selingkuh, dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi Chariroh, 2004. Menurut Gunadarma 2006 yang dikutip Naibaho 2012, banyak remaja kurang mempertimbangkan aspek-aspek yang berpengaruh ketika menikah muda, terutama pada remaja putri. Hal tersebut khususnya berkaitan dengan penyesuaian diri, baik yang berhubungan dengan perubahan dirinya maupun dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya sesuai dengan peran barunya dalam sebuah pernikahan. Menurut Moeljarto 1977 dalam Supardi 2013 pernikahan dini memberikan pengaruh hubungan gender yang asimetris menyebabkan kurangnya akses wanita terhadap bermacam hal seperti pangan, kesehatan, pendidikan dan keterampilan secara langsung mengakibatkan kemiskinan. Seharusnya remaja mengetahui bahaya dari pernikahan dini. Remaja seharusnya tahu bahwa masa remaja tidak hanya menjanjikan kesempatan untuk maju menuju kehidupan yang berhasil di masa depan tetapi juga menawarkan resiko terpaparnya masalah kesehatan. Perubahan organobiologik yang dialami remaja mempunyai sifat selalu ingin tahu, dan mempunyai kecendrungan mencoba hal-hal baru Surjadi, 2002. Dari berbagai determinan perilaku manusia, banyak ahli telah merumuskan teori- teori atau model-model terbentuknya perilaku, begitu pula dengan perilaku pernikahan dini pada remaja. Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, perilaku pernikahan dini dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku khususnya pernikahan dini. Perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya. Namun demikian, sulit untuk dibedakan gejala kejiwaan yang mana menentukan perilaku pernikahan dini. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, lingkungan fisik, utamanya sarana dan prasarana, sosio-budaya masyarakat yang terdiri dari kebiasaan, tradisi, adat istiadat, dan sebagainya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan menimbulkan pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendak, dan motivasi yang akan mendorong terjadinya pernikahan dini Notoatmodjo, 2010. Budaya yang berkembang di masyarakat tentang pernikahan dini yaitu wanita tak boleh sampai terlambat menikah, atau mempunyai alasan jika dinikahkan dengan orang yang sudah berada, tak perlu khawatir masa depannya akan terpuruk. Oleh karena itu banyak anak-anak usia remaja pun sudah dinikahkan. Bahkan ada budaya perjodohan sejak anak perempuan belum lulus SD atau masih SMP. Namun, alasan budaya tidak semata-mata sebagai alasan utama keluarga menikahkan anak perempuannya saat masih belia Lubis, 2012. Penelitian UNICEF 2010 mencatat bahwa sekitar 60 anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun . Survei yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, mempunyai angka kehamilan remaja yang masih tinggi yaitu remaja hamil usia 15-19 tahun sebesar 95 per 1000 perempuan. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan Inggris 45 per 1000 perempuan, Kanada 45 per 1000 perempuan, Perancis 44 per 1000 perempuan, Swedia 35 per 1000 perempuan, dan Belanda 15 per 1000 perempuan. Tingginya angka kehamilan pada remaja mengindikasikan bahwa remaja putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda Eridani, 2011. Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional bkkbn, rasio pernikahan dini di Indonesia khususnya perkotaan pada tahun 2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 32 per 1.000 pernikahan. Angka ini berbanding terbalik dengan kenyataan di perdesaan, yang justru turun dari 72 per 1.000 pernikahan menjadi 67 per 1.000 pernikahan pada tahun 2013. Jadi, digabungkan antara rasio di perkotaan dan perdesaan pada 2013, rata-rata masih 48 per 1.000 pernikahan. Untuk menurunkan angka tersebut, bkkbn menggencarkan program Generasi Berencana Genre dan membuat target untuk menurunkan angka pernikahan dini sebesar 30 per 1.000 pernikahan. Program itu berisi sosialisasi tentang pengetahuan mengenai keluarga berencana yang sasarannya adalah siswa SMA dan mahasiswa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perempuan Indonesia KPI cabang Rembang, pernikahan dini karena perjodohan saat usia sekolah masih terbilang tinggi. Pada tahun 2006-2010, jumlah anak menikah dini di bawah 17 tahun masih meningkat. Sementara data lain menunjukkan, adanya beberapa penyebab terjadinya pernikahan usia dini. Dr. Sukron Kamil dari UIN menyatakan, 62 wanita menikah karena hamil, 21 di paksa orangtua pernikahan karena ingin memperbaiki ekonomi dan keluar dari kemiskinan dan sisanya karena status sosial Lubis, 2012. Di kota Medan, menurut data pernikahan Kantor Urusan Agama Kota Medan, hingga bulan November 2013 dicatat ada sebanyak 2.539 remaja yang tersebar di 21 kecamatan Kota Medan, baik laki-laki dan perempuan yang melakukan pernikahan di usia dini, yaitu dengan usia 15 sampai 19 tahun, dengan rincian laki-laki sebanyak 501 orang dan perempuan sebanyak 2.038 orang. Dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan, Kecamatan Medan Labuhan menjadi kecamatan dengan jumlah pernikahan di usia dini yang paling banyak yaitu 12,89. Berdasarkan survei pendahuluan, sekitar 65 dari jumlah penduduk di Kelurahan Martubung ini bermata pencaharian pedagang kecil dan jasa dengan penghasilan yang pas-pasan. Selain itu, pola perilaku remajanya lebih condong dengan perilaku barat. Dan dari wawancara terhadap 2 orang warga di keluarahan tersebut, keduanya menyatakan bahwa banyak remaja yang sudah menikah di daerah tersebut karena kondisi ekonomi dan sudah hamil di luar nikah. warga setempat, remaja di lingkungan tersebut banyak yang sering berkumpul nongkrong di kafe-kafe malam bahkan ada anak tetangga mereka yang sering tidak pulang. Dan ada seorang anak perempuan tetangga mereka yang sudah hamil di luar nikah dan dikabarkan karena melakukan hubungan intim di kafe malam tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Faktor Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana faktor-faktor sosial budaya mempengaruhi kejadian pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor sosial budaya yang mempengaruhi pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap terjadinya pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014. b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014. c. Untuk mengetahui hubungan faktor ekonomi terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014. d. Untuk mengetahui hubungan faktor adat istiadat dan kebudayaan terhadap pernikahan dini pada remaja usia 15-19 tahun di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi petinggi desa untuk merencanakan pengadaan kerjasama dengan instansi yang terkait instansi pendidikan, kesehatan, agama,