Perubahan Biotipe Pengendalian Wereng Coklat

3

2.3.1 Morfologi Wereng Coklat

Serangga wereng coklat berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm. Wereng coklat bersayap panjang dan wereng punggung putih berkembang ketika makanan tidak tersedia atau terdapat dalam jumlah terbatas. Wereng coklat dewasa bersayap panjang dapat menyebar sampai beratus-ratus kilometer

2.3.2 Serangan, Gejala dan Siklus Hidup

Wereng coklat secara langsung merusak tanaman padi karena nimfa dan imagonya mengisap cairan sel tanaman sehingga tanaman kering dan akhirnya mati. Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena serangan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa yang ditularkannya. Kerusakan berat yang disebabkan oleh wereng coklat terkadang ditemukan pada persemaian, tetapi sebagian besar menyerang pada saat tanaman padi masak menjelang panen. Bila tanaman padi muda terserang, menjadi berwarna kuning, pertumbuhan terhambat dan tanaman kerdil. Pada serangan yang parah keseluruhan tanaman menjadi putih, kering dan mati, perkembangan akar merana dan bagian bawah tanaman yang terserang menjadi terlapisi oleh jamur, yang berkembang pada sekresi embun madu serangga. Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi siklus hidup serangga. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi adalah suhu, menurut Pathak dan Khan dalam Widiastuti 2009 disebutkan bahwa setiap siklus hidup wereng coklat memiliki syarat kondisi iklim tertentu, yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Kondisi Lingkungan yang Dibutuhkan Hama Wereng Coklat Tahap Keterangan Batasan Telur -Suhu Batas Hamaimum 25 C-30 C Batas lethal untuk menetas 33 C Nimfa -Suhu Batas hamaimal untuk perkembangan 11,6 C- 27,7 C Batas rentan untuk perkembangan 30 C Dewasa -Suhu Batas Aktif 10 C-32 C Sumber: Widiastuti, 2009 Satu generasi siklus hidup dari hama wereng coklat berkisar antara 28 sampai 32 hari pada 25 C dan 23 hari pada 28 C. Mereka memiliki 3 tahapan periode dari siklus hidupnya yaitu, periode telur 8 sampai 10 hari, periode nimfa 12 sampai 14 hari, dan periode pre-oviposition 4 sampai 8 hari. Berdasarkan siklus hidup tersebut, dalam satu musim tanam akan terdapat 2 sampai 8 generasi hama wereng coklat. Pertumbuhan hama wereng coklat periode pasca embrio juga dipengaruhi oleh dinamika suhu udara. Pertumbuhan embrio hama wereng akan berhenti berkembang pada suhu dibawah 10 C, sedangkan puncak tumpukan telur pada 25 C. Periode tahapan telur juga sangat dipengaruhi suhu udara. Kisaran tahapan telur ialah: 26,7; 15,2; 8,2; 7,9 and 8,5 hari masing-masing pada suhu 15 C, 20 C, 25 C, 28 C dan 29 C. Kemampuan tumbuh hama wereng coklat pada fase nimfa dicapai pada suhu konstan 25 C. Kisaran fase nimfa kira-kira 18,2; 13,2; 12,6; 13,6 and 17 hari masing- masing pada suhu 20 C, 25 C, 29 C, 33 C and 35 C. Dapat disimpulkan bahwa periode terpendek yang diperlukan dari telur hingga fase nimfa adalah 20 hari pada suhu 27 C sampai 28 C dengan catatan bahwa ketahanan varietas tidak digunakan untuk makanan hama wereng. Suhu optimal untuk aktifitas normal wereng coklat macroptera jantan berkisar dari 9 C sampai 30 C, sedangkan untuk wereng coklat betina adalah 10 C sampai 32 C. Suhu selama fase nimfa dan dewasa sangat mempengaruhi usia hama. Sangat sulit untuk menentukan suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan dari populasi Nilaparvata lugens. Walaupun begitu dapat di estimasi bahwa suhu 28 C sampai 30 C dengan suhu yang rendah pada malam hari adalah suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan hama Susanti, 2008.

2.3.3 Perubahan Biotipe

Biotipe didefinisikan sebagai suatu populasi atau individu yang dapat dibedakan dari populasi atau individu lain bukan karena sifat morfologi, tetapi didasarkan kepada kemampuan adaptasi, perkembangan pada tanaman inang tertentu, daya tarik untuk makan, dan meletakkan telur. Sejak munculnya serangan wereng coklat di Indonesia pertama kali pada tahun 1930, wereng coklat terbukti mampu 4 beradaptasi secara terus menerus bila dipelihara pada suatu varietas dan mampu mematahkan ketahanan varietas serta menghilangkan daya seleksi varietas yang ditempatinya. Pergiliran varietas sangat diperlukan untuk mengendalikan wereng coklat Effendi, 1985. Perubahan biotipe wereng coklat terjadi melalui seleksi alam. Penggunaan insektisisa dapat mematikan musuh alami, tapi tidak mematikan telur dan nimfa wereng secara keseluruhan. Wereng yang selamat merupakan wereng yang secara genetik memang terseleksi dari lingkungan. Sejak diketahuinya ada wereng coklat pada tahun 1930 biotipe nol, muncul wereng coklat biotipe 1 pada tahun 1971. Pada tahun 1975, untuk menghadapi wereng biotipe 1 telah diintroduksi varietas IR26. Namun tahun 1976 terjadi ledakan wereng coklat yang disebabkan perubahan wereng coklat biotipe 1 ke wereng coklat biotipe 2. Pada tahun 1980, varietas IR42 dikenalkan untuk menghadapi wereng biotipe 2. Namun pada musim tanam 1981 1982 dilaporkan varietas IR42 telah terserang wereng coklat biotipe 3 di kabupaten Simalunggun – Sumatera Utara. Kemudian varietas padi IR 56 gen tahan Bph3 diperkenalkan pada 1983 dan IR64 gen tahan Bph1+ tahun 1986. Saat ini varietas IR64 lebih banyak digunakan petani karena mempunyai rasa nasi enak, produksi tinggi, dan tahan wereng coklat biotipe 3 Effendi, 2007.

2.3.4 Pengendalian Wereng Coklat

Dampak kerugian yang timbulkan oleh adanya serangan hama wereng coklat ini sangat merugikan petani. Pada beberapa kejadian serangan hama wereng coklat tanaman cukup dibasmi dengan pestisida, namun tidak jarang tanaman harus ditanam ulang. Hal ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi petani karena biaya penggarapan lahan dan sarana produksi yang petani menjadi bertambah. Namun jika serangan hama wereng coklat terjadi pada saat fase generatif atau pematangan, hal ini dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu, serangan hama wereng coklat ini perlu dikendalikan. Pengendalian wereng coklat dapat dilakukan dengan mencegah penyebaran dan perkembangbiakan hama tersebut. Langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah: 1 Melakukan pemantau secara rutin dan terjadwal. 2 Memusnahkan sisa tanaman yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa. 3 Menanam padi varietas unggul tahan hama. 4 Melakukan pemusnahan selektif terhadap padi yang terserang ringan. 5 Melakukan penyemprotan dengan insektisida. Dalam melakukan pemantauan secara rutin diperlukan sebuah model untuk mendeteksi serangan hama wereng batang coklat. 2.4 Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer MODIS MODIS merupakan instrumen utama yang terdiri dari satelit Terra EOS AM dan Aqua EOS PM, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration NASA serta dikelola oleh NASA Goddard Space Flight Center GSFC di Greenbelt, Maryland. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra EOS-AM1 berhasil diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999, sedangkan satelit Aqua EOS-PM1 diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. Satelit Terra mengelilingi bumi secara polar utara ke selatan melintasi equator pada pagi hari 10:30 waktu setempat, sedangkan satelit Aqua mengelilingi bumi dari selatan ke utara melintasi equator pada sore hari 13:30 waktu setempat. Lebar cakupan lahan the swath width pada permukaan bumi setiap putaran kedua satelit tersebut sekitar 2330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 bands, mulai panjang gelombang 0,405 - 14,835 μm. Secara rinci band gelombang MODIS dan kegunaan setiap band dapat dilihat pada Lampiran 1 Supriadi, 2008. Satelit MODIS merupakan pengembangan yang diturunkan dari NOAA Advanced Very High Resolution Radiometer AVHRR dan jalur orbit dari satelit ini lebih luas dalam menjangkau bagian-bagian penting bumi dibandingkan sensor terra lainnya. Sensor ini mengukur persen permukaan bumi yang ditutupi oleh awan setiap harinya. MODIS sangat ideal digunakan untuk memantau perubahan besar yang terjadi di biosfer. Instrumen dikalibrasi 5 secara berkala dengan menggunakan tiga metode, yakni diffuser surya, blackbody, dan peralatan kalibrasi spectroradiometrik NASA, 2010a. Satelit MODIS mengukur:  Suhu permukaan daratan dan lautan dan deteksi api;  Warna lautan sediment, phytoplankton;  Peta vegetasi global dan deteksi perubahan global  Karakteristik awan  Konsentrasi aerosol dan keadaannya  Suhu dan kelembaban;  Tutupan salju dan karakteristiknya NASA.gov Tabel 2. Spesifikasi MODIS Spesifikasi Keterangan Orbit : 705 km, 10:30 a.m. descending node Terra or 1:30 p.m. ascending node Aqua, sun- synchronous, near-polar, circular Scan Rate : 20.3 rpm, cross track Swath Dimension : 2330 km cross track by 10 km along track at nadir Telescope : 17.78 cm diam. off-axis, afocal collimated, with intermediate field stop Size : 1.0 x 1.6 x 1.0 m Weight : 228.7 kg Power : 162.5 W single orbit average Data Rate : 10.6 Mbps peak daytime; 6.1 Mbps orbital average Quantization: 12 bits Spatial Resolution : 250 m bands 1-2, 500 m bands 3-7, 1000 m bands 8-36 Design Life: 6 years Sumber: NASA, 2010b 2.4.1 Enhanced Vegetation Index EVI Indeks vegetasi merupakan besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan brightness beberapa kanal data sensor satelit. Pemantauan vegetasi dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kecerahan kanal cahaya merah red dan kanal cahaya inframerah dekat near infrared. Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan mebuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah dekat atau NIRRED adalah nilai suatu indeks vegetasi simple ratio. Algoritma indeks vegetasi dalam perkembangan ilmu remote sensing sudah mengalami banyak pengembangan diantaranya NDVI, SAVI, ARVI dan EVI. Algoritma NDVI Normalized Difference Vegetation Index merupakan algoritma yang biasa digunakan dalam memperoleh nilai indeks vegetasi, hal ini disebabkan karena nilai indeks vegetasi yang dihasilkan berkisar antara -1 non-vegetasi hingga 1 vegetasi, dengan persamaan: � � = [ NIR RED −1] [ NIR RED +1] ……………1 yang ekivalen dengan: � � = NIR −RED NIR +RED …………….2 Algoritma SAVI Soil-Adjusted Vegetation Index merupakan perbaikan dari NDVI untuk koreksi pantulan cahaya dari tanah, sedangkan algoritma ARVI Atmospherically Resistant Vegetation Index memperhitungkan hamburan cahaya biru di atmosfer terhadap nilai NDVI dan terakhir algoritma EVI Enhanced Vegetation Index merupakan pengembangan indeks vegetasi penurunan dari algoritma SAVI dan ARVI. Algoritma EVI lebih tahan terhadap pengaruh komposisi aerosol atmosfer dan pengaruh variasi warna tanah. Algoritma EVI dirumuskan dengan persamaan: EVI = ∗ �� − + �� + 1 + 2 …………3 Persamaan algoritma EVI pada persamaan 3 menggunakan informasi kanal cahaya biru agar tahan terhadap distorsi atmosfir. Variabel C 1 dan C 2 merupakan faktor pembobotan untuk mengatasi aerosol, sedangkan variabel L adalah faktor kalibrasi efek kanopi dan tanah, sedangkan G adalah faktor skala agar nilai EVI berada pada rentang antara -1 hingga 1. Nilai variabel L, C1, C2, dan G biasanya diberikan nilai masingmasing 1; 6; 7,5; dan 2,5 Algoritma EVI dirancang agar memiliki sensifitas yang lebih baik terhadap daerah sangat hijau subur dan lebat. Pada vegetasi yang rapat dense vegetation, nilai NDVI sudah tidak merespon pada level 0,8 saturasi, sedangkan EVI masih memiliki 6 respon. Nilai EVI MODIS memperhitungkan kanal biru pada kanal 3 dengan persamaan: EVI = � � 2 − � � 1 � � 2 + 1 × � � 1 + 2 × � � 3 + 1.5 + L …..4 Kanal 3 merupakan sensor cahaya biru untuk panjang gelombang antara 0,460-0,480 µm. Sudiana, 2008 Profil pertumbuhan padi selama musim tanam sampai panen dan kondisifase bera dapat dideteksi oleh data satelit. Profil tersebut diperoleh berdasarkan nilai EVI MODIS. Profil pertumbuhan tanaman padi berdasarkan EVI MODIS menunjukkan pola pertumbuhhan tanaman padi yang pada umumnya berbentuk lonceng agak simetris Gambar 2. Gambar 2. Profil Pertumbuhan Tanaman Padi berdasarkan EVI MODIS Sumber: Domiri, 2005

2.4.2 Suhu Permukaan Land Surface