1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tanaman padi merupakan tanaman serealia yang mampu memberikan energi dan
zat gizi, sehingga padi termasuk ke dalam golongan tanaman pangan. Seiring dengan
pertambahan penduduk, maka kebutuhan akan pangan pun akan semakin meningkat.
Pemerintah melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan produksi beras. Namun
pada kenyataannya peningkatan produksi padi mengalami berbagai hambatan. Salah
satu hambatan yang dialami adalah adanya serangan hama.
Hama tanaman merupakan salah satu kendala dalam penurunan produktivitas suatu
tanaman. Ledakan atau epidemi hama pada suatu pertanaman bukan merupakan kejadian
sebab akibat sederhana. Beberapa hipotesis penyebab ledakan hama adalah karena
adanya perubahan faktor fisik, perubahan genetis dan fisiologis, perubahan kualitatif
dan kuantitatif tanaman sifat oportunistik hama, hilangnya musuh alami atau kekebalan
hama terhadap sistem pertahanan pangan Berryman, 1987.
Salah satu hama utama pada tanaman padi ialah hama wereng coklat Nilapavarta
lugen. Hama ini juga dapat menularkan penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa.
Hama ini
mempunyai sifat
mudah membentuk
biotipe baru
yang dapat
mematahkan ketahanan
varietas yang
ditanam secara intensif dan terus menerus. Hal ini membuat pemberantasan hama ini
akan sulit
teratasi, sehingga
dapat mengancam
produktivitas padi
secara keseluruhan Effendi, 1985.
Perkembangbiakan hama wereng coklat sangat cepat. Seekor wereng coklat betina
mampu bertelur sebanyak 100-600 butir, dengan masa telur lebih kurang 8 hari. Masa
nimfa, sejak menetas sampai menjadi dewasa lebih kurang 18 hari. Siklus hidup wereng
coklat berkisar 28 hari. Akibat serangan wereng coklat ini petani dapat mengalami
gagal panen mencapai 80 dari total areal yang terserang. Serangan hama wereng coklat
ini harus dikendalikan dan dipantau secara berkala agar mengurangi kerugian yang
dialami oleh petani Sinartani.
Analisis daerah yang terserang wereng coklat dalam wilayah yang sangat luas
diperlukan suatu
metode agar
penanggulangan dapat dilakukan secara tepat dan efektif. Salah satunya adalah dengan
memanfaatkan teknologi remote sensing atau penginderaan jauh inderaja. Teknologi
remote sensing memungkinkan kita dapat menganalisis atau mengidentifikasi suatu
objek, tanpa kontak langsung dengan objek itu
sendiri. Salah
satu instrumen
penginderaan jauh untuk kegiatan pemantau kondisi lahan bervegetasi adalah Moderate
Resolution Imaging
Spectroradiometer MODIS. MODIS merupakan satelit yang
memiliki fungsi
sebagai pengamat
lingkungan bumi secara global earth observing system dengan tujuan akhir
memahami peranan
vegetasi secara
menyeluruh dengan bumi sebagai sebuah sistem.
Vegetation Index adalah ukuran empiris keberadaan suatu vegetasi pada permukaan.
Indeks vegatasi diperoleh dari respon spektral merah 0.6 - 0.7µm dan spektral inframerah
dekat 0.7 – 1.1µm. Indeks vegetasi MODIS
menghasilkan nilai spasial dan perbandingan temporal dari kondisi vegetasi secara global
sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pemantauan aktivitas fotosintesis vegetasi
daratan
dalam mendukung
proses perkembangan,
deteksi perubahan
dan interpretasi biofisika Huete et al, 1999.
Suhu permukaan merupakan salah satu parameter dalam instrumen remote sensing
yang sering
digunakan untuk
mendeskripsikan keadaan suatu permukaan. Suhu permukaan merupakan hasil kombinasi
dari interaksi antara permukaan – atmosfir
dan fluks energy antara atmosfir dan permukaan tanah Akhoondzadeh, 2008.
Analisis serangan hama wereng coklat dilakukan dengan pendekatan hubungan EVI
dan LST yang peka terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman,
suhu permukaan, dan penutupan lahan. Penelitian
ini menganalisis serangan hama wereng coklat yang terjadi di Kabupaten Indramayu,
hal tersebut dipilih karena Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra
produksi tanaman padi yang sering terjadi serangan hama wereng coklat.
1.2. Tujuan
Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui kemampuan deteksi serangan hama wereng coklat menggunakan data
satelit Terra MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer di Kabupaten
Indramayu.
2
II. II. TINJAUAN PUSTAKA