Tanaman Padi Oryza Sativa. Analisis Serangan Hama Wereng Coklat

2 II. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kabupaten Indramayu

Secara geografis Kabupaten Indramayu terletak pada 107 52 BT – 108 36 BT dan 6 14 LS – 6 40 LS. Wilayah Kabupaten Indramayu memiliki luas 204.011 Ha, dengan panjang garis pantai 114,1 Km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon sampai dengan Subang. Menurut data Bappeda Kabupaten Indramayu, sebesar 121.355 Ha 59,50 lahannya merupakan Sawah Irigasi, 12.420 Ha 06,09 lahan berupa Sawah Tadah Hujan, 32.310 Ha 15,75 berupa Perkebunan, 17.980 Ha 08,81 berupa Permukiman, 12.600 Ha 06,18 berupa Empang dan 7.526 Ha 03,67 lahan lainnya. Wilayah Kabupaten Indramayu sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa, serta sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Cirebon. Topografi wilayah di Kabupaten Indramayu pada umumnya berkisar antara 0- 18 meter diatas permukaan laut. Wilayah dataran rendahnya berkisar antara 0-6 meter diatas permukaan laut, berupa rawa, tambak, sawah, pekarangan dan lain sebagainya. Wilayah dataran rendah menempati bagian terluas dari total wilayah yang terletak di sebelah Utara dan Timur. Sebagian besar permukaan tanahnya berupa dataran dengan kemiringan antara 0 - 2 seluas 201.285 Ha, tau 96,03 dari total luas wilayah. Kabupaten Indramayu termasuk beriklim tropis tipe D iklim sedang dalam klasifikasi Schmidt dan Ferguson, dengan karakter:  Suhu udara harian berkisar antara 22,9 C – 30 C dengan suhu udara rata-rata tertinggi mencapai 32 C dan terendah 22,9 C.  Kelembaban udara 70 – 80.  Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.587 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan sebanyak 91 hari.  Curah hujan tertinggi kurang lebih 2.008 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 84 hari, sedangkan curah hujan terendah kurang lebih 1.063 mm dengan jumlah hari hujan 68 hari.  Angin barat dan angin timur bertiup secara bergantian setiap 5-6 bulan sekali. Data BPS Kabupaten Indramayu tahun 2009, menyebutkan bahwa mata pencaharian utama penduduk Indramayu sebagian besar bekerja di sektor pertanian 41 dan sektor perdagangan 22, sedangkan sisanya bekerja di sektor industri 9, sektor jasa 14 dan jenis pekerjaan lainya 14.

2.2 Tanaman Padi Oryza Sativa.

Tanaman padi merupakan salah satu tanaman budaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi termasuk dalam suku padi- padian atau Poaceae. Periode pertumbuhan tanaman padi terdiri dari 2 fase, yaitu fase vegetatif dan fase generatif reproduktif. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan yang menghasilkan organ-organ vegetatif seperti akar, batang dan daun tunas. Sedangkan fase generatif menghasilkan organ-organ generatif seperti malai, gabah dan bunga. Fase generatif reproduktif terdiri dari beberapa periode, yaitu periode pra- bunga dan pasca berbunga. Periode pasca berbunga ini disebut juga sebagai periode pemasakan, sehingga dengan alasan tersebut para ahli ada yang membagi pertumbuhan padi dalam 3 periode, yaitu fase vegetatif, fase generatif dan pemasakan. Manurung, 1988

2.3 Hama Wereng Coklat

Hama merupakan hewan dalam jumlah tertentu yang menjadi perusak, penyebar penyakit dan pengganggu suatu tanaman budidaya, sehingga merugikan keberlangsungan budidaya tersebut. Wereng Batang Coklat Gambar 1 merupakan serangga yang termasuk dalam ordo Hemiptera subordo Auchenorryncha, famili Delpaciadea dengan nama latin Nilaparvata lugens. Sejak tahun 1970 keberadaan Hama Wereng Coklat atau Brown Planthopper ini menjadi penting karena persebarannya luas di Indonesia dan menyebabkan tanaman padi hopperburn Siklus hidup wereng coklat ini terdiri dari beberapa tahapan yang terdiri dari telur, nimfa, dan imago Kalshoven, 1981. Gambar 1. Wereng Coklat 3

2.3.1 Morfologi Wereng Coklat

Serangga wereng coklat berukuran kecil, panjang 0,1-0,4 cm. Wereng coklat bersayap panjang dan wereng punggung putih berkembang ketika makanan tidak tersedia atau terdapat dalam jumlah terbatas. Wereng coklat dewasa bersayap panjang dapat menyebar sampai beratus-ratus kilometer

2.3.2 Serangan, Gejala dan Siklus Hidup

Wereng coklat secara langsung merusak tanaman padi karena nimfa dan imagonya mengisap cairan sel tanaman sehingga tanaman kering dan akhirnya mati. Kerusakan secara tidak langsung terjadi karena serangan penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa yang ditularkannya. Kerusakan berat yang disebabkan oleh wereng coklat terkadang ditemukan pada persemaian, tetapi sebagian besar menyerang pada saat tanaman padi masak menjelang panen. Bila tanaman padi muda terserang, menjadi berwarna kuning, pertumbuhan terhambat dan tanaman kerdil. Pada serangan yang parah keseluruhan tanaman menjadi putih, kering dan mati, perkembangan akar merana dan bagian bawah tanaman yang terserang menjadi terlapisi oleh jamur, yang berkembang pada sekresi embun madu serangga. Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi siklus hidup serangga. Salah satu faktor iklim yang mempengaruhi adalah suhu, menurut Pathak dan Khan dalam Widiastuti 2009 disebutkan bahwa setiap siklus hidup wereng coklat memiliki syarat kondisi iklim tertentu, yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Kondisi Lingkungan yang Dibutuhkan Hama Wereng Coklat Tahap Keterangan Batasan Telur -Suhu Batas Hamaimum 25 C-30 C Batas lethal untuk menetas 33 C Nimfa -Suhu Batas hamaimal untuk perkembangan 11,6 C- 27,7 C Batas rentan untuk perkembangan 30 C Dewasa -Suhu Batas Aktif 10 C-32 C Sumber: Widiastuti, 2009 Satu generasi siklus hidup dari hama wereng coklat berkisar antara 28 sampai 32 hari pada 25 C dan 23 hari pada 28 C. Mereka memiliki 3 tahapan periode dari siklus hidupnya yaitu, periode telur 8 sampai 10 hari, periode nimfa 12 sampai 14 hari, dan periode pre-oviposition 4 sampai 8 hari. Berdasarkan siklus hidup tersebut, dalam satu musim tanam akan terdapat 2 sampai 8 generasi hama wereng coklat. Pertumbuhan hama wereng coklat periode pasca embrio juga dipengaruhi oleh dinamika suhu udara. Pertumbuhan embrio hama wereng akan berhenti berkembang pada suhu dibawah 10 C, sedangkan puncak tumpukan telur pada 25 C. Periode tahapan telur juga sangat dipengaruhi suhu udara. Kisaran tahapan telur ialah: 26,7; 15,2; 8,2; 7,9 and 8,5 hari masing-masing pada suhu 15 C, 20 C, 25 C, 28 C dan 29 C. Kemampuan tumbuh hama wereng coklat pada fase nimfa dicapai pada suhu konstan 25 C. Kisaran fase nimfa kira-kira 18,2; 13,2; 12,6; 13,6 and 17 hari masing- masing pada suhu 20 C, 25 C, 29 C, 33 C and 35 C. Dapat disimpulkan bahwa periode terpendek yang diperlukan dari telur hingga fase nimfa adalah 20 hari pada suhu 27 C sampai 28 C dengan catatan bahwa ketahanan varietas tidak digunakan untuk makanan hama wereng. Suhu optimal untuk aktifitas normal wereng coklat macroptera jantan berkisar dari 9 C sampai 30 C, sedangkan untuk wereng coklat betina adalah 10 C sampai 32 C. Suhu selama fase nimfa dan dewasa sangat mempengaruhi usia hama. Sangat sulit untuk menentukan suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan dari populasi Nilaparvata lugens. Walaupun begitu dapat di estimasi bahwa suhu 28 C sampai 30 C dengan suhu yang rendah pada malam hari adalah suhu yang paling nyaman untuk pertumbuhan dan perkembangan hama Susanti, 2008.

2.3.3 Perubahan Biotipe

Biotipe didefinisikan sebagai suatu populasi atau individu yang dapat dibedakan dari populasi atau individu lain bukan karena sifat morfologi, tetapi didasarkan kepada kemampuan adaptasi, perkembangan pada tanaman inang tertentu, daya tarik untuk makan, dan meletakkan telur. Sejak munculnya serangan wereng coklat di Indonesia pertama kali pada tahun 1930, wereng coklat terbukti mampu 4 beradaptasi secara terus menerus bila dipelihara pada suatu varietas dan mampu mematahkan ketahanan varietas serta menghilangkan daya seleksi varietas yang ditempatinya. Pergiliran varietas sangat diperlukan untuk mengendalikan wereng coklat Effendi, 1985. Perubahan biotipe wereng coklat terjadi melalui seleksi alam. Penggunaan insektisisa dapat mematikan musuh alami, tapi tidak mematikan telur dan nimfa wereng secara keseluruhan. Wereng yang selamat merupakan wereng yang secara genetik memang terseleksi dari lingkungan. Sejak diketahuinya ada wereng coklat pada tahun 1930 biotipe nol, muncul wereng coklat biotipe 1 pada tahun 1971. Pada tahun 1975, untuk menghadapi wereng biotipe 1 telah diintroduksi varietas IR26. Namun tahun 1976 terjadi ledakan wereng coklat yang disebabkan perubahan wereng coklat biotipe 1 ke wereng coklat biotipe 2. Pada tahun 1980, varietas IR42 dikenalkan untuk menghadapi wereng biotipe 2. Namun pada musim tanam 1981 1982 dilaporkan varietas IR42 telah terserang wereng coklat biotipe 3 di kabupaten Simalunggun – Sumatera Utara. Kemudian varietas padi IR 56 gen tahan Bph3 diperkenalkan pada 1983 dan IR64 gen tahan Bph1+ tahun 1986. Saat ini varietas IR64 lebih banyak digunakan petani karena mempunyai rasa nasi enak, produksi tinggi, dan tahan wereng coklat biotipe 3 Effendi, 2007.

2.3.4 Pengendalian Wereng Coklat

Dampak kerugian yang timbulkan oleh adanya serangan hama wereng coklat ini sangat merugikan petani. Pada beberapa kejadian serangan hama wereng coklat tanaman cukup dibasmi dengan pestisida, namun tidak jarang tanaman harus ditanam ulang. Hal ini menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi petani karena biaya penggarapan lahan dan sarana produksi yang petani menjadi bertambah. Namun jika serangan hama wereng coklat terjadi pada saat fase generatif atau pematangan, hal ini dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu, serangan hama wereng coklat ini perlu dikendalikan. Pengendalian wereng coklat dapat dilakukan dengan mencegah penyebaran dan perkembangbiakan hama tersebut. Langkah- langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah: 1 Melakukan pemantau secara rutin dan terjadwal. 2 Memusnahkan sisa tanaman yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa. 3 Menanam padi varietas unggul tahan hama. 4 Melakukan pemusnahan selektif terhadap padi yang terserang ringan. 5 Melakukan penyemprotan dengan insektisida. Dalam melakukan pemantauan secara rutin diperlukan sebuah model untuk mendeteksi serangan hama wereng batang coklat. 2.4 Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer MODIS MODIS merupakan instrumen utama yang terdiri dari satelit Terra EOS AM dan Aqua EOS PM, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration NASA serta dikelola oleh NASA Goddard Space Flight Center GSFC di Greenbelt, Maryland. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra EOS-AM1 berhasil diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999, sedangkan satelit Aqua EOS-PM1 diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. Satelit Terra mengelilingi bumi secara polar utara ke selatan melintasi equator pada pagi hari 10:30 waktu setempat, sedangkan satelit Aqua mengelilingi bumi dari selatan ke utara melintasi equator pada sore hari 13:30 waktu setempat. Lebar cakupan lahan the swath width pada permukaan bumi setiap putaran kedua satelit tersebut sekitar 2330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 bands, mulai panjang gelombang 0,405 - 14,835 μm. Secara rinci band gelombang MODIS dan kegunaan setiap band dapat dilihat pada Lampiran 1 Supriadi, 2008. Satelit MODIS merupakan pengembangan yang diturunkan dari NOAA Advanced Very High Resolution Radiometer AVHRR dan jalur orbit dari satelit ini lebih luas dalam menjangkau bagian-bagian penting bumi dibandingkan sensor terra lainnya. Sensor ini mengukur persen permukaan bumi yang ditutupi oleh awan setiap harinya. MODIS sangat ideal digunakan untuk memantau perubahan besar yang terjadi di biosfer. Instrumen dikalibrasi 5 secara berkala dengan menggunakan tiga metode, yakni diffuser surya, blackbody, dan peralatan kalibrasi spectroradiometrik NASA, 2010a. Satelit MODIS mengukur:  Suhu permukaan daratan dan lautan dan deteksi api;  Warna lautan sediment, phytoplankton;  Peta vegetasi global dan deteksi perubahan global  Karakteristik awan  Konsentrasi aerosol dan keadaannya  Suhu dan kelembaban;  Tutupan salju dan karakteristiknya NASA.gov Tabel 2. Spesifikasi MODIS Spesifikasi Keterangan Orbit : 705 km, 10:30 a.m. descending node Terra or 1:30 p.m. ascending node Aqua, sun- synchronous, near-polar, circular Scan Rate : 20.3 rpm, cross track Swath Dimension : 2330 km cross track by 10 km along track at nadir Telescope : 17.78 cm diam. off-axis, afocal collimated, with intermediate field stop Size : 1.0 x 1.6 x 1.0 m Weight : 228.7 kg Power : 162.5 W single orbit average Data Rate : 10.6 Mbps peak daytime; 6.1 Mbps orbital average Quantization: 12 bits Spatial Resolution : 250 m bands 1-2, 500 m bands 3-7, 1000 m bands 8-36 Design Life: 6 years Sumber: NASA, 2010b 2.4.1 Enhanced Vegetation Index EVI Indeks vegetasi merupakan besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan brightness beberapa kanal data sensor satelit. Pemantauan vegetasi dilakukan dengan cara membandingkan tingkat kecerahan kanal cahaya merah red dan kanal cahaya inframerah dekat near infrared. Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan mebuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Nilai perbandingan kecerahan kanal cahaya merah dengan cahaya inframerah dekat atau NIRRED adalah nilai suatu indeks vegetasi simple ratio. Algoritma indeks vegetasi dalam perkembangan ilmu remote sensing sudah mengalami banyak pengembangan diantaranya NDVI, SAVI, ARVI dan EVI. Algoritma NDVI Normalized Difference Vegetation Index merupakan algoritma yang biasa digunakan dalam memperoleh nilai indeks vegetasi, hal ini disebabkan karena nilai indeks vegetasi yang dihasilkan berkisar antara -1 non-vegetasi hingga 1 vegetasi, dengan persamaan: � � = [ NIR RED −1] [ NIR RED +1] ……………1 yang ekivalen dengan: � � = NIR −RED NIR +RED …………….2 Algoritma SAVI Soil-Adjusted Vegetation Index merupakan perbaikan dari NDVI untuk koreksi pantulan cahaya dari tanah, sedangkan algoritma ARVI Atmospherically Resistant Vegetation Index memperhitungkan hamburan cahaya biru di atmosfer terhadap nilai NDVI dan terakhir algoritma EVI Enhanced Vegetation Index merupakan pengembangan indeks vegetasi penurunan dari algoritma SAVI dan ARVI. Algoritma EVI lebih tahan terhadap pengaruh komposisi aerosol atmosfer dan pengaruh variasi warna tanah. Algoritma EVI dirumuskan dengan persamaan: EVI = ∗ �� − + �� + 1 + 2 …………3 Persamaan algoritma EVI pada persamaan 3 menggunakan informasi kanal cahaya biru agar tahan terhadap distorsi atmosfir. Variabel C 1 dan C 2 merupakan faktor pembobotan untuk mengatasi aerosol, sedangkan variabel L adalah faktor kalibrasi efek kanopi dan tanah, sedangkan G adalah faktor skala agar nilai EVI berada pada rentang antara -1 hingga 1. Nilai variabel L, C1, C2, dan G biasanya diberikan nilai masingmasing 1; 6; 7,5; dan 2,5 Algoritma EVI dirancang agar memiliki sensifitas yang lebih baik terhadap daerah sangat hijau subur dan lebat. Pada vegetasi yang rapat dense vegetation, nilai NDVI sudah tidak merespon pada level 0,8 saturasi, sedangkan EVI masih memiliki 6 respon. Nilai EVI MODIS memperhitungkan kanal biru pada kanal 3 dengan persamaan: EVI = � � 2 − � � 1 � � 2 + 1 × � � 1 + 2 × � � 3 + 1.5 + L …..4 Kanal 3 merupakan sensor cahaya biru untuk panjang gelombang antara 0,460-0,480 µm. Sudiana, 2008 Profil pertumbuhan padi selama musim tanam sampai panen dan kondisifase bera dapat dideteksi oleh data satelit. Profil tersebut diperoleh berdasarkan nilai EVI MODIS. Profil pertumbuhan tanaman padi berdasarkan EVI MODIS menunjukkan pola pertumbuhhan tanaman padi yang pada umumnya berbentuk lonceng agak simetris Gambar 2. Gambar 2. Profil Pertumbuhan Tanaman Padi berdasarkan EVI MODIS Sumber: Domiri, 2005

2.4.2 Suhu Permukaan Land Surface

TemperatureLST Suhu Permukaan merupakan salah satu komponen penting dalam mengetahui keadaan fisik permukaan dalam remote sensing. Menurut Dousset dan Gourmelon 2003 suhu permukaan dapat menyediakan informasi penting mengenai kondisi fisik permukaan dan iklim yang memiliki peranan dalam proses alam. Suhu permukaan mendeskripsikan panas permukaan bumi yang dirasakan jika kita menyentuh permukaan tersebut. Berdasar sudut pandang satelit “permukaan” merupakan segala sesuatu yang terlihat diatas tanah, dapat berupa salju dan es, tanaman, atap bangunan ataupun daun didalam kanopi hutan. Suhu permukaan sangat berbeda dengan suhu udara yang termasuk dalam laporan harian. Kisaran suhu permukaan pada satelit MODIS mulai dari -25 C biru tua sampai 45 C kuning pink. Pada lintang tengah sampai tinggi, suhu permukaan tanah bervariasi sepanjang tahun, akan tetapi daerah khatulistiwa cenderung tetap konsisten hangat, sedangkan antartika dan greenland tetap kosisten dingin. Ketinggian suatu permukaan juga berpengaruh penting dalam suhu permukaan, barisan pegunungan di utara Amerika lebih dingin dibandingkan daerah lain pada lintang yang sama. NASA, 2010c Suhu permukaan merupakan suhu bagian terluar dari suatu objek. Suhu permukaan suatu objek tidak sama, bergantung pada sifat fisik permukaan objek. Sifat fisik objek tersebut adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang tinggi sedangkan konduktivitas thermalnya rendah maka suhu permukaannya akan menurun, contohnya pada permukaan tubuh air. Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang rendah dan konduktivitas thermalnya tinggi maka suhu permukaan akan meningkat, contohnya pada permukaan darat Sutanto, 1986. Stefan-Boltzmann mendefinisikan hubungan radiasi dengan suhu permukaan dinyatakan dalam rumus : =  .  . 4 …………..5 Keterangan : F : Limpahan radiasi MJ m2 hari ε : Emisivitas permukaan ε =1, pada benda hitam σ: Tetapan Stefan-Boltzmann 5,6710-8 Wm2K4 Ts: Suhu permukaan K Pada satelit MODIS untuk mengukur radiasi dan emisivitas permukaan menggunakan band 31 10.780 - 11.280µm dan 32 11.770 - 12.270 µm. Kedua band tersebut merupakan gelombang inframerah jauh, yang biasa digunakan untuk mengukur radiasi suhu permukaan dengan persamaan: = 1 + 2 1 −� � + 3 ∆� � 2 31 + 32 2 + 1 + 2 1 −� � + 3 ∆� � 2 31 + 32 2 + ………6 dimana, ∆� = � 31 − � 32 dan � = 0,5� 31 + � 32 merupakan selisih dan rata-rata dari emisivitas permukaan dalam band 31 dan 32. 31 dan 32 merupakan kecerahan suhu dari band 31 dan 32. Koefisien 1 , 2 , 3 , 1 , 2 , 3 di dapat dari interpolasi regresi linier dari simulasi data pengiriman radiasi yang cakupan luas permukaan dan kondisi atmosfer Akhoondzadeh, 2008. 7

2.5 Analisis Serangan Hama Wereng Coklat

menggunakan Parameter Iklim Penyebab terjadinya serangan hama sangat berfluktuatif dengan dinamika iklim. Peubah iklim yang mempengaruhi meluasnya serangan hama wereng coklat diketahui dengan cara menghitung nilai korelasi pearson antara luas serangan hama wereng coklat dengan parameter iklim seperti curah hujan, suhu udara maksimum, suhu udara minimum, kelembaban udara maksimum dan kelembaban udara minimum. Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter iklim berkorelasi cukup baik dengan luas serangan hama wereng coklat hanya pada kejadian tahun 1998, yaitu saat anomali iklim la-nina terjadi. Parameter iklim yang mempunyai korelasi lebih dari 0.4 adalah : curah hujan, suhu maksimum, suhu maksimum 2 minggu sebelum kejadian, suhu minimum, suhu minimum 2 minggu, 4 minggu dan 6 minggu sebelum kejadian, kelembaban maksimum, kelembaban minimum, kelembaban minimum 2 minggu sebelum kejadian, kelembaban rata-rata, dan kelembaban rata- rata 2 minggu sebelum kejadian Susanti, 2008.

2.6 Analisis Serangan Hama Wereng Coklat Menggunakan Hubungan EVI