Tradisi Uang Japuik diperantauan Kutabumi

46

BAB IV TRADISI

UANG JAPUIK BAGI MASYARAKAT PARIAMAN PERANTAUAN DALAM MENJAGA STATUS SOSIAL LAKI-LAKI

A. Tradisi Uang Japuik diperantauan Kutabumi

Merantau untuk jelasnya berarti migrasi, tetapi merantau adalah type khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan kedalam bahasa inggris atau bahasa barat manapun. Merantau adalah istilah Melayu, Indonesia dan Minangkabau yang sama arti dan pemakaiannya dengan akar kata “rantau”. Rantau menurut Winstedt, Iskandar dan Purwadaminta ialah kata benda daratan rendah atau daerah aliran sungai, biasanya terletak dekat ke bagian dari daerah pesisir. 1 Sistem atau tradisi marantaunya orang Minangkabau kemanapun mereka pergi selalu menghindari diri konflik. Mereka selalu mendahulukan keseragaman, kesepahaman dan kesediaan untuk bekerjasama karena itu orang Minangkabau bisa diterima dimana-mana. 2 Para perantau asal Sumatera Barat, termasuk perantau dari Pariaman, juga membawa tradisi dari daerah asalnya termasuk tradisi perkawinan. Secara garis besar tradisi perkawinan orang Pariaman di Kutabumi masih mengikuti tradisi uang japuik. Walaupun banyak ditemukan penyederhanaan dan perubahan dari 1 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1984, h. 2. 2 Wawancara pribadi dengan Mochtar Naim Sosiolog, Antropolog dan Budayawan Minangkabau, Ciputat, 20 Agustus 2016 47 tradisi awalnya. Sebagaimana dikemukakan Sutan Awaluddin. 3 “proses adat dalam tradisi uang japuik ini tidak dilaksanakan di daerah rantau akan tetapi dilaksanakan oleh ninik mamak dan pemuka adat yang berada di kampuang kemudian setelah tercapai kesepakatan uang japuik antara ninik mamak kedua belah pihak baru kemudian bisa dilaksanakan di rantau. Jadi ninik mamak tidak dihadirkan di rantau melainkan mamak sebagai utusan atau perpanjangan tangan dari ninik mamak itu sendiri”. Dewasa ini, sebagai mamak yang bertanggungjawab terhadap kemenakan perempuan, khususnya dalam mencarikan pasangan hidup yang baik untuk kemenakan dan sepadan dengan keluarganya. Mungkin hal ini jarang kita jumpai di daerah perantauan. Mengingat kemenakan itu sendiri lebih aktif dan selektif dalam menentukan pasangan hidup yang baik baginya. Inilah yang kemudian dalam rangkaian tradisi perkawinan Pariaman tidak bagi orang Pariaman yang menemukan jodohnya di rantau. Menurut Ketua Perkumpulan Keluarga Daerah Pariaman PKDP di Kutabumi, Asril menjelaskan. 4 “jikalau ada orang Pariaman yang berjodoh di rantau, perundingan itu bisa dilaksanakan di Rantau dengan kesepakatan niniak mamak dan keluaragakedua belah pihak. Karena untuk menghadirkan niniak mamak ke rantau tentu juga menambah biaya yang akan dikeluarkan. Akan lebih hemat hanya mamak saudara laki-laki dari ibu yang melakukan perundingan tersebut. Tapi bisa jadi ketika hari baralek perhelatan akan di hadirkan niniak mamak ”. Kemudian jika kita telaah lebih dalam lagi, salah satu hal yang menarik dalam tradisi uang japuik ini untuk menjaga harkat dan martabat suatu keluarga, seandainya ditemukan suatu kendala dalam menetapkan uang japuik misalnya keberatan pihak perempuan untuk membayar uang yang ditawarkan pihak laki- laki sebagai panjapuik maka pihak laki-laki menalangi uang tersebut. Hal ini 3 Wawancara pribadi dengan Sutan Awaluddin Tokoh Adat, Tangerang, 23 Maret 2016. 4 Wawancara pribadi dengan Asril Caniago Ketua PKDP Kutabumi, Tangerang 23 Maret 2016. 48 sering disebut kesepakatan dibawah meja. 5 Karena uang japuik ini merupakan bagian dari adat yang harus di isi sebagai mana pepatah “adat nan panuah ka ateh adat nan panuah kabawah” artinya adat istiadat itu sifat kondisional tergantung kesepakatan kedua belah pihak ninik mamak dan keluarga besar. 6 Pada dasarnya setiap masyarakat dalam kehidupannya akan mengalami perubahan-perubahan, demikian juga dengan kehidupan bersama manusia. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila dilakukan perbandingan, artinya menelaah keadaan suatu masyarakat pada waktu tertentu dan kemudian membandingkannya dengan keadaan masyarakat itu pada masa yang lalu. Salah seorang tokoh adat Pariaman menyampaikan bahwa dalam perkawinan Pariaman di rantau, khususnya di Kutabumi, tradisi pemberian uangjapuik ini masih dilaksanakan. Namun pelaksanaanya tidak seketat di daerah asalnya. Sebab di rantau terdapat berbagai macam budaya baik itu dari pribumi, Jawa, Sunda, Betawi dan termasuk Minangkabau itu sendiri, maka untuk saling menghormati sesama perantau pelaksanaannya tidak perlu berlebihan sekedar mengisi adat saja . Seperti dalam pepatah Minangkabaudibunyikan “adaik diisi, limbago dituang ” artinya yang namanya adat harus dilaksanakan. Uang japuik diberikan bila terjadi perkawinan antara dua orang perantau asal Pariaman. Hal ini bersifat wajib untuk menghargai ninik mamak. Bila perkawinan terjadi antara laki-laki Pariaman dan wanita yang bukan berasal dari 5 Wawancara pribadi dengan Sutan Awaluddin Tokoh Adat, Tangerang, 23 Maret 2016. 6 Wawancara pribadi dengan Agusti Esden PP PKDP Jakarta, Tanggerang, 19 September 2016. 49 Pariaman, maka pemberian uang japuik sendiri tergantung keluarga kedua belah pihak, apakah tetap dilaksanakan atau tidak”. 7 Oleh karena itu, akan timbulberbagai variasi yang bisa terjadi dalam tradisi ini tergantung pada latarbelakang tradisi tersebut dilaksanakan. Variasi yang ditemukan akan berbeda mereka yang masih ada kontak di kampuang dengan tidak atau tergantung kepada sudah berapa mereka migrasi, apakah hanya kesana saja atau sebelumnya sudah kemana-mana. Jangankan di rantau, bermacam variasi juga bisa terjadi di pariaman itu sendiri juga. Hematnya sampai kemana nilai budaya pariaman itu akan dibawa dalam proses migrasi. 8

B. Hubungan Antara Besarnya Uang Japuik Dengan Status Sosial Laki-Laki