Dispersal Amphibia pada Kawasasan PT. KSI

sawit ini memiliki kelimpahan tidak umum namun lebih baik dari sebagian besar spesies yang ada lainnya. Ancaman yang paling nyata bagi L. blyhtii di kawasan ini adalah pemanenan, masyarakat memanfaatkannya sebagai sumber protein hewani dan menjual ke pasaran bila harganya sedang bagus. pada Sungai Jujuan yang lokasinya dekat dengan pemukiman dan kerap menjadi lokasi pemanenan L. blythii yang ditemukan memiliki SVL dibawah 15 cm, sementara pada Sungai Suir ukuran SVL spesies ini dapat mencapai lebih dari 15 cm. Dibutuhkan sosialiasi lebih mendalam kepada masyarakat mengenai pemahaman konsep HCVF untuk menekan angka perburuan, pendekatan kesehatan juga patut dilakukan mengingat parasit pada amphibia juga dapat menginfeksi manusia. Amphibia banyak ditemukan pada bagian semak pakisan dan genangan air tepi jalan, kebiasaan membuat piringan sawit dari pelepah sawit juga turut menyediakan mikrohabitat bagi amphibia. Pada bagian semak yang telah lama disemprot dan yang tidak dibersihkan amphibia lebih banyak. Penyemprotan gulma akan menyebabkan amphibia kehilangan mikrohabitat, genangan air pada tepi jalan yang digunakan sebagai pencampur pestisida atau herbisida dapat membahayakan telur dan berudu dari amphibia, kebijakan perusahaan melarang tindakan ini sebagai bagian dari aplikasi RSPO. Penyemprotan berlebihan berbahaya bagi amphibia karena sensitifitasnya terhadap pengaruh lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan populasi, merusak rantai makanan dan proses ekologi, akan menimbulkan efek negatif seperti ledakan populasi hama dalam perkebunan itu sendiri. pembersihan pada lantai perkebunan dengan pembasmian gulma dan sisa pelepah sawit akan mempengaruhi komunitas amphibia, aktifitas ini menyebabkan hilangnya mikrohabitat bagi amphibia. Keberadaan amphibia dalam perkebunan memiliki nilai positif. Arti penting amphibia pada perkebunan sawit, menjaga stabilnya jaringan makanan, amphibia adalah pemakan segala jenis serangga termasuk serangga hama bagi perkebunan, secara tidak langsung amphibia turut sebagai organisme pengendali hama. Amphibia sebagai indikator pencemaran perairan, ular juga memangsa amphibia menjaga populasi ular stabil, menekan populasi tikus yang merupakan hama sawit. potensi ini harus di gali agar konservasi amphibia juga diperhatikan dalam pengelolaan. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengkaji nilai penting keberadaan amphibia dalam perkebunan kelapa sawit terhadap fungsinya sebagai bagian dari perkebunan itu sendiri. Penggalian ini akan mempermudah upaya konservasi bagi amphibia karena ada imbal balik yang saling menguntungkan. Penting untuk diperhatikan pada perkebunan baru yang mengadopsi pendekatan HCVF akan dibuka atau perluasan lahan, agar hutan yang telah didelineasi sebagai kawasan bernilai konservasi agar benar-benar dijaga dalam bentuk aslinya, karena seringkali dilapangan kawasan HCVF yang ada berupa hutan yang memiliki sejarah logging yang parah. Sehingga satwa interior hutan yang rentan akan terlebih dahulu punah dan kelimpahannya turun drastis, ketika pengelolaannya baru diupayakan. Kemudian koneksi antar HCVF penting bagi keberlangsungan hidup satwa, memungkinkan terjadinya interaksi antar populasi akan menjaga kestabilan genetik. Pengertian koneksi bukan hanya sekedar menghubungkan habitat dengan habitat lainnya dengan koridor, tetapi juga mengenai keefektifan dari koridor itu sendiri akan menentukan derajat konektivitasnya.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut; 1. Area inti pada habitat aquatik memiliki tingkat kesamaan keanekaragaman jenis dengan koridor lebih tinggi dibandingkan dengan area inti terestrial dalam rentang 52,68-72,44. Sedangkan area inti terestrial hanya memiliki tingkat kesamaan jenis dibawah nol. Tidak ada korelasi yang signifikan antara keanekaragaman amphibia dengan jarak dari area inti pada koridor namun berbeda nyata pada matriks. 2. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada keanekaragaman jenis antara koridor yang terpapar dan tidak terpapar dengan area inti serta pada bagian hulu dan hilir dari koridor. 3. Amphibia yang mampu berdispersal umumnya merupakan amphibia yang memiliki relung ekologi yang lebar dan di dominasi spesies akuatik. Dapat dibagi menjadi dua kelompok: Pertama, kelompok yang hanya terbatas bergerak pada dua elemen yaitu area inti-koridor R. picturata, area inti- matriks P. leucomystax, Polypedates sp, L. wayseputiense dan M, heymonsi, Matriks-koridor F. cancrivora, F. limnocaris dan R. nicobariensis; Kedua, kelompok yang mampu bergerak pada semua elemen B. asper, R. erytharaea, R. hosii, R. parvaccola, R. raniceps, L. blythii, L. crybetus, L. microdiscus dan L. kuhlii.

6.2. Saran

Penelitian mengenai dispersal dengan pendekatan genetika hendaknya didorong untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan aliran gen dapat ditelusuri sehingga jalur dispersal yang digunakan dapat terpetakan dengan baik. Disarankan untuk studi selanjutnya hendaknya menguji pengaruh ukuran fragmen habitat, bentuk, derajat isolasi, kualitas habitat, heterogenitas, komposisi komunitas dan proses ekologi terhadap kemampuan dispersal amphibia. DAFTAR PUSTAKA Abdullah SA, Nakagoshi N. 2007. Forest fragmentation and its correlation to human land use change in The State of Selangor, Peninsular Malaysia. Forest Ecology and Management 241: 39-48. Alimi T. 2011. Trade and Environment Dimensions in the Food and Food Processing Industries in Asia and the Pacific: A Country Case Study of Indonesia . Proceeding Workshop on Trade, Environment and Sustainable Development for Policy. Acra, 24-26 January 2011. Andrews KM. Gibbons JW, Jochimsen. 2008. Ecological Effects of Roads on Amphibians and Reptiles: A Literature Review . Di dalam: Mtchell JC, Brown RE, Bartholomew B. editor. Herpetological Conservation. The Society for The Study Amphibians and reptiles Urban Herpetology hlm 121-143. Bascompte J, Sole RV. 1996. Habitat fragmentation and extinction threshold in spatially explicit model. Journal of Animal Ecology 65:465-473. [Baristand Padang] Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang. 2011. Hasil Pengujian Air Sungai Kawasan PT. Kencana Sawit Indonesia . Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang. Padang. Beier P, Noss RF. 1998. Do habitat corridor provide connectivity. Conservation Biology 126:1241-1252. Begon M, Townsend CR, Harper JL. Ecology Fram Individual to Ecosystems 4th Edition . Blackwell Publishing Ltd. Oxford. UK. Bender DJ, Contretras TA, Fahrig L. 1998. Habitat loss and population decline: a meta-analysis of potongan size effect. Ecology 79:517:533. Benedick S, Hill JK, Mustaffa N, Chey VK, Maryati M, Searle JB, Schilthuizen M, Hamer KC . 2006. Impacts of rain forest fragmentation on butterflies in northern borneo: species richness, turnover and the value of small fragments. J. Appl. Ecol. 43:967–977. Bennett AF. 2003. Linkages in the Landscape: The Role of Corridors and Connectivity in Wildlife Conservation . IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. Bickel TO, Bruhl CA, Gadau J, Holldobler B, Linsenmair KE. 2005. Influence of habitat fragmentation on the genetic variability in leaf litter ant populations in tropical rainforests of Sabah, Borneo. Biodiversity and Conservation. 151: 157-175. Bickford D, Tze HG, Lan Q, Kudavinage EP, Bradshaw CJA. 2010. Forest fragment and breeding habitat characteristics explain frog diversity and abundance in Singapore. Biotropica 421:119–125. Blaustein AR, Kiesecker JM. 2002. Complexity in conservation: lessons from the global decline of amphibian populations. Ecology Letters 5:597-608. Bruhl CA, Eltz T, Linsenmair KE. 2003. Size does matter: effects of tropical rainforest fragmentation on the leaf litter ant community in Sabah, Malaysia. Biodivers. Conserv. 12, 1371–1389. Buden DW. 2000. the reptiles of Pohnpei, Federal States Of Micronesia. Micronesica 32 2: 155-180. Burbrink FT, Phillips CA, Heske EJ. 1998. A riparian zone in southern illinois as a potential dispersal corridor for reptiles and amphibians. Biological Conservation 86: 107-115. Burel F, Baudry J. 2003. Landscape Ecology: Concept, Methods And Applications . Science Publisher. Inc. Plymouth. United Kindom. Carr LW, Fahrig L. 2001. effecy of road traffic on twom amphibian species of differing vagility. Conservation Biology. 154:1071-1078. Colchester M, Anderson P, Jiwan N, Andiko, Toh MS. 2009. HCV and the RSPO . Report Of An Independent Investigation Into The Effectiveness Of The Application Of High Conservation Value Zoning In Palm Oil Development In Indonesia. The Forest Peoples Programme. UK. Collinge SK. 1996. Ecological consequences of habitat fragmentation: implication for landscape architecture and planning. Habitat. 36:59-77. Craig RG, Beal KJ. 1992. The influence of habitat variables on marsh bird communities of the connecticut river estuary. Wilson Bull. 1042:295-3 11. Crosswhite DL, Fox SF, Thill RE. 1999. Comparison methods for reptiles and amphibians in uplands forests of the ouchita mountains. Proc. Okla. Acad. Sci. 79:45-50. Cushman SA. 2006. Effects of habitat loss and fragmentation on amphibians: a review and prospectus. Biological Conservation 128:231-240. Doan TM. 2003. Which methods are most effective for surveying rain forest herpetofauna?. Journal of Herpetology 37:72–81. Dixo M, Martins M. 2008. Are leaf-litter frogs and lizards affected by edge effects due to forest framentation in Brazilian Atlantic Forest? J. Trop. Ecol. 245:551-554. Dodd CK Jr, Barichivich WJ, Smith LL. 2004. Effectiveness of a barrier wall and culverts in reducing wildlife mortality on a heavily traveled highway in Florida. Biological Conservation 1185: 619–631. Donald FP, Evans AD. 2006. Habitat connectivity restoration: the wider implication of agri-environment scheme. Journal of Applied Ecology 43:209–218. Edwards DP, Hodgson JA, Hamer KC, Mitchell SL, Ahmad AH, Cornell SJ, Wilcove DS. 2010. Wildlife-friendly oil palm plantations fail to protect biodiversity effectively. Conservation Letters 3:236–242. Eterovick PC. 2003. Distribution of anuran species among montane streams in South-Eastern Brazil. Journal of Tropical Ecology 2003 19:219–228. Fahrig L, Baudry J, Brotons L, Burel FG, Crist TO, Fuller RJ, Sirami C, Siriwardena GM, Martin J. 2011. Functional landscape heterogenity and animal biodiversity in agricultural landscapes. Ecology Letters 14: 101– 112. Fahrig L. 2003. Effects of habitat fragmentation on biodiversity. Annu. Rev. Ecol. Evol. Syst. 34:487–515. Fahrig L. 1999. Forest loss and fragmentation: Which has the greater effect on persistence of forest dwelling animal ?.Di dalam. Rochelle J, Lehmann L, Wisniewski J. editor. Forest Fragmentation: Wildlife And Management Implications. Brill Publishing hlm 87-95. Forman RTT. 2000. Estimate of the area that affected by the road system in The United State. Conservation Biology 41: 31-35. Forman RTT, Godron M. 1986, Landscape Ecology. John Wiley Sons. New York. Forman RTT, Godron M. 1981. Patches and structural components for a landscape ecology. BioScience, 3110:733-740. Funk CW, Greene AE, Corn PS, Allendorf FW. 2004. High dispersal in a frog species suggest thats it is vulnerable to habitat fragmentation. Biol. Lett. 1:13-16. Gouyon A. 2003. Eco-Certification as an Incentive to Conserve Biodiversity in Rubber Smallholder Agroforestry Systems: A Preliminary Study . World Agroforestry Centre ICRAF. Bogor. Gillespie GR, Ahmad E, Berjaya E, Evans A, Ancrenaz M, Benoit Goossens B, Scroggie MP. 2012. Conservation of amphibians in Borneo: relative value of secondary tropical forest and non-forest habitats. Biological Conservation, in press Gindo N. 2009. Harga Yang Mesti Dibayar Untuk Perkebunanan Kelapa Sawit Skala Besar. http:www.kpsmedan.orgindex.php [12 Februari 2010]. Glastra R, Wakker E, Richer W. 2002. Oil palm Plantations and Deforestation in Indonesia. What role do europe and Germany Play ?. A Report by WWF Germany in collaboration with WWF Indonesia and Swiss. World Wildlife Fund International. Glista DJ, Devault TL, Dewoody JA. 2007. Vertebrate road mortality predominantly impacts amphibians. Herpetological Conservation and Biology 31:77-87. Geneletti D. 2002. Ecological Evaluation For Environmental Impact Assessment. Netherlands Geographical Studies. Utrecht. Harper KA, Macdonald E, Burton PJ, Chen J, Brosofske KD, Saunders SC, Euskirchen ES, Roberts D, Jaiteh MS, Essen P. 2005. Edge influence on forest structure and composition in fragmented landscape. Conservation Biology . 193:768-782. Inger RF, Stuebing RB. 1997. A Field Guide To The Frogs Of Borneo.Sabah, natural history Publication Sdn. Bhd. Inger RF. 1969. Organization of communities of frogs along small rain forest streams in sarawak. Journal of Animal Ecology 38: 123–148. Iskandar DT, Erdelen WR. 2006. Conservation of amphibians and reptiles in indonesia: issues and problems. Amphibian and Reptile Conservation. 41:60-87. Iskandar D, Mumpuni. 2004a. Ingerophrynus biporcatus. In: IUCN 2011. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2011.2. www.iucnredlist.org. [ 29 April 2012]. Iskandar D, Mumpuni. 2004b. Kalophrynus pleurostigma. In: IUCN 2011. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2011.2. www.iucnredlist.org. [ 29 April 2012]. Iskandar D, Mumpuni. 2004c. Occidozyga sumatrana. In: IUCN 2011. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2011.2. www.iucnredlist.org. [ 29 April 2012]. Jennings S, Nussbaum R, Judd N, Evans T. 2003. The High Conservation Value Forest Toolkit edition 1 . Proforest, Oxford. UK. Johnston B, Frid L. 2002. Clearcut logging restrict the movements of terrestrial pacific giant salamander Dicamptodon tenebrosusgood. Canadian Journal of Zoology . 8012:2170-2177. Kapos V, Wandelli E, Camargo JL, Ganade G. 1995. Edge-Related Changes in Environment and plant response due to forest fragmentation in central amazonian . Di dalam: Laurance WF. Bierregard Jr RO, editor. Tropical forest remnants . Ecology, Management and Conservation of fragmented Communities.The University chicago press. Chicago. Keller A, Rodel MO, Linsenmair KE, Grafe TU. 2009. The importance of environmental heterogeneity for species diversity and assemblage structure in bornean stream frogs. J. Anim. Ecol. 78:305-314. Kurniati H. 2011. Final report Rapid Assessment On Amphibians And Reptiles Diversity in PT. Kencana Sawit Indonesia. Bogor: Zoologican Society of London ZSL-LIPI Project. Kurniati H. 2009. Herpetofauna diversity in Kerinci Seblat National Park, Sumatra, Indonesia. Zoo Indonesia 182 : 45-68. [KRHTI] Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia. 2008. Panduan identifikasi Kawasan bernilai konservasi tinggi Di indonesia . Panduan Identifikasi NKT Indonesia – version 2. Jakarta. Koh LP. 2008a. Can oil palm plantations be made more hospitable for forest butterflies and birds? Journal of Applied Ecology,.454:1002-1009. Koh LP. 2008b. Birds defend oil palms from herbivorous insects. Ecological Applications, 184 :821- 825. Koh LP, Wilcove. 2008. Is oil palm agriculture really destroying tropical biodiversity?. Conservation Letters 1:60–64. Kolozsvary MB, Swihart RK. 1999. Habitat fragmentation and the distribution of amphibians: patch and landscape correlates in farmland. Can. J. Zool. 77: 1288-1299. Krebs CJ. 1978. Ecological Methodology. New York: Harper dan Row Publisher.