Dispersal Amphibia Distribusi dan Dispersal Amphibia 1. Distribusi Amphibia

5.2.1.2. Korelasi Jarak dengan Keanekaragaman

Berdasarkan pada perhitungan yang telah dilakukan pada area inti-koridor dengan melihat korelasi antara keanekaragaman amphibia dengan jarak dari hutan, menunjukan bahwa jarak dari hutan tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan maupun penurunan keanekaragaman amphibia di sepanjang koridor sungai jujuan maupun Sungai Suir. Hal ini bertentangan dengan model equilibrium teori biogeografi pulau yang dikemukakan oleh McArthur 1972, bahwa semakin jauh jarak dengan sumber keanekaragaman berbanding terbalik dengan keanekaragaman. Hasil ini merupakan salah satu dari efek dari jarak, semakin jauh jarak maka akan menyebabkan makin tingginya tingkat kepunahan suatu spesies dan imigrasi menurun dengan drastis Simberloff 1974, karena kekayaan spesies dalam komunitas berhubungan dengan proses imigrasi dan emigrasi dari satwa MacArthur Wilson 1967. Laurance 2008 mengkaji secara global mengenai teori biogeografi pulau memiliki batasan dalam relevansinya memahami ekosistem terfragmen; Pertama, teori biogeografi pulau hanya memberikan sedikit prediksi mengenai bagaimana komposisi dalam komunitas berubah dengan berjalannya waktu; Amphibia seperti satwa lainnya juga memiliki preferensi sendiri terhadap habitatnya dan merupakan satwa yang sangat terikat dengan mikrohabitatnya dan berkarakter phylopatric. Amphibia cenderung untuk menetap pada suatu lokasi ketika dewasa. Fase juvenile amphibia paling banyak melakukan dispersal dan mungkin butuh beberapa generasi untuk melintasi koridor Burbrink 1998. Faktor ini sangat berbahaya bagi populasi amphibia pada perkebunan kelapa sawit terutama spesies spesialis hutan, perkebunan kelapa sawit dibuka dengan proses konversi yang cepat secara luas Koh Wilcove 2008. Perubahan suhu, kelembaban, eksposur cahaya, hidrologi mempengaruhi fisiologi yang menyebabkan stress bagi amphibia akan menyebabkan kepunahan pada seluruh strata umur. Kondisi hutan yang tidak seragam juga tidak mempengaruhi secara nyata lihat sub bab 5.2.2. Ketersediaan mikrohabitat yang disenangi oleh amphibia itu sendiri lebih menentukan keanekaragaman pada amphibia dari pada kebutuhannya dengan hutan Nuzzo Mierzwa 2000. Perlu dicatat definisi habitat bagi amphibia tidak selalu diassosiasikan dengan hutan beberapa jenis amphibia mampu hidup di luar hutan selama mikrohabitatnya tersedia dan juga tergantung pada seberapa lebar relung ekologi dari spesies tersebut. Ke-2, efek tepi dapat menjadi pengarah terjadinya kepunahan spesies lokal yang tidak dipertimbangkan oleh teori biogeografi pulau; Pada koridor yang berbentuk garis persegi seperti pada kawasan KSI, efek tepi sangat berpengaruh karena hampir setiap sisi dari hutan riparia dipengaruhi oleh efek tepi. Hal ini menyebabkan spesies interior hutan tidak ditemukan pada pada koridor Santos- barerra Urbina-cardona 2011. Gangguan pada habitat yang utuh menyebababkan peningkatan pada panjang batas antara fragmen dan habitat yang melingkupinya. Tepi baru yang tercipta menyebabkan perubahan pada karakteristik iklim mikro, yang mana secara signifikan merubah tumbuhan asli dan komunitas hewan yang ada. Ukuran dari fragmen habitat mempengaruhi dengan mencolok proses ekologi yang terjadi, sebagian besar perubahan disebabkan oleh bagian tepi habitat ini. secara umum kekayaan spesies menurun seiring dengan berkurangnya luasan fragmen Collinge 1996. Untuk spesies interior hutan dimensi koridor dengan tipe panjang dan sempit akan dirasa seperti tepian habitat yang besar dan menghindarinya. Namun pengujian yang dilakukan Burbrink 1998 terhadap korelasi antara lebar riparia dengan kekayaan spesies tidak menunjukan hasil yang signifikan pada amphibia karena keterbatasan dalam memisahkan efek dari lebar koridor dan jarak dari area inti. Faktor ini juga berlaku pada KSI bila melihat komposisi komunitas amphibia dengan tidak ditemukannya spesies interior hutan. Ke-3, matriks dari vegetasi yang mengungkung habitat dapat mempengaruhi konektivitas fragmen, memberikan efek pada demografi, genetik, dan survival dari populasi lokal; keterkaitan pada poin ini dijelaskan lebih lanjut pada area inti- matriks. dan beberapa penelitian menunjukan bahwa matriks tidak bisa sama dengan “lautan” pada konsep teori biogeografi karena tidak sepenuhnya bertindak sebagai barrier bagi satwa Fahrig et al. 2011. Ke-4, Kebanyakan lanskap yang terfragmen juga dipengaruhi oleh faktor manusia seperti perburuan, pembalakan, kebakaran dan polusi, yang berinteraksi sinergis dengan fragmentasi habitat. Kenyataannya dilapangan gangguan yang dapat terjadi pada lanskap terfragmen juga terjadi pada koridor. Lahan koridor yang dibiarkan oleh perusahaan sebagai bagian dari HCVF, disalahartikan oleh masyarakat sebagai wilayah terlantar dan peluang ini banyak digunakan untuk mengembangkan usaha perkebunan sendiri. Seringkali kontrol yang lemah dari pihak perusahaan menyuburkan faktor ini. Proses ini pun melibatkan pembalakan, kemudian pembukaan lahan dengan cara di bakar dan polusi secara langsung adalah polusi akibat erosi tanah yang parah dilapangan pelanggaran berat dapat ditemukan pada Bukit Salo. Perubahan ini mempengaruhi komunitas amphibia. daerah koridor akan dihindari oleh spesies interior hutan karena faktor efek tepi yang ditimbulkan. Pembakaran dan pembukaan lahan menjadi barrier baru bagi pergerakan amphibia. Perubahan fungsi kawasan menyebabkan hilangnya mikrohabitat yang dibutuhkan oleh amphibia dan merubah karakter sungai yang menyebabkan terjadi perubahan komposisi dalam komunitas dan adanya dominasi oleh beberapa spesies dan menurunnya populasi spesies lain secara drastis. Ditambah dengan adanya perburuan bagi spesies tertentu di dalam koridor dan hadirnya predator baru seperti biawak Varanus salvator dan kobra Naja sumatrana pada koridor yang juga turut mempengaruhi dominasi oleh spesies tertentu. Kegiatan ini dilakukan secara selektif oleh masyarakat dan seringkali wilayah yang dikelola berada didekat area inti yang masih luas kawasan hutannya dan relatif jarang dipantau oleh perusahaan. Ke-5, fragmentasi seringkali memiliki dampak yang berbeda-beda pada properti ekologi seperti dinamika gap-kanopi, cadangan karbon, dan struktur tropik dari komunitas. Hal ini akan menyebabkan variasi pada koridor tergantung dari struktur yang membangun ekosistem itu sendiri dan tingkat kestabilannya. Collinge 1996 menjelaskan bahwa Derajat heterogenitas habitat pada fragment yang terisolasi merupakan faktor yang bertanggung jawab secara parsial atas hubungan antara komposisi spesies dan karakteristik fragmen spasial. Fragment yang besar lebih berkemungkinan mengandung variasi dari tipe tanah, topografi, iklim mikro dan jumlah habitat yang lebih besar dari fragmen yang lebih kecil fragment. Penggunaan koridor oleh hewan juga bervariasi tergantung pada pola mencari makan, ukuran tubuh, ukuran home range, derajat spesialisasi makanan,