16 Tugas perbantuan medebewind merupakan pengkoordinasian prinsip
desentralisasi dan dekosentrasi oleh kepala daerah, yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal di daerah dan wakil pemerintah pusat di
daerah Mudrajad, 2004: 2-3. Menurut Mardiasmo 2002: 69-70, dalam era otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, penelitian dan kajian mengenai kondisi makro ekonomi daerahakan semakin besar kebutuhannya. Kondisi makro
ekonomi daerah yang perlu dikaji oleh perbankan daerah adalah: a. Pertumbuhan ekonomi daerah
b. PDRB Produk Domestik Regional Bruto c. Perkembangan ekonomi sektoral daerah
d. Perkembangan harga-harga di daerah laju inflasi di daerah e. Arus investasi di daerah PMA dan PMDN
f. Kependudukan, meliputi: pertumbuhan penduduk, ketenagakerjaan,
kemiskinan, perkembangan pendidikan dan pertumbuhan kesehatan g. Keuangan Pemerintah Daerah APBD
3. Kemandirian Daerah
Pembangunan nasional
berlangsung terus
menerus dan
berkesinambungan. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spritual. Pemerintah harus berusaha meningkatkan
pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Keberhasilan pembanguan memerlukan penerimaan yang kuat, sumber pembiayaan
17 diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri sedangkan
penerimaan dari sumber-sumber luar negeri hanya sebagai pelengkap. Kemandirian pembangunan diperlukan baik ditingkat pusat
maupun daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah provinsi maupun kabupatenkota yang merupakan bagian yang
dari pemerintah pusat dengan kebijaksanaannya. Kebijakan tentang keuangan daerah ditempuh oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah
mempunyai kemampuan membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi. Dalam pelaksanaannya dititik beratkan pada
demokrasi, pemerataan dan keadilan serta kemandirian dalam mengurus rumah tangga sendiri dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan
digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Pelaksanaannya dengan PP Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah dan PP Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Peraturan tersebut mengatur tentang jenis, objek, subjek, dasar
pengenaan, tarif pajak maupun retribusi daerah serta ketentuan umum yang mengatur tata cara pemungutan pajak dan retribusi.
Berdasarkan UU dan PP tersebut, daerah diberikan kewenangan untuk memungut 4 jenis pajak dan 3 kelompok retribusi. Penetapan jenis
pajak dan retribusi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa jenis pajak dan
18 retribusi tersebut secara umum dipungut di hampir semua daerah dan
merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek merupakan jenis pungutan yang baik. Selain jenis pajak dan retribusi tersebut, daerah juga
diberikan kewenangan untuk memungut jenis pajak dan retribusi lainnya sesuai kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
Selain jenis pajak dan retribusi yang diatur dalam UU dan PP tersebut, untuk daerah kabupatenkota juga diberikan kewenangan
menetapkan jenis pajak dan retribusi baru sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam UU, sedangkan untuk daerah provinsi hanya diberikan
kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi baru di luar yang ditetapkan dalam UU. Penguasaan sumber-sumber penerimaan pajak oleh pemerintah
pusat pada dasarnya dengan pertimbangan, antara lain, perlunya power yang besar dalam pemungutan pajak, dan perlunya efisiensi ekonomi.
4. Konsep Penerimaan Daerah