Analisis Produksi Lestari 1 Estimasi Parameter Biologi

45 karena adanya penambahan jumlah unit alat tangkap tonda dari 26 unit pada tahun 2003 menjadi 32 unit pada tahun 2006. Tampilan pada Gambar 9, memperlihatkan produksi ikan tongkol relatif lebih stabil dan tidak terlalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi ikan teri merupakan jumlah terbesar dari tiga jenis ikan tersebut dengan hampir 50 dari total produksi rata-rata setiap tahunnya. Selanjutnya jenis ikan tunacakalang sebagai urutan kedua dan ikan tongkol sebagai urutan ketiga dari jumlah produksi terbanyak. 0.000 1000.000 2000.000 3000.000 4000.000 5000.000 6000.000 7000.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tahun P rod uk s i Ton Teri Tongkol TunaCak alang Jum lah Gambar 9 Perkembangan Jumlah dan Produksi Ikan Teri, Tongkol dan TunaCakalang Tahun 1996-2006 6.2. Analisis Produksi Lestari 6.2.1 Estimasi Parameter Biologi Parameter biologi diestimasi dengan menggunakan model estimator CYP yang dikembangkan oleh oleh Clarke, Yashimoto dan Pooley 1992. Ada pun parameter yang diestimasi meliputi tingkat pertumbuhan intrinsik r, daya dukung lingkungan perairan K dan koefisien daya tangkap q. Hasil estimasi dari tiga parameter tersebut berguna untuk menentukan tingkat produksi lestari, seperti maximum sustainable yield MSY dan maximum economic yield MEY. Estimasi parameter biologi tersebut dilakukan terhadap ketiga jenis ikan hasil tangkapan dari bagan, payang dan tonda. Ketiga alat ini mempunyai target spesies yang berbeda, maka estimasi dilakukan terhadap masing-masing alat tangkap, sehingga dalam hal ini tidak dilakukan standarisasi dari masing-masing alat tersebut. Tabel 10 menyajikan keluaran variabel regresi untuk mengestimasi 46 parameter biologi dengan menggunakan model estimator CYP untuk masing- masing hasil tangkapan bagan, payang dan tonda. Tabel 10 Keluaran Regresi Model CYP Parameter Regresi Ikan Teri Tangkapan Bagan Coeff St. Err t Stat F R² β 0,077741558 0,222477495 0,349435604 6,486653404 0,649532245 1 β 0,070550898 0,274769525 0,25676391 2 β -8,04359E-05 2,87211E-05 -2,800586891 Parameter Regresi Ikan Tongkol Tangkapan Payang Coeff St. Err t Stat F R² β -0,50922202 0,177342839 -2,871398827 26,00993294 0,881395867 1 β 0,51455628 0,287045249 1,792596402 2 β -3,89592E- 7,2144E-05 -0,540019923 Parameter Regresi Ikan TunaCakalang Tangkapan Tonda Coeff St. Err t Stat F R² β 1,410939401 0,752462 1,875098 2,853599799 0,449131184 1 β 0,058694606 0,318806 0,184107 2 β -0,00056363 0,00037 -1,52353 Sumber : Hasil data analisis Lampiran 5,9 dan 13. Data pada Tabel 10, kemudian diolah untuk mengestimasi parameter biologi dari masing sumberdaya ikan teri dengan alat tangkap bagan, sumberdaya ikan tongkol dengan alat tangkap payang dan sumberdaya ikan tunacakalang dengan alat tangkap tonda. Tabel 11 menunjukkan hasil estimasi parameter biologi dari masing-masing sumberdaya ikan tersebut, berdasarkan estimator CYP dan fungsi pertumbuhan Logistik. Tabel 11 Hasil Estimasi Parameter Biologi dengan Fungsi Logistik. Parameter Biologi SDI Teri Bagan SDI Tongkol Payang SDI TunaCakalang Tonda r tonth 1,736394 0,641 2,264 q tonunit 0,000301 0,0001029 0,0023708 K ton 3617,62 3.404,46 1.703,43 Sumber : Hasil data analisis lampiran 6,10 dan 14. 47

6.2.2 Estimasi Parameter Ekonomi

Data untuk estimasi parameter ekonomi terdiri atas struktur biaya dan harga. Struktur biaya dan harga ini merupakan data cross section dan series yang diperoleh melalui wawancara di lapangan. Biaya merupakan faktor penting dalam usaha perikanan tangkap, karena besarnya biaya akan mempengaruhi efisiensi dari usaha tersebut. Struktur biaya dari masing-masing alat tangkap dari data time series diperoleh melalui penyesuaian dengan Indek Harga Konsumen IHK dari Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat, untuk menghasilkan nilai biaya series tahun 1996-2006. Hasil perhitungan biaya per unit effort tahun 1996- 2006, untuk masing-masing alat tangkap, seperti Tabel 12. Tabel 12 Biaya per Unit Effort dan Rata-rata Biaya dari Masing-masing Alat Tangkap Tahun 1996-2006 Tahun Bagan RpTrip Payang RpTrip Tonda RpTrip 1996 115.847,02 48.777,69 353.638,27 1997 126.447,02 53.240,85 385.996,17 1998 288.852,96 121.622,30 881.761,66 1999 521.508,52 219.582,54 1.591.973,39 2000 557.085,14 234.562,17 1.700.575,70 2001 593.623,29 249.946,65 1.812.113,21 2002 607.038,38 255.595,11 1.853.064,52 2003 602.033,79 253.487,91 1.837.787,35 2004 654.690,89 275.659,32 1.998.530,08 2005 804.022,33 338.535,72 2.454.383,96 2006 878.786,52 370.015,38 2.682.611,48 Rata-rata 522.721,44 220.093,24 1.595675,98 Sumber: Hasil data analisis Lampiran 2. Data biaya dalam penelitian ini adalah biaya per unit effort, oleh karena itu biaya tersebut diprediksi dari data primer yang diperoleh di lapangan. Biaya per trip sangat ditentukan oleh lamanya trip melaut, dan masing-masing alat seperti bagan dan payang per trip selama satu hari sementara untuk tonda selama 3 – 5 hari per trip. Selain faktor biaya juga sangat diperlukan faktor harga atau nilai dari sumberdaya yang dimanfaatkan, dalam menganalisis bioekonomi sumberdaya tersebut. Variabel harga berpengaruh terhadap jumlah penerimaan yang diperoleh dalam usaha penangkapan ikan. Data harga nominal merupakan nilai rataan dari masing-masing target spesies dari alat tangkap. Harga dari masing-masing jenis ikan tersebut disajikan dalam bentuk harga ikan per ton, yang diperoleh dari data 48 primer di lapangan. Setelah melalui penyesuaian dengan Indek Harga Konsumen IHK dari BPS Provinsi Sumatera Barat maka diperoleh nilai harga ikan time series tahun 1996-2006, seperti Tabel 13. Tabel 13 Harga dan Rata-rata Harga Ikan Teri, Tongkol dan TunaCakalang di Tanjung Mutiara Tahun 1996-1006 Tahun Harga Ikan Teri Rpton Harga IkanTongkol Rpton Harga Ikan TunaCakalang Rpton 1996 609.721,15 853.609,61 975.553,84 1997 665.510,64 931.714,89 1.064.817,02 1998 1.520.278,72 2.128.390,20 2.432.445,95 1999 2.744.781,70 3.842.694,38 4.391.650,72 2000 2.932.027,07 4.104.837,89 4.691.243,31 2001 3.124.333,12 4.374.066,36 4.998.932,99 2002 3.194.938,83 4.472.914,36 5.111.902,12 2003 3.168.598,87 4.436.038,42 5.069.758,20 2004 3.445.741,53 4.824.038,13 5.513.186,44 2005 4.231.696,48 5.924.375,07 6.770.714,36 2006 4.625.192,22 6.475.269,10 7.400.307,54 Rata-rata 2.751.165,48 3.851.631,68 4.401.864,77 Sumber : Hasil data analisis Lampiran 2.

6.2.3 Estimasi Discount Rate

Discount rate merupakan rate untuk mengukur manfaat masa kini dibandingkan dengan manfaat yang akan datang dari eksploitasi sumberdaya alam. Discount rate dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sangat berbeda dngan discount rate yang biasa digunakan dalam analisis finansial. Pada analisis ini dipakai dua nilai discount rate yaitu nilai discount rate berbasis pasar market discount rate dan nilai discount rate berbasis pendekatan Ramsey. Tingkat pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya menggambarkan persepsi masyarakat terhadap sumberdaya alam itu sendiri, sehingga disebut juga dengan discount ratenya sebagai social discount rate. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, biasanya tingkat social discount rate tinggi, karena menganggap nilai masa depan dari sumberdaya alam dan lingkungan itu lebih rendah dari saat ini. Hasil perhitungan real discount rate dengan teknik Kula ini akan diperoleh laju pertumbuhan dari PDRB Kabupaten Agam, yaitu dengan nilai g= 0,336515034 atau 33,65 persen Lampiran 3. Standar elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya alam ditentukan berdasar pendekatan Brent 49 1990 diacu dalam Anna S 2003 sebesar 1, ρ diasumsikan sama dengan nilai nominal saat ini current nominal discount rate sebesar 12. Karena nilai g yang diperoleh lebih tinggi dari nilai ρ , maka nilai r langsung diambil dari nilai g tersebut yaitu 0,336515034. Nilai r tersebut kemudian dijustifiksi untuk menghasilkan real discount rate dalam bentuk annual continues discount rate melalui 1 ln r + = δ , yaitu sebesar 0,29 atau 29. Angka tingkat diskon ini selanjutnya digunakan sebagai discount rate pada perhitungan optimal dinamic, dari sumberdaya ikan teri, tongkol dan tunacakalang di Periaran Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam. Penggunaan nilai market discount rate yang berlaku saat ini sebesar 12, juga digunakan sebagai nilai discount rate pembanding dalam analisis sumberdaya ikan teri, tongkol dan tunacakalang.

6.2.4. Estimasi Produksi Lestari

Produksi lestari merupakan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya penangkapan dalam bentuk kuadratik, dimana tingkat effort mau pun hasil tangkapan yang diperoleh tidak akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan. Produksi lestari dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu produksi lestari maksimum MSY dan produksi lestari secara ekonomi yang maksimum MEY. Pada analisis estimasi MSY, variabel yang digunakan berupa parameter biologi saja, sedangkan pada analisis MEY, variabel yang digunakan tidak saja variabel biologi, tetapi juga harus menggunakan beberapa parameter ekonomi. Parameter biologi yang digunakan dalam menghitung MSY diantaranya parameter r, q, K , sedangkan parameter yang digunakan untuk menghitung MEY diantaranya ditambahkan parameter ekonomi seperti ccost per unit effort, harga riil real price, dan annual continues discount rate δ . Produksi lestari maksimum MSY dalam hal ini dihitung dengan menggunakan fungsi pertumbuhan Logistik. Sebelum mengestimasi MSY terlebih dulu dilakukan diestimasi parameter biologi. Selanjutnya digunakan untuk mengestimasi tingkat upaya effort, E pada kondisi MSY dengan menggunakan model estimasi Clark C 1985, dimana tingkat upaya optimal pada kondisi MSY berbanding lurus dengan setengah dari intrinsic growth rate r dan berbanding 50 terbalik koefisien daya tangkap dari alat yang digunakan. Tingkat upaya E ini kemudian digunakan untuk mengestimasi tingkat biomass x optimal, pada level MSY. Tabel 14 Perbandingan antara Produksi Aktual dan Produksi Lestari Sumberdaya Ikan Teri, Tongkol dan TunaCakalang Tahun 1996-2006 Tahun Teri Tongkol TunaCakalang Produksi Aktual Ton Produksi Lestari Ton Produksi Aktual Ton Produksi Lestari Ton Produksi Aktual Ton Produksi Lestari Ton 1996 3291,88 -473 1.185,08 429,80 2106,80 758,44 1997 2467,14 -533 888,18 450,13 1578,97 719,45 1998 1993,77 -65 717,76 516,28 1276,01 709,17 1999 1839,15 860 662,09 518,90 1177,06 685,81 2000 2828,56 1.005 1.018,28 528,66 1810,28 739,37 2001 2339,92 1.340 842,37 525,56 1497,55 729,51 2002 1885,30 1.513 678,71 526,82 1206,59 322,42 2003 1878,35 1.435 676,21 457,76 1202,14 399,06 2004 2115,10 1.352 761,44 454,64 1353,66 247,89 2005 2192,31 1.478 789,23 487,91 1403,08 -359,90 2006 2115,48 1.399 829,57 491,94 1585,90 -480,86 Rata-rata 2267,90 846,49 822,63 489,85 1472,55 406,40 Sumber : Data Hasil Olahan Gambar 10 sampai dengan 12 memperlihatkan perbandingan antara produksi aktual dibandingkan dengan produksi lestari dari masing-masing sumberdaya ikan teri, tongkol dan tunacakalang dengan menggunakan unit penangkapan ikan bagan, payang dan tonda. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tahun P rod uk s i Ton Prod. Ak tual Prod. Le s tari Gambar 10 Perkembangan Produksi Aktual dan Lestari Ikan Teri Bagan di Perairan Tanjung Mutiara Tahun 1996-2006 Pada Gambar10 menunjukkan bahwa pada tahun 1996-1998 tingkat produksi aktual lebih besar dibandingkan dengan produksi lestari dan terus menurun, dan 51 tahun 1999 naik kembali akan tetapi masih di bawah produksi lestari. Kondisi ini dipengaruhi dengan berkurangnya jumlah alat tangkap bagan, yang sekaligus turunnya upaya penangkapan effort. Sementara itu alat tangkap payang memperlihatkan grafik perkembangan produksi ikan aktual, masih berada di bawah produksi ikan lestari. Produksi aktual awalnya cenderung menurun sampai pada tahun ke 4 dan naik kembali pada tahun ke 5. Pada Gambar 11 terlihat perkembangan produksi aktual dan lestari dari alat tangkap payang. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tahun P ro duk s i Ton Prod.Ak tual Prod.Le s tari Gambar 11 Perkembangan Produksi Aktual dan Lestari Ikan Tongkol Payang di Perairan Tanjung Mutiara Tahun 1996-2006 Sementara itu alat tangkap Tonda memperlihatkan produksi aktual pada awal cendrung menurun sampai pada tahun ke 4 kemudian meningkat pada tahun ke 5, sehingga pada tahun ke 9 produksi aktual lebih tinggi dibandingkan dengan produksi lestari. Gambar 12 memperlihatkan perkembangan produksi aktual dan lestari dari alat tangkap Tonda. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tahun P rod uk s i T on Prod. Ak tual Prod. Le s tari Gambar 12 Perkembangan Produksi Aktual dan Lestari Ikan TunaCakalang Tonda di Perairan Tanjung Mutiara Tahun 1996-2006 52 Fungsi produksi lestari MSY h dipengaruhi oleh tingkat effort E dengan adanya parameter biologi r, q, dan K secara kuadratik. Dengan memasukan nilai effort E tersebut, maka akan diketahui tingkat produksi lestari dan upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap bagan, payang dan tonda di Tanjung Mutiara. Tabel 15 Perkembangan Jumlah Effort dari Alat Tangkap Bagan, Payang dan Tonda Tahun 1996 – 2006. Tahun Effort Bagan trip Effort Payang trip Effort Tonda trip 1996 6.184 1.680 698 1997 6.232 1.812 718 1998 5.837 2.393 723 1999 4.832 2.426 734 2000 4.622 3.664 708 2001 3.995 3.712 713 2002 3.439 3.693 867 2003 3.736 4.365 843 2004 3.967 4.387 889 2005 3.589 4.128 1.037 2006 3.843 4.092 1.062 Rata-rata 2.268 3.305 818 Sumber : Dinas Peperla Kabupaten Agam. Berdasarkan Tabel 15, terlihat bahwa selama periode Tahun 1996 sampai dengan 2006, rata-rata effort dari masing-masing alat tangkap adalah bagan 2.268 trip per tahun, payang 3.305 trip per tahun dan tonda 818 trip per tahun. Sedangkan untuk rata-rata produksi aktual untuk masing alat adalah bagan Teri sebanyak 2.267,90 ton, payang Tongkol sebanyak 822,63 ton dan tonda TunaCakalang sebanyak 1.472,55 ton. Sementara produksi lestari dan selisih produksi dibanding produksi aktual adalah untuk bagan produksi lestari sebesar 846,49 ton, payang 489,85 ton, tonda 406,40 ton, sehingga selisih produksi untuk bagan adalah 421,41 ton, payang 332,78 ton, dan tonda 1.066,15 ton. Pada Gambar 13 menunjukkan hubungan antara tangkapan Catch dengan upaya Effort dari alat tangkap bagan. Produksi aktual memperlihatkan nilai jauh lebih besar di atas nilai produksi lestari. Bahkan pada tahun 1996 – 1998, produksi lestari menunjukkan nilai negatif. Tingkat produksi lestari maksimal diperoleh sebesar 1.513 ton dengan jumlah effort sebanyak 3.439 trip per tahun. Pada kondisi ini tingkat produksi aktual hanya mencapai sebesar 1.885,3 ton. Bila tingkat upaya effort ditingkatkan dari jumlah 3.439 trip per tahun maka akan 53 terjadi menurunnya tingkat produksi lestari. Kondisi ini bila tidak dikendalikan maka akan menyebabkan terjadinya degradasi dari sumberdaya ikan teri di Perairan Tanjung Mutiara. -1000 -500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 Effort Ca tc h Prod. Ak tual Prod. Le s tari Poly. Prod. Le s tari Gambar 13 Hubungan Catch dengan Effort untuk alat tangkap Bagan Penggunaan alat tangkap payang memperlihatkan tingkat produksi lestari tertinggi yaitu sebesar 528,66 ton, berada pada tingkat upaya effort sebanyak 3.664 trip per tahun. Pada saat ini tingkat produksi aktual hanya sebanyak 1.018,28 ton. Gambar 14 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol dengan menggunakan alat tangkap payang masih di atas batas ambang terdegradasi. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1000 2000 3000 4000 5000 Effort Ca tc h Prod.Ak tual Prod.Le s tari Poly. Prod.Le s tari Gambar 14 Hubungan Catch dengan Effort untuk alat tangkap Payang Tingkat hasil tangkapan maksimum lestari untuk ikan tunacakalang dengan menggunakan alat tangkap tonda adalah sebanyak 758,44 ton dengan 54 tingkat upaya effort sebanyak 698 trip per tahun. Terlihat pada Gambar 15, bahwa tingkat produksi lestari menunjukkan trend menurun dan pada tingkat upaya di atas 889 trip per tahun memperlihatkan nilai produksi lestari menunjukkan angka di bawah nol atau negatif. -1000 -500 500 1000 1500 2000 2500 200 400 600 800 1000 1200 Effort Ca tc h Prod. Ak tual Prod. Le s tari Poly. Prod. Le s tari Gambar 15 Hubungan Catch dengan Effort untuk Alat Tangkap Tonda

6.2.5 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat penguasaan maksimum bagi pelaku pemanfaatan sumberdaya perikanan. Perkembangan usaha perikanan tidak hanya ditentukan dari kemampuan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan secara biologis saja, akan tetapi faktor ekonomi sangat berperan penting diantaranya adalah faktor biaya dan harga ikan. Pendekatan analisis secara biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya optimalisasi penguasaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan. Dengan memasukan faktor ekonomi, maka akan dapat diketahui tingkat optimal dari nilai manfaat atau rente dari pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh masyarakat nelayan. Oleh karena pemanfaatan sumberdaya perikanan tujuan akhirnya adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pada Tabel 16 memperlihatkan hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi, sumberdaya ikan teri, tongkol dan tunacakalang. 55 Tabel 16 Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Sumberdaya ikan Teri, Tongkol dan TunaCakalang untuk Masing-masing Alat Tangkap Parameter Teri Bagan Tongkol Payang TunaCakalang Tonda r tonth 1,736394 0,641 2,264 q tonunit 0,000301 0,0001029 0,0023708 K ton 3617,618 3.404,46 1.703,43 p price, Rpton 2751165,482 3851631,675 4401864,771 c cost, Rptrip 522721,442 220.093,24 1.595.675,98 1 δ 29 29 29 2 δ 12 12 12 Sumber: Hasil data analisis Lampiran 6,10 dan 14. Berdasarkan data pada Tabel 16, maka estimasi beberapa kondisi sustainable yield, yaitu kondisi maximum sustainable yield MSY, kondisi akses terbuka open access, dan kondisi kepemilikan tunggal sole owner dapat ditentukan. Hasil perhitungan dari masing-masing kondisi tersebut secara ringkas seperti Tabel 17. Tabel 17 Hasil Analisis Bioekonomi dalam Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri, Tongkol dan TunaCakalang. Variabel Kendali Rezim Pengelolaan Optimal Dinamik Maximum Sustainable Yield MSY Open Access OA Maximum Economic Yield MEY Sole Owner DR = 29 DR = 12 SDI Teri Bagan Biomass x Ton 1.808,81 632,19 2.124,91 1.921,49 2.038,70 Tangkapan h Ton 1.570,40 905,90 1.522,44 1.564,31 1.455,90 Upaya E Trip 2.889 4.768 2.384 2.709 2.377 SDI Tongkol Payang Biomass x Ton 1.702,23 555,36 1.979,91 1.494,32 1.761,67 Tangkapan h Ton 545,60 297,93 531,08 537,46 ..462,20 Upaya E Trip 3.115 5.214 2.607 3.496 2.550 SDI TunaCakalang Tonda Biomass x Ton 851,72 152,90 928,17 838,64 890,77 Tangkapan h Ton 964,12 315,09 956,35 963,90 905,82 Upaya E Trip 478 869 435 485 429 Sumber : Hasil data analisis Lampiran 6,7,10,11,14, dan 15. Hasil pemecahan analitik dengan menggunakan program MAPLE 9.5 diperoleh kurva dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan teri dengan unit alat penangkapan bagan, sumberdaya ikan tongkol dengan unit alat penangkapan payang dan sumberdaya ikan tunacakalang dengan unit alat penangkapan tonda. 56 Gambar 16 sampai dengan 18, menunjukkan kondisi rezim pengelolaan sumberdaya ikan, terdiri atas kondisi Maximum Sustainable Yield MSY, Maximum Economic Yield MEY atau Sole Owner dan Open Access. Gambar 16 Kurva Kondisi Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri dengan Alat Tangkap Bagan. Gambar 16 memperlihatkan tingkat upaya Effort, penerimaan Revenue dan biaya Cost dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan untuk alat tangkap bagan. Tingkat effort pada kondisi open access jauh lebih banyak dibandingkan dengan kondisi MSY dan MEY yaitu sebanyak 4.768 trip, sedangkan untuk MSY sebanyak 2.889 trip dan MEY sebanyak 2.384 trip. Pada tingkat effort yang tinggi akan menyebabkan biaya besar yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap rendahnya rente yang diterima nelayan. Gambar 17 Kurva Kondisi Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tongkol dengan Alat Tangkap Payang. Effort MAX π Re ve nue C o st Rp E SO E msy E OA TC TR=TC MR=MC TR Rp Re ve n u e C o st E msy E SO E OA Effort MAX π TC TR=TC TR MR=MC 57 Gambar 17 adalah kondisi pengelolaan sumberdaya ikan tongkol dengan alat tangkap payang, memperlihatkan tingkat effort kondisi MSY berada antara open access dan MEY. Tingkat effort kondisi open access jauh lebih banyak yaitu 5.214 trip sementara untuk MSY sebanyak 3.115 trip dan MEY hanya sebanyak 2.607 trip. Gambar 18 Kurva Kondisi Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan TunaCakalang dengan Alat Tangkap Tonda. Untuk pengelolaan sumberdaya ikan dengan alat tangkap tonda seperti tampilan pada Gambar 18 juga memperlihatkan kondisi pengelolaan pada rezim open acces menunjukan hasil tingkat upaya mencapai dua kali lebih besar dibanding pada kondisi MEY. Tingkat effort pada kondisi MSY sebanyak 478 trip, MEY sebanyak 435 trip sedangkan pada kondisi open access sebanyak 869 trip. a Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Akses Terbuka open access Konsep yang berlaku umum terhadap kepemilikan sumberdaya perikanan yang dimanfaatkan oleh nelayan yang dianggap sebagai milik bersama yang dikenal dengan istilah “common property resource”. Konsep ini identik dengan pengelolaan sumberdaya yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang ingin memanfaatkannya. Menurut Clark C 1990, open access adalah kondisi ketika pelaku perikanan atau seseorang yang mengeksploitasi sumberdaya secara tidak terkontrol atau setiap orang memanen sumberdaya tersebut. Berdasarkan data pada Tabel 17, bahwa upaya tangkapan pada rezim pengelolaan open access di Perairan Tanjung Mutiara, untuk masing-masing alat Rp R e ve nue C o st MAX π E SO E msy E OA TC TR=TC Effort Effort TR MR=MC 58 adalah bagan sebanyak 4.768 trip per tahun, payang sebanyak 5.214 trip per tahun, dan tonda sebanyak 869 trip per tahun. Bila dibandingkan dengan upaya tangkapan pada kondisi pengelolaan MSY dan MEY, masing-masing untuk bagan sebanyak 2.889 trip per tahun dan 2.384 trip per tahun, payang sebanyak 3.115 trip per tahun dan 2.607 trip per tahun, serta untuk tonda sebesar 478 trip per tahun dan 435 trip per tahun. Pada pengelolaan sumberdaya ikan rezim open access jumlah upaya tangkapan jauh lebih banyak dibandingkan dengan MSY dan MEY. Menurut Gordon HS 1954 bahwa tangkap lebih secara ekonomi economic overfishing akan terjadi pada pengelolaan sumberdaya perikanan yang tidak terkontrol open access. Hasil tangkapan yang diperoleh dari rezim pengelolaan open access di Perairan Tanjung Mutiara, masing-masing untuk bagan sebesar 905,90 ton, payang sebesar 297,93 ton dan tonda sebesar 315,09 ton, dimana keuntungan yang didapat sama dengan nol TR=TC. Kondisi ini akan menyebabkan nelayan cenderung untuk mengembangkan jumlah alat serta meningkatkan upaya tangkapan agar mendapatkan hasil yang lebih banyak. Tentu saja secara ekonomi hal ini tidak efisien karena keuntungan yang diperoleh untuk jangka panjang akan berkurang atau sama sekali tidak memperoleh keuntungan atau nol. Keadaan yang akan terjadi pada rezim pengelolaan opes access, bahwa ada dua pendapat sebagai berikut; 1 Jika upaya penangkapan yang digunakan menghasilkan suatu keadaan total cost TC lebih tinggi dari total revenue TR maka nelayan kehilangan penerimaannya dan akan memilih keluar exit dari usaha penangkapan, 2 Jika upaya penangkapan menghasilkan total revenue TR lebih tinggi dari total cost TC, maka nelayan lebih tertarik dan masuk entry untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan. Pada tingkat keseimbangan tercapai, maka proses exit and entry tidak terjadi lagi. Menurut Fauzi A 2004 bahwa keseimbangan open access terjadi jika seluruh rente ekonomi telah terkuras, sehingga tidak ada lagi insentif untuk masuk dan keluar serta tidak ada perubahan pada tingkat upaya yang sudah ada. b Rezim Pengelolaan Sole Owner Hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan bahwa effort pada rezim pengelolaan sole owner MEY lebih rendah dari rezim open access dan kondisi 59 lestari MSY, yaitu masing-masing untuk bagan sebanyak 2.384 trip per tahun, payang sebanyak 2.607 trip per tahun dan tonda sebanyak 435 trip per tahun. Rente yang diperoleh dari rezim pengelolaan sole owner, merupakan rente yang tertinggi dibandingkan dengan pengelolaan open access dan MSY, yaitu untuk bagan ikan teri sebesar Rp 2.942.348.822,91, untuk payang ikan tongkol sebesar Rp 1.471.750.110,10, dan untuk tonda ikan tunacakalang sebesar Rp 3.516.248.400,44. Rente ekonomi pada kondisi maximum economic yield MEY disebut juga sebagai rente sole owner berada pada kondisi maksimum. Hal ini menunjukan bahwa pada tingkat produksi ini tingkat upaya penangkapan sudah dilakukan dengan efisien, sehingga diperoleh hasil tangkapan yang lebih baik dan akan diikuti oleh perolehan rente yang maksimum. Nilai manfaat rente dari rezim pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap tersebut, seperti pada Tabel 18. Tabel 18 Nilai Manfaat Rente Sumberdaya Ikan Teri dengan Alat Tangkap Bagan, Tongkol dengan Alat Tangkap Payang dan TunaCakalang dengan Alat Tangkap Tonda di Perairan Tanjung Mutiara. Kondisi Nilai Rente Teri Bagan Tongkol Payang TunaCakalang Tonda Maximum Sustainable Yield MSY Rp 2.810.406.584,10 1.415.829.109,42 3.482.054.593,77 Bionomic Open Access OA Rp 0 0 0 Biononmic Sole Owner Maximum Economic Yield, MEY Rp 2.942.348.822,91 1.471.750.110,10 3.516.248.400,44 Sumber : Hasil Analisis dari Lampiran 7,11 dan 15. Pada Gambar 19, 20 dan 21 memperlihatkan perbandingan dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan teri dengan unit alat penangkapan bagan, sumberdaya ikan tongkol dengan unit alat penangkapan payang dan sumberdaya ikan tunacakalang dengan unit alat penangkapan tonda di Perairan Tanjung Mutiara. Dalam tampilan gambar tersebut juga tampak kondisi pengelolaan secara dinamik dengan memasukan tingkat discount rate 29. 60 - 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 M EY OA M SY Dinam ik Yi e ld Ef fo rt - 500,000,000 1,000,000,000 1,500,000,000 2,000,000,000 2,500,000,000 3,000,000,000 3,500,000,000 Nil a i Re n te Yie ld h Effort E Phi Gambar 19 Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teri dengan Alat Tangkap Bagan Gambar 19 menunjukkan tingkat rente tertinggi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan teri dengan alat tangkap bagan diperoleh pada pengelolaan rezim MEY yaitu sebesar Rp 2.942.348.822,91 lebih besar bila dibandingkan dengan rezim pengelolaan MSY sebesar Rp 2.810.406.584,10. Pada kondisi MEY tersebut, rente yang diperoleh adalah yang tertinggi atau disebut rente Maximum Economic Yield MEY atau sole awner berada pada kondisi maksimum. Sementara itu untuk kondisi optimal dinamik tingkat rente yang diperoleh adalah sebesar Rp 2.886.878.358. Bila dibandingkan dalam penggunaan effort, ternyata bahwa pada kondisi open access jumlah effort hampair dua kali dari pada kondisi MEY, MSY dan optimal dinamik. - 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 M EY OA M SY Dinam ik Yi e ld Ef fo rt - 200,000,000 400,000,000 600,000,000 800,000,000 1,000,000,000 1,200,000,000 1,400,000,000 1,600,000,000 N ilai R e n te Yie ld h Effort E Phi Gambar 20 Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tongkol dengan Alat Tangkap Payang 61 Gambar 20 menunjukkan tingkat rente maksimal pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol dengan alat tangkap payang diperoleh pada pengelolaan rezim MEY yaitu sebesar Rp 1.471.750.110,10 lebih besar bila dibandingkan dengan rezim pengelolaan MSY sebesar Rp 1.415.829.109,42. Sementara itu untuk kondisi optimal dinamik maka tingkat rente yang diperoleh adalah sebesar Rp 1.300.705.855. Kondisi MEY atau kondisi optimal secara statik berperan penting dalam penentuan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari baik aspek biologi dan ekonominya. - 200 400 600 800 1,000 1,200 M EY OA M SY Dinam ik Yi e ld Ef fo rt - 500,000,000 1,000,000,000 1,500,000,000 2,000,000,000 2,500,000,000 3,000,000,000 3,500,000,000 4,000,000,000 N ila i R e n te Yield h} Effort E Phi Gambar 21 Perbandingan Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan TunaCakalang dengan Alat Tangkap Tonda Gambar 21 menunjukkan tingkat rente maksimal pemanfaatan sumberdaya ikan tunacakalang dengan alat tangkap tonda diperoleh pada pengelolaan rezim MEY yaitu sebesar Rp 3.516.248.400,44 lebih besar bila dibanding dengan rezim pengelolaan MSY sebesar Rp 3.482.054.593,77. Sementara itu untuk kondisi optimal dinamik maka tingkat rente yang diperoleh adalah sebesar Rp 3.469.438.448. Pemanfaatan sumberdaya yang dibatasi pada kondisi maximum economic yield MEY atau terkendali sole owner akan memberikan keuntungan atau rente yang maksimum, karena total penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total pengeluaran. Implikasi dari pemanfaatan sumberdaya yang terkendali itu, terlihat dari effort yang dibutuhkan MEY E dalam penangkapan lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY maupun kondisi 62 open access. Artinya rezim pengelolaan sole owner terlihat lebih bersahabat dengan sumberdaya dan lingkungan dibandingkan dengan kondisi MSY E . Berdasarkan data pada Tabel 17 bahwa, bila dibandingkan dengan kondisi aktual dengan jumlah effort untuk masing-masing alat bagan sebanyak 4.570 trip per tahun, payang sebanyak 3.304 trip per tahun, dan tonda sebanyak 817 trip per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan effort pada kondisi MSY dan MEY akan tetapi masih dibawah kondisi open access. Begitu pula kondisi jumlah tangkapan h aktual, masing-masing untuk bagan sebesar 2267,90 ton, payang sebesar 822,63 ton, dan tonda sebesar 1472,55 ton, sudah melebihi dari jumlah tangkapan dari ketiga kondisi pengelolaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tangkapan secara aktual di Perairan Tanjung Mutiara sudah terjadi biological overfishing dan economic overfshing, karena jumlah effort sudah melebihi MSY dan MEY, walau pun belum melebihi kondisi open access. Sementara untuk jumlah tangkapan h aktual sudah melebih dari kondisi MSY, MEY dan open access.

6.3 Analisis Laju DegradasiDepresiasi Sumberdaya Perikanan