Korea Selatan

2. Korea Selatan

  Hanya dalam jangka waktu kurang lebih 60 tahun, Korea Selatan (Korsel) berhasil melakukan transisi dari perekonomian tidak berkembang, bahkan merupakan salah satu negara termiskin pada 1960an, menjadi negara maju. Keberhasilan tersebut dikenal dengan sebutan “The Korean Miracle” dan merupakan perkembangan ekonomi yang paling berhasil selama abad ke-20. Gross National Income (GNI) per kapita meningkat dari 85 dolar AS pada tahun 1961 menjadi lebih dari 20.000 dolar AS pada tahun 2006. Korsel menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-13 pada tahun 2014. Perkembangan ekonomi Korsel patut diperhatikan karena merupakan pembangunan dengan ekuitas, pengentasan kemiskinan yang tergolong cepat, dan tanpa peningkatan kesenjangan (inequality) selama proses transisi. Elemen-elemen yang menjadikan Korsel pemain utama dalam ekonomi global adalah bantuan dari komunitas internasional, pengabdian masyarakat Korsel untuk bekerja, usaha

  konsisten dari Pemerintah

  untuk membuka

  perekonomiannya, dan upaya perusahaan untuk berinovasi dan meningkatkan daya saing di pasar internasional.

  1990s 2000s

  Sources of

  cheap labor

  manufacturing capability

  Competition

  innovative capability

  Strategy

  CATCH - UP

  INNOVATION

  Industrial Transition to Knowledge-

  Support Export

  Promote Heavy

  Expand technology-

  Promote high-technology

  Development

  Chemical Industries

  intensive industries

  innovation

  Provide Information

  Based Economy

  Policy

  Expand export-orient light

  Shift from Industry Targetting

  Promote New Engines of

  industries

  (HCI)

  to RD Support

  Infrastructure and RD

  Support

  Growth and Upgrade RD

  Scientific

  Leading Role in

  Infrastructure Setting

  RD and Private

  Strategic Area

   Universities’

  Scientific Institution

   Government

  Research Lab

   Informatization Leading Role

  Building

  Research Institutes

  Promotion

   E-Government  Efficient National

  Science

   MOSTKIST

  (GRI)

   National RD Plan

   GRI Restructuring Innovation

  Technology

   ST Promotion Act

   Technical and

  (NRDP)

   U-I-G Linkages

  (ST) Policy

   Five-Year

  Vocation Schools

  Systems (NIS)

   RD Promotion Act

   Private Sector

   Enhancing univ-  Regional

  Economic Plan

   Daedeok Science

  Initiatives in RD

  research capability Innovations

  incl.ST

  Town

   Promotion of

   Promoting co-op System (RIS) and

   KAIST:highly

  Industrial RD

  research

  Innovation

  qualified personnel

   Policy coordination Clusters

  Gambar 46. Transformasi Perekonomian Korea Selatan

  Investasi pendidikan telah memainkan peran penting terhadap pertumbuhan Korsel yang cepat dan berkelanjutan. Strategi pembangunan berfokus pada pencapaian pertumbuhan produktivitas berkelanjutan dengan secara konsisten meningkatkan nilai tambah dari output. Untuk mencapai hal itu, tenaga kerja yang berpendidikan tinggi sangatlah diperlukan. Sejak berakhirnya perang Korea sampai dengan tahun 1960-an, Korsel mengadaptasikan kebijakan substitusi impor untuk pembangunan ekonominya. Tujuan utama perekonomian pada periode itu adalah meningkatkan lapangan pekerjaan dan memperbaiki neraca pembayaran. Korsel mulai mempromosikan industri substitusi ekspor dan impor dimulai dengan subsistensi pertanian (beras) dan padat karya, sektor manufaktur ringan (tekstil dan sepeda). Perekonomian Korsel kala itu banyak bergantung pada bantuan dana asing, salah satunya bantuan dari Amerika Serikat yang menyediakan bahan baku untuk industri three white pada tahun 1950 di Korea berupa gula, benang katun, dan tepung gandum. Akumulasi modal dan investasi dalam pendidikan dasar selama periode itu memungkinkan pergeseran bertahap ke atas rantai nilai tambah menuju komoditas yang lebih canggih. Kunci pergeseran itu adalah penggunaan teknologi yang diperoleh melalui lisensi asing dan diadaptasi untuk produksi dalam negeri.

  Pada awal tahun 1960-an, perekonomian Korea Selatan masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Untuk membebaskan diri dari jeratan kemiskinan, Pemerintah Korsel mencanangkan Five–Year Economic Development Plan pada tahun 1962. Pada tahap awal pembangunan ekonomi, Pemerintah membantu perkembangan industri impor subsitusi yang memproduksi barang antara dasar, seperti semen dan pupuk. Setelah itu, Pemerintah mempromosikan industri ekspor

  padat karya seperti tekstil dan plywood yang memiliki daya saing internasional akibat dari biaya tenaga kerja murah dan mampu menyerap pengangguran maupun pengangguran terselubung. Dalam rangka mendukung industri ekspor, langkah- langkah mempromosikan ekspor secara luas diambil. Pinjaman dengan kebijakan suku bunga rendah diberikan untuk membantu perusahaan-perusahaan ekspor yang mengalami kesulitan keuangan. Berbagai bentuk perlakuan pajak diferensial diberlakukan kepada industri ekspor, seperti pembebasan pajak dan rabat tarif pajak. Pemerintah juga fokus pada mobilisasi yang efisien dan alokasi sumber daya investasi. Beberapa bank khusus didirikan untuk membiayai sektor–sektor strategis terbelakang seperti UMKM dan konstruksi perumahan. Bersamaan dengan hal tersebut, untuk mendorong masuknya arus modal asing, The Foreign Capital Inducement Act disahkan pada tahun 1966 dan bank asing diperbolehkan untuk membuka cabang sejak tahun 1967. Proses industrialisasi ekonomi Korsel yang cepat dibawah bimbingan Pemerintah selama tahun 1960-an menunjukkan kinerja yang mengesankan. Selama proses industrialisasi berorientasi pada pertumbuhan, sejumlah besar modal asing perlu didorong karena dana simpanan domestik tidak mencukupi untuk membiayai permintaan investasi yang sangat besar. Oleh karena itu, jumlah uang beredar meningkat dengan cepat untuk membiayai berbagai proyek pemerintah.

  Pertengahan tahun 1970-an implementasi kebijakan industri yang tepat guna oleh Pemerintah berdampak pada pergeseran ke pengembangan industri berat (contoh bahan kimia, besi dan baja, otomotif, serta pembangunan kapal). Seiring dengan industrial targeting, berbagai kebijakan diberlakukan untuk lebih meningkatkan kemampuan teknologi bersamaan dengan memperbaiki akses ke dan kualitas dari pelatihan teknis dan kejuruan. Tujuan mendorong HCI adalah untuk mendorong industri pertahanan, mengejar Jepang dalam industri HCI, merespons peningkatan proteksionisme dalam industri ringan, serta mencapai impor subsitusi pada barang kapital. Investasi dalam sektor–sektor baru didukung oleh insentif pajak dan keuangan serta pemberian bantuan pada grup perusahaan besar (Chaebol). Suksesnya transformasi industri berat dan kimia ke sektor ekspor baru mengakibatkan Korsel mampu mempertahankan laju pertumbuhan yang kuat sepanjang tahun 1970. Namun, dalam melaksanakan rencana pembangunan ekonomi yang ambisius dengan dana tabungan domestik yang tidak mencukupi, perekonomian diwarnai dengan kekurangan dana yang cukup besar. Kesenjangan investasi-tabungan ini dijembatani dengan mendorong masuknya dana asing atau dengan meningkatkan pasokan uang. Sebagai konsekuensinya, utang luar negeri Pertengahan tahun 1970-an implementasi kebijakan industri yang tepat guna oleh Pemerintah berdampak pada pergeseran ke pengembangan industri berat (contoh bahan kimia, besi dan baja, otomotif, serta pembangunan kapal). Seiring dengan industrial targeting, berbagai kebijakan diberlakukan untuk lebih meningkatkan kemampuan teknologi bersamaan dengan memperbaiki akses ke dan kualitas dari pelatihan teknis dan kejuruan. Tujuan mendorong HCI adalah untuk mendorong industri pertahanan, mengejar Jepang dalam industri HCI, merespons peningkatan proteksionisme dalam industri ringan, serta mencapai impor subsitusi pada barang kapital. Investasi dalam sektor–sektor baru didukung oleh insentif pajak dan keuangan serta pemberian bantuan pada grup perusahaan besar (Chaebol). Suksesnya transformasi industri berat dan kimia ke sektor ekspor baru mengakibatkan Korsel mampu mempertahankan laju pertumbuhan yang kuat sepanjang tahun 1970. Namun, dalam melaksanakan rencana pembangunan ekonomi yang ambisius dengan dana tabungan domestik yang tidak mencukupi, perekonomian diwarnai dengan kekurangan dana yang cukup besar. Kesenjangan investasi-tabungan ini dijembatani dengan mendorong masuknya dana asing atau dengan meningkatkan pasokan uang. Sebagai konsekuensinya, utang luar negeri

  Awal tahun 1980-an, efek samping dari manajemen ekonomi berorientasi pertumbuhan makin mencolok. Krisis minyak yang kedua dan kekacauan politik dalam negeri memberikan dampak yang cukup berarti. Akibatnya, perekonomian Korsel mengalami berbagai kesulitan selama tahun 1980 dan mencatat pertumbuhan negatif pertama sejak Development Plan pertama kali dicanangkan dan defisit transaksi neraca berjalan yang besar. Untuk mengatasi kesulitan itu, Pemerintah melakukan langkah–langkah penyesuaian struktural untuk meningkatkan efisiensi ekonomi. Pertama, Pemerintah menggeser prioritas kebijakan ekonomi dari pertumbuhan ke stabilitas dan secara aktif mendorong penyesuaian investasi berganda dan likuidasi perusahaan-perusahaan bermasalah. Bersamaan dengan kebijakan itu, pergeseran ke ekonomi yang lebih terbuka dan deregulasi dilakukan secara bertahap, sebagai bagian dari langkah menuju private– initiative pada manajemen ekonomi. Sayangnya, upaya tersebut tidak begitu membuahkan hasil karena situasi ekonomi politik yang rentan. Meskipun demikian, kebijakan moneter dan fiskal yang ketat serta kestabilan baru harga minyak internasional, berkontribusi pada pembangunan dasar perekonomian Korsel yang stabil. Namun, pertumbuhan ekonomi yang terus tinggi menyebabkan ketidakstabilan harga baru. Selain peningkatan inflasi, upah juga mengalami peningkatan.

  Korsel terus menekuni manufaktur bernilai tambah tinggi pada tahun 1990- an dengan mempromosikan inovasi teknologi tinggi. Kenaikan upah buruh domestik dan apresiasi mata uang Won telah mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan yang cukup besar, yang memicu serangkaian reformasi, termasuk reformasi pasar keuangan. Bersamaan dengan pendirian infrastruktur informasi yang modern dan lebih mudah diakses, ekspansi kemampuan pengembangan riset tetap dilakukan di industri Korsel, yang pada akhirnya menarik minat tenaga kerja terampil yang dihasilkan dari ekspansi pemerintah akan sistem pendidikan tinggi. Pasca- terjadinya krisis keuangan pada pertengahan tahun 1990-an, upaya kebijakan dilakukan untuk mentransformasi perekonomian Korsel menjadi ekonomi berbasis pengetahuan yang memunculkan berbagai inovasi serta meningkatkan produktivitas secara keseluruhansehingga dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Banyak faktor yang berperan dalam perubahan ekonomi Korsel yang Korsel terus menekuni manufaktur bernilai tambah tinggi pada tahun 1990- an dengan mempromosikan inovasi teknologi tinggi. Kenaikan upah buruh domestik dan apresiasi mata uang Won telah mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan yang cukup besar, yang memicu serangkaian reformasi, termasuk reformasi pasar keuangan. Bersamaan dengan pendirian infrastruktur informasi yang modern dan lebih mudah diakses, ekspansi kemampuan pengembangan riset tetap dilakukan di industri Korsel, yang pada akhirnya menarik minat tenaga kerja terampil yang dihasilkan dari ekspansi pemerintah akan sistem pendidikan tinggi. Pasca- terjadinya krisis keuangan pada pertengahan tahun 1990-an, upaya kebijakan dilakukan untuk mentransformasi perekonomian Korsel menjadi ekonomi berbasis pengetahuan yang memunculkan berbagai inovasi serta meningkatkan produktivitas secara keseluruhansehingga dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Banyak faktor yang berperan dalam perubahan ekonomi Korsel yang

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24