Pelajaran dari Negara Lain

4.2 Pelajaran dari Negara Lain

  “The right model for industrial policy is not that of an autonomous government applying Pigovian taxes or subsidies (i.e. lump sum taxes or subsidies), but of strategic collaboration between the private sector and the government with the aim of uncovering where the most significant obstacles to restructuring lie and what type of interventions aremost likely to remove them” (Dani Rodrik, Harvard University, Industrial Policy in the Twenty First Century).

  Dari studi yang dilakukan terhadap transformasi perekonomian beberapa peer countries, dapat ditarik beberapa benang merah. Model pertumbuhan yang diadopsi untuk keluar dari lower income country umumnya merupakan pertumbuhan yang didorong industri manufaktur yang berorientasi ekspor. Untuk melakukan hal itu, struktur endowment perlu ditingkatkan melalui akumulasi modal dan peningkatan tenaga kerja. Strategi yang dilakukan berfokus dengan menjadikan negaranya sebagai basis produksi industri yang efisien dan sebagai tempat berproduksi ekspor. Pertumbuhan itu dimotori oleh perusahaan swasta dengan peran pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan usaha dan menyediakan kompetisi yang efektif tanpa menciptakan birokrasi dan mengganggu pasar. Untuk mencapai hal tersebut, reformasi yang dilakukan berpusat pada keterbukaan terhadap perdagangan dan investasi, reformasi institusi untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi investasi dan bisnis, serta reformasi industrial upgrading bertahap sesuai dengan struktur endowment.

  Sebagai gambaran, strategi industri yang telah dilakukan Tiongkok dan beberapa negara lainnya, seperti Singapura, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Vietnam dibahas dalam penelitian ini. Namun, dalam bab ini hanya dijelaskan Sebagai gambaran, strategi industri yang telah dilakukan Tiongkok dan beberapa negara lainnya, seperti Singapura, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Vietnam dibahas dalam penelitian ini. Namun, dalam bab ini hanya dijelaskan

  4.2.1 Tiongkok

  Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, Tiongkok berhasil bertransformasi dari perekonomian tertutup berbasis sumber daya alam dan agrikultur menjadi negara dengan PDB riil terbesar di dunia pada tahun 2014 (PDB PPP) yang berbasis manufaktur dan berorientasi ekspor. Reformasi di Tiongkok meliputi tiga aspek, yaitu transformasi struktural, liberalisasi ekonomi, dan transisi institusi. Reformasi yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk mendorong partisipasi sektor swasta (private sector-led growth).

  Strategi reformasi Tiongkok berlangsung secara bertahap dimulai dari isu sederhana yang bersifat mikro hingga ke isu kompleks yang bersifat makro. Strategi tersebut terdiri atas (1) reformasi gradual yang berorientasi pasar, (2) keterbukaan pada perdagangan dan investasi, dan (3) strategi industri yang bersifat comparative advantage following (CAF). CAF adalah reformasi yang mengikuti alur learning and innovation untuk mengeksplorasi comparative advantage.

  Gambar 41. Reformasi Tiongkok

  Proses reformasi dan keterbukaan terjadi secara bersamaan, saling terkait dan menguatkan. Strategi pengembangan industri CAF pada dasarnya menegaskan bahwa suatu negara tidak dapat tumbuh di luar tahapan pertumbuhannya (struktur endowment yang dimilikinya) atau melakukan ekspor yang sektornya tidak memiliki comparative advantage.

  1. Strategi Industri Tiongkok

  Untuk meningkatkan industrinya, strategi Tiongkok adalah meningkatkan endowment structure. Terdapat dua endowment yaitu modal dan tenaga kerja. Modal (capital) harus terakumulasi lebih cepat dari pertumbuhan tenaga kerja dan SDA. Akumulasi modal dapat diperoleh melalui investasi asing dalam bentuk FDI. FDI tidak hanya membawa akses pasar terkait produk dan pesanan, tetapi juga memungkinkan terjadi transfer teknologi yang mendorong peningkatan struktur tenaga kerja. Seiring pertumbuhan struktur endowment tersebut, struktur industriteknologi juga akan meningkat melalui proses belajar dan akumulasi pengetahuan. Secara khusus relokasi tenaga kerja dan pertumbuhan human capital akan tercipta pada sektor ketika harga telah terliberalisasi dan terdapat comparative advantage. Secara bertahap industrial upgrading Tiongkok berlangsung seperti paparan berikut.

  a. 1986: Transformasi Tiongkok dari eksportir berbasis SDA menjadi eksportir

  manufaktur labor intensive yang sesuai dengan comparative advantage Tiongkok pada waktu itu, yaitu saat ekspor TPT melampaui ekspor minyak mentah.

  b. 1995: Transformasi Tiongkok dari eksportir industri labor intensive menjadi nontraditional labor intensive, yaitu saat ekspor mesin dan elektronik melampaui TPT.

  c. 2001: Transformasi Tiongkok menjadi eksportir produk baru yang memiliki kecanggihan tinggi (high tech) yang didorong saat Tiongkok masuk sebagai anggota WTO.

  2. Reformasi institusi yang bertujuan untuk menyediakan kondisi ketika sektor

  swasta dapat berproses dengan cepat dengan mengurangi dominasi dan kontrol pemerintah. Hal itu dilakukan melalui manajemen mikro seperti mengganti pertanian sifat kolektif menjadi sistem berbasis rumah tangga (household- responsibility system), melakukan privatisasi terhadap SOE, dan melonggarkan mekanisme alokasi sumber melalui non–state enterprises-TVE, serta membuat kebijakan yang bersifat makro seperti merelaksasi kontrol pemerintah dalam sistem harga komoditas dengan dual track price system, meliberalisasi harga, dan melakukan relaksasi pada sistem nilai tukar.

  3. Kebijakan investasi yang bertujuan mendorong investasi asing masuk untuk

  membawa Tiongkok masuk ke pasar internasional, membangun SDM, serta melakukan transfer ilmu pengetahuan. Strategi yang ditempuh adalah (1) membawa Tiongkok masuk ke pasar internasional, membangun SDM, serta melakukan transfer ilmu pengetahuan. Strategi yang ditempuh adalah (1)

  4. Kebijakan peningkatan human capital untuk mendorong pertumbuhan

  endowment melalui learning and capital accumulation. Akumulasi kapital dilakukan dengan kebijakan investasi di atas, sedangkan pertumbuhan human capital dilakukan dengan berinvestasi pada sektor kesehatan dan pendidikan (training, pertukaran pelajar, work-study training program, magangvocational training di negara lain) serta menyediakan kondisi learning process untuk sektor swasta dengan melakukan liberalisasi harga dan mendorong relokasi tenaga kerja dan human capital dari sektor publik ke swasta dan ekspor.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24