SUMBER DAYA EKONOMI KREATIF
BAB VII SUMBER DAYA EKONOMI KREATIF
8.1 SUMBER DAYA MANUSIA KREATIF
Richard Florida menggolongkan sumber daya kreatif di Amerika menjadi strata baru yang disebut strata kreatif, dan menggolongkannya menjadi dua komponen utama yaitu:
1. Inti super kreatif (super creative core) Strata inti super kreatif terdiri dari ilmuwan dan insinyur, profesor pada universitas, pujangga dan pengarang cerita, seniman dan seniwati,entertainers, aktor, desainer dan arsitek, pengarang cerita nonfiksi, editor, tokoh budaya, peneliti, analis, produser film, dan pekerja kreatif lainnya yang secara insentif berperan dalam proses kreatif.
2. Pekerja kreatif profesional (creative professional) Orang yang bekerja pada strata ini pada umumnya beekerja pada industri yang memiliki karakteristik dalam mengintensifkan penggunaan ilmu pengetahuan (knowledge intensive), seperti industri berbasis teknologi tinggi, berbasis jasa keuangan, berbasis hukum , praktisi kesehatan, keteknikan, dan manajemen bisnis. Semua individu tersebut terlibat dalam penyelesaian masalah yang memerlukan kreativitas (creative problem solving). Mereka biasanya mengkombinasikan metode standar dengan cara yang unik. Sumber daya manusi kreatif adalah orang-orang yang menciptakan ide-ide baru,
teknologi dan metode baru, serta kandungan baru (new content), (Departemen Perdagangan, 2008: 20). Dengan kata lain, sumber daya kreatif adalah sumber daya manusia yang selalu mengasah kepekaan dan kesiapan untuk proaktif dalam menghadapi perubahan- perubahan yang ditemukan dalam dunia nyata.
Departemen Perdagangan mengatakan bahwa untuk menciptakan sumber daya manusia kreatif, lembaga pendidikan seharusnya mengarah kepada sistem pendidikan yang menciptakan hal berikut :
1. Kompetensi yang kompetitif Untuk menciptakan kompetensi yang kompetitif, lembaga pendidikan harus memperbanyak pelatihan yang beriorientasi ke lapangan, eksperimen, penelitian dan pengembangan, serta mengadakan proyek kerja sama multidisipliner yang beranggotakanberbagai keilmuan, sains, teknologi dan seni.
2. Intelegensia multidimensi Harus menempatkan porsi yang sama dalam dunia pendidikan antara kecerdesan rasional (Intellegentia Quotient-IQ), kecerdasan emosional (Emotional Quetient-EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quetient-SQ) untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berinteligensia, rasional tinggi, dan memiliki daya kreativitas yang tinggi.
8.2 POLA PIKIR KREATIF MASA DEPAN (FIVE MINDS OF THE FUTURE)
Fondasi ekonomi kreatif adalah modal insani, yang terdiri dari modal intelektual yang diwujudkan dalam bentuk pola berpikir kreatif. Pola berpikir kreatif adalah pola pikir yang lebih mengedanpakn high concept (konsep tinggi) dan high touch (sentuhan tinggi). High concept adalah kemampuan menciptakan keindahan secara artistik dan menciptakan emosional dalam rangka mengenali pola-pola dan peluang-peluang, serta menciptakan sesuatu yang indah dan mampu menghasilkan temuan-temuan yang belum dipikirkan orang lain. Sedangkan high touch adalah kemampuan berempati, dan memahami esensi intereksi antarmanusia dan menemukan makna-makna.
Berpikir kreatif adalah kegiatan berimajinasi, abstrak, dan berobsesi. Menurut Daniel L.Pink (2005), ada beberapa prinsip yang harus dimiliki dalam pola pikir kreatif atau disebut whole-brain innovation.
1. Not junction but also.... DESIGN
2. Not just argument, but also..... STORY
3. Not just focus, but also.... SYMPHONY
4. Not just logic, but also.... EMPHATY
5. Not just seriousness, but also..... PLAY
6. Not just accumalation, but also..... MEANING Dengan demikian, seorang kreator adalah seseorang yang selalu memiliki pola pikir
whole brain innovation sebagai berikut:
1. Tidak hanya berpikir tentang bagaimana menciptakan sesuatu dari segi fungsi, tetapi juga berpikir bagaimana membuat desain yang menarik.
2. Tidak hanya berpikir tentang bagaimana berargumentasi, tetapi juga pikirkan tentang cerita atau sejarahnya.
3. Tidak hanya berpikir tentang fokus, tetapi juga pikirkan tentang simfoni
4. Tidak hanya berpikir soal logika, tetapi juga berempati
5. Tidak hanya berpikir serius, tetapi juga berpikir tentang permainan
6. Tidak hanya berpikir tentang jumlah atau akumulasi, tetapi juga pikirkan tentang makna atau arti penting dari sesuatu yang diciptakan. Howar Gardner dalam bukunya The Five Minds of the Future dan dikutip oleh Kelompok
Kerja Design Power Departemen Perdagangan (2008: 2-3), mengemukakan lima pola pikir yang diperlukan dimasa yang akan datang yaitu sebagai berikut :
1. Pola pikir yang pertama adalah disciplined mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seorang praktisi yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita mestinya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.
2. Pola pikir yang kedua adalah : synthesizing mind (pikiran mensintesa). Atau juga pola untuk mencerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerful. Kecakapan dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak, dan dunia online. Dan sialnya, bongkahan informasi yang deras mengalir itu acap dipenuhi dengan informasi sampah (junk information). Tanpa kecapakan memilah dan mensintesakan beragam informasi itu, percayalah, kita bisa tergelincir dan tenggelam dalam lautan informasi. Information overload, demikian Alvin Toffler pernah menyebutnya beberapa tahun silam (lewat bukunya yang legendaris itu, The Third Wave).
3. Pola pikir yang ketiga adalah creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini menggedor kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan- pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara 3. Pola pikir yang ketiga adalah creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini menggedor kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan- pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara
4. Pola pikir berikutnya adalah respectful mind (pikiran merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menyambut perbedaan pandangan dengan sukacita, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati nan teduh bagi pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.
5. Pola pikir yang terakhir atau kelima yang juga amat dibutuhkan adalah ethical mind (pikiran etis). Inilah pola pikir yang terus membujuk kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita. Sebab pada akhirnya, bagaimana mungkin kita aka e jadi u at ter aik di uka
u i jika keluhura ilai-nilai etika kita penuh dengan debu, robek dan usang?