Kerangka Teori
F.3. Politik Santri
Sebagaimana model kategorisasi Geertz yang membagi masyarakat menjadi tiga kelompok besar yaitu priyayi, santri, dan abangan. Para sarjana, peneliti dan ilmuwan sering menuliskan bahwa kubu Santri di Indonesia yang paling kuat adalah dari kalangan NU yang tradisional dan MD yang modern. Meski ini problematik dan debatable dalam penda- huluan ini sangat dibatasi untuk berpanjang lebar mendiskusikannya. 51 Mulkhan (2003) membagi kelompok santri menjadi dua yaitu Islam politik dan Islam etik, 52 hal serupa pernah dilakukan oleh Nakamura (1983).
Pengalaman panjang partai Islam dalam perjalanan politik di republik ini kiranya penting untuk dijadikan bahan renungan dalam melihat MD. Abdul Munir Mulkhan, mantan anggota PP Muhammadiyah memberikan catatan bahwa hanya Masyumi yang pernah berjaya dalam pemilu pertama 1955 di mana MD sebagai anggota istimewa. Namun, prestasi ini baru terjadi sekali di tengah pemilih yang mayoritas muslim tapi minoritas santri. 53
51 Geerzt, Santri Priyayi Abangan, 52 Abdul Munir Mulkhan, Moral Politik Santri, Agama dan Pembelaan Kaum Tertindas,
(Jakarta: Erlangga, 2003) hlm.137 53 Abdul Munir Mulkhan, makalah, Muhammadiyah Rindu Kuasa?, dalam seminar Muhammadiyah dan Peran Politik Kebangsaan, 22 April 2009, di Yogyakarta.
Polit ik Elit e Muhammadiyah
MD dan NU sering dikategorikan sebagai dua kelompok santri yang berbeda haluan dalam memandang modernitas. Kuntowijoyo pernah mengaktegorikan MD sebagai ‘muslim tanpa masjid’ yang berisi kelompok intelektual. Sementara Munir Mulkan membagi MD dalam laporan risetnya menjadi tiga kategori: Islam-Iklas, Muhammadiyah-NU (Munu), Muhammadiyah-Nasionalis atau disebut juga Muhammadiyah Markhenis. Sebetulnya pembelahan jauh lebih kompleks sekarang adalah konfigurasi berdasar ideologis, politik, sosiaologis. Ada istilah Muhammadiyah konsevatif, puritan, fundamentalis, Salafi, Muhammadiyah progresif, ada Muhammadiyah liberal, ada pula Muhammadiyah ideologis, Muham- madiyah politisi, ada Muhammadiyah borjuis, ada Muhammadiyah proletar, dan sebagainya. (dibahas dalam bab berikutnya).
MD sering ‘diklaim’ sebagai gerakan sosial Islam yang memiliki con- cern terhadap kaum tertindas atau mustadh’afin dan memiliki prestasi gemilang dalam poses transformasi kultural umat, dalam konteks Indo- nesia mungkin organisasi MD-lah yang patut disebut.
Sejak awal didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan, organisasi Islam terbesar ini telah meneguhkan dirinya sebagai gerakan sosial Islam liberatif yang lebih berwatak puritan. Meskipun dalam perspektif teori gerakan masih ada perdebatan, apakah organisasi ini lebih disebut sebagi gerakan Islam
atau gerakan sosial-Islam. 54 Agama dalam pemahaman keagamaan organi- sasi ini dikonstruksi sebagai rasionalisasi hidup sehingga keimanan dan keshalehan yang diamalkan tidak hanya bersifat vertikal atau transenden semata akan tetapi juga bersifat horisontal. Dalam artian, visi keagamaan yang dibangun oleh gerakan ini memiliki kepedulian terhadap pergulatan kehidupan kemanusiaan. Inilah mungkin yang megidentikan surat al-maun adalah “ayatnya” MD. Begitu juga surat Ali-Imran ayat 104 identik ayatnya MD.
Sebagai organisasi Islam terbesar, MD memiliki tanggung jawab moral untuk mengarahkan masa depan negeri ini. Apalagi tema dalam tanwir adalah membangun visi dan karakter bangsa. Sebuah momentum yang cukup tepat bagi Muhammadiyah untuk berkontribusi dalam menuntun
54 Moeslim Abdurrahman: 2003
David Efendi
jalannya demokrasi di negeri ini. Selain itu, kader-kader MD sudah tersebar di berbagai sektor pemerintahan sehingga kualitas dan kapabilitas mereka perlu dikembangkan ke jenjang yang lebih luas lagi. Kader MD juga kader bangsa, sehingga bukan menjadi sesuatu yang mengherankan jika ada kader MD yang ‘menghibahkan’ dirinya untuk berkontestasi politik di tingkat nasional.
Terkait hubungan MD dan politik, dalam salah satu keputusan Muktamar pada tahun 1990 disebutkan bahwa dalam bidang politik, MD berusaha sesuai dengan khittahnya, yaitu: dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, MD harus dapat membuktikan secara operasional dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik In- donesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, material dan spiritual yang diridhai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, MD tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
Usaha MD dalam bidang politik tersebut merupakan bagian dari gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasar landasan dan peraturan yang berlaku dalam MD. Dalam hubungan ini Muktamar MD ke-38 telah menegaskan bahwa: 55
1. MD adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
2. Setiap anggota MD, sesuai dengan hak asasinya, dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Dalam hal ini penulis terinspirasi untuk mengutip agak panjang bagai- mana pandangan Amien Rais mengenai kiprah MD, sebagaimana kutipan berikut:
55 Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya
Polit ik Elit e Muhammadiyah
“Menurut teori al-Qur’an, orang mukmin seyogyanya menjadi pemimpin, bukan hanya menjadi pak turut. Menjadi imam lil mu’miniem dan imam lin-naas (al-Furqon: 74 dan al-Baqarah: 124). Qur’an juga menyuruh kita untuk membangun kekuatan multidimensional untuk memenangkan perjuangan fi sabilillah (al-Anfal:60). Cara mencapai tujuan perjuangan, yakni membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, tentu dengan kerja keras dan kerja total atau jihad (antara lain: al-Hujurat 15; al-Maidah 54; al-Maidah 35; at- Taubah 24 dan puluhan ayat lainnya).
Tidak bisa tidak, kelompok yang dapat membangun peradaban utama masa depan adalah mereka yang memegang kunci-kunci pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kekuatan ekonomi, perdagangan-perbankan, politik, penegakan hukum, media-massa dan memiliki kekuatan intelektual yang unggul. Dan jangan pernah dilupakan pentingnya perjuangan politik, karena pemegang kekuasaan politiklah yang mengatur distribusi kekuatan nasional yang pada gilirannya sangat strategis untuk membangun peradaban baru. Sayang sekali setelah seratus tahun, Muhammadiyah belum ikut memegang kunci-kunci pengembangan kehidupan nasional, kecuali hanya sesekali kader Muhammadiyah menjadi menteri kabinet, atau memegang pos-pos penting lainnya. Demikian juga situasi yang dihadapi oleh Umat Islam Indonesia pada umumnya, tidak berbeda jauh dengan Muhammadiyah.”
Dan, satu lagi pernyataan yang sangat keras dilontarkan oleh Amien Rais menyikapi serentetan kegagalan MD mengusung dirinya dan Partai Amanat Nasional menjadi partai papan atas adalah:
“Mungkin, karena agak sulit, perjuangan untuk ikut memegang kunci-kunci atau pos-pos strategis itu, lantas muncul semboyan bahwa dakwah kultural akan bisa menutup kelemahan-kelemahan selama ini. Saya kadang khawatir, jangan-jangan gagasan dakwah kultural sedikit banyak merupakan gagasan pelarian.” 56
Terkait politik santri ala Muhammadiyah banyak ragam penjelasan yang dapat dikaji mulai peran dalam Masyumi, Parmusi, pendirian PAN, pencalonan
Amien Rais sebagai presiden sampai pendirian PMB dan pertemuan dua pasang capres di kantor PP Muhammadiyah. Salah satu bentuk manufer elite
56 Amien Rais, makalah dengan judul “Umat Islam Indonesia, Muhammadiyah dan Pembangunan Peradaban U tama di Indonesia”. Disampaikan pada Pengajian Ramadhan PP
Muhammadiyah 1430 H di UMY.
David Efendi
adalah bagaimana Dien Syamsuddin menggalang dukungan melalui PMB dan safari politik ke wilayah-wilayah dan pendekatan kepada partai besar.