Stock Repurchase dan Return Saham

3. Stock Repurchase dan Return Saham

Berdasarkan free cashflow theory, reaksi pasar pada saat pengumuman stock repurchase berhubungan dengan ketersediaan excess cashflow yang dimiliki perusahaan yang digunakan untuk membiayai

semua proyek perusahaan dengan nilai NPV positif. Penelitian Jensen, 1986 yang dikutip oleh Rahma (2009) menjelaskan bawa kelebihan cashflow ini akan menimbulkan konflik kepentingan antara pihak perusahaan (manajemen) dengan pemegang saham. Konflik ini timbul karena manajer biasanya mengalokasikan dananya pada beberapa proyek. Dengan ketersediaan dana yang sangat banyak manajer bebas untuk menggunakan dananya bagi proyek-proyek yang ada. Ditakutkan proyek yang diambil, adalah beberapa proyek yang tidak menguntungkan. Jika terjadi kerugian, akan mempengaruhi profit yang didapatkan perusahaan, secara tidak langsung akan mengurangi earning bagi pemegang saham. Sedagkan para pemegang saham (investor) akan lebih memilih agar setiap free cashfolw perusahaan dibagikan baik dalam bentuk special deviden atau dalam bentuk stock repurchase.

Seperti dalam hipotesis sinyal informasi pelaksanaan stock repurchase di bursa efek dapat diartikan sebagai suatu tanda bahwa perusahaan mengharapkan akan memperoleh peningkatan arus kas pada masa yang akan datang, tetapi dapat juga berarti bahwa perusahaan tidak memperoleh kesempatan investasi yang menguntungkan lagi. Jadi informasi yang beredar dapat diartikan sebagai kabar baik atau buruk oleh pemegang saham.

Penelitian dari Peterson, Fredriksson & Nilfjord pada perusahaan go public di bursa efek Swedia tahun 2000. Mereka mengukur reaksi pasar dari program stock repurchase yang dilakukan perusahaan emiten.

Peterson, Fredriksson & Nilfjord menggunakan return saham tidak normal (abnormal return) untuk menjelaskan reaksi pasar yang terjadi. Hasilnya menemukan bahwa reaksi pasar dari abnormal return signifikan 1,12 persen positif di Stockholm, 1,08 persen di Helsinki pada hari ke-0 stock repurchase .

Hasil penelitian Comment dan Jerrel (1991) yang dikutip oleh Brown (2007) mengenai return saham pada stock repurchase dengan tiga metode yang berbeda, yaitu ducth auction, open market repurchase dan fixed-price self tender offer. Ketiganya menghasilkan excess return yang positif dari saham pada saat pengumuman dengan presentase 11% untuk fixed-price self tender offer , 8% untuk ducth auction, dan 2% untuk open market repurchase .

Penelitian tentang reaksi pasar atas stock repurchase di Indonesia seperti pada penelitian Ricky Bay (periode Januari 1999 - Oktober 2006 ) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga saham bereaksi secara positif dan signifikan pada hari t = 10 yaitu pada hari dimuatnya pengumuman rencana pembelian kembali saham tersebut di surat kabar nasional dan juga reaksi positif dan signifikan juga terjadi selama periode t = 0 sampai dengan t+4. hasil penelitian ini menunjukkan tentang adanya persepsi pasar yang positif terhadap peristiwa pengumuman pembelian kembali saham yang dilakukan perusahaan, serta memberikan dukungan terhadap teori signaling, free cashfowl agency theory, dimana teori-teori tersebut juga memberikan argumen adanya keuntungan yang diperoleh Penelitian tentang reaksi pasar atas stock repurchase di Indonesia seperti pada penelitian Ricky Bay (periode Januari 1999 - Oktober 2006 ) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga saham bereaksi secara positif dan signifikan pada hari t = 10 yaitu pada hari dimuatnya pengumuman rencana pembelian kembali saham tersebut di surat kabar nasional dan juga reaksi positif dan signifikan juga terjadi selama periode t = 0 sampai dengan t+4. hasil penelitian ini menunjukkan tentang adanya persepsi pasar yang positif terhadap peristiwa pengumuman pembelian kembali saham yang dilakukan perusahaan, serta memberikan dukungan terhadap teori signaling, free cashfowl agency theory, dimana teori-teori tersebut juga memberikan argumen adanya keuntungan yang diperoleh

Maria ruth pantouw (2008) meneliti dampak stock repurchase terhadap kebijakan deviden dan nilai perusahaan. Nilai perusahaan terdiri dari nilai pasar saham dan nilai intrinsik saham perusahaan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah keputusan stock repurchase dapat meningkatkan nilai pasar saham dan nilai intrinsik saham perusahaan serta untuk mengetahui bagaimana dampak stock repurchase terhadap kebijakan deviden perusahaan. Setelah melakukan stock repurchase laba per lembar saham atau earning per share (EPS) perusahaan mengalami kenaikan. Kenaikan EPS ini pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga saham perusahaan. Kenaikan harga saham ini meningkatkan nilai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis terakhir yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut:

H 5 = Abnormal Return saham bereaksi terhadap peristiwa pengumuman stock repurchase.

H 6 = Terdapat perbedaan Abnormal Return saham sebelum dan sesudah stock repurchase.