hydrogen peroxidase menjadi air. Selain enzim, terdapat beberapa molekul kecil yang berperan dalam memakan ROS, seperti ascorbate, piruvat, flavonoid,
karotenoid, dan gluthation yang muncul dalam kosentrasi milimolar dalam sel. Keseimbangan antara produksi ROS dan mekanisme pertahanan dari
antioksidan mencerminkan derajat stres oksidatif. Efek samping dari Stres ini akan memodifikasi selular protein, lemak dan DNA. Kebanyakan studi, Stres oksidatif
akan memodifikasi protein sehingga terbentuk derivat carbonyl, yang nantinya menjadi penanda dalam derajat stres oksidatif.
23,24
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa sel-sel yang tua dan organisme berakumulasi meningkatkan kadar oksidan yang merusak nukleus DNA. Mungkin
karena kedekatannya dengan sumber utama pembentukan oksidan, atau karena sistem perbaikan DNA yang terbatas, mitokondria DNA umumnya dianggap lebih
sensitif dibandingkan nukleus DNA dalam kerusakan oksidatif. Terdapat dua penelitian yang mengungkapkan bahwa stres oksidatif menimbulkan kerusakan
pada mitokondria DNA. Peningkatan kerusakan mitokondria akan menyebabkan kerusakan fungsi dan integritas mitokondria, sehingga menyebabkan produksi ROS
yang berlebih dan ini merupakan suatu siklus atau lingkaran dalam terjadinya kerusakan DNA.
23
24
2.3.1 Stres Oksidatif pada Menopause dan Penuaan aging
Stres oksidatif, yang didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan, yang memainkan peran penting dalam proses penuaan normal.
Stres oksidatif juga terlibat dalam patogenesis sejumlah proses penyakit, termasuk yang berkaitan dengan usia degeneratif proses seperti penyakit jantung,
aterosklerotik, sirosis hati non-alkohol, dan berbagai patologi yang mengenai sistem
Universitas Sumatera Utara
reproduksi wanita. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan vasomotor, osteoporosis dan penyakit kardiovaskular secara signifikan berkorelasi
dengan hilangnya estrogen secara progresif dan efek pelindungnya, dikombinasikan dengan kekurangan pertahanan antioksidan yang mengarah ke ketidakseimbangan
redoks yang nyata. Vural et al. membandingkan serum TNF-a, IL-4, IL-10, dan IL-12 pada saat
fase folikular pada pada wanita premenopause, usia 19-38 tahun, dengan postmenopause, usia 37-54 tahun. Konsentrasi serum yang lebih tinggi dari TNF-a,
IL-4, IL-10, dan IL-12 terlihat pada postmenopause dibandingkan dengan premenopause. Kadar TNF-a dan sitokin inflamasi telah diketahui tinggi pada
keadaan stres oksidatif. Oleh karena itu, dapat dispekulasikan bahwa stres oksidatif meningkat pada pascamenopause. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan
antara kompensasi TNF-a dan IL-4. Peningkatan kadar IL-4, dengan efek anti- inflamasinya, dapat digunakan untuk melawan efek keadaan pro-inflamasi yang
disebabkan oleh peningkatan kadar TNF-a.
25
Signorelli et al. juga melaporkan temuan yang menunjukkan kadar stres oksidatif yang tinggi pada menopause. Kadar serum darah digunakan untuk menilai
malondialdehyde MDA, 4-hydroxynenal 4-HNE, LDL teroksidasi, dan glutation peroksidase GSH-Px yang dibandingkan pada dua kelompok: wanita usia subur,
antara usia 30-35 dan pascamenopause, antara usia 45-55. Kelompok postmenopause menunjukkan peningkatan yang signifikan pada biomarker pro-
oksidan: MDA, 4-HNE, dan LDL teroksidasi, sedangkan kadar antioksidan GSH-Px secara signifikan menurun bila dibandingkan dengan subyek kontrol
premenopause.
26
7
Universitas Sumatera Utara
Estrogen terlibat dalam sejumlah proses fisiologis dalam jaringan pada sistem kardiovaskular. Hal ini dikenal sebagai perlindungan terhadap penyakit
kardiovaskular dengan cara efek yang dimediasi oleh endotel dan non-endotel dan efek menguntungkan pada homeostasis lipoprotein, glukosa, dan insulin, perubahan
komposisi matriks ekstraseluler, destabilisasi plak aterosklerosis dan fasilitasi pembentukan pembuluh darah kolateral. Defisiensi estrogen pada postmenopause
dihubungkan dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi, yang berkontribusi pada patogenesis dari sindrom metabolik dan resistensi insulin. Menopause dengan
komplikasi diabetes yang tidak terkontrol dikaitkan dengan peningkatan risiko aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Risiko penyakit kardiovaskular muncul
pada wanita postmenopause nondiabetes dengan adanya faktor risiko yang seperti kadar lipid dan glukosa dalam plasma yang tinggi. Aterogenesis dianggap sebagai
inflamasi, proses fibroproliferatif. Insiden aterosklerosis meningkat pada menopause, sebagai pengaruh estrogen sebagai antioksidan yang hilang, yang menyebabkan
peningkatan oksidasi kolesterol LDL. Moreau et al. menunjukkan peningkatan kadar plasma LDL teroksidasi pada wanita menopause dibandingkan dengan perempuan
premenopause. Pemberian antioksidan vitamin C ditujukan untuk membalikkan efek ini, dengan penurunan konsentrasi LDL teroksidasi yang mengarah kepada
perbaikan dalam parameter kesehatan vaskular seperti aliran darah dan konduktansi vaskular.
Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai mekanisme proses penuaan. Radikal bebas adalah sekelompok elemen dalam
tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga tidak stabil dan reaktif hebat. Sebelum memiliki pasangan, radikal bebas akan terus menerus
menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan pasangannya termasuk menyerang
27
Universitas Sumatera Utara
sel-sel tubuh yang normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus radikal bebas hydroxyl, superoxide, hydrogen peroxide, dan sebagainya adalah
akibat terjadinya otooksidasi dari molekul intraselular karena pengaruh sinar UV. Radikal bebas ini akan merusak enzim superoksida-dismutase SOD yang
berfungsi mempertahankan fungsi sel sehingga fungsi sel menurun dan menjadi rusak.
24
2.3.2. Pemeriksaan laboratorium pada Stres oksidatif