dengan kontrol. Namun setelah dilakukan uji statistik pada bobot kelenjar sutera bagian depan dan bagian belakang antara kelompok kontrol dan perlakuan
P1,P2,P3 menunjukkan tidak berbeda nyata, sedangkan pada P4 berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan berbeda nyata p0.05. Bobot kelenjar sutera
bagian tengah berdasarkan hasil uji statistik antara kontrol dan perlakuan menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05. Hal ini diduga bahwa pemberian
vitamin B1 dapat menurunkan bobot kelenjar sutera sehingga mengalami penurunan karena memberikan efek sitotoksik dalam tubuh ulat.
Menurut Hirayama Hiroshi 1995, bahwa semakin besar pemberian vitamin B1 yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi akan menyebabkan
tingginya kadar toksik yang ada. Penambahan vitamin B1 akan mempengaruhi sistem hormonal ulat sutera sehingga pengeluaran hormon ekdison akan menjadi
menghambat pertumbuhan. Hormon ekdison mempunyai peranan penting dalam mengatur sintesis fibrion dan serisin, yang akan merangsang pelepasan hormon
ekdison dari kelenjar prothorasik. Ekdison inilah yang menyebabkan proses sintesa fibrion dan serisin yang merupakan bahan baku utama dari kelenjar sutera
Rahasia, 2005. Menurut Kusumaputera 1976, ulat sutera mempunyai sepasang kelenjar sutera yang berbentuk melingkar-lingkar di dalam tubuhnya, kelenjar
bagian belakang menghasilkan protein yang disebut fibrion, sedangkan bagian tengah menghasilkan protein seperti pasta yang disebut serisin.
4.3 Produktivitas Ulat Sutera
Pengamatan pemberian vitamin B1 terhadap produktivitas ulat sutera yang mengkonsumsi daun murbei yang diberi vitamin B1 dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Rata-rata Prosentase Kulit Kokon, Panjang serat, Prosentase
Serat, Bobot Kokon dan Bobot Kulit Kokon Ulat Sutera yang Mengkonsumsi Daun Murbei yang diberi Vitamin B1 dengan
Konsentrasi yang berbeda.
Perlakuan Prosentase
Kulit Kokon Panjang
Serat m Prosentase
Serat Bobot
Kokon g Bobot
Kulit
Universitas Sumatera Utara
Kokon g
P0 54.32
a
±16.2 679.4
a
±228.1 22.82
a
±6.72 0.64
a
±0.11 0.28
a
±0.06 P1
29.36
b
±13.6 635.6
a
±401.7 19.43
a
±10.4 0.63
a
±0.21 0.18
a
±0.04 P2
27.73
b
±12.2 603.7
a
±305.5 19.38
a
±6.71 0.61
a
±0.16 0.14
a
±0.02 P3
25.04
b
±8.35 557.8
a
±481.2 16.14
a
±2.64 0.58
a
±0.13 0.14
a
±0.03 P4
22.04
b
±6.83 340.9
a
±127.7 15.48
a
±2.52 0.55
a
±0.12 0.13
a
±0.02
Keterangan: P0: 0 mg100ml, P1: 0,1 mg100ml, P2: 0,2 mg100ml, P3: 0,3 mg100ml, P4: 0,4 mg100ml; notasi yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05
Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa prosentase kulit kokon antara kontrol dan perlakuan adanya perbedaan, dimana ditunjukkan pada kontrol yaitu 54.34
yang rendah pada dosis 0,4 yaitu 22.04. Hal ini membuktikan bahwa pemberian vitamin B1 tidak dapat meningkatkan prosentase kulit kokon karena asupan
vitamin B1 sudah tercukupi dari pakan yang dikonsumsi ulat sutera tersebut sehingga tidak diperlukan lagi asupan vitamin B1 dari luar. Menurut
Kusumaputera Samsijah 1976, kandungan dari daun murbei itu sendiri memiliki 8 jenis vitamin B. Pada Tabel 4.3 juga dapat dilihat panjang serat,
prosentase serat, bobot kokon dan bobot kulit kokon dari hasil uji statistik menunjukkan tidak berbeda nyata, dimana pada kontrol panjang serat 679.4 m,
persentase serat 22.82, bobot kokon 0.64 g dan bobot kulit kokon 0.28 g, sedangkan yang paling rendah pada pemberian vitamin B1 pada dosis 0,4
mg100ml. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian vitamin B1 menurunkan
prosentase serat, panjang serat, bobot kokon dan bobot kulit kokon karena vitamin B1 dengan dosis
yang tinggi akan menurunkan kualitas dari produktivitas ulat sutera. Menurut Rahayu 2000, bahwa penurunan disebabkan adanya hiper
vitamin pada ulat sutera sehingga pada keadaan tertentu bahan pakan dapat mengandung suatu zat yang bisa menghalangi aktivitas suatu vitamin dan bahkan
merusaknya. Dibuktikan juga oleh Sasmito 2005, pemberian vitamin B1 akan mempengaruhi ketidak stabilan sistem karena vitamin B1 seharusnya kompleks
didalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN