2.2 Siklus Hidup Ulat Sutera
Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai imago dewasa.
Perkembangan pasca embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari luar akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga menjadi
serangga dewasa Jumar, 2000.
Perubahan bentuk dan ukuran yang bertahap ini disebut dengan metamorfosis. Ulat sutera sendiri adalah salah satu serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Fase larva terdapat beberapa tahap, yaitu instar
I sampai V Katsumata, 1984. Instar V larva mencapai panjang maksimum 70 mm dan makan yang sangat banyak. Ketika larva telah berkembang penuh dan
berhenti makan kulit larva menjadi transparan. Larva yang sudah demikian ini kemudian ditempatkan pada alat pengokonan frame. Proses perubahan larva
menjadi bentuk kepompong didahului proses pembentukan kokon. Setelah membentuk kokon lalu larva masuk ke stadium pupa. Pada saat ini kelompok sel
dewasa yang belum aktif pada stadium larva akan segera melakukan aktivitas penyusunan bagian-bagian tubuh dewasa melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel ketika memasuki stadium pupa. Bila penyusunan bagian-bagian tubuh telah sempurna, ngengat yang terbentuk dari pupa kemudian meninggalkan
kokon menjadi ngengat dewasa Tristianto, 2007.
2.3. Kokon dan Serat Sutera
Kokon adalah rajutan filamen sutera yang disebabkan oleh proses mekanika pengeluaran cairan sutera dan berfungsi sebagai pelindung saat berlangsungnya
proses metamorfosis. Pada akhir instar V larva tidak mengalami pergantian kulit, tetapi mulai membentuk kokon yang berfungsi sebagai pelindung dari proses
perubahan larva menjadi kepompong sebelum akhirnya menjadi dewasa Rukaesih et al., 1991. Kokon juga merupakan bahan baku dalam pembuatan
benang sutera dan mutunya sangat ditentukan oleh keadaan selama pemeliharaan
Universitas Sumatera Utara
dan waktu ulat sutera membentuk kokon, disamping sifat keturunan dari ulat sendiri Departemen Kehutanan, 1992.
Pembentukan kokon yang berupa gulungan sutera ini dimulai melekatnya benang yang keluar pertama kali ke suatu benda. Setelah ujung benang ini
melekat pada suatu benda, dengan gerakan kepala, benang diulur dan dijalin mengelilingi tubuh sampai rapat. Bagi ulat, kokon ini berfungsi sebagai pelindung
pada saat merubah diri menjadi bentuk pupa Tim penulis, 1992.
Mutu kokon ditentukan oleh beberapa faktor antara lain jenis ras ulat sutera yang dipelihara, teknik pemeliharaan ulat sutera, jenis daun murbei yang
diberikan sebagai makanannya serta penanganan pascapanen. Syarat-syarat kokon yang baik adalah sehat tidak cacat, bersih putih bersih, kuning bersih atau
warna-warna lainnya, bagian dalamnya pupa tidak rusak maupun hancur, bagian kokonnya atau lapisan serat-serat suteranya keras. Sedangkan serat sutera
dapat dikatakan lebih baik, serat memiliki ketebalan yang merata, tidak mudah putus, tidak terdapat bukubintik-bintik pada serat Budisantoso, 1997.
Serat sutera merupakan serat yang secara alamiah dibuat sepanjang ratusan sampai seribu meter lebih dengan sangat halus, sehingga merupakan serat alam
yang terpanjang dan terhalus yang diketahui manusia dan dapat dimamfaatkan secara mudah. Lembaran serat sutera terdiri dari dua serat halus yang hampir
ditembus cahaya, tidak berwarna, berasal dari larutan selulosa yang menjadi satu dan mengeras cepat apabila bereaksi dengan udara Kelompok Peneliti Pesuteraan
Alam, 1997.
Serat sutera dihasilkan oleh sepasang kelenjar sutera. Serat sutera merupakan serat ganda yang terdiri dari fibrion dan serisin. Kelenjar sutera ini
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian depan yang merupakan saluran pengeluaran zat yang terbuka pada ujungnya tepat dimulut larva, bagian tengah yang
merupakan zat warna yang dibentuk bersama-sama serisin sehingga perekat yang meliput sekitar 25 dari berat serat yang mudah larut dalam air panas, dan bagian
Universitas Sumatera Utara
belakang sebagai penghasil fibrion sebagai sutera cair yang 75 bagian dari berat dan tidak larut dalam air panas Sunanto, 1997.
2.4. Daun Murbei