Evaluasi dilakukan terhadap segenap masukan dan hasil pengamatan yang dilakukan selama proses monitoring berlangsung. Evaluasi dilakukan secara
terpadu dengan melibatkan masyarakat dan stakeholder lainnya.
E. Kebijakan Nasional Pengelolaan Terumbu Karang Di Indonesia
Degradasi terumbu karang baik ditimbulkan oleh kegiatan manusia maupun perubahan kondisi alam menyebabkan hilangnya sebagian aset nasional,
yaitu terjadinya penurunan produktivitas sumberdaya terumbu karang seperti penangkapan dan pariwisata dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya
seperti volume dan jenis karang serta biota penghuni nya. Berkurangnya produktivitas sumberdaya terumbu karang yang diakibatkan oleh terjadinya
degradasi terumbu karang semakin memperburuk posisi masyarakat pesisir yang hidupnya sangat tergantung pada sumberdaya alam tersebut
19
Pemerintah telah lama menyadari dan telah menaruh perhatian terhadap kondisi tersebut.Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian dan proyek-
proyek pengelolaan terumbukarang dari tahun ke tahun.Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum mampu mencegah bahkan mengurangi laju
degradasi terumbu karang yang semakin lama semakin tidak terkendali.Jadi pengertian hukum lingkungan disini hanya meliputi lingkungan fisik saja dan
tidak menyangkut lingkungan sosial. Misalnya tidak meliputi pencemaran kebudayaan akan tetapi masalah lingkungan berkaitan pula dengan gejala sosial,
19
Kebijakan Nasional Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia, Jakarta: 2011, hal 11
seperti pertumbuhan penduduk, migrasi dan tingkah laku sosial dalam memproduksi, mengkonsumsi, dan rekreasi.
Kebijakan Nasional Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia mencegah bahkan mengurangi laju degradasi terumbu karang yang semakin lama semakin
tidak terkendali. Salah satu faktornya adalah bahwa penegakan hukum terhadap berbagai peraturan yang ada tidak pernah dilakukan secara konsisten dan terus
menerus. Hal tersebut diperburuk lagi oleh ketidakjelasan wewenang dan tanggungjawab dari berbagai instansi pemerintah terhadap pengelolaan
sumberdaya itu. Belum berhasilnya pengelolaan terumbu karang yang dilakukan oleh pemerintah selama ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;
1. Minimnya pemahaman terhadap nilai-nilai yang tidak tampak dan total nilai
ekonomis yang sebenarnya dari ekosistem terumbu karang, 2.
Rendahnya upaya koordinasi diantara berbagai instansi pemerintah baik secara horizontal maupun vertikal,
3. Terumbu karang belum menjadi isuutama dalam agenda politik para
pemimpin bangsa, 4.
Kurangnya pengalokasian dana bagi pengelolaan terumbu karang, 5.
Lemahnya pendekatan metode dan strategi maupun lobi yang dilakukan oleh berbagai kelompok pemerhati masalah lingkungan dalam pengelolaan terumbu
karang, 6.
Program pengelolaan yang hanya mengandalkan satu jenis pendekatan, yaitupengelolaan daerah konservasi taman nasional.
7. Kurangnya konsistensi dan lemahnya penegakan hukum.
8. Belum menempatkan masyarakat pesisir dalam pengelolaan terumbu karang
20
Oleh sebab itu kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan terumbu karang secara nasional harus meliputi berbagai aspek berikut ini:
1. Sikap Pemerintah terhadap pembagian kewenangan dan jurisdiksi dengan
Pemerintah Daerah, baik propinsi, kabupatenkota maupun kecamatandesa sesuai dengan pemberlakuan Undang-Undang No.23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2.
Kemauan Pemerintah untuk memperjelas dan menyempurnakan berbagai hukum dan perundang-undangan, peraturan-peraturan dan berbagai
ketentuan pelaksanaan lainnya yang terkait dengan upaya–upaya pengelolaan sumberdaya terumbu karang.
3. Kemauan Pemerintah untuk menyempurnakan pembagian tugas antar
instansi dan menyiapkan perangkat-perangkat kordinasi dalam pengelolaan terumbu karang.
4. Pengupayaan dan pengoptimalan pendanaan yang diperlukan dalam
pengelolaanterumbu karang. 5.
Penyiapan dan peningkatan kemampuan dan jumlah sumberdaya manusia dalamrangka upaya penegakan hukum.
6. Penyiapan perangkat pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan
program-program pengelolaan sumberdaya terumbu karang.
20
Ibid. hal 2
7. Komitmen pemerintah untuk menjalankan berbagai ketentuan-ketentuan
internasional yang berlaku dan telah diratifikasi secara nasional dalam pengelolaan sumberdaya alam.
8. Sikap pemerintah terhadap pembagian peran dan fungsi kerja dari unsur-
unsur lain diluar pemerintahan seperti LSM, Perguruan Tinggi, masyarakat, swasta.
Sumberdaya terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya alam di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya
alam lainnya seperti hutan mangrove, padang lamun, dan sumberdaya alam lainnya. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan terumbu karang secara nasional
harus memperhatikan serta menggunakan pendekatan menyeluruh holistik dan terpadu. Selain itu, sejalan dengan perkembangan politik nasional, maka
kebijakan tersebut juga harus sejalan dengan pelaksanaan Undang Undang No. 23 tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah. Dengan demikian, kebijakan yang
diajukan merupakan upaya untuk membantu pelaksanaan otonomi daerah dalam mengelola sumberdaya terumbu karang di tiap-tiap daerah
21
Kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang disusun dengan didasari oleh beberapaprinsip yaitu:
1. Keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan terumbu karang.
2. Pertimbangan pengelolaan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat lokal
dan ekonomi nasional.
21
Undang Undang No. 23 tahun 2014 mengenai Pemerintahan Daerah
3. Mengandalkan pelaksanaan peraturan formal dan peraturan non formal untuk
mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang yang optimal 4.
Menciptakan insentif bagi pengelolaan yang berkeadilan dan berkesinambungan.
5. Mencari pendekatan pengelolaan secara kooperatif antara semua pihak terkait
6. Menyusun program pengelolaan berdasarkan data ilmiah yang tersedia dan
kemampuan daya dukung lingkungan. 7.
Pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat adat tentangpengelolaan terumbu karang.
8. Memantapkan wewenang daerah dalam pengelolaan terumbu karang sesuai
dengan semangat otonomi daerah. Kedelapan prinsip tersebut ditambah dengan asas desentralisasi, baik
dalam perencanaan maupun implementasi menjadi suatu hal yang angat penting dan harus dilaksanakan. Latar belakang dan isu yang harus dikaji, serta perbedaan
persepsi dan minat dari sebagian besar pemegang kepentingan stakeholders yang harus dikompromikan sangatlah berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya.
Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan teknologicenderung mudah diperoleh dari berbagai sumber di dunia ini. Pengetahuan mengenai hal-hal tersebut dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah. Namun pengalaman dan kiat-kiat pengelolaan wilayah pesisir dan terumbu karang yang terdapat di
dalamnya tidaklah mudah, untuk dapat dibawa dari satu tempat ke tempat lainnya. Pengelolaan sumberdaya pesisir yang berhasil merupakan gabungan dari
ilmupengetahuan, kebijakan, hukum dan pengaturan administrasi yang sangat
tergantung pada situasi kondisi sosial, ekonomi dan politik dari tiap propinsi atau daerah tersebut.
Secara nasional kebijakan pengelolaan terumbu karang telah diatur dalam sebuah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor : 38MEN2004
tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Dalam Kebijakan tersebut dinyatakan bahwa terumbu karang merupakan bagian dari sumberdaya
ala di wilayah pesisir yang pengelolaannya tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya lainnya seperti hutan mangrove dan padang lamun.
Oleh karena itu kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang harus memperhatikan dan menggunakan pendekatan menyeluruh dan terpadu.Selain itu
pengelolaan terumbu karang juga harus mempertimbangkan pelaksanaan desentralisasi.
Kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang disusun berdasarkan prinsip-prinsip : 1 keseimbangan antara intensitas dan variasi pemanfaatan
terumbu karang, 2 pengelolaan sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat lokal dan ekonomi nasional, 3 kepastian hukum melalui pelaksanaan peraturan
perundang-undangan untuk mencapai tujuan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang yang optimal, 4 pengelolaan yang berkeadilan dan
berkesinambungan, 5 pendekatan pengelolaan secara kooperatif antar semua pihak terkait, 6 pengelolan berdasarkan data ilmiah yang tersedia dan
kemampuan daya dukung lingkungan, 7 pengakuan hak-hak ulayat dan pranata sosial persekutuan masyarakat adat tentang pengelolaan terumbu karang, dan 8
pengelolaan terumbu karang sesuai dengan semangat otonomi daerah Kepmen.
Kelautan dan Perikanan nomor: 38 MEN 2004. Kebijakan umum pengelolaan terumbu karang di Indonesia adalah mengelola ekosistem terumbu karang
berdasarkan keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian yang dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah KabupatenKota, masyarakat, swasta, perguruan tinggi, serta organisasinon pemerintah.
F. Pengaturan Pengelolaan Terumbu Karang