56
BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TERUMBU
KARANG TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM
INTERNASIONAL
A. Penegakan Hukum Terhadap Pengelolaan Terumbu Karang dalam
Perspektif Hukum Nasional dan Hukum Internasional
Keberadaan terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia.Pengaruh itu dapat mengubah komunitas
karang dan menghambat perkembangan terumbu karang secara keseluruhan. Kerusakan terumbu karang pada dasarnya dapat disebabkan oleh faktor fisik,
biologi dan karena aktivitas manusia. Penegakan hukum lingkungan khususnya atas perusakan terumbu karang tidak dapat hanya diandalkan pada ketegasan atau
kerasnya penegakan hukum tersebut. Penegakan hukum yang dikehendaki ialah penegakan hukum yang tegas, tetapi arif dan bijaksana.
Undang-undang No. 32 tahun 2009 memuat tiga macam penegakan dalam hukum lingkungan antara lain penegakan hukum administrasi, penegakan hukum
perdata dan penegakan hukum pidana. Kelemahan atau keseluruhan dalam pengelolaan terumbu karang dan perikanan dapat dikelompokkan menjadi empat,
yaitu: yang bersifat teknis, yang berkaitan dengan kebijakan, berkaitan dengan aspek hukum dan kelembagaan dan kondusi ekonomi politik kebijakan ekonomi
makro yang kurang kondusif bagi pembangunan terumbu karang dan perikanan. Tingkat pengetahuan nelayan yang terbatas menjadi salah satu penyebab
terjadinya penangkapan yang destruktif.
Masalah penegakkan hukum menjadi sorotan yang sangat tajam oleh masyarakat yang menilai bahwa penegakkan hukum berada pada titik yang
terendah dikarenakan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Ketidakpercayaan masyarakat itu dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain :
1. Lemahnya perangkat undang-undang yang ada.
2. Kurangnya ketegasan aparat dalam praktek penetakkan hukum di lapangan.
3. Kurangnya kordinasi diantara aparat penegak hukum.
4. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung.
5. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap aspek lingkungan
hidup dan terumbu karang khususnya. 6.
Tidak adanya yurisprudensi terdahulu terhadap kasus-kasus lingkungan. Oleh sebab itu selain daripada upaya-upaya peningkatan kesadaran dan
ketaatan masyarakat sudah saatnya dilaksanakan Law Enforcement dengan lebih tegas terhadap para pelaku pelanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang lingkungan hidup maupun dibidang perikanan dan pelestarian alam. Eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran tanpa
mempertimbangkan kelestarian dan kesinambungannya, berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup, termasuk terumbu karang. Degradasi
terumbu karang dapat ditimbulkan oleh dua penyebab utama, yaitu akibat kegiatan manusia dan akibat alam.
34
Dengan mencermati kondisi kerusakan terumbu karang yang memprihatinkan itu, maka eksploitasi terhadap sumberdaya lingkungan terumbu
karang menjadi permasalahan serius. Meskipun eksploitasi sumber daya lingkungan bukanlah sesuatu yang tabu, karena memang Tuhan menciptakan
alam beserta isinya untuk manusia. Mengambil manfaat dari sumberdaya yang tersedia bagi kelangsungan hidup manusia merupakan sesuatu yang logis, namun
ia tidak berarti manusia boleh semena-mena terhadap sumber daya alam. Bagaimana pun juga pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lingkungan,
khususnya terumbu karang harus dilakukan dalam batas-batas tertentu dan senantiasa memahaminya sebagai sebuah mata rantai dalam kehidupan manusia
dan alam. Sebagian menilai bahwa, penanggulangan kerusakan terumbu karang tidak
mudah karena berkait dengan berbagai aspek. Akar masalahnya adalah ketidaktahuan masyarakat akan fungsi ekosistem, tekanan ekonomi masyarakat
pesisir, kerakusan mengeksploitasi sumber daya kelautan, lemahnya penegakan hukum, dan tidak ada kebijakan pengelolaan yang dapat dijadikan acuan.
Pandangan ini tentu saja bukan memperbaiki keadaan, melainkan justru melemahkan upaya penanggulangan kerusakan terumbu karang karena sejak
semula kita sudah mengambil sikap sulit.Terhadap kondisi yang memprihatinkan itu sebenarnya yang kita perlukan adalah penegakan hukum dan pembuatan
34
http:www.boyyendratamin.com201104aspek-hukum-dan-penerapan-sanksi.html diakses tanggal 1 Juli 2015.
peraturan perundang-undangan yang jelas dalam pengelolaan sumber daya terumbu karang yang memuat banyak kepentingan.
Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang antara lain;
1. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan danatau alat yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan lingkungannya;
2. penambangan dan pengambilan karang; 3. penangkapan yang berlebih;
4. pencemaran perairan; 5. kegiatan pembangunan di wilayah pesisir;
6. kegiatan pembangunan di wilayah hulu. Persoalan kerusakan terumbu karang seperti yang kita saksikan hari ini,
sebenarnya tidak lebih dari adanya pembiaran selama bertahun-tahun dan terlambat disadari sebagai sebuah ancaman masa kini dan mendatang.Karena itu
yang diperlukan sebenarnya adalah komitmen penegakkan hukum yang kuat. Sekalipun sangat dipahami kerusakan lingkungan merupakan ancaman serius
terhadap sumber pangan manusia, tetapi pelaku perusakan ekosistem terumbu karang belum diakomodir sebagai kejahatan luar biasa seperti ilegal logging dan
ilegal fishing, bahkan seperti tindak pidana korupsi. Penegakan hukum di negeri ini masih parsial, padahal dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan perusakan
terumbu karang lebih parah dan mengancam sumber pangan manusia dan ekosistem. Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh
aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum.
Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dinyatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang
berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang.Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia Tahun 1980 adalah menetapkan terumbu karang
sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan.
B. Perlindungan Hukum terhadap Pengelolaan Terumbu Karang dalam