38
saja mereka sudah berjuang dalam mendapatkannya. Mereka bersabar dalam menjalani hidup yang penuh dengan penderitaan tanpa ada bantuan dari
pemerintah setempat karena pada saat itu mereka belum memikirkan bagaimana cara untuk memperbaiki ekonomi masyarakatnya dan menjamin masa depan yang
lebih sejahtera.
3.2 Pembukaan lahan pertanian .
Pada tahun 1980 masyarakat Desa Sibulan-bulan mencari solusi untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih layak dan salah seorang keluarga ataupun
kerabat yang berkunjung ke Desa Sibulan-bulan mengetahui bahwa kehidupan yang berlangsung di Desa Sibulan-bulan sangat memprihatinkan, sehingga
keluarga atau kerabat termotivasi untuk memberikan solusi kepada masyarakat desa Sibulan-bulan untuk mencoba beralih keberuntungan dari berkebun karet ke
bertani padi sawah. Solusi tersebut disambut positif oleh masyarakat Desa Sibulan-bulan untuk dijadikan lahan mereka menjadi alih fungsi.
Pada saat itu salah seorang tokoh masyarakat yang bernama Jon Asril Siregar dari Desa Sibulan-bulan memusyawarahkan masyarakatnya untuk beralih
dari perkebunan karet ke pertanian padi sawah, mereka di arahkan untuk melakukan gotong-royong dalam proses permulaan pertanian padi sawah. Sarana
dan prasarana yang digunakan mereka adalah hasil dari modal mereka sendiri dengan niat yang baik karena mereka tidak memiliki modal yang cukup besar
untuk melakukan proses pertanian padi sawah ini. Sebelum perkebunan dibuka untuk lahan pertanian padi, maka diperlukan persiapan-persiapan untuk
meliputipemilihan lahan pertanian yang strategis dan memperhatikan sumber pengairan serta mata air yang dapat mengalir secara terus menerus ketika terjadi
39
musim kemarau supaya nantinya tidak berdampak terjadinya gagal panen akibat kekeringan dalam proses pertanian.
Dalam pembukaan lahan pertanian padi, luas keseluruhan tanah yang akan dijadikan sebagai lahan pertanian padi sawah sekitar 20 Hektar.Tahap awal yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Sibulan-bulan dengan penebangan tanaman karet dan tanaman lainnya kemudian membakar hutan atau kayu itu dengan posisi yang
sudah kering agar lebih mudah terbakar.Masyarakat mengerjakannya secara bertahap-tahap dan belum menggunakan alat-alat yang modern seperti tenaga
mesin sengso sehingga peralatan yang digunakan untuk penggarapan tanah dengan menggunakan alat-alat sederhana berupa kapak, parang, cangkul dan
babat. Terdapat banyakkesulitan-kesulitan yang ditemukan dalam melakukan
penggarapan tanah antara lain: ~ Meratakan perbukitan-perbukitan yang terlalu curam,
~ Menyingkirkan bebatuan-bebatuan yang berskala besar, ~ Menyingkirkan Bekas-bekas fosildari batang dan akar pohon yang ditumbang
dalam berskala besar, Hal ini disebabkan karena bekas lahan dari tanaman-tanaman keras
tersebut, sehingga proses pengolahan lahan pertanian memerlukan waktu yang cukup lama hingga berbulan-bulan. Dalam pengolahan satu hektar lahan
membutuhkan waktu sekitar dua minggu sesuai dengan keberadaan masyarakat dalam bergotong-royong.Adapun mereka masih bergantung kepada perkebunan
karet sebagai sumber mata percaharian mereka sebelum adanya penghasilan dari
40
pertanian padi tersebut. Hari demi hari mereka mengerjakannya dengan semangat dan penuh kesabaran, baik itu keluarga, para orang tua dan anak-anaknya untuk
saling bekerjasama dalam pengolahan lahan pertanian tersebut. Kemudian masyarakat mengolah lahan dengan membabat dan mencangkul tanah hingga pada
tahap penyelesaian. Masyarakat Sibulan-bulan membuat irigasi pengairan yang sederhana pada lahan persawahan yang telah ditentukan, fungsinya untuk
menggemburkan tanah lahan padi sawah tersebut dan pada saat itu belum ada bantuan dari Pemerintah Daerah untuk pembangunan irigasi persawahan.
9
Tenaga kerja dalam usahatani keluarga biasanya terdiri atas petani beserta keluarga dan semuanya berperan dalam usahatani, petani berperan sebagai
manajer, juru tani dan manusia biasa yang hidup dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, untuk memilih usaha yang akan dilakukan, terdapat kompromi
antara bapak dan ibu tani. Hal tersebut penting dalam penyuluhan, jika ingin yang disuluhkan dapat segera mengena maka pendekatannya kepada keduanya, yaitu
bapak dan ibu taninya. Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan keluarga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya.
Disamping itu, petani juga harus berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atasdiri dan keluarganya. Sebaliknya, petani juga membutuhkan bantuan
masyarakat sekelilingnya.
10
3.3 Perolehan bibit