Perlindungan Terhadap Wartawan yang Bertugas di wilayah Konflik

Sidang Umum PBB menyatakan pendapatnya bahwa sangatlah diharapkan untuk dapat dirumuskan suatu konvensi yang memberikan perlindungan kepada wartawan yang melakukan tugas berbahaya di daerah dimana terjadi konflik bersenjata. Sejak itu masalah perlindungan kepada wartawan yang melakukan tugas berbahaya di daerah dimana terjadi konflik bersenjata menjadi isu yang dibicarakan oleh UNESCO. UNESCO mensponsori banyak sekali pertemuan internasional dan regional, diantara sesama pesatuan wartawan, untuk dapat merumuskan protocol Konvensi. Rumusan-rumusan itu kemudian dibicarakan bersama dengan Palang Merah Sedunia, sehingga akhirnya disepakati rumusan- rumusan perlindungan dalam Konvensi Jenewa mengenai orang sipil dan wartawan.

B. Perlindungan Terhadap Wartawan yang Bertugas di wilayah Konflik

Menurut Konvensi IV Jenewa 1949 Pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa 1949 telah terjadi di wilayah konflik, mungkin pihak yang bersengketa tidak mengetahui peraturan yang terdapat pada Konvensi dan Protokol Tambahan 1977 atau memang sengaja melakukan pelanggaran tersebut. Tidak sedikit wartawan yang menjadi korban di wilayah konflik bersenjata, yang dapat kita lihat dalam kasus-kasus dibawah ini: 1. Diculik Abducted Wartawan lepas Jepang, Junpei Yasuda 41 menghilang sejak Juli 2015 di Syria, keberadaannya di Syria untuk mengusut dan membuat cerita mengenai pembunuhan Kenji Goto wartawan lepas jepang yang dibunuh ISIS. Kelompok Universitas Sumatera Utara Al-Nusra di Syria mengaku menahannya dan telah menghitung mundur. Apabila tidak dibayar permintaan kelompok tersebut, Yasuda akan dibunuh atau dijual kepada kelompok teroris lain. 47 2. Dipenjara Imprisoned Akram Buni seorang wartawan dan Penulis yang berusia 58 tahun ditangkap oleh Pasukan Keamanan Suriah pada 22 Februari 2014 di Damaskus. Sebelumnya dia telah dipenjara pada periode 2007-2010 karena menandatangani Deklarasi Damaskus yang menuntut perubahan demokratis di Syria. dua hari setelah penangkapannya, dia dibebaskan. 48 3. Dibunuh Killed Koresponden Al Jazeera Mahran Al Deeri tewas saat meliput pertempuran di Kota Al-Sheikh. Ia meninggal pada Rabu, 10 Desember 2014 saat kendaraan liputannya dengan sengaja diterjang peluru oleh para pemberontak, ia hanya salah satu dari begitu banyak wartawan yang meninggal tiap tahunnya akibat meliput berita langsung di wilayah konflik. Selain kasus diatas, ISIS juga bertanggung jawab atas segala kasus penyiksaan serta pembunuhan wartawan yang terjadi di Syria, contohnya Kasus Kenji Goto yang memasuki wilayah Syria untuk menyelamatkan Tawanan jepang Haruna Yukawa, di dalam video tertanggal 30 Januari 2015 dengan jelas menunjukkan bahwa kenji telah dipenggal. Sebelumnya di tanggal 24 Januari 2014 ISIS mengeluarkan rekaman suara kenji yang menyatakan bahwa ia akan 47 Dikutip dari http:manado.tribunnews.com diakses pada 7 Maret 2016 48 Dikutip dari http:skalanews.com diakses pada 7 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara diampuni apabila nyawanya juga ditukar dengan Sajida Mubarak Atrous al- Rishawi yang ditahan pemerintah Jordania karena terlibat dalam Pemboman Amman 2015. Sajida diketahui masih berhubungan saudara denngan Anggota ISIS. 49 . Wartawan Amerika Serikat juga tidak lepas dari kekejaman ini , James Foley Jurnalis asal Amerika serikat yang menjadi koresponden saat terjadi Perang Sipil di Syria ,diculik pada 22 November 2012, nasibnya berujung pada pemenggalan dirinya pada tahun 2014 di bulan Agustus sebagai respon terhadap Serangan Udara Amerika di Irak, ia menjadi warga Negara Amerika Serikat Pertama yang dibunuh oleh ISIS. Teror ISIS tidak berhenti di situ dengan adanya Kasus Steven Sotloff yang bekerja di majalah TIME yang dipenggal dalam sebuah video yang dirilis oleh ISIS sebelumnya ia diculik di Syria Akhir tahun 2013 di dalam video tersebut Steven membacakan pesan yang dibuat oleh ISIS untuk presiden Obama untuk tidak lagi mencampuri urusan ISIS dan sebagai pembalasan atas serangan udara AS. Mengapa perlindungan terhadap wartawan yang berada dalam wilayah konflik bersenjata menjadi suatu permasalahan yang penting? Pertama, karena besarnya ketertarikan publik terhadap perkembangan dari suatu konflik yang sedang berlangsung. Kedua, pada saat wartawan melakukan tugas profesinya di wilayah konflik bersenjata, wartawan dihadapkan pada situasi yang berbahaya, yang melebihi tingkat bahaya yang dihadapi penduduk sipil. Hukum humaniter Internasional tidak mengatur mengenai legalitas kegiatan-kegiatan jurnalistik pada saat perang atau konflik bersenjata Hukum 49 Dikutip dari http:en.m.wikipedia.org diakses pada 9 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara Humaniter Internasional tepatnya pasal 79 Protokol Tambahan Konvensi I Jenewa 1977, wartawan yang berada di wilayah bersenjata diperlakukan sama dengan pihak sipil. Oleh karena itu, perlindungan yang diberikan terhadap watawan sama dengan perlindungan yang diberikan kepada penduduk sipil yang berada dalam wilayah konflik bersenjata. Serangan yang ditujukan terhadap wartawan maupun pekerja medis lainnya dianggap sebagai pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional. Hal ini diatur dalam Kententuan Pasal 79 Protocol Additional I Protokol Tambahan I: Measures or Protection for Journalist 1. Journalist engaged in dangerous professional mission in areas of armed conflict shall be considerer as civilian.. 2. They shall be protected as such under the Convention and this Protocol, Provided that they take no action adversely affecting their status as civilian,and.. Yang berarti : 1. Wartawan yang melakukan tugas-tugas pekerjanya yang berbahaya di daerah-daerah pertikaian bersenjata harus dianggap sebagai orang sipil di dalam pengertian pasal 50 ayat 1 2. Mereka ini harus dilindungi sedemikian rupa dibawah Konvensi dan Protokol ini, dengan ketentuan mereka tidak melakukan tindakan yang dapat mengubah status mereka sebagai penduduk sipil. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian walaupun terhadap wartawan serta perlengkapannya tidak diberikan status khusus, namun mereka menikmati perlindungan yang secara umum diterima oleh pihak maupun objek sipil, sepanjang mereka tidak melakukan kontribusi terhadap kegiatan militer, wartawan termasuk pula pihak media tidak dapat dijadikan sebagai sasaran militer resmi, walaupun mereka digunakan untuk propaganda. Pengecualian diberikaan kepada wartawan maupun pihak media yang secara jelas terbukti melakukan upaya penghasutan untuk melakukan pelanggaran Hukum Humaniter Internasional atau melakukan kekerasan maupun kejahatan genosida. Perlindungan yang diberikan terhadap warga sipil menurut Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977 pasal 51 yaitu adalah sebagai berikut : Ayat 1: “Penduduk sipil dan orang-orang sipil perorangan harus menikmati perlindungan umum terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari operasi-operasi militer”.. Ayat 2: “Dengan demikian penduduk sipil maupun perorangan- perorangan sipil tidak boleh menjadi sasaran serangan. Tindakan-tindakan atau ancaman-ancaman kekerasa yang tujuan utamanya adalah menyebarkan terror di kalangan penduduk sipil adalah dilarang” Ayat 3: “Orang-orang sipil harus menikmati perlindungan yang diberikan oleh seksi ini, kecuali dan selama mereka ikut serta langsung dalam peperangan. Universitas Sumatera Utara Ayat 4: “Serangan-serangan embabi buta adalah dilarang, serangan- serangan membabi buta adalah dilarang, serangan-serangan membabi buta itu adalah: a. Serangan-serangan yang tidak ditujukan terhadap sasaran khusus militer b. Serangan-serangan yang mempergunakan suatu cara atau alat-alat tempat yang tidak dapat ditujukan terhadap sasaran khusus militer. c. Serangan-serangan yang mempergunakan suatu cara atau alat-alat tempur yang akibat-akibatnya tidak dibatasi sebagai dituntut oleh protocol ini Dan karena itu, dalam tiap hal tersebut, serangan-serangan seperti itu pada hakekatnya adalah penyerangan tanpa membeda-bedakan sasaran militer dengan orang-orang sipil dan objek-objek sipil. 50 Menurut Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 3, tindakan-tindakan yang dilarang dan tetap akan dilarang untuk dilakukan terhadap orang-orang sipil pada waktu dan tempat apapun juga adalah sebagai berikut: a. Tindakan kekerasan atas jiwa dan raga, terutama setiap macam pembunuhan,pengudungan,perlakuan kejam dan penganiayaan b. Penyanderaan c. Perkosaan atas kehormatan pribadi, terutama perlakuan yang enghina dan merendahkan martabat 50 Syahmin A.K Op.Cit Hlm.72 Universitas Sumatera Utara d. Menghukum dan menjalankan hukuman mati, tanpa didahului keputusan yang dijatuhkan oleh salah satu pengadilan yang dibentuk secara teratur, yang memberikan segenap jaminan peradilan yang diakui sebagai keharusan oleh bangsa-bangsa yang beradab Jadi perlindungan yang diperoleh oleh para wartawan yang sedang melakukan tugas profesionalnya sama dengan perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa 1949 teradap warga sipil. Mengenai wartawan yang berada di wilayah konflik juga diperkuat dengan adanya Resolusi Dewan Keamanan PBB resolusi No.1738 yang menegaskan bahwa: “para professional pers yang bekerja di daerah konflik bersenjata akan dipertimbangkan sebagai warga sipil, serta hharus dihormati dan dilindungi karenanya 51 Pasal 79 Protokol Tambahan I tahun 1977 berisikan mengenai tindakan- tindakan perlindungan bagi wartawan: 1. Wartawan yang melakukan tugas-tugas pekerjaannya yang berbahaya di daerah-daerah pertikaian bersenjata harus dianggap sebagai orang sipil di dalam pengertian pasal 50 ayat 1 2. Mereka ini harus dilindungi sedemikian rupa dibawah Konvensi ini dan Protokol ini, asalkan saja mereka tidak mengambil tindakan yang mempengaruhi secara merugikan kedudukan mereka sebagai orang-orang sipil, dan tanpa mengurangi hak mereka sebagai wartawan yang ditugaskan pada Angkatan Perang dengan kedudukan seperti yang diterapkan dalam Pasal 4a4 dari Konvensi Ketiga 51 Dikutip dari http:en.wikisource.orgwikiUnited_Nations_Security _Council_Resolution_1738 diakses pada 7 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara 3. Mereka ini boleh mempergunakan kartu pengenal yang sama dengan model kartu pengenal dalam lampiran II dari protocol ini. Kartu ini, yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dari Negara,, darimana wartawan itu adalah warganegaranya atau yang di wilayahnya ia bertempat tinggal atau dimana alat pemberitaan yang mengerjakannya berada, harus menyatakan sebenarnya kedudukannya sebagai wartawan. Secara khusus memang belum ditemukan bentuk-bentuk perlindungan kepada wartawan yang bertugas di wilayah konflik, hanya saja secara umum dalam wilayah konflik status wartawan sama dengan perlindungan yang diberikan kepada penduduk sipilcivilian. jadi perlindungan yang diberikan kepada wartawan sama degan perlindungan yang diberikan kepada penduduk sipil. 52 Perlindungan secara khusus terhadap wartawan dilakukan atas inisiatif Negara asal wartawan saja, sebagai contoh yang dilakukan oleh Amerika dan Inggris, mereka mengadakan pelatihan singkat kepada wartawan sebelum dikirim untuk melakukan peliputan di wilayah konflik. Beberapa contoh perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan bagi wartawan dalam rangka meningkatkan keselamatan wartawan : 1. AKE Ltd. Awareness, Knowledge and Excellence, merupakan pelatihan khusus yang diselenggarakan oleh mantan anggota militer Inggris termasuk pasukan khusus inggris. Perusahaan ini menawarkan 52 Dikutip dari http:www.cpj.orgBriefings2003safetyjourno_safe_guide.pdf , diakses pada 7 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara berbagai program pelatihan, termasuk diantaranya program pelatihan khusus wartawan 2. Safehouse Training Inc, diselenggarakan oleh mantan anggota Pasukan Khusus bersenjata Amerika Serikat. Perusahaan ini berada di California dan mulai menawarkan kursus khusus yang ditujukan bagi wartawan pada tahun 2002 3. Bruhn New Tech Group, diselenggarakan oleh mantan anggota Angkatan Udara Kerajaan Inggris, Bruhn menawarkan proram pelatihan mengenai bio-kimia yang ditujukan bagi wartawan di Inggris, Amerika Serikat, Denmark dan Negara lainnya. Selain dari tiga perusahaan di atas, ada perusahaan lain yang menawarkan pelatihan khusus bagi wartawan, seperti Centurion Risk Assesment Service Ltd, Objective Team Ltd, Pilgrims Group, Praetorian International and Travel Advisory Group Inc, Point Blank Armor, Bullet Proof Me 53 Upaya-upaya untuk memberikan perlindungan terhadap wartawan yang lebih baik lagi bagi wartawan memperoleh hasil saat adopsinya ketentuan dalam pasal 79 Protokol Tambahan I tahun 1977 mengenai konflik bersenjata internasional. Pasal 79 Protokol Tambahan I memberikan perlindungan terhada wartawan yang melakukan misi professional yang berada di wilayah konflik bersenjata dianggap sama dengan pihak sipil dan memperoleh perlindungan sebagaimana pihak sipil dilindungi. 53 Dikutip dari http:cpj.orgreports200302contacs.php , diakses pada 9 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara Baik Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahannya tidak memberikan definisi wartawan, wartawan hanya diartikan secara umum. Wartawan di dalam konvensi dan protocol tambahan adalah orang yang bekerja di pers dan media lainnya. Namun definisi wartawan dapat ditemukan dalam draft pasal 2a Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan terhadap Wartawan dalam Misi-misi Berbahaya di wilayah Konflik Bersenjata, yaitu “…setiap koresponden, fotografer, dan ahli teknis film, radio, dan asisten televise yang umumnya terlibat dalam kegiatan-kegiatan bersangkutan sebagai pekerjaan utama mereka…” Berdasakan Pasal 79 Protokol Tambahan I selanjutnya disebut PT I yang melakukan misi-misi professional berbahaya di wilayah konflik bersenjata adalah sebagai misi-misi professional berbahaya di wilayah konflik bersenjata adalah sebagai warga sipil sebagaimana diatur dalam pasal 50 1. Dengan demikian wartawan tersebut memperoleh seluruh perlindungan sebagaimana yang diberikan oleh Hukum Humaniter Internasional terhadap penduduk sipil. Wartawan dalam hal ini berarti dalam keadaan apapun tidak dapat dijadikan sebagai target militer atau ancaman kekerasan dalam bentuk apapun. Wartawan tidak boleh dijadikan target serangan balasan atau dijadikan sandera. Barang kepemilikan wartawan juga dilindungi dalam pasal 52 PT I,yaitu: 1.Civilian objects shall not be the object of attack or reprisals. Civilian objects are all objects which are not military objectives as defined in paraghraph 2. Universitas Sumatera Utara 2. Attack shall be limited strictly to military objectives. In so as objects are concerned, military objectives are limited those objects which by their nature, location, purpose or use make an affective contribution to military action and whose total or partial destruction capture or neutralization, in the circumstance rulling at the time, offers a definite military advantage Yang berarti: 1. Objek-objek sipil bukan merupakan sasaran serangan atau tindakan balasan. Objek-objek sipil semua objek yang bukan merupakan sasaran militer sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 2. Serangan harus hanya ditujukan pada sasaran militer. Sasaran militer adalah terbatas pada objek-objek yang karena sifatnya, lokasinya, tujuan atau kegunaannya dapat memberikan kontribusi yang efektif pada operasi militer dan apabila objek-objek tersebut dihancurkan baik keseluruhannya maupun sebagian, dikuasi atau dinetralisir, dalam situasi yang terjadi pada saat itu, maka hal tersebut dapat memberikan keuntungan militer yang pasti 54 Perlengkapan dan fasilitas media media equipment digunakan wartawan untuk melaksanakan tugas profesinya, bukan untuk kepentingan militer, sehingga berdasarkan Pasal 52 Ayat2 PT I media equipment termasuk kategori objek sipil dan tidak dapat dijadikan target serangan. Apabila terjadi keraguan mengenai suatu objek yang biasanya digunakan untuk kepentingan sipil atau untuk kepentingan militer, maka objek tersebut dianggap sebagai objek sipil Pasal 52 54 Dikutip dari http:arlina100.wordpress.com20081123apakah-objek-sasaran-target- militermore-285 , diakses pada 7 Maret 2016 Universitas Sumatera Utara ayat 3 PT I. Ketentuan ini juga berlaku bagi stasiun televise dan fasilitas siaran radio. Pasal 79 PT I tidak mengatur mengenai bagaimana wartawan bertindak saat melakukan tugasnya di wilayah konflik. Ketentuan mengenai bagaimana wartawan harus bertindak saat bertugas di wilayah konflik bersenjata diatur dalam peraturan nasional atau praktek Negara asal masing-masing wartawan. Pasal ini hanya menyatakan dalam ayat 3 bahwa wartawan wajib membawa kartu identitas, agar dapat membuktikan status mereka sebagai wartawan. Kartu identitas ini harus dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dari Negara asal wartawan itu sendiri, atau Negara tempat tinggal wartawan tinggal, atau Negara dimana organisasi atau agen pers yang memperkerjakan wartawan tersebut. Format kartu identitas diatur dalam Annex II protocol ini. Serangan yang sengaja ditujukan kepada wartawan yang mengakibatkan kematian atau luka-luka serius pada tubuh dan kesehatan merupakan pelanggaran berat grave breach terhadap PT I, atau dengan kata lain termasuk kejahatan perang pasal 85 3 c. pihak yang diduga sebagai pelaku kejahatan yang bersangkutan harus diadili dibawah yurisdiksi dimanapun dia berada. Hilangnya status wartawan sebagai warga sipil adalah ketika mereka turut serta secara langsung dalam permusuhan Hostilities Pasal 51 ayat 3. Hal ini tidak mencakup kepada kegiatan rutin jurnalistik seperti: berpergian ke tempat- tempat konflik, melakukan wawancara, membuat catatan, mengambil gambar, membuat film, dan rekaman suara dan sebagainya. Sebagai contoh ikut sertanya wartawan dalam konflik adalah setiap tindakan yang ditujukan membahayakan Universitas Sumatera Utara anggota angkatan bersenjata atau menghancurkan peralatan-peralatan militer. Disaat keikutsertaan wartawan dalam konflik tersebut selesai, ia kembali berhak atas perlindungan terhadap segala kegiatan kekerasan dalam perang.

C. Peran Serta Organisai Internasional Dalam Hal Perlindungan