Pengertian Hukum Humaniter Internasional

18 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM HUMANITER

A. Pengertian Hukum Humaniter Internasional

Dalam sejarah kehidupan politik manusia, peristiwa yang banyak dicatat adalah perang dan damai, peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama dalam literatur-literatur politik dan juga hubungan internasional berkisar antara dua macam interaksi tersebut. Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between wars menunjukkan, situasi perang dan damai terus silih berganti dalam interaksi manusia. Hasil penelitian Zeev Maoz yang dikutip Holstoi, menunjukkan bahwa sejak Kongres Viena 1815 hingga tahun 1976, telah terjadi 827 macam konflik, 210 diantaranya terjadi di abad ke-19 dan sisanya 617 terjadi di abad ke-20. 9 Dalam Buku edisi sebelumnya Holsti mengutip data Quincy Wright yang mengidentifikasi perang di Negara-negara barat sejak 1480 hingga 1940 sebanyak 278 peristiwa 10 dari kedua data ini, Wright dan Maoz mempunyai kesimpulan yang sama yaitu bahwa periode paling damai terjadi pada pada masa setelah perang napoleon sampai dengan Perang Dunia I. Lebih lanjut, Maoz menyimpulkan periode paling tinggi tingkat konfliknya terjadi setelah Perang Dunia ke II. 11 Secara definitif, perang adalah suatu kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar manusia. Dalam studi internasional, perang secara tradisional adalah 9 K.J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, 6 th edition New jersey; Prentice Hall Inc, 1992, hal. 351. 10 K.J Holsti, Politik Internasional : Kerangka Analisa, Terjemahan, Jakarta Pedoman Ilmu Jaya, 1987, hal. 590. 11 Ibid, hal. 351. Universitas Sumatera Utara penggunaan kekerasan yang terorganisasi oleh unit-unit politik dalam sistem internasional. Perang akan terjadi apabila Negara-negara dalam situasi konflik dan saling bertentangan merasa bahwa tujuan-tujuan eksklusif mereka tidak tercapai, kecuali dengan cara-cara kekerasan 12 . konsep-konsep seperti krisis, ancaman, penggunaan kekerasan, aksi gerilya, penaklukan, pendudukan bahkan teror. Ada 5 tahap dalam definisi konflik yaitu: 1. Situasi stabil damai yang didefinisikan sebagai stabilitas politik tingkat tinggi dan legitimasi rezim yang terarah; 2. Situasi ketegangan politik yang didefinisikan sebagai meningkatnya tahap ketegangan sistemik dan semakin terbelahnya faksi-faksi sosial dan politik; 3. Tahap konflik politik dengan kekerasan yang mengarah pada krisis politik seiring dengan merosotnya legitimasi politik dan semakin diterimanya politik faksional dengan kekerasan; 4. Konflik intensitas rendah, yaitu perseteruan terbuka dan Konflik bersenjata, antara faksi, tekanan-tekanan rezim, dan pemberontakan-pemberontakan. 5. High-Intensity Conflict, yaitu perang terbuka antar kelompok dan atau penghancuran misil, serta pengungsian penduduk sipil yang lebih dari 1000 orang terbunuh. 13 Perang merupakan perilaku mendasar dalam interaksi manusia yang didorong oleh naluri agresi, sebab-sebab sosial dan politik, serta peristiwa- peristiwa perang dan jumlah korban, namun selain sisi agresif, manusia juga 12 Graham Evans and Jeffrey Newnham, The Penguin Dictionary of International Relations, London; Penguin Books, 1998, hal. 565. 13 Hugh Miall, Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse, Contemporary Conflict Resolution, Cambridge : Polity Press, 1999, hal. 23. Universitas Sumatera Utara mempunyai kecenderungan untuk hidup berdampingan dan mengontrol konflik serta mengembangkan simpati dan empati serta melakukan perang dengan cara- cara yang beradab, dengan pemikiran itulah maka muncul ide untuk membuat aturan-aturan yang dapat mengurangi penderitaan yang terjadi di dalam perang Hukum Humaniter internasional HHI, sebagai salah satu bagian hukum internasional merupakan salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh setiap Negara, termasuk oleh Negara damai atau Negara netral, untuk ikut serta mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang terjadi di berbagai Negara. Dalam hal ini HHI merupakan suatu instrumen kebijakan dan sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan oleh semua aktor internasional untuk mengatasi isu internasional berkaitan dengan kerugian dan korban perang Mengurangi penderitaan korban perang tidak cukup dengan membagikan makanan dan obat-obatan, tetapi perlu disertai upaya mengingatkan para pihak yang berperang agar operasi tempur mereka dilaksanakan dalam batas-batas perikemanusiaan. Hal tersebut dapat terlaksana apabila pihak-pihak yang terkait menghormati dan mempraktikkan HHI karena HHI memuat aturan tentang perlindungan korban konflik serta tentang pembatasan alat dan cara perang. Keikutsertaan suatu Negara, dalam mempraktikan aturan HHI atau dalam mengesahkan perjanjian HHI Perjanjian internasional di bidang HHI, merupakan himbauan bagi Negara-negara lainnya, termasuk bagi Negara-negara potensial terlibat dalam perang, untuk berbuat serupa dalam menghormati dan mengikatkan diri dengan perjanjian HHI. Artinya, makin banyak Negara yang mengakui norma-norma HHI makin besar harapan akan penghormatan dan pelaksanaan HHI Universitas Sumatera Utara oleh Negara yang sedang berperang maupun yang tidak terlibat dalam peperangan. Walaupun HHI merupakan aturan-aturan yang akan akan diberlakukan pada waktu perang, persiapan pelaksanaannya harus disiapkan semenjak masa damai, baik oleh masing-masing Negara maupun dalam hubungan antarnegara. Demikian telah disepakati oleh masyarakat internasional, sebagaimana termuat dalam berbagai perjanjian internasional HHI. Kesepakatan tersebut dapat dipahami mengingat, pada waktu perang kesempatan mempersiapkan pelaksanaan HHI akan semakin berkurang dibanding keinginan para pihak untuk mengejar tujuan perang masing-masing. Istilah hukum humaniter internasional atau HHI sering digunakan secara bergantian di dalam berbagai dokumen dan literatur. Istilah ini digunakan dalam Protokol Tambahan I1977 atas Konvensi-konvensi Jenewa 19549 tentang perlindungan korban sengketa bersenjata internasional. Secara rinci ICRC menguraikan maksud dari istilah ini sebagai berikut : “HHI berarti aturan-aturan internasional yang dibentuk oleh perjanjian-perjanjian internaisonal atau kebiasaan yang secara spesifik, diharapkan untuk mengatasi masalah-maslaah kemanusiaan yang muncul secara langsung dari sengketa- sengketa bersenjata internasional maupun non-internasional, dan untuk alasan- alasan kemanusiaan, membatasi hak dari para pihak-pihak yang berkonflik untuk menggunakan metode alat perang pilihan mereka atau untuk melindungi orang- orang dan harta milik mereka yang mungkin terkena dampak konflik, di samping Universitas Sumatera Utara itu ICRC juga sering menggunakan istilah hukum sengketa bersenjata law of armed conflict sebagai alternatif dari istilah HHI. Istilah Hukum Humaniter merupakan istilah baru yang mulai dikenal di Indonesia pada akhir tahun 70-an sehingga tidaklah mengherankan apabila masih banyak yang belum mengetahui artinya. Dalam rangka lebih mengenalkan Hukum Humaniter dan sekaligus menyebarluaskan isinya, pada permulaan tahun 1980 pemerintah indonsia, yang menjadi pihak dalam konvensi-konvensi Jenewa 1949, merasa perlu untuk memenuhi kewajibannya untuk memperkenalkan isi konvensi. Untuk kepentingan itu dibentuklah suatu Panitia Tetap Penerapan dan Penelitian Hukum Humaniter yang mempunyai tugas antara lain merumuskan pokok-pokok kebikjasanaan mengenai keseragaman penyebarluasan Hukum Internasional Humaniter melalui pendidikan dan penerangan. Dalam rangka turut serta menyebarluaskan Hukum Humaniter, Departemen Hankam telah mengadakan penataran bagi para perwira pengajar sebanyak empat angkatan. Penataran untuk angkatan pertama dimulai pada tanggal 25 Mei 1981, perlu ditambahkan bahwa penyebarluasan Konvensi Jenewa di kalangan ABRI, terutama perwiranya, telah dimulai sejak tahun 50-an. Departemen Kehakiman telah pula mengadakan penataran angkatan pertama bagi para dosen Universitas Negeri se-Jawa yang dibuka pada tanggal 6 Desember 1982. Dengan adanya usaha-usaha tersebut diatas diharapkan seiring berjalannya waktu Hukum Humaniter telah dikenal dan tersebar secara meluas, terutama di kalangan cendikiawan dan ABRI. Universitas Sumatera Utara Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata adalah sebagai salah satu cabang dari Hukum Internasional Publik. Hukum ini memiliki usia sejarah yang sama tuanya dengan peradaban umat manusia. Pada dasarnya segala peraturan tentang perang terdapat dalam pengaturan tentang tingkah laku, moral, dan agama. masing- masing agama seperti Islam, Kristen, Budhha, Yahudi memuat segala aturan mengenai hal yang bersangkutan dengan ketiga hal diatas. Salah satu contohnya di dalam Agama Islam, berperang dalam ajaran Islam hanya boleh dilakukan jika dalam keadaan terdesak untuk mempertahankan diri dan tidak pernah digunakan sebagai satu kegiatan menyerang umat lain 14 , Perundangan-undangan tentang berperang terdapat pada dalil Al-Qur’an dan hadits, dan walaupun islam dalam situasi yang telah disinggung mengizinkan, namun agama islam tidak membiarkan peperangan yang dilegalkan itu tanpa batasan dan etika. Adapun prinsip pembedaan kombatan dan warga sipil ini juga sebenarnya telah termaktub di dalam Al-Qur’an lebih dari 10 abad sebelum adanya formulasi HHI yang baru muncul pada tahun 1864, yakni firman Allah SWT : “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” 15 Dalam tafsir al-Qurthubi, sahabat Ibnu Abbas Ra, Umar bin Abdul Azis dan Mujahid menafsirkan ayat diatas sebagai berikut : 14 Dikutip dari http: id.m.wikipedia.org diakses 2 Februari 2016. 15 QS.Al-Baqoroh2 : 190. Universitas Sumatera Utara “Perangilah orang yang dalam keadaan sedang memerangimu,dan jangan melampaui batas sehingga terbunuhnya perempuan, anak-anak,tokoh agama dan semisalnya.” Atas dasar inilah maka segala bentuk pertempuran hanya terjadi di kalangan, dan dibatasi untuk kombatan tentara yang memang bertugas untuk berperang. adapun warga sipil dan non kombatan serta objek-objek dan fasilitas sipil, kesemuanya harus dilindungi dari akibat destruktif yang ditimbulkan dari suatu peperangan atau konflik bersenjata. Nabi Muhammad SAW juga telah mengeluarkan instruksi yang jelas untuk memberikan perawatan terhadap tawanan perang yang terluka. Sejarah mencatat bagaimana umat islam saat itu menangani tawanan pertama selepas Perang Badar pada 624 Masehi. Sebanyak 70 orang tawanan Makkah yang ditangkap dalam perang itu dibebaskan dengan atau tanpa tebusan. Contoh lainnya di dalam Tradisi Agama Yahudi ada ketentuan sebagai berikut: “The Jewish tradition is clear that before declaring war or starting battle,there must be an attempt to make peace-any military action without doing this is probably unlawful Deuteronomy,20:10” Yang artinya adalah bahwa tradisi yahudi telah jelas menyatakan bahwa sebelum perang.atau memulai pertempuran harus ada upaya berdamai apapun tindakan militer tanpa melakukan hal ini mungkin melanggar hukum. Hanya pejuang yang diperbolehkan untuk dibunuh dengan sengaja dalam perang, Komandan militer harus memberikan non-pejuang kesempatan yang baik untuk meninggalkan daerah pertempuran sebelum pertempuran dimulai. Universitas Sumatera Utara Ketentuan-ketentuan ini sebenarnya sudah ada di setiap peradaban, peradaban bangsa romawi mengenal konsep perang yang adil just war. Jean Jacquez Rosseau mengatakan bahwa perang harus berlandaskan pada moral. Hal ini sesuai dengan apa yang terdapat dalam bukunya yang berjudul The Social Contract.inilah yang kemudian menjadi konsep dari Hukum Humaniter Internasional. Lalu, pada Abad ke -19, landasan yang diberikan oleh J.J Rosseau ini kemudian diikuti oleh Henry Dunant yang tak lain adalah initiator organisasi Palang Merah.Pada akhirnya, Negara-negara membuat suatu kesepakatan tentang peraturan-peraturan internasional yang bertujuan untuk menghindari penderitaan sebagai akibat dari perang. Peraturan-Peraturan yang diciptakan dibuat dalam suatu Konvensi, dan disetujui untuk dipatuhi bersama. Sejak saat itu, terjadi perubahan dari sifat pertikaian bersenjata dan daya merusak yang disebabkan dari penggunaan senjata modern. Pada akhirnya menyadarkan perlunya suatu perbaikan serta perluasan Hukum Humaniter.sangat tidak mungkin menemukan bukti dokumenter, kapan dan dimana aturan-aturan hukum humaniter itu timbul, dan bahkan lebih sulitnya lagi adalah menyebutkan “pencipta” dari hukum humaniter tersebut 16 . dikatakan diawal bahwa Hukum Humaniter berusia sama tuanya dengan peradaban umat manusia. Banyak terjadi perkembangan terhadap salah satu cabang hukum internasional ini, terhadap bentuknya yang sekarang, hukum humaniter internasional telah mengalami perkembangan yang sangat panjang dan pesat dan seiring berjalannya waktu, berbagai upaya telah dilakukan untuk memanusiawikan 16 Hans-Peter Gasser, International Humanitarian Law ,An Introduction, Paul Haupt Publisher, Berne-Stuggart-Vienna, 1993, hal. 6. Universitas Sumatera Utara perang. upaya-upaya tersebut dapat dibagi dalam tahapan-tahapan perkembangan hukum humaniter, yang terdiri atas: 1. Zaman Kuno Pada masa ini perang tidak memberikan kesan yang mengerikan bagi para pihak yang berperang serta orang-orang yang berada didaerah peperangan.Karena, di masa ini, seluruh pemimpin militer memberi perintah kepada para pasukan untuk menyelamatkan musuh yang tertangkap, memperlakukan setiap mereka dengan baik, menyelamatkan penduduk sipil dari pihak musuh.saat waktu penghentian konflik, para pihak yang bersengketa membuat suatu kesepakatan yang mengharuskan mereka untuk memperlakukan tawanan perang dengan baik 17 Pada masa ini juga membiasakan untuk memberi peringatan terlebih dahulu kepada pihak musuh sebelum perang dimulai, Untuk menghindari luka yang berlebihan maka ujung panah dilarang untuk diarahkan ke hati. Bila ada yang terbunuh atau terluka, maka pepeangan wajib diberhentikan selama 15 hari. Seiring berjalannya waktu, upaya-upaya tersebut tetap berkembang dan tentunya mengalami perubahan sedikit demi sedikit. Hal ini dikemukakan oleh Jean Pictet ,antara lain: a. diantara bangsa-bangsa Sumeria, perang telah menjadi satu lembaga yang terorganisir, Hal ini ditandai dengan adanya pernyataan perang arbitrasi, kekebalan utusan musuh serta perjanjian perdamaian. 17 Frits Kalshoven, Constraint on the Waging War, ICRC, 1991, hal. 7. Universitas Sumatera Utara b. dalam kebudayaan mesir kuno, tergambar adanya perintah untuk memberikan makanan, minuman, pakaian, dan perlindungan kepada musuh. juga perintah untuk merawat seetiap orang yang sakit dan menguburkan yang mati. c. dalam kebudayaan bangsa Hittie, perang dilakukan dengan sangat manusiawi karena hukum yang mereka miliki didasarkan keaslian serta integritas. para penduduk yang menyerah tidak akan diganggu serta apabila terdapat penduduk yang melakukan perlawanan akan ditindak tegas. d. dalam kebudayaan india, para satria dilarang keras untuk membunuh musuh yang cacat atau menyerah, apabila ada yang luka, maka mereka harus dipulangkan ke tempat tinggal mereka setelah sebelumnya diobati. Pemakaian senjata yang dapat menusuk hati ataupun senjata yang beracun dan panah api sangat dilarang. 2. Abad Pertengahan Pada abad pertengahan, ajaran dari agama Kristen, Islam dan prinsip ksatria sudah mulai mempengaruhi eksistens dari hukum humaniter. oleh agama Kristen, hukum humaniter mendapat pengaruh berupa pandangan bahwa perang sebagai pembelaan diri dan menghapuskan kemungkaran.Ajaran Agama islam tentang perang dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah al Baqarah,190.191,al Anfal 39,at-Taubah:5.al Haj 39 18 . Prinsip ksatria juga turut memberikan pengaruhnya kepada hukum humaniter. Bentuk pengaruh yang diberikan oleh prinsip ini ialah mengajarkan pentingnya pengumuman perang serta larangan penggunaan senjata tertentu. 18 Masjur Effendi, Moh Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasar-Dasar Hukum Internasional, IKIP malang, Malang, hal. 16. Universitas Sumatera Utara 3. Zaman modern Zaman modern ditandai dengan praktek-praktek dari berbagai Negara yang kemudian berubah menjadi suatu hukum serta kebiasaan dalam berperang. Keadaan ini terjadi di abad ke-18 setelah berakhirnya perang napoleon sampai kepada pecahnya Perang Dunia I. yang menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah, lahirnya serta perkembangan hukum humaniter ialah berdirinya suatu organisasi kemanusiaan, yaitu palang merah yang dipromotori oleh Henry Dunant, selain berdirinya organisasi ini, penandatanganan Konvensi Jenewa 1864 juga menjadi tonggak penting terhadap perkembangan hukum humaniter, Konvensi Jenewa 1864 merupakan Konvensi mengenai Perbaikan Keadaan Tentara yang Luka di Medan Perang Darat.Tahun 1864 menjadi titik lahir untuk mengawali Konvensi-Konvensi Jenewa yang berikutnya, yang berhubungan tentang perlindungan terhadap korban perang. Salah satu contoh hukum perang tertulis yang dibuat menjelang lahirnya HHI modern adalah Lieber Code 1863. Instrumen Hukum yang dirancang oleh Lieber ini merupakan instruksi bagi tentara pemerintah amerika serikat pada waktu itu.

B. Asas, Prinsip, dan Sumber Hukum Humaniter Internasional