Uji Aktifitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Aktif Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc Blume)

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN

FRAKSI AKTIF KULIT BATANG SINTOK

(

Cinnamomum sintoc

Blume)

SKRIPSI

ANNISA ALFIRA

NIM. 1110102000069

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN

FRAKSI AKTIF KULIT BATANG SINTOK

(

Cinnamomum sintoc

Blume)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ANNISA ALFIRA

NIM. 1110102000069

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Annisa Alfira

NIM : 1110102000069

Tanda Tangan :


(4)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Annisa Alfira Nim : 1110102000069 Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI AKTIF KULIT BATANG SINTOK

(Cinnamomum sintoc Blume)

Menyetujui:

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt Pembimbing 1

Eka Putri, M.Si., Apt. NIP. 19790517200912202

Pembimbing 2

Arief Heru Prianto, M.Si. NIP. 197805032003121002


(5)

iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Annisa Alfira NIM : 1110102000069 Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Aktifitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Aktif Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc Blume)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Eka Putri, M.Si., Apt. ( )

Pembimbing II : Arief Heru Prianto, M.Si. ( )

Penguji I : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. ( )

Penguji II : Yardi, M.Si., Ph.D., Apt. ( )

Ditetapkan di : Jakarta


(6)

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Annisa Alfira Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : Uji Aktifitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Aktif Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc Blume)

Sintok (Cinnamomum sintoc Blume) merupakan salah satu tanaman obat yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Secara ilmu kemotaksonomi diduga sintok memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak dan fraksi aktif kulit batang Cinnamomum sintoc

Blume menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-pikril-hidrazil) dan vitamin C sebagai pembanding. Kulit batang Cinnamomum sintoc Blume diekstraksi dengan cara maserasi bertingkat meggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 12,037 g/ml (Antioxidant Activity Index (AAI): 3,32). Ekstrak metanol

difraksinasi lebih lanjut, sehingga didapatkan fraksi A dengan nilai IC50 6,202

g/ml (AAI: 6,5).

Kata kunci: Cinnamomum sintoc Blume, antioksidan, metode DPPH, IC50, AAI


(7)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Annisa Alfira Program Study : Strata-1 Farmasi

Title : Antioxidant Activity Test From Extracts and The Active Fractions Of Sintoc (Cinnamomum sintoc. Blume) Bark

Sintok (Cinnamomum sintoc Blume) is a plant used as medicine that spread out in Kalimantan, Sumatera and Jawa. In chemotaxonomy, sintok is predicted to have antioxidant activity. This study aims to determine the antioxidant activity from extracts and the active fraction of Cinnamomum sintoc bark using DPPH

(1,1-diphenyl-2-pikril-hidrazil) and vitamin C as a comparison. Extraction was made by maseration using different solvents with increasing polarity

n-hexane, etyl acetate and methanol. Methanol extract showed the highest antioxidant activity with IC50 value 12,037 g/ml (AAI: 3,32). Methanol extract

was fractinated. The result showed that fraction A has IC50 value 6,202 g/ml

(AAI: 6,5).

Keyword : Cinnamomum sintoc Blume, antioxidant, DPPH method, IC50, AAI


(8)

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

لا ه مسب ميحرلا نمحر

Alhamdulillahirrabil’alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, smoga kita

selalu berpegang teguh pada sunnahnya. Skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Aktif Cinnamomum sintoc Blume” disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian dan penulisan skrisp ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Eka Putri, M.Si, Apt dan Bapak Arief Heru Prianto, M.Si selaku pembimbing selama penelitian.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc,. selaku Kepala Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt., selaku sekretaris Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Bapak Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tajudin, Sp.And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu/Bapak Dosen Farmasi yang telah mengajari penulis ilmu kefarmasian dan staf akademika Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

6. Kedua orang tua tercinta, Papa Drs. Alfinus, M.Sc dan Mama Lira

Virgonita, Amd yang telah memberikan kasih sayang dan do’a yang tiada


(9)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Adik-adikku tersayang, Hanifa Alfira, Muhammad Ikhsan, Aidil Rahman dan Ahmad Fikri Assidik yang selalu memberikan dukungan, semangat,

do’a dan kasih sayang.

8. Para Staf Peneliti di Puslit Biomaterial LIPI, Cibinong, Bogor khususnya Pak Dedi yang telah membantu selama penelitian.

9. Para Staf Laboran: Mba Rani, Kak Rahmadi, Ka Eris, Ka Lisna, Ka Liken, dan Ka Tiwi yang telah membantu selama praktikum maupun penelitian. 10. Teman-teman seperjuangan selama penelitian di Biomaterial LIPI, Zakiya

Kamila Muhamad dan Kurnia Anisah yang selalu membantu disaat sedang dibutuhkan.

11. Sahabat “6 Icon”, Annisa Fitriana, Istiqomatunnisa, Julia Anggraini, Sri Wahyuni Lestari dan Yusna Fadliyyah Aprianti yang telah membantu, mendukung dan selalu ada disaat senang maupun sedih.

12. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa/i Farmasi “Andalusia 2010” yang telah memberikan segala bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu diperlukan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia kefarmasian.

Jakarta, September 2014


(10)

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Annisa Alfira NIM : 1110102000069 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI AKTIF KULIT BATANG SINTOK (Cinnamomum sintoc Blume)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 26 September 2014 Yang menyatakan,


(11)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

KATA PENGANTAR... vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Hipotesis... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Cinnamomum sintoc Blume... 4

2.1.1 Klasifikasi... 4

2.1.2 Nama Lain... 4

2.1.3 Deskripsi... 4

2.1.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologis... 5

2.1.5 Distribusi dan Habitat... 5

2.2 Simplisia... 5

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi... 6

2.3.1 Metode Ekstraksi... 7

2.4. Radikal Bebas... 8

2.5 Antioksidan... 9

2.6 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH... 11

2.7 Spektrofotometer UV-Vis... 12

2.8 Kromatografi Lapis Kertas... 13

2.9 Kromatografi Kolom... 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 17

3.1 Temapat dan Waktu Penelitian... 17

3.2 Alat dan Bahan... 17

3.2.1 Alat... 17

3.2.2 Bahan Baku Penelitian... 17

3.2.3 Bahan Kimia... 17

3.3 Prosedur Penelitian... 18

3.3.1 Pembuatan Simplisia... 18

3.3.2 Pembuatan Ekstrak... 18

3.3.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak... 19

3.3.4 Uji Karakteristik... 20


(12)

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.6 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif dengan Metode

DPPH... 22

3.3.6.1 Pembuatan Larutan DPPH... 22

3.3.6.2 Optimasi Panjang Gelombang DPPH... 22

3.3.6.3 Pembuatan Larutan Blanko... 22

3.3.6.4 Pembuatan Larutan Vitamin C sebagai Pembanding... 22

3.3.6.5 Pembuatan Larutan Ekstrak Cinnamomum sintoc Blume... 23

3.3.6.6 Penentuan Persen Inhibisi, Nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dan AAI (Antioxidant Activity Index)... 23

3.3.7 Fraksinasi Ekstrak dengan Aktivitas Antioksidan Tertinggi... 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

4.1 Hasil... 25

4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman... 25

4.1.2 Penyediaan Bahan... 25

4.1.3 Pembuatan Ekstrak... 25

4.1.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak... 26

4.1.5 Karakteristik Ekstrak... 26

4.1.6 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Secara Kualitatif... 26

4.1.7 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Secara Kuantitatif dengan Metode DPPH... 27

4.1.7.1 Penentuan Panjang Gelombang DPPH... 27

4.1.7.2 Penentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concertration) dan AAI (Antioxidant Activity Index)... 27

4.1.8 Fraksinasi Ekstrak dengan Aktivitas Antioksidan Tertinggi... 28

4.1.9 Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Secara Kualitatif... 29

4.1.10 Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Secara Kuantitatif... 29

4.1.10.1 Penentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concertration) dan AAI (Antioxidant Activity Index)... 29 4.2 Pembahasan... 31

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 36

5.1 Kesimpulan... 36

5.2 Saran... 36


(13)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Sampel... 25 Tabel 4.2 Data Ekstrak Kulit Batang Cinnamomum sintoc Blume... 25 Tabel 4.3 Data Karakteristik Ekstrak Kulit Batang C. Sintoc Blume... 26 Tabel 4.4 Data Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang C. Sintoc Blume... 26 Tabel 4.5 Nilai IC50 dan AAI... 27

Tabel 4.6 Data Penggabungan Fraksi... 28 Tabel 4.7 Nilai IC50 dan AAI Fraksi Ektrak Metanol... 29


(14)

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Cinnamomum sintoc Blume... 4

Gambar 2.2 Mekanisme peredaman radikal bebas oleh DPPH... 11

Gambar 4.1 Grafik Hubungan % Inhibisi dengan Konsentrasi Ekstrak... 28


(15)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kerangka Konsep... 42

Lampiran 2. Alur Penelitian... 43

Lampiran 3. Fraksinasi Ekstrak Metanol... 44

Lampiran 4. Determinasi Cinnamomum sintoc Blume... 45

Lampiran 5. CoA Asam Askorbat... 46

Lampiran 6. CoA DPPH... 48

Lampiran 7. Kulit Batang Cinnamomum sintoc Blume... 49

Lampiran 8. Perhitungan Rendemen Ekstrak... 50

Lampiran 9. Perhitungan Kadar Air Simplisia... 50

Lampiran 10. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak... 50

Lampiran 11. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak n-Heksan... 51

Lampiran 12. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat... 52

Lampiran 13. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Metanol... 53

Lampiran 14. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak n-Heksan dan Etil Asetat... 54

Lampiran 15. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Metanol... 54

Lampiran 16. Perhitungan Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM... 55

Lampiran 17. Panjang Gelombang Maksimum DPPH 0,1 mM... 55

Lampiran 18. Perhitungan Nilai IC50... 56

Lampiran 19. Perhitungan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index)... 56

Lampiran 20. Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Metanol... 57


(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia telah lama memanfaatkan tanaman sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Hal ini dapat memberikan kesempatan untuk mengkaji jenis-jenis tanaman obat dan meneliti secara ilmiah. Peningkatan pemanfaatan bahan alam sebagai obat memberikan dampak positif bagi perkembangan industri obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada obat modern (Lusia, 2006). Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dan harga yang lebih terjangkau dibandingkan obat modern (Pratiwi, et al., 2013).

Ekplorasi bahan alam sebagai obat yang mempunyai aktivitas antioksidan menjadi salah satu target para peneliti, setelah adanya kekhawatiran masyarakat terhadap efek samping antioksidan sintetik sehingga menjadikan antioksidan alami sebagai alternatif. Penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi karena ternyata dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa antioksidan sintetik seperti BHT (Butylated Hydroxy Toluena) ternyata dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat karsinogenik (Zuhra, et al., 2008).

Senyawa antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan biomolekul seperti DNA, protein, dan lipoprotein didalam tubuh yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit dan penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif seperti kanker, jantung, artritis, diabetes, dan liver timbul disebabkan karena senyawa antioksidan yang ada dalam tubuh tidak mampu menetralisir peningkatan konsentrasi radikal bebas (Soeksmanto, 2007).

Senyawa antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron (electron donor) kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat (Tursiman, et al., 2012). Radikal bebas merupakan atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya (Pratiwi, et al., 2013).


(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tubuh memerlukan suatu antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Resiko penyakit kronis akibat senyawa radikal bebas dapat dikurangi dengan memanfaatkan peran senyawa antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, vitamin A, karoten, asam-asam fenol, polifenol dan flavonoid (Prakash, 2001., Okawa, et al., 2001). Senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan alami umumnya merupakan senyawa fenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional (Isnindar, et al., 2011). Golongan flavonoid menunjukkan berbagai aktivitas biologis, termasuk antikarsinogenik, antiinflamasi, antiradikal, dan antioksidan (Okawa, et al.,2001).

Sintok (Cinnamomum sintoc Blume) merupakan salah satu tanaman dari famili Lauraceae yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Tanaman ini tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Sumatera. Kulit batang digunakan sebagai pengobatan untuk diare, gangguan usus dan penyembuhan luka. Berdasarkan penelitian, menunjukkan bahwa destilasi air minyak atsiri kulit batang Cinnamomum sintoc yang dianalisa menggunakan GC dan GCMS menghasilkan 36 senyawa yang merupakan 92% minyak atsiri. Eugenol (38.38%),

myristicin (13.54%) dan safrole (10.17%) merupakan komponen utama dari minyak atsiri kulit batang sintok (Yoppi, 2008). Menurut penelitian Pramod (2010), secara in vitro menunjukkan bahwa senyawa eugenol sebagai antioksidan mempunyai potensi yang baik dalam pengobatan penyakit parkinson maupun penyakit cardiac hyperthropy (sejenis penyakit jantung) (Towaha, 2012). Informasi dan penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada kulit batang sintok masih terbatas, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Berdasarkan penelitian, ekstrak etanol daun dan kulit Cinnamomum cassia

memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan nilai IC50 masing-masing sebesar

0.208 mg/mL dan 0.072 mg/mL (Yang, et al., 2012). Daun dan kulit batang

Cinnamomum zeylanicum memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan, dan ekstrak air daun Cinnamomum osmophloeum memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Wu, et al., 2013).


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Cinnamomum sintoc mempunyai genus yang sama dengan C.cassia, C.zeynalicum, dan C.osmophloeum, maka secara ilmu kemotaksonomi dapat diperkirakan kulit batang sintok mempunyai kandungan senyawa dan fungsi yang sama, khususnya sebagai antioksidan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan pengujian aktivitas antioksidan pada bagian kulit batang Cinnamomum sintoc Blume menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH digunakan karena hanya memerlukan sedikit sampel, sederhana, mudah, cepat, dan peka (Purwaningsih, 2013). Uji aktivitas kulit batang sintok sebagai antioksidan diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Ditinjau dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc Blume) memiliki aktivitas sebagai antioksidan?

2. Pada fase ekstrak manakah yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi? 3. Pada fraksi manakah yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak kulit batang sintok sebagai antioksidan, dan mengetahui fase ekstrak dan fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan yang tertinggi.

1.4 Hipotesis

Bagian kulit batang memiliki aktivitas sebagai antioksidan.

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara ilmiah kepada masyarakat tentang khasiat dari kulit batang sintok sebagai antioksidan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan ilmu pengetahuan masyarakat tentang khasiat dari sintok.


(19)

4 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cinnamomum sintoc Blume

2.1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyte Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Magnoliidae Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum sintoc Blume (Sumber: www.plantmore.com)

2.1.2 Nama Lain

Cinnamomum sintoc memiliki beberapa nama lain, seperti huru sintok (Jawa), wuru sintok (Sunda), madang sangit atau madang lawang (Sumatera), medang teja lawang (Malaysia) dan luk kha (Thailand) (www.globinmed.com).

2.1.3 Deskripsi

Cinnamomum sintoc mempunyai tinggi 27 m, dengan diameter 30 cm, kulit kayu halus berwarna coklat terang sedangkan bagian dalamnya berwarna coklat kemerahan dan memiliki bau seperti buah pala. Ranting kokoh, berbentuk silinder dengan diameter 1,5 – 2,5 mm, tidak berbulu, kering dan kehitaman. Daun opposite atau subopposite, kering kecoklatan, tidak berbulu, berbentuk

ellips sampai ovatusellips, dengan ujung daun lancip. Buahnya berbentuk

ellipsoid atau obovoid. (Soh Wuu - Kuang, 2011).

Gambar 2.1 Cinnamomum sintoc Blume. [Sumber: Koleksi pribadi, Kebon Raya Bogor, 12-02-14]


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.4 Kandungan Kimia dan Aktivitas Biologis

Secara ilmiah kulit batang sintok digunakan sebagai antimikroba, antiinflamasi, dan analgetik. Secara empiris, kulit Cinnamomum sintoc umumnya dimanfaatkan sebagai obat untuk diare, gangguan usus dan serbuk nya dimanfaatkan untuk mengobati luka (Soh Wuu - Kuang, 2011).

2.1.5 Distribusi dan Habitat

Cinnamomum sintoc terdistribusi di Sarawak (wilayah Lundu), Kalimantan barat dan Kalimantan timur. Spesies ini juga terdistribusi di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Jawa. Habitat dari C.sintoc adalah di hutan dipterokarpa dengan tanah berpasir (Soh Wuu - Kuang, 2011).

2.2 Simplisia (Depkes RI, 1995)

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan sumbernya, simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. 2. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana atau belum berupa zat kimia murni.


(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3 Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Menurut Farmakope Indonesia edisi III terdiri dari tiga macam ekstrak yaitu : 1. Ekstrak cair adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan alam

masih mengandung larutan penyari.

2. Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.

3. Ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dam tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai konsistensi padat (berwujud kering).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Biasanya operasi ini menggunakan pelarut untuk mengekstraksi (Depkes RI, 2000). Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung oleh simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.

Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu pada proses ekstraksi tidak perlu diserbuk sampai halus. Simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar susah diserap oleh pelarut, karena itu perlu diserbuk sampai halus (Depkes RI, 2000).


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.1 Metode Ekstraksi

1. Ekstraksi menggunakan cara dingin a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian senyawa dari simplisia tumbuhan cara dingin dengan menggunakan metode perendeman. Cara kerjanya adalah sampel yang telah dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu direndam dalam suatu bejana yang tertutup dan terlindung dari cahaya matahari langsung selama lebih kurang 1-2 hari. Perendaman biasanya dilakukan sebanyak 2 kali perulangan, dimaksudkan agar proses perendaman dapat menyari kandungan kimia tumbuhan dengan sempurna.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000). Perkolasi ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut sebagai perkolator. Cara ekstraksi dengan metode perkolasi dilakukan dengan mengalirkan cairan pelarut organik pada sampel yang sebelumnya telah dibasahi. Prinsip dari metode perkolasi adalah pelarut yang telah jenuh yang berada didalam perkolator akan digantikan oleh pelarut yang lebih baru dan segar.

2. Ekstraksi menggunakan cara panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya pendinginan baik (Depkes RI, 2000). Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Sokletasi

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan pendingin balik (Depkes RI, 2000). Pelarut yang digunakan berada pada labu yang terletak terpisah dari sampel.


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperature yang lebih tinggi dari temperature ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperature 400-500C (Depkes RI, 2000).

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalan penangas air mendidih), temperatur terukur 96o-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).

e. Dekokta

Dekokta adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

3. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

2.4 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul atau atom yang mempunyai 1 atau lebih elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat berasal dari atom hidrogen, molekul oksigen, atau ion logam transisi. Senyawa radikal bebas sangat reaktif dan selalu berusaha mencari pasangan elektron agar kondisinya stabil. Radikal dapat terbentuk secara endogen dan eksogen. Radikal endogen terbentuk dalam tubuh melalui proses metabolisme normal di dalam tubuh. Sementara radikal eksogen berasal dari bahan pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit.

Radikal bebas dalam jumlah normal bermanfaat bagi kesehatan misalnya, memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah serta organ-organ dalam. Sementara dalam jumlah berlebih


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh. Oksigen reaktif dapat merugikan molekul dalam sel, sehingga dapat menghancurkan membran sel, asam nukleat dan protein. Peristiwa ini dapat mempercepat terjadinya proses penuaan dan munculnya penyakit lain seperti penyakit jantung dan kanker (Jacinto, et al., 2011).

Salah satu senyawa yang berhubungan dengan radikal bebas adalah oksigen. Oksigen sangat berperan dalam berbagai reaksi biokimia tubuh. Namun, oksigen merupakan awal terbentuknya radikal bebas yaitu Reactive Oxigen Species (ROS). Beberapa ROS yang dapat merugikan tubuh, yaitu anion superoksida (O2), radikal hidroksil (OH), hidrogen peroksida (H2O2), oksigen

tunggal (1O2) dan lain lain (Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E., 2001). 2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah zat penghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh, membran dinding sel, pembuluh darah, basa DNA, dan jaringan lipid sehingga menimbulkan penyakit (Oeinitan, 2013). Antioksidan dibutuhkan untuk menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas atau menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan biomolekul seperti DNA, protein, dan lipoprotein didalam tubuh yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit dan penyakit degeneratif.

Antioksidan dapat mengurangi resiko penyakit kronik seperti kanker dan penyakit jantung. Sumber primer yang mengandung antioksidan adalah gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran. Sumber makanan yang mengandung vitamin C, vitamin E, karoten, asam fenolat, phytate,dan pitoestrogen dapat mengurangi resiko penyakit (Prakash, 2001). Senyawa antioksidan seperti asam fenolat, polifenol, dan flavonoid dapat menangkap radikal bebas seperti peroksida, hidroperoksida atau lipid peroxyl dan dapat menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit degeneratif (Miller, 2000).


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penggolongan antioksidan:

1. Berdasarkan Mekanisme Kerja

a. Antioksidan primer adalah antioksidan yang bekerja dengan mencegah reaksi berantai pembentukan radikal bebas dengan mengubahnya menjadi senyawa yang tidak reaktif atau stabil. Antioksidan ini berperan sebagai donor hidrogen atau dapat juga sebagai ekseptor elektron. Contohnya adalah BHT (butylated hidroxy toluene).

b. Antioksidan sekunder adalah antioksidan yang bekerja dengan menghambat kerja peroksidan, dengan mekanisme reaksi berupa penyerapan sinar uv, deaktivasi ion logam yaitu dengan pembentukan senyawa kompleks. Contohnya: etilendiamin tetraasetat (EDTA), asam sitrat dan asam tartrat.

c. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Contoh: metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. 2. Berdasarkan Jenis

Antioksidan dapat digolongkan menjadi dua yaitu antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Contoh antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase, glutation peroksidase dan katalase. Contoh antioksidan non-enzimatik yaitu asam urat, glutation, melatonin, vitamin C dan vitamin E (Lobo., et al, 2010).

3. Berdasarkan Sumber

a. Antioksidan sintetik adalah antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaannya untuk makanan yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil galat, Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ) dan Tokoferol.

b. Antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari bahan alam, merupakan senyawa metabolit sekunder tumbuhan seperti senyawa golongan alkaloid, fenolik, flavanoid. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon.


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.6 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari kemampuannya menangkap radikal bebas. Radikal bebas yang biasa digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkapan radikal bebas adalah 1,1-difenil-2 pikrilhidrazil (DPPH). Menurut Packer (1999), DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan. Jika disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan stabil selama bertahun-tahun. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Surai, 2003). Reaksi yang terjadi:

[Sumber : Prakash, et al., 2001]

Gambar 2.2 Mekanisme peredaman radikal bebas oleh DPPH

DPPH mempunyai ciri-ciri padatan berwarna ungu kehitaman, larut dalam pelarut DMF (dimetilformamida), etanol dan metanol, dengan rumus molekul C18H12N5O6. Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan

memberikan warna ungu. Warna akan berubah menjadi warna kuning saat elektronnya berpasangan. Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas (Prakash, et al., 2001). Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk skrining aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain itu metode ini terbukti akurat dan praktis (Prakash, et al., 2001).


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Metode ini melibatkan pengukuran penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimal antara 515 nm - 517 nm, yang sebanding terhadap konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan reagen DPPH (R.Apak, et al., 2013 & Prakash, et al. 2001).

Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan persen inhibisi. (Ghosal dan Mandal, 2012). Rumus % Inhibisi:

% Inhibisi = –

Absorbansi blanko yang digunakan adalah absorbansi larutan DPPH. Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat dekolorisasi (absorbansi semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas (Molyneux, 2003).

Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% atau IC50 yaitu konsentrasi sampel yang dapat menghambat

aktivitas DPPH sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin tinggi

aktivitas antioksidan. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/ml, aktivitas kuat untuk antara 0,05-0,1

mg/ml, aktivitas sedang jika nilai IC50 0,101-0,150 mg/ml dan aktivitas lemah jika

nilai IC50 0,151-0,200 mg/mL (Blois, 1958).

Perhitungan nilai AAI (Antioxidant Activity Index) digunakan untuk mengetahui index aktivitas antioksidan dengan rumus:

Nilai AAI:

Menurut Scherer dan Godoy (2009) aktivitas antioksidan berdasarkan nilai AAI (Antioxidant Activity Index), dikatakan lemah sebagai antioksidan jika nilai AAI < 0.5, aktivitas antioksidan sedang jika 0,5 < AAI < 1.0, aktivitas antioksidan kuat 1.0 < AAI < 2.0 dan aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai AAI > 2.0 (Faustino, et al, 2010).


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.7 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm).

Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuraan di daerah spektrum ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200 nm hingga 800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan. Kedua sel yang digunakan untuk larutan yang diperiksa dan larutan pembanding harus mempunyai karakteristik spektrum yang sama. Bila digunakan instrumen bekas ganda dengan perekan, sel yang berisi pelarut ditempatkan pada jalur berkas pembanding.

Jika tidak dinyatakan lain, serapan diukur pada panjang gelombang yang ditetapkan degan menggunakan kuvet yang panjangnya 1 cm pada suhu 19oC hingga 20oC. Jika hal tersebut tidak sesuai untuk instrumen tertentu, panjang gelombang kuvet dapat diubah atau sebagai gantinya kadar dapat diubah, asalkan telah ditunjukkan bahwa Hukum Beer dipenuhi untuk jangkauan kadar tersebut. Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan terhadap pelarut yang digunakan untuk membuat larutan uji sebagai pembanding. Dalam hal tertentu, pengukuran dilakukan terhadap suatu campuran pereaksi sebagai pembanding.

Suatu pernyataan dalam suatu penetapan kadar atau pengujian mengenai panjang gelombang serapan maksimum mengandung implikasi bahwa maksimum tersebut tepat pada atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditetapkan (Soemitro, et al., 1995). Suatu spektrofotometri UV-Vis tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absobsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, 2003).

2.8 Kromatografi Lapis Kertas

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fisikokimia yang didasarkan atas penjerapan, partisi, atau gabungannya. KLT merupakan salah satu teknik kromatografi yang banyak digunakan untuk analisis kualitatif


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

senyawa organik, isolasi senyawa tunggal dari campuran multikomponen, analisis kuantitatif, dan isolasi skala preparatif (Waksmundzka-Hajnos, et al., 2008). Keuntungan teknik KLT adalah keserbagunaan (hanya memerlukan peralatan sederhana), kecepatan (waktu yang cukup singkat), dan kepekaan (jumlah zat yang diperiksa cukup kecil) (Harborne, 1987).

1. Fase Diam (Touchstone dan Dobbins, 1983)

Fase diam adalah lapisan tipis penjerap atau media terpilih digunakan sebagai media pembawa. Penjerap dilekatkan pada penyangga sebagai pelapis untuk mendapatkan lapisan yang stabil dengan ukuran yang sesuai. Contoh penyangga yang sering digunakan adalah lempeng gelas, lembaran plastik dan aluminium. Sedangkan penjerap yang sering digunakan yaitu silika gel, alumina, kieselguhr, dan selulosa.

2. Fase Gerak (Touchstone dan Dobbins, 1983)

Sifat dan komposisi kimia fase gerak ditentukan oleh jenis zat yang akan dipisahkan dan jenis penjerap yang digunakan untuk pemisahan. Komposisi fase gerak dapat berupa pelarut murni maupun campuran kompleks dari beberapa pelarut. Seluruh senyawa organik termasuk pelarut digolongkan menurut kemampuan dasarnya untuk membuat ikatan hidrogen. Ada pelarut yang merupakan donor atau aseptor pasangan elektron dan mempunyai kemampuan untuk membentuk jembatan hidrogen intermolekular (hidrofilik atau pelarut polar) ataupun pelarut yang tidak mempunyai kemampuan tersebut (lipofilik, hidrofobik, pelarut non polar).

3. Penyiapan dan Penotolan Sampel (Touchstone dan Dobbins, 1983)

Beberapa cara penyiapan sampel dilakukan dengan tujuan membuat sampel siap untuk dianalisis secara kromatografi. Cara tersebut dapat berupa pelarutan sampel, ekstraksi, kromatografi kolom, sentrifugasi, dan penguapan. Cara tersebut kadang dilakukan bersamaan untuk mendapatkan sampel yang sesuai untuk kromatografi. Untuk sampel berupa ekstrak, penyiapan dapat dilakukan dengan kromatografi kolom dan partisi pelarut.

4. Pengembangan (Touchstone dan Dobbins, 1983)

Setelah sampel ditotolkan pada salah satu ujung lempeng, ujung tersebut dibenamkan dalam fase gerak dengan sampel diatas cairan.


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gaya kapiler akan menyebabkan fase gerak bergerak melewati media dalam proses yang disebut pengembangan. Setelah fase gerak telah hampir mencapai ujung lainnya dari lempeng, maka lempeng dipindahkan dan dikeringkan sebelum prosedur pendeteksian. Pengembangan lapis tipis biasanya dilakukan dengan membiarkan fase gerak bermigrasi pada lempeng yang mana berada pada bejana dengan ukuran sesuai yang telah dijenuhkan

5. Metode Deteksi (Touchstone dan Dobbins, 1983)

Bercak yang terpisah dapat diamati dengan beberapa cara setelah lempeng dikeringkan. Cara untuk mendeteksi bercak terdiri dari 2 macam yaitu metode kimia dan metode fisik, masing-masing metode dibedakan menjadi 2 macam yaitu metode destruktif (secara permanen merubah identitas kimia dari zat) dan non-destruktif (tidak memberikan perubahan permanen pada identitas kimia zat).

Contoh untuk metode kimia destruktif adalah pengarangan dengan asam sulfat, sedangkan metode non-destruktif adalah dengan uap iodin. Contoh untuk metode fisik adalah pengamatan di bawah sinar UV banyak digunakan dan bersifat nondestruktif terhadap sebagian besar zat, walaupun pada beberapa vitamin dan steroid dapat bersifat destruktif. Derajat retensi pada kromatografi lapis tipis biasanya dinyatakan sebagai faktor retensi, dapat dihitung dengan rumus:

Rf =

2.9 Kromatografi Kolom (Stahl, 1969)

Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan partisi. Pada kromatografi kolom fase diam yang digunakan dapat berupa silika gel, selulose atau poliamida. Sedangkan fase geraknya, dapat dimulai dari pelarut non polar kemudian ditingkatkan kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut tungal ataupun kombinasi dua pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat kepolaran yang dibutuhkan. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan Diaion.


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor dengan kromatografi lapis tipis. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabung kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh beberapa fraksi. Noda pada plat KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet

254/366 untuk senyawa-senyawa yang mempunyai gugus kromofor, dengan

penampak noda seperti larutan Iod, FeCl3 dan H2SO4 dalam metanol 10%.

Senyawa hasil isolasi berupa senyawa murni sulit didapatkan karena terdiri dari banyak senyawa gabungan. Untuk senyawa berbentuk kristal pemurniannya dapat dilakukan dengan rekristalisasi, yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan antara zat utama yang dimurnikan dengan senyawa minor dalam suatu pelarut tunggal atau campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan. Adanya perbedaan kelarutan akibat pemanasan atau penambahan pelarut lain akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu. Proses rekristalisasi ini diulang beberapa kali sehingga didapatkan senyawa berbentuk kristal yang lebih murni dan ditandai dengan jarak leleh yang tajam.


(32)

17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Peneliti Biomaterial LIPI Cibinong, Bogor dan Laboratorium Penelitian 1 di Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta sejak bulan Maret 2014 sampai dengan bulan September 2014.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: penggilingan, ayakan no. 40, oven, spatula, pipet tetes, batang pengaduk, cawan penguap, botol timbang (Pyrex), becker glass (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Duran), labu ukur (Duran), corong, erlenmeyer vakum (Duran), labu destilasi, kaca arloji, cawan penguap, pipa kapiler, kertas saring, allumunium foil, timbangan analitik, vaccum rotary evaporator (IKA®), desikator, tanur, vortex, pipet mikro (Biorad), lampu UV 254 nm dan 366 nm, spektrofotometer UV-Vis

(Hitachi Instrument, Inc), dan kromatografi kolom vakum (Buchi®).

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc Blume) yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor, Bogor, Jawa Barat.

3.2.3 Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: aquadest, metanol, etil asetat, n-heksan, kloroform, aquadest, etanol 70%, pereaksi

Dragendorff, pereaksi Mayer, pereaksi Libermann-Buchardat, amonia encer, asam sulfat pekat, asam klorida, asam asetat anhidrida, besi (III) klorida, asam askorbat (DSM), lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck®), dan serbuk DPPH (2,2–diphenyl-1-picrylhydrazyl) (Sigma Aldrich).


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan, yaitu pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak, penapisan fitokimia, pengujian karakteristik, uji aktivitas antioksidan ekstrak secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode DPPH serta fraksinasi terhadap ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan kromatografi kolom vakum.

3.3.1 Pembuatan Simplisia

Kulit batang sintok diambil dan dikumpulkan pada tanggal 24 Februari yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor, Bogor, Jawa Barat. Sampel sebanyak 2,6 kg dibersihkan dan diletakkan dalam wadah yang terbuka kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 400C selama 8 hari. Setelah kering, sampel dihaluskan menggunakan penggilingan dan diayak dengan ayakan no. 40. Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 1,5 kg disimpan dalam wadah tertutup rapat.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak

Proses ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi cara dingin yaitu dengan metode maserasi bertingkat. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan, etil asetat dan metanol. Serbuk simplisia kulit batang sintok sebanyak 1,5 kg dimasukkan ke dalam wadah, kemudian ditambahkan pelarut n-heksan hingga serbuk terendam 3 cm di atas permukaan simplisia. Pelarut n-heksan yang digunakan sebanyak 10,615 liter. Maserasi dilakukan selama 24 jam sebanyak 5 kali dengan beberapa kali pengadukan dan proses ini dihentikan sampai terjadi perubahan warna bening pada pelarut yang digunakan. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu lebih kurang 450C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan sebanyak 6,8 g. Terhadap ampas n-heksan dilakukan maserasi kembali dengan pelarut etil asetat.

Pelarut etil asetat yang digunakan sebanyak 13,525 liter. Maserasi dilakukan selama 24 jam sebanyak 9 kali dengan beberapa kali pengadukan. Hasil maserasi disaring dan filtrat diuapkan dengan vaccum rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kental etil asetat sebanyak 32,5 g. Terhadap ampas etil asetat dilakukan maserasi kembali dengan pelarut metanol.


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pelarut metanol yang digunakan sebanyak 13,360 liter. Maserasi dilakukan selama 24 jam sebanyak 8 kali dengan beberapa kali pengadukan. Hasil maserasi disaring dan filtrat diuapkan dengan vaccum rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 95,5 g. Masing-masing ekstrak dihitung rendemennya. Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).

Rendemen ekstrak (%) =

x 100 %

Masing-masing ektrak kulit batang Cinnamomum sintoc Blume dilakukan penapisan fitokimia, organoleptis, identitas, uji kadar abu, uji kadar air simplisia, uji aktivitas antioksidan secara kualitatif dengan KLT dan kuantitatif dengan menggunakan metode DPPH.

3.3.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak

Penapisan fitokimia bertujuan untuk mendeteksi senyawa yang terkandung dalam tanaman berdasarkan golongannya. Metode penapisan fitokimia dapat mendeteksi adanya golongan alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid, terpenoid, saponin, dan tanin.

1. Uji Alkaloid (Tiwari, et al., 2011)

Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam 10 mL larutan HCl encer kemudian disaring dan filtrat dibagi menjadi dua tabung reaksi:

a. Filtrat A ditambahkan reagen Mayer (larutan kalium merkuri iodida). Terbentuknya endapan berwarna putih menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

b. Filtrat B ditambahkan reagen Draggendorff (larutan kalium bismut klorida). Terbentuknya endapan berwarna merah bata menunjukkan adanya senyawa alkaloid.

2. Uji Flavonoid (Tiwari, et al., 2011)

Lead acetate Test. sejumlah ekstrak ditambahkan 3-4 tetes asam aseat. Terbentuknya warna kuning menunnjukkan adanya senyawa flavonoid.


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Uji Terpenoid dan Steroid (Tiwari, et al., 2011)

Salkowski Test. Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam 2 ml kloroform dan beberapa tetes asam sulfat pekat ditambahkan perlahan melalui dinding tabung. Terbentuknya warna kuning emas mengindikasikan adanya senyawa terpenoid.

Liebermann Burchardat Test. Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam kloroform dan disaring, filtrat ditambahkan beberapa tetes asam asetat anhidrida kemudian dipanaskan dan didinginkan. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya cincin coklat mengindikasikan adanya senyawa steroid.

4. Uji Saponin (Tiwari, et al., 2011)

Foams Test. Sejumlah ekstrak ditambahkan 2 mL, terbentuk buih/busa mantap selama sekitar 10 menit menunjukkan adanya senyawa saponin. 5. Uji Fenol

Sejumlah ekstrak ditambahkan 2 mL larutan FeCl3 10%, terbentuk warna

biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya fenol (Robinson, 1991; Marliana, et al., 2005).

6. Uji Tanin (Farnsworth, 1966).

Sejumlah esktrak ditambahkankan 2 mL etanol 70% kemudian diaduk, ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes, terbentuk warna biru karakteristik, biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan menunjukkan adanya tanin.

3.3.4 Uji Karakteristik (Depkes RI, 2000)

1. Identitas

a. Deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama latin tanaman (sistematika botani), bagian tanaman yang digunakan. b. Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas, artinya senyawa tertentu

yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. 2. Organoleptik.

Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. 3. Penetapan Kadar Air Simplisia


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah ditara (Ao). Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Hitung persentase kadar air simplisia menggunakan rumus berikut:

% Kadar Air

x 100% 4. Penetapan Kadar Abu Ekstrak

Ekstrak 1 gram ditimbang seksama menggunakan kurs yang sudah ditara, dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 250C sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan dalam desikator serta timbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen terhadap berat sampel awal.

3.3.5 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif

Pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang digunakan adalah plat KLT. Fase gerak yang digunakan adalah n-heksan, etil asetat, dan metanol, untuk mendapatkan komposisi cairan eluen yang optimum dilakukan percobaan dengan berbagai komposisi pengembangan cairan eluen. Cairan eluen yang didapat dijenuhkan dalam chamber. Ekstrak kulit batang sintok (ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol), dilarutkan dengan pelarutnya masing-masing, kemudian ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Plat diletakkan ke dalam chamber dan chamber ditutup dengan penutup kaca. Selanjutnya eluen dibiarkan merambat hingga mencapai batas plat yang telah ditandai. Setelah dielusi, dibiarkan hingga kering dan dilihat pola pemisahannya secara langsung dan dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Plat disemprot dengan larutan DPPH 0,1 mM, didiamkan selama 30 menit didalam ruangan gelap (Ghosal & Mandal, 2012). Senyawa aktif penangkap radikal bebas menunjukkan bercak berwarna putih kekuningan dengan latar belakang ungu (Wahdaningsih, 2011).


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.6 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif dengan Metode DPPH 3.3.6.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM

Sebanyak 4 mg serbuk DPPH ditimbang seksama, dilarutkan dengan metanol p.a, dimasukkan ke dalam 100 mL labu ukur gelap, dan dicukupkan pelarutnya hingga tanda batas kemudian dikocok hingga homogen. Untuk setiap pengujian larutan DPPH dibuat baru.

3.3.6.2 Optimasi Panjang Gelombang DPPH

Larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL. Selanjutnya divortex hingga homogen, diinkubasi pada suhu kamar dalam ruangan gelap selama 30 menit. Kemudian, tentukan spektrum serapannya menggunakan spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm - 800 nm dan tentukan panjang gelombang maksimumnya.

3.3.6.3 Pembuatan Larutan Blanko

Larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL, kemudian divortex hingga homogen, diinkubasi pada suhu kamar dalam ruangan gelap selama 30 menit. Selanjutnya larutan uji diukur serapannya menggunakan alat spektrofotometer UV-Vispada panjang gelombang 515,5 nm.

3.3.6.4 Pembuatan Larutan Vitamin C sebagai pembanding

Vitamin C dibuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm dengan cara menimbang vitamin C sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan metanol p.a, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, dan dicukupkan pelarutnya hingga tanda batas. Selanjutnya dibuat seri kosentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan metanol p.a sampai tanda batas. Masing-masing larutan uji di pipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan larutan DPPH 0,1mM sebanyak 2 mL, kemudian divortex hingga homogen dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya larutan uji diukur serapannya menggunakan alat spektrofotometer UV-Vispada panjang gelombang 515,5 nm.


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.6.5 Pembuatan Larutan Ekstrak Cinnamomum sintoc Blume

Ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol dibuat larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm dengan cara menimbang masing-masing ekstrak sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan metanol p.a, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, dan dicukupkan pelarutnya hingga tanda batas. Selanjutnya masing-masing larutan ekstrak dibuat seri konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm. Pada masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan metanol p.a sampai tanda batas.

Masing masing larutan uji di pipet sebanyak 2 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan DPPH 0,1mM sebanyak 2 mL, kemudian divortex hingga homogen dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya larutan uji diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515,5 nm.

3.3.6.6 Penentuan Persen Inhibisi, Nilai IC50 (Inhibition Concentration)

dan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index)

Persentase inhibisi adalah persentase yang menunjukan aktivitas radikal tersebut. Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus:

% Inhibisi =

Setelah didapatkan persentase inhibisi dari masing-masing konsentrasi, konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang didapat diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y dalam persamaan regresi linear y = a ± bx. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel. Nilai

IC50 adalah konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50%

konsentraasi awal. Nilai IC50 didapatkan dari nilai x setelah mengganti nilai y

dengan 50 (Murni, 2012).

Perhitungan nilai AAI (Antioxidant Activity Index) digunakan untuk mengetahui index aktivitas antioksidan dengan rumus:

Nilai AAI:


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Scherer dan Godoy (2009) aktivitas antioksidan berdasarkan nilai AAI (Antioxidant Activity Index), dikatakan lemah sebagai antioksidan jika nilai AAI < 0.5, aktivitas antioksidan sedang jika 0,5 < AAI < 1.0, aktivitas antioksidan kuat 1.0 < AAI < 2.0 dan aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai AAI > 2.0 (Faustino, et al, 2010).

3.3.7 Fraksinasi Ekstrak dengan Aktivitas Antioksidan Tertinggi

Ekstrak kulit batang yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi difraksinasi menggunakan kromatografi kolom vakum Buchi®. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi adalah ekstrak metanol. Fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut etil asetat : metanol secara gradien dengan ditingkatkan kepolarannya 5%, dimulai dari etilasetat 100%, etil asetat-metanol, dan metanol 100%.

Ekstrak metanol ditimbang seksama 1,4 g dan dilarutkan dengan pelarut metanol, kemudian disuntikkan ke kolom menggunakan spuit. Sistem fase gerak yang sudah dibuat, dialirkan ke kolom melalui selang dengan bantuan vakum. Fraksi yang keluar ditampung dalam vial yang telah diberi label dan diuapkan sampai pelarutnya menguap. Setiap fraksi dianalisa menggunakan kromatografi lapis tipis, masing-masing fraksi di totolkan pada plat KLT kemudian di elusi dan dilihat pola pemisahannya secara langsung dan dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Fraksi yang memberikan pola pemisahan yang sama, digabungkan dalam satu vial yang sudah ditimbang menjadi fraksi gabungan. Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antioksidan pada masing-masing fraksi secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode DPPH.


(40)

17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cinnamomum sintoc

Blume, merupakan famili dari Lauraceae yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor dan telah dideterminasi oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI, Jawa Barat. Bagian yang digunakan adalah kulit batang (Lampiran. 4).

4.1.2 Penyediaan Bahan

Tabel 4.1 Data Sampel

4.1.3 Pembuatan Ekstrak

Serbuk simplisia kulit batang sintok sebanyak 1,5 kg diekstraksi secara maserasi bertingkat dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Hasil maserasi ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Ekstrak Kulit Batang Cinnamomum sintoc Blume

Ekstrak Bobot Ekstrak (g) % Rendemen

n-Heksan 6,8 0,45

Etil Asetat 32,5 2,16

Metanol 95,5 6,35

Simplisia Kulit C.sintoc Bobot Kadar Air

Kulit batang segar 2,6 kg - Serbuk kering kulit batang 1,503 kg 14 %


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1.4 Penapisan Fitokimia

Tabel 4.3 Data Penapisan Fitokimia Ektrak Kulit Batang C. sintoc Blume

Golongan Ekstrak

n-Heksan Etil Asetat Metanol

Alkaloid - - +

Flavonoid - - +

Terpenoid - - -

Steroid + + -

Saponin - - +

Fenolik + + +

Tanin - + +

4.1.5 Karakteristik Ekstrak

Tabel 4.4 Data Karakteristik Ekstrak Kulit Batang Cinnamomum sintoc Blume

Karakteristik Hasil

Identitas n-Heksan Etil Asetat Metanol Organoleptis

a. Bentuk b. Warna c. Bau

Kental

Hijau kehitaman Aromatik

Kental

Hijau kehitaman Aromatik

Kental

Merah kecoklatan Asam

Kadar Abu (%) 7,19 8,07 7,08

4.1.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif

Hasil analisa KLT menunjukkan bahwa pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak n-heksana: etil asetat 5:1 untuk ekstrak n-heksan dan etil asetat. Sedangkan untuk ekstrak metanol, pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak kloroform: metanol 2:3. Hasil pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif menunjukkan adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit Cinnamomum sintoc

Blume, dengan memberikan perubahan warna kuning dan latar belakang ungu setelah disemprot larutan DPPH pada plat KLT (Lampiran. 14 dan Lampiran. 15).


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif dengan Metode DPPH 4.1.7.1 Penentuan Panjang Gelombang DPPH

Penentuan panjang gelombang maksimum larutan DPPH 0,1 mM menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400 nm-800 nm. Hasil menunjukan bahwa panjang gelombang maksimum larutan DPPH berada pada panjang gelombang 515,5 nm (Lampiran. 16).

4.1.7.2 Penentuan Nilai IC50 (Inhibition Concentration) dan AAI

(Antioxidant Activity Index)

Hasil perhitungan nilai IC50 dan AAI menunjukan bahwa ekstrak metanol

memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Nilai IC50 dan AAI masing-masing

ekstrak dan vitamin C dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.5 Nilai IC50 dan AAI

Sampel Konsentrasi

(ppm) Absorbansi % Inhibisi

IC50

(ppm) AAI

n-Heksan

100 0,528 0,7519

983,25 0,04 200 0,492 7,5187

400 0,432 18,8909 800 0,322 39,5676 Etil Asetat

5 0,494 1,1011

103,46 0,39 10 0,482 3,5035

20 0,455 8,9089 25 0,446 10,8108 Metanol

5 0,465 26,5509

12,037 3,32 10 0,35 44,7514

20 0,163 74,3488 25 0,046 92,7388

Vitamin C

2 0,583 13,3729

5,7 7,02 4 0,462 31,1293

6 0,299 55,5721 8 0,162 76,0029 10 0,076 88,7073


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.1 Grafik Hubungan % Inhibisi dengan Konsentrasi Ekstrak

4.1.8 Fraksinasi Ekstrak dengan Aktivitas Antioksidan Tertinggi

Sebanyak 1,4 gr ekstrak metanol dilarutkan dengan metanol, dimasukkan ke dalam kolom. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut etil asetat-metanol secara gradien dengan ditingkatkan kepolarannya 5%. Hasil fraksinasi ekstrak metanol menggunakan kromatografi kolom vakum Buchi® diperoleh sebanyak 107 fraksi. Penggabungan fraksi dihasilkan sebanyak 7 fraksi. Total bobot fraksi diperoleh sebanyak 0,5351 g.

Tabel 4.6 Data Penggabungan Fraksi

No. Fraksi Nama Fraksi Gabungan Bobot (g) Organoleptis

1-9 A 0,0939 coklat

10-25 B 0,3562 coklat tua 26-34 C 0,0335 coklat

35-44 D 0,016 coklat

45-46 E 0,0116 coklat 47-82 F 0,0155 coklat 83-107 G 0,0084 coklat

Total 0,5351 -

y = 0,0548x - 3,882 R² = 0,9979

0 20 40 60

0 500 1000

%I nhi bi si Konsentrasi (ppm) n-Heksan

y = 0,4965x - 1,3664 R² = 0,997

0 5 10 15

0 10 20 30

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

Etil Asetat

y = 3,2395x + 11,006 R² = 0,9981

0 50 100

0 10 20 30

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

Metanol

y = 9,7771x - 5,7058 R² = 0,9907 0

50 100

0 5 10 15

%I nhi bi si Konsentrasi (ppm) Vitamin C


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.1.9 Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi secara Kualitatif

Pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil analisa KLT menunjukkan bahwa pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak pelarut etil asetat:metanol 2:3 dan 3:2 (Lampiran. 20).

4.1.10 Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi secara Kuantitatif

4.1.10.1 Penentuan Nilai IC50 (Inhibition Concentration) dan AAI

(Antioxidant Activity Index)

Hasil perhitungan nilai IC50 dan AAI menunjukan bahwa fraksi A

memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dan tertinggi.

Tabel 4.7 Nilai IC50 dan AAI Fraksi Ekstrak Metanol

Sampel Konsentrasi

(ppm) Absorbansi % Inhibisi

IC50

(ppm) AAI A

2,5 0,548 19,5301

6,2 6,5 5 0,412 39,5007

7,5 0,280 58,8839 10 0,111 83,7004 B

2,5 0,568 18,1687

7,89 5,07 5 0,472 31,9394

7,5 0,354 48,9546 10 0,264 62,0043 C

5 0,449 14,4055

13,3 3,01 10 0,301 42,6448

20 0,122 76,4101 25 0,0403 92,3209 D

5 0,499 4,9162

89,71 0,45 10 0,484 7,7172

20 0,457 12,8811 25 0,443 15,625 E

5 0,499 0

51,32 0,78 10 0,484 6,6883

20 0,457 17,8163 25 0,443 21,0175 F

5 0,614 3,0781

134,66 0,29 10 0,605 4,4988

15 0,592 6,5509 20 0,58 8,4452 G

10 0,613 4,9651

203,03 0,19 15 0,603 6,4391

20 0,597 7,3701 25 0,589 8,5337


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2 Grafik Hubungan % Inhibisi dengan Konsentrasi Fraksi

y = 8,4758x - 2,5698 R² = 0,9966

0 20 40 60 80 100

0 5 10 15

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

A (Fr. 1-9)

y = 5,9409x + 3,1363 R² = 0,9975

0 20 40 60 80

0 5 10 15

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

B (Fr. 10-25)

y = 3,7919x - 0,4335 R² = 0,9866

0 20 40 60 80 100

0 10 20 30

%I

nhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

C (Fr. 26-34)

y = 0,5316x + 2,3104 R² = 0,9998

0 5 10 15 20

0 10 20 30

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

D (Fr. 35-44)

y = 1,0633x - 4,5684 R² = 0,9888

0 5 10 15 20 25

0 10 20 30

%I

nhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

E (Fr. 45-46)

y = 0,3631x + 1,105 R² = 0,9947

0 2 4 6 8 10

0 10 20 30

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)

F (Fr. 47-82)

y = 0,2327x + 2,7541 R² = 0,9921

0 2 4 6 8 10

0 10 20 30

% Inhi

bi

si

Konsentrasi (ppm)


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini, tanaman yang digunakan adalah kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc Blume). Tanaman ini berasal dari suku Lauraceae, yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor, Jawa Barat. Kulit batang yang diperoleh adalah sebanyak 2,6 kg, dibersihkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 400C. Pengeringan menggunakan oven pada suhu 400C bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Kulit yang sudah kering dihaluskan menggunakan alat

hammer mill dan diayak dengan ayakan no.40. Proses penghalusan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel sampel yang dapat mempengaruhi kecepatan proses ekstraksi dan besarnya rendemen yang dihasilkan.

Pengecilan ukuran partikel sampel bertujuan untuk memperkecil permukaan sampel sehingga semakin banyak yang terekstraksi. Serbuk simplisia yang diperoleh disimpan dalam wadah tertutup rapat, yang bertujuan untuk mencegah kerusakan dan penurunan mutu dari simplisia.

Serbuk simplisia kulit batang sintok diperoleh sebanyak 1,5 kg diekstraksi dengan cara dingin yaitu dengan metode maserasi bertingkat. Metode ini merupakan metode yang mudah dan cepat namun membutuhkan waktu yang lama. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan, etil asetat dan metanol. Pelarut n-heksan bersifat non polar yang dapat menarik senyawa-senyawa non polar seperti triterpenoid, steroid, pigmen, dan lemak. Pelarut etil asetat bersifat semi polar yang dapat menarik senyawa-senyawa semipolar seperti klorofil, aglikon flavonoid, dan asam fenolat bebas. Sedangkan pelarut metanol bersifat polar yang dapat menarik senyawa-senyawa polar seperti alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, kumarin, heterosida flavonoid, tanin, gula, asam amino, glikosida, saponin, dan senyawa polar lainnya (Harborne, 1987).

Hasil maserasi dari masing-masing pelarut disaring dan filtrat diuapkan dengan vaccum rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kental. Hasil rendemen ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol berturut-turut adalah 0,45%, 2,16% dan 6,35%. Nilai rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Salamah, et al., 2008). Ekstrak metanol memiliki nilai rendemen paling tinggi, diikuti rendemen ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksan. Tingginya rendemen ekstrak metanol menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak

Cinnamomum sintoc lebih banyak bersifat polar.

Penapisan fitokimia bertujuan untuk mendeteksi senyawa yang terkandung dalam tanaman berdasarkan golongannya. Hasil penapisan fitokimia menunjukan bahwa ekstrak n-heksan Cinnamomum sintoc Blume mengandung golongan senyawa steroid dan fenolik, ekstrak etil asetat mengandung golongan senyawa steroid, fenolik dan tanin. Sedangkan ekstrak metanol mengandung golongan senyawa alkaloid, saponin, fenolik, dan tanin.

Pengujian karakterisitik ekstrak meliputi uji organoleptis, uji kadar abu, dan uji kadar air simplisia. Ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol yang diperoleh masing-masing berupa ekstrak kental, warna ekstrak n-heksan dan etil asetat adalah hijau kehitaman dengan bau aromatik dan ekstrak metanol mempunyai warna merah kecoklatan dengan bau asam.

Penentuan kadar air simplisia bertujuan untuk memberi batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air dalam simplisia. Kadar air tidak boleh lebih dari 10 %, sedangkan hasil yang diperoleh sebesar 14%. Hal ini mungkin disebabkan karena pada proses pengeringan yang kurang lama. Kadar air tergantung pada waktu pengeringan simplisia, semakin kering simplisia semakin kecil kadar airnya (Mutiatikum, et al., 2010). Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral internal dan eskternal. Penentuan kadar abu juga dapat menunjukan kelayakan suatu sampel untuk pengolahan berikutnya. Berdasarkan buku Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat (2004), kadar abu tidak boleh lebih dari 16,6%. Sedangkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 7,08% - 8,07%. Sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol layak dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Pada pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif dengan KLT, ekstrak kulit batang Cinnamomum sintoc (ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol) dilarutkan dengan pelarutnya masing-masing. Fase diam yang digunakan adalah plat KLT. Fase gerak yang digunakan untuk ekstrak n-heksan dan etil asetat adalah pelarut n-heksan : etil asetat dan untuk ekstrak metanol


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan pelarut etil asetat : metanol dan kloroform : metanol dengan berbagai perbandingan, setiap perbandingan ditingkatkan kepolarannya. Hasil analisa KLT menunjukkan bahwa pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak n-heksana: etil asetat (5:1) untuk ekstrak n-heksan dan etil asetat. Sedangkan untuk ekstrak metanol, pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak kloroform : metanol (2:3).

Masing-masing KLT disemprot dengan larutan DPPH 0,1 mM kemudian didiamkan selama 30 menit didalam ruangan gelap (Ghosal & Mandal, 2012). Hasil pengujian aktivitas antioksidan secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak kulit batang C.sintoc (ekstrak fase etil asetat, ekstrak fase n-heksan, dan ekstrak fase metanol) mempunyai aktivitas antioksidan dengan memberikan perubahan warna kuning dengan latar belakang ungu (Lampiran 15 & 16)

Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif dengan metode DPPH. Metode DPPH merupakan metode yang sederhana, cepat, dan mudah untuk skrining aktivitas penangkap radikal beberapa senyawa, selain itu terbukti akurat dan praktis (Prakash, et al., 2001). Metode DPPH melibatkan pengukuran penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimum antara 515 nm - 517 nm, yang sebanding terhadap konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan DPPH (R.Apak, et al., 2013 & Prakash, 2001). Berdasarkan penelitian, serapan maksimum larutan DPPH berada pada panjang gelombang 517 nm (Ayoola, 2008). Hasil optimasi panjang gelombang menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa serapan maksimum DPPH berada pada panjang gelombang 515,5 nm (Lampiran. 17).

Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% atau IC50 yaitu konsentrasi sampel yang dapat menghambat

aktivitas DPPH sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin tinggi

aktivitas antioksidan. Hasil perhitungan nilai IC50 menunjukan bahwa ekstrak

metanol memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dan sangat kuat dengan nilai IC50

sebesar 12,037 ppm. Sedangkan ekstraketil asetat dan ekstrak n-heksan memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 bertutut-turut sebesar 103,457 ppm dan

983,248 ppm. Nilai IC50 vitamin C yang digunakan sebagai pembanding sebesar


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Aktivitas antioksidan dapat dilihat dari perhitungan nilai AAI (Antioxidant Activity Index). AAI diperoleh dari perbandingan antara konsentrasi larutan DPPH dengan konsentrasi IC50 sampel. Menurut Scherer dan Godoy (2009) aktivitas

antioksidan berdasarkan nilai AAI (Antioxidant Activity Index), dikatakan lemah sebagai antioksidan jika nilai AAI < 0.5, aktivitas antioksidan sedang jika 0,5 < AAI < 1.0, aktivitas antioksidan kuat 1.0 < AAI < 2.0 dan aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai AAI > 2.0 (Faustino, et al., 2010).

Nilai AAI vitamin C sebagai pembanding diperoleh sebesar 7,02. Nilai AAI yang diperoleh ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai AAI sebesar 3,32. Sedangkan ekstrak etil asetat dan ekstrak n-heksan memiliki aktivitas antioksidan lemah dengan nilai AAI berturut-turut sebesar 0,39 dan 0,4.

Ekstrak metanol kulit batang Cinnamomum sintoc memiliki aktivitas antioksidan tertinggi. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan kromatografi kolom vakum Buchi®. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut etil asetat : metanol secara gradien dengan ditingkatkan kepolarannya 5%, dimulai dari etilasetat 100%, etil asetat-metanol, dan metanol 100%. Sebanyak 1,4 gr ekstrak metanol dilarutkan dengan metanol, dimasukkan ke dalam kolom dengan cara disuntikkan menggunakan spuit. Sistem fase gerak yang sudah dibuat, dialirkan ke kolom melalui selang dengan bantuan vakum. Fraksi yang keluar ditampung dalam vial yang sudah diberi label.

Hasil fraksinasi ekstrak metanol diperoleh sebanyak 107 fraksi. Dari 107 fraksi, diperoleh 7 fraksi yaitu fraksi A, B, C, D, E, F dan G yang memiliki pola pemisahan yang sama dengan berat masing-masing berturut-turut 0,093; 0,3562; 0,0335; 0,016; 0,0116; 0,0155 dan 0,0084. Total bobot fraksi keseluruhan diperoleh sebanyak 0,5351 g.

Selanjutnya dilakukan uji aktivitas antioksidan pada masing-masing fraksi secara kualitatif dengan KLT (kromatografi lapis tipis). Fase gerak yang digunakan adalah perbandingan pelarut etil asetat : metanol 2:3 dan 3:2. Masing-masing fraksi menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dengan memberikan perubahan warna kuning dengan latar belakang ungu setelah disemprot larutan DPPH (Lampiran. 21).


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada masing-masing fraksi dilakukan uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif dengan metode DPPH. Hasil pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukan bahwa fraksi A, B, C, D, E, F dan G memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan perhitungan nilai IC50 fraksi A, B, C, D, E, F

dan G memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai berturut-turut yaitu 6,2 ppm; 7,89 ppm; 13,3 ppm 89,71 ppm; 51,32 ppm; 134,66 ppm dan 203,034 ppm. Berdasarkan nilai AAI fraksi A, B dan C termasuk kategori aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai berturut-turut sebesar 6,5; 5,07; dan 3,01; fraksi E termasu kategori sedang dengan nilai AAI 0,78, sedangkan fraksi D, F dan G termasuk kategori kuat dengan nilai AAI berturut-turut 0,45; 0,29 dan 0,197.


(51)

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol kulit batang sintok (Cinnamomum sintoc Blume) memiliki aktivitas antioksidan.

2. Ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dan termasuk kategori sangat kuat dengan nilai IC50 dan AAI berturut-turut 12,037

g/mL dan 3,32. Sedangkan nilai IC50 ekstrak etil asetat dan ekstrak

n-heksan berturut-turut sebesar 103,457 ppm dan 983,248 ppm dan AAI berturut-turut sebesar 0,39 dan 0,04.

3. Fraksi A dari ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dan termasuk kategori sangat kuat dengan nilai IC50 dan AAI berturut-turut 6,2

l/mL dan 6,5. Sedangkan nilai IC50 fraksi B, C, D, E, F dan G

berturut-turut sebesar 7,89 ppm; 13,3 ppm 89,71 ppm; 51,32 ppm; 134,66 ppm dan 203,034 ppm dan AAI berturut-turut sebesar 5,07; 3,01; 0,45; 0,78; 0,29 dan 0,197.

5.2 Saran

Disarankan untuk diteliti lebih lanjut sampai di dapatkan senyawa murni dan identifikasi struktur senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan dari ekstrak kulit batang Cinnamomum sintoc Blume.


(1)

Lampiran 13. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Metanol Gol.

Senyawa Perlakuan Gambar

Hasil Uji

Alkaloid

Ekstrak + 2 ml HCl encer, dibagi menjadi dua tabung. Tabung A: + reagen Meyer Tabung B: + reagen Dragendorff

A B

+

Flavonoid Ekstrak + 3-4 tetes asam asetat +

Terpenoid Uji Salkowski: ekstrak + 2 ml kloroform + 2-3 tetes H2SO4 p

-

Steroid

Uji Liebermann Burchardat: ekstrak + kloroform + asam asetat anhidrida, dipanaskan +

3-4 tetes asam sulfat pekat.

-

Saponin Ekstrak + aquadest +

Fenolik Ekstrak + FeCl3 10% 3-4 tetes +

Tanin Ekstrak + 2 ml etanol 70% +FeCl3 3 tetes


(2)

Lampiran 14. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak n-Heksan dan Etil Asetat

n-heksan : etil asetat 5:1 Sebelum disemprot DPPH

Setelah disemprot DPPH Secara

Langsung

Dibawah UV 265 nm

Dibawah UV 366 nm

Secara Langsung

Lampiran 15. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Metanol

Kloroform : Metanol 2:3 Sebelum disemprot DPPH

Setelah disemprot

DPPH Secara

Langsung

Dibawah UV 265 nm

Dibawah UV 366 nm

Secara Langsung


(3)

Lampiran 16. Perhitungan Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM

Rumus:

Diketahui: M : 0,1 mM V : 100 mL BM DPPH : 394,32 0,1 mM =

 w = 3,9432 mg

Pembuatan larutan DPPH 0,1 mM dengan cara menimbang 3,9 mg serbuk DPPH dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu ukur 100 ml


(4)

Lampiran 18. Perhitungan Nilai IC50

Rumus : % Inhibisi =

Nilai IC50 Vitamin C

Diketahui: Abs blanko = 0,673 % Inhibisi = –

13,37296

Konsentrasi

(ppm) Abs % Inhibisi

2 0,583 13,37296

4 0,4635 31,12927

6 0,299 55,57207

8 0,1615 76,00297

10 0,076 88,70728

y = 9,7771x - 5,7058 R² = 0,9907 r = 0,995 50 = 9,7771x - 5,7058

x = 5,7 ppm

Lampiran 19. Perhitungan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index)

Rumus:

Diketahui: Konsentrasi DPPH: 40 ppm 1. Ekstrak n-Heksan :

2. Ekstrak Etil Asetat :

3. Ekstrak Metanol :

Aktivitas Antioksidan Nilai AAI


(5)

Lampiran 20. Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Metanol

n-Heksan : Etil Asetat 2:3 Sebelum disemprot DPPH

Setelah disemprot DPPH Secara

langsung

Dibawah lampu UV 265 nm

Dibawah lampu UV 366 nm

Secara langsung

n-Heksan : Etil Asetat 3:2 Sebelum disemprot DPPH

Setelah disemprot DPPH Secara

langsung

Dibawah lampu UV 265 nm

Dibawah lampu UV 366 nm


(6)

Lampiran 21. Alat

Vacuum Rotary Evaporator (IKA®) Kolom vakum Buchi®

Sepacore® silica 12 g Kolom vakum Buchi®


Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa

0 7 97

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak dan Fraksi Daun Sintok (Cinnamomum sintoc. Blume) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Analisa Komponen Senyawa Fraksi Aktif dengan Kromatografi Gas – Spektrometri Massa

11 68 97

Aktivitas Antioksidan Dari Minyak Atsiri Dan Ekstrak Etanol Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc Bl.) Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH).

0 1 14

Aktivitas Antioksidan Dari Minyak Atsiri Dan Ekstraketanol Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc Bl.)Terhadap 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH).

0 0 2

Uji Toksisitas Subkronis Minyak Atsiri Kulit Batang Sintok (Cinnamomum Sintoc Bl.) Pada Tikus Putih Galur Wistar.

0 0 12

Uji Toksisitas Subkronis Minyak Atsiri Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc Bl.) Pada Tikus Putih Galur Wistar.

0 1 12

Uji Teratogenik Ekstrak Etanol Kulit Batang Sintok (Cinnamomum Sintoc Bl.) Pada Tikus Galur Wistar.

0 0 5

Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc BL.) Dengan Metode Transit Intestinal Pada Mencit.

1 1 1

Uji Teratogenik Ekstrak Etanol Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc BL.) Pada Tikus Galur Wistar.

0 0 5

Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Sintok (Cinnamomum sintoc BL.) Dengan Metode Transit Intestinal Pada Mencit.

1 9 12