Kesimpulan Kajian Aspek Hukum Perjanjian Pengangkutan Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pt. Samudera Indonesia Cab. Belawan)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas, penulis mencoba untuk menyimpulkan serta memberikan saran-saran mengenai perjanjian dan tanggung jawab pengangkut dalam pengiriman barang. 1. Perjanjian pengangkutan terjadi karena adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri. Yang mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan, sementara pengirim mengikatkan dirinya untuk membayar ongkos pengangkutannya sampai ketempat tujuannya. Untuk membuktikan bahwa telah terjadi kesepakatan antara pengangkut dengan pengirim barang maka diterbitkanlah Bill of lading. Sebagai pengangkut, PT. Samudera Indonesia Tbk berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan mulai dari pelabuhan muat sampai dengan pelabuhan tujuan untuk dibongkar dan diserahkan kepada penerima barang. dasar tanggung jawab PT.Samudera Indonesia Tbk Cabang Medan menggunakan Pasal 468-480 KUHD, Pasal 40-43 Undang- undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Pasal 1 ayat 3 The Hague Rules, dan Pasal IV The Hamburg Rules. 2. Dalam bongkar muat barang baik dari kapal maupun ke kapal harus dilakukan oleh perusahaan bongkar muat dalam hal ini stavedor, maka Universitas Sumatera Utara stavedor bertanggungjawab kepada pimpin perusahaan bongkar muat yang didirikan khusus untuk melaksanakan bongkar muat barang hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri No. 14 tahun 2002. Pada umumnya tuntutan terhadap ganti rugi lakukan kepada pihak pengangkut apabila barang yang diterima dalam keadaan rusak kurangnya barang yang diterima. Baik rusak maupun kurang lengkapnya barang yang diterima oleh penerima bisa saja terjadi di pelabuhan, baik saat pemuatan barang maupun saat diatas kapal hingga saat pembongkaran muatan di pelabuhan pembongkaran. Dengan cara mengajukan tuntutan secara tertulis pemilik barang telah melakukan tugasnya untuk upaya meminta ganti rugi. Tuntutan tersebut diajukan kepada perusahaan pelayaran sebagai pengangkut. 3. Kejadian-kejadian yang sering memperlambat penyerahan barang kepada penerima barang yang dikatakan force majeure antara lain : a Rusaknya baling-baling pada kapal sehingga pelayaran terpaksa ditunda untuk memperbaiki kerusakan tersebut. b Kapal melakukan perubahan arah rute karena terjadi topan di rute yang dijadwalkan. c Kapal terpaksa sandar dipelabuhan yang seharusnya tidak disinggahi karena membutuhkan pertolongan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang berada dikapal. d Kapal menolong orang yang tertimpa bahaya dilautan. e Kapal dihadang oleh bajak laut. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan Pasal 477 KUHD tentang pertanggung jawaban ganti kerugian akibat keterlambatan meyerahkan barang : “Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia dapat membuktikannya, bahwa keterlambatan itu adalah akibat sesuatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya”.

B. Saran