Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keterlambatan Barang.

Penolakan tersebut diberitahukan secara tertulis dan diterangkan dasar- dasar penolakannya kepada pemilik barang. Tetapi, jika pemilik barang tidak dapat menerima dasar dan bukti penolakan pengangkut, maka penerima barang dapat membuat surat protes atas penolakan dan memberikan tangkisan dengan bukti atas bukti yang digunakan oleh pengangkut. Apabila protes ini juga ditolak oleh pengangkut maka pemilik barang boleh mempertimbangkan apakah masalah ganti rugi diajukan ke pengadilan.

C. Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keterlambatan Barang.

Pengangkut bertanggung jawab terhadap keterlambatan barang yang ia serahkan kepada penerima barang, baik karena kelalaian yang ia sebabkan maupun terhadap kejadian-kejadian yang tidak dapat ia elakkan dalam pelaksanaan pengangkutan. Kejadian-kejadian yang sering memperlambat penyerahan barang kepada penerima barang yang dikatakan force majeure antara lain : a. Rusaknya baling-baling pada kapal sehingga pelayaran terpaksa ditunda untuk memperbaiki kerusakan tersebut. b. Kapal melakukan perubahan arah rute karena terjadi topan di rute yang dijadwalkan. c. Kapal terpaksa sandar dipelabuhan yang seharusnya tidak disinggahi karena membutuhkan pertolongan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang berada dikapal. d. Kapal menolong orang yang tertimpa bahaya dilautan. Universitas Sumatera Utara e. Kapal dihadang oleh bajak laut. Berdasarkan ketentuan Pasal 477 KUHD tentang pertanggung jawaban ganti kerugian akibat keterlambatan meyerahkan barang. Pasal 477 KUHD Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia dapat membuktikannya, bahwa keterlambatan itu adalah akibat sesuatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya Keterlambatan penerimaan barang juga terjadi karena muatan barang terbongkar dipelabuhan lain mengakibatkan nilai barang merosot atau pabrik yang memerlukan barang tersebut terpaksa berhenti beroprasi karena tidak memiliki barang utama untuk diproduksi. Seperti yang tercantum didalam Pasal 40 Undang-Undang N0. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Pasal 40 Undang-undang No.17 Tahun 2008 : 1 Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keaman penumpang atau barang yang diangkutnya. 2 Perusahaan angkutan di perairang bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan atau perjanjian atau kontrak pengankutan yang telah disepakati. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan