Akibat Hukum Perjanjian Bagi Para Pihak.

Tujuan perjanjian yang akan dicapai oleh para pihak sifatnya harus halal. Artinya, tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dalam masyarakat. Kausa yang halal dalam P asal 1320 KUHPerdata itu bukan sebab mendorong orang membuat suatu perjanjian, melainkan isi perjanjian itu sendiri menjadi tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab para pihak mengadakan suatu perjanjian, akan tetapi tetap diawasi oleh undang-undang adalah isi perjanjian tersebut sebagai tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak. Akibat hukum perjanjian yang isi atau tujuannya tidak halal adalah “batal”. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan prestasi dimuka pengadilan. Demikian jika perjanjian yang dibuat tanpa kausa, dianggap tidak pernah ada Pasal 1335 KUHPerdata 32 .

C. Akibat Hukum Perjanjian Bagi Para Pihak.

Akibat hukum perjanjian yang sah termuat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah dan mengikat berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya, dan tidak dapat dibatalkan tanpa adanya persetujuan kedua belah pihak, dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. 1. Berlaku Sebagai Undang-Undang. Yang artinya adalah perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada para pihak yang membuatnya. Para pihak wajib mentaati perjanjian tersebut sama dengan mentaati undang- 32 Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 304. Universitas Sumatera Utara undang. Apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang mereka buat, dia dianggap sama dengan melanggar undang-undang sehingga diberi akibat hukum tertentu, yaitu sanksi hukuman. Jadi siapa yang melanggar perjanjian, dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang perjanjian 33. 2. Tidak Dapat Dibatalkan Sepihak. Karena perjanjian adalah persetujuan kedua belah pihak, jika akan dibatalkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak juga. Akan tetapi jika ada alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan ditetapkan undang-undang itu adalah sebagai berikut : a Perjanjian yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan secara sepihak. Misalnya tentang sewa menyewa yang dibuat secara tidak tertulis dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada penyewa. b Perjanjian sewa rumah, setelah berakhir waktu sewa seperti ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik yang menyewakan, maka penyewa dianggap tetap meneruskan penguasaan rumah itu atas dasar sewa- menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin menghentikan sewa- menyewa tersebut, dia harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat. 33 Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm. 305. Universitas Sumatera Utara c Perjanjian pemberian kuasa, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dia mengkehendakinya. d Perjanjian pemberian kuasa, penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa. 3. Pelaksanaan Itikad Baik. Yang dimaksud dengan itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan diatas jalan yang benar. Apa yang dimaksud dengan kepatutan dan kesusilaan itu undang-undang tidak ada memberikan rumusannya. Akan tetapi, jika dilihat dari katanya, kepatutan artinya kepantasan, kelayakan, kesesuaian, dan kecocokan; sedangkan kesusilaan artinya kesopanan dan keadaban. Berdasarkan pada arti kata-kata tersebut dapat dirumuskan kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan, dan beradab, sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berjanji. Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan itikad baik, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu. Ini berarti bahwa pengadilan berwenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut kata-katanya Universitas Sumatera Utara apabila pelaksanaan menurut kata-kata itu akan bertentangan dengan itikad baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan. Pelaksanaan yang sesuai dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang dipandang adil. Sebagaimana tujuan hukum adalah menciptakan keadilan 34. Dalam doktrin yang dikemukakan oleh para ahli hukum pelaksanaan persetujuan dengan itikad baik sebenarnya sama dengan penafsiran perrsetujuan berdasarkan kepatutan dan keadilan seperti yang termuat dalam Pasal 1339 KUHPerdata : “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang telah ditegaskan dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau oleh undang- undang”.

D. Jenis-Jenis Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian.