Sungai Deli berawal dari pegunungan bukit barisan pada ketinggian 1725 m di atas permukaan laut hingga Selat Malaka dengan panjang 17,8 Km mengalir
ke kota Medan yang berada di bagian hilir DAS Deli Medan dengan ketinggian sekitar 0-40 m di atas permukaan laut, dengan luas DAS 481,62 Km². Sungai ini
merupakan aliran utama yang mendukung drainase kota Medan dengan ukuran pelayaran sekitar 51 dari luas kota Medan.
4.2. Kajian Kerentanan Daerah Aliran Sungai Deli terhadap Banjir
Sungai Deli saat ini justru menjadi ancaman penduduk Kota Medan, khususnya penduduk yang bermukim di sekitar pinggiran sungai. Sedikitnya Sungai
Deli meluap dua kali setahun menggenangi rumah penduduk di sekitar sungai. Setiap sepuluh tahun sekali, Sungai Deli tercatat meluap. Air menggenangi rumah
penduduk, mencapai ratusan meter dengan ketinggian mencapai dua meter bahkan lebih Tanjung, 2011.
Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir di Medan saat ini antara lain pertumbuhan permukiman yang tak terkendali di sepanjang bantaran
sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Hal ini mengakibatkan Medan terutama di bantaran sungai menjadi
sangat rentan terhadap banjir. Kota Medan merupakan daerah dataran rendah. Seiring dengan kemajuan
zaman dan majunya kota Medan, efek buruk pun mulai terlihat. Perubahan fungsi daerah resapan air dan dengan kondisi kapasitas sungai yang nampaknya masih
Universitas Sumatera Utara
terlalu kecil, mengakibatkan kota Medan rentan terhadap banjir. Banjir sering kali terjadi ketika musim hujan datang. Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan
banjir, salah satunya yaitu drainase. Pembangunan drainase di kota Medan terlihat sudah cukup membantu
menangani masalah banjir, tetapi perawatan terhadap drainase yang kurang malah memperburuk keadaan. Sendimentasi yang terjadi akibat banyaknya sampah yang
menumpuk, menghambat aliran air yang mengakibatkan terjadinya genangan air. Pada tahun 2001 Sungai Deli meluap menggenangi ratusan rumah penduduk
dan pada awal tahun 2011 mengulangi kejadian yang sama Sungai Deli kembali meluap menggenangi ratusan rumah penduduk. Luapan air Sungai Deli awal tahun
2011 diperkirakan jauh lebih parah dibandingkan pada tahun 2001 dan hampir menyamai banjir besar tahun 1956 yang melanda Medan Analisa, 2011.
Pada awal tahun 2011 ketinggian air di kawasan Sungai Deli, terutama di Kelurahan Aur, Kampung Baru dan Kelurahan Sei Mati mencapai 1 meter,
sedangkan di bantaran Sungai Babura mencapai 45 cm. Namun di beberapa tempat, terutama yang berada persis di tepian sungai, air terlihat hingga bubungan atap rumah
warga detikcom, 2011. Kondisi diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding
limpasan debit air. Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara
sembarangan. Peningkatan pasang air laut dan penurunan tanah juga menyebabkan daerah Medan semakin rentan banjir. Adapun penyebab banjir dari sisi faktor
Universitas Sumatera Utara
manusia antara lain karena tidak terintegrasinya tata kota dan tata air, perencanaan tata ruang yang melebihi kapasitas daya dukung lingkungan di antaranya kurangnya
tempat parkir air dan sumber air bersih serta lemahnya implementasi tata ruang dan tata air.
Kerugian akibat banjir yang melanda berbagai kota dan wilayah, antara lain meliputi: 1 korban manusia; 2 kehilangan harta benda; 3 kerusakan rumah
penduduk; sekolah dan bangunan sosial, prasarana jalan, jembatan, bandar udara, tanggul sungai, jaringan irigasi, dan prasarana publik lainnya; 4 terganggunya
transportasi, serta; 5 rusak hingga hilangnya lahan budidaya seperti sawah, tambak, dan kolam ikan. Di samping kerugian yang bersifat material, banjir juga membawa
kerugian non material, antara lain kerawanan sosial, wabah penyakit, menurunnya kenyamanan lingkungan, serta menurunnya kesejahteraan masyarakat akibat kegiatan
perekonomian terhambat. 4.3. Perilaku Membuang Sampah di Daerah Aliran Sungai Deli
Salah satu penyebab munculnya permasalahan timbulnya sampah kota adalah perubahan karakteristik timbunan sampah, yang disebabkan oleh pergeseran pola
konsumsi masyarakat. Dewasa ini masyarakat banyak memakai bahan anorganik sebagai bahan pengemas, walaupun kehadiran organik sampah rumah tangga masih
mendominasi 63,56. Kesulitan yang sering dialami adalah pada operasi pengelolaan dan pembuangan akhir, seringkali sampah dibiarkan berserakan di jalan-
jalan sehingga dapat menimbulkan penyumbatan dan banjir Maryono, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Sampah rumah tangga merupakan kontributor kota terbesar 60-70. Di samping itu sampah rumah tangga adalah jenis sampah yang sulit untuk didaur
ulang. Peran para ibu rumah tangga di dalam membuang sampah belum optimal dalam mengelola sampah rumah tangga. Sisa sampah rumah tangga seperti plastik
banyak di buang langsung ke aliran Sungai Deli. Banyak titik banjir yang belum ditangani secara maksimal oleh pemerintah
sehingga masih sering terjadi banjir ketika hujan deras. Dalam kenyataannya, kolam retensi dan drainase saluran air belum dapat berfungsi secara optimal, hal ini
disebabkan oleh penumpukan sampah di aliran air. Masyarakat sebenarnya sudah tahu bahwa timbunan sampah di sungai
menjadi penyebab banjir terutama pada musim hujan. Sampah yang dibuang di sungai bukan hanya sampah rumah tangga dalam bentuk barang kecil seperti
sampah dapur. Namun, juga ditemukan barang bekas pakai dalam bentuk relatif besar seperti kasur, bantal, ban bekas, pakaian, dan perlengkapan rumah tangga lainnya.
Seiring waktu dengan semakin banyaknya para urban bertandang ke Medan yang tinggal di daerah pinggir sungai Deli, sampah kian lama terus menerus
menggunung, yang akhirnya menghambat aliran Sungai Deli. Akibatnya, berbagai bentuk gangguan kesehatan karena pencemaran air dan munculnya banjir tak dapat
dielakkan.
Universitas Sumatera Utara
4.4. Karakteristik Responden