Permodelan Terowongan pada Batuan Dengan Metode Finite Element Studi Kasus Terowongan Diversion Tunnel Rencana Bendungan Jambu Aye, Nangro Aceh Darusalam

(1)

Studi Kasus Terowongan Diversion Tunnel Rencana Bendungan Jambu Aye, Nangro Aceh Darusalam

(Komunitas Bidang Ilmu : Geoteknik)

SKRIPSI

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Sipil dari Universitas Komputer Indonesia

Oleh

JUNAIDA WALLY 13010003

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA


(2)

Junaida Wally, dilahirkan di Masohi, 14 Juni 1991, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal, yaitu TK Al-Hidayah Masohi, SDN 3 Masohi, SMN 2 Masohi dan SMAN 2 Masohi. Setelah lulus dari SMAN tahun 2009, penulis melanjukan studi S1 Teknik Sipil di Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Terdaftar dengan NIM. 1.30.10.003 di jurusan Teknik Sipil UNIKOM, penulis mengambil bidang studi Geoteknik. Penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Sipil (HMTS) sebagai Bendahara. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan seminar, lomba dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Jurusan, Fakultas dan Institut.


(3)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1-1

1.1 Latar Belakang ... 1-1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 1-1

1.3 Pembatasan Masalah... 1-2

1.4 Sistematika Pembahasan Masalah ... 1-2

BAB II STUDI LITERATUR ... 2-1

2.1 Terowongan ... 2-1

2.1.1 Pengertian Terowongan ... 2-1

2.1.2 Maksud dan Tujuan Pembuatan Terowongan ... 2-1

2.1.3 Bentuk – Bentuk Terowongan ... 2-2 2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Terowongan ... 2-4

2.1.5 Klasifikasi Terowongan... ... 2-5

2.1.5.1 Klasifikasi Terowongan Berdasarkan Kegunaannya 2-5

2.1.5.2 Klasifikasi Terowongan Berdasarkan Lokasinya ... 2-7


(4)

vi

2.1.6 Metode Kontruksi Terowongan... ... 2-8

2.1.7 Metode Pelaksanaan Terowongan... ... 2-13

2.1.7.1 Pekerjaan Persiapan... ... 2-13

2.1.7.2 Pekerjaan Galian Terowongan (Tunnel Driving) .... 2-15

2.1.7.3 Pekerjaan Pembuangan Hasil Galian ... 2-17

2.1.7.4 Pekerjaan Galian Pada Rock... ... 2-17 2.1.7.5 Pengendalian Air Tanah... ... 2-24 2.1.8 Fasilitas Untuk Pekerjaan Galian... ... 2-29

2.1.9 Steel Support... ... 2-29

2.1.10 Lining Tunnel ... 2-30

2.2 Mekanika Batuan ... 2-33

2.2.1 Perilaku Batuan ... 2-33

2.2.2 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan ... 2-35

2.2.2.1 Penentuan Sifat Fisik Batuan ... 2-35

2.2.2.2 Penentuan Sifat Mekanik Batuan ... 2-36

2.2.3 Kriteria Keruntuhan Batuan ... 2-43

2.2.3.1 Kriteria Mohr – Coulomb ... 2-43 2.2.3.2 Kriteria Hoek-Brown ... 2-46

2.2.3.3 Kriteria Tegangan Tarik Maksimum ... 2-52

2.2.3.4 Kriteria Tegangan Geser Maksimum ... 2-53

2.2.4 Korelasi Parameter Batuan ... 2-53

2.2.4 Pemodelan Pada Batuan ... 2-58

2.3 Struktur Geologi Batuan ... 2-58

2.3.1 Massa Batuan ... 2-58


(5)

vii

2.3.3 Bidang Diskontinu ... 2-60

2.3.3.1 Bidang Perlapisan... ... 2-60

2.3.3.2 Patahan/Sesar (Faults) ... 2-61

2.3.3.3 Lipatan (Folds) ... 2-64

2.3.3.4 Kekar (Joint) ... 2-66

2.3.3.5 Bidang Ketidakselarasan (Unconformity) ... 2-73 2.4 Metode Analisis dan Desain Terowongan... ... 2-77

2.4.1 Metode Analitis... ... 2-77

2.4.1.1 Metode Elastis ... 2-78

2.4.1.2 Metode Plastis dan Elastoplastis... ... 2-80

2.4.1.2.1 Analisis Plastis pada Material Kohesif .... 2-81

2.4.1.2.2 Analisis Plastis pada Material Non Kohesif 2-83

2.4.2 Metode Empirik... ... 2-85

2.4.2.1 Terzaghi‟s Rock Mass Classification or Rock Load Classification Method ... 2-87

2.4.2.2 Klasifikasi Stand-Up Time... ... 2-90 2.4.2.3 Rock Quality Designing Index (RQD)... ... 2-91

2.4.2.3.1 Metode Langsung... ... 2-91

2.4.2.3.2 Metode Tidak Langsung... ... 2-94

2.4.2.4 Rock Structure Rating (RSR) ... 2-95

2.4.2.5 Rock Mass Rating System (RMR)... ... 2-99

2.4.2.6 Rock Mass Quality (Q) System... ... 2-110

2.4.2.7 Contoh Penggunaan Metode Empirik... ... 2-119

2.4.3 Metode Numerik... ... 2-124


(6)

viii

2.4.3.2 Material Elastik Linier... ... 2-127

2.4.3.1 Kondisi Plane Strain ... 2-128

2.4.3.2 Kondisi Plane Stress... ... 2-129

2.4.3.1 Kondisi Axially Symetric Solid ... 2-129

BAB III METODE PENELITIAN... 3-1

3.1 Umum ... 3-1

3.2 Studi Literatur ... 3-2

3.3 Pengumpulan Data Batuan ... 3-2

3.4 Penentuan Parameter Desain ... 3-2

3.5 Analisis Desain Terowongan pada Batuan. ... 3-3

3.6 Metode Empirik ... 3-3

3.7 Metode Numerik ... 3-4

BAB IV METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ... ... 4-1

4.1 Umum ... 4-1

4.2 Program Komputer Phase2 ... 4-1

4.2.1 Pendahuluan ... 4-1

4.2.2 Model (Input Data)... ... 4-3

4.2.2.1 Project Setting ... 4-3

4.2.2.2 Boundaries ... 4-4

4.2.2.3 Mesh ... 4-8

4.2.2.4 Boundary Condition ... 4-11

4.2.2.5 Field Stress ... 4-12

4.2.2.6 Support ... 4-14


(7)

ix

4.2.2.8 Excavating ... 4-20

4.2.3 Compute (Perhitungan dalam Phase2) ... 4-23

4.2.4 Interpret (Output Data)... ... 4-24

4.2.4.1 Total Displacement ... 4-24

4.2.4.2 Lining/Shotcrete ... 4-25

4.3 Program Komputer Plaxis 3D Tunnel ... 4-27

4.3.1 Penduluan ... 4-27

4.3.2 Input Data... ... 4-30

4.3.2.1 General Setting ... 4-30

4.3.2.2 Geometry Contour and Structures ... 4-32

4.3.2.3 Boundary Conditions ... 4-35

4.3.2.4 Material Data Sets ... 4-36

4.3.2.5 2D Mesh Generation ... 4-41

4.3.2.6 3D Mesh Generation ... 4-42

4.3.2.7 Initial Condition ... 4-43

4.3.3 Calculations (Perhitungan dalam Plaxis 3D Tunnel) ... 4-46

4.3.4 Output Data... ... 4-52

4.3.4.1 Total Diplacement ... 4-52

4.3.4.2 Lining/Shotcrete ... 4-56

BAB V ANALISIS DATA ... 5-1

5.1 Umum ... 5-1

5.2 Lokasi Studi ... 5-1

5.3 Data Teknis Terowongan... 5-2

5.4 Parameter Desain ... 5-3


(8)

x

5.4.2 Data Geologi ... 5-4

5.4.3 Parameter Batuan ... 5-5

5.5 Analisis Desain Terowongan ... 5-11

5.5.1 Analisis Desain Terowongan dengan Metode Empirik ... 5-11

5.5.1.1 Terzaghi’s Rock Mass Classification ... 5-11 5.5.1.2 Klasifikasi Stund Up Time ... 5-12

5.5.1.3 Rock Mass Rating System (RMR) ... 5-13

5.5.1.4 Rock Quality Designing Index (RQD) ... 5-17

5.5.1.5 Rock Structure Rating (RSR) ... 5-17

5.5.1.6 Rock Mass Quality (Q) System ... 5-17

5.5.2 Analisis Desain Terowongan dengan Menggunakan

PHASE2 ... 5-28

5.5.2.1 Analisis PHASE2 Tanpa Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-29

5.5.2.2 Analisis PHASE2 Dengan Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-31

5.5.2.3 Analisis PHASE2 Tanpa Support dan

Mempertimbangkan Joint ... 5-38

5.5.2.4 Analisis PHASE2 Dengan Support dan

Mempertimbangkan Joint ... 5-41

5.5.3 Perbandingan Pengaruh Support dan Joint Pada Analisis

PHASE2 ... 5-48

5.5.4 Analisis Desain Terowongan dengan Menggunakan Plaxis 3D Tunnel ... 5-50

5.5.5 Perbandingan Analisis PHASE2 2D dan Plaxis 3D Tunnel ... 5-55


(9)

xi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 6-1

6.1 Kesimpulan ... 6-1

6.2 Saran ... 6-2

DAFTAR PUSTAKA... ... xxviii

LAMPIRAN... ... xxx


(10)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. 1 Bentuk terowongan lingkaran ... 2-2

Gambar 2. 2 Bentuk terowongan kotak... 2-2

Gambar 2. 3 Bentuk terowongan tapal kuda ... 2-3

Gambar 2. 4 Bentuk terowongan oval... 2-3

Gambar 2. 5 Bentuk terowongan poligon ... 2-4

Gambar 2. 6 Shield tunneling... 2-8

Gambar 2. 7 Cut and Cover System ... 2-9

Gambar 2. 8 Pipe Jacking System (Micro Tunneling) ... 2-10

Gambar 2. 9 Tunneling Bor Machine (TBM) ... 2-11

Gambar 2. 10 New Austrian Tunneling Method ... 2-12

Gambar 2. 11 Immersed-Tube Tunneling System ... 2-12

Gambar 2. 12 Acces road (Asiyanto, 2012) ... 2-13

Gambar 2. 13 Fore-Polling Method ... 2-16

Gambar 2. 14 Shield Baja ... 2-16

Gambar 2. 15 Mesin Bor ... 2-17

Gambar 2. 16 Full Face Method ... 2-18

Gambar 2. 17 Metoda “heading” dan ”bench”... 2-19 Gambar 2. 18 Metoda top drift ... 2-20

Gambar 2. 19 Metoda Centre drift ... 2-21

Gambar 2. 20 Metoda Bottom drift ... 2-22


(11)

xiii

Gambar 2. 22 Metode Sumuran Vertikal ... 2-23

Gambar 2. 23 Metode Pilot Tunnel . ... 2-24

Gambar 2. 24 Ilustrasi dari proses Dewatering . ... 2-25

Gambar 2. 25 Tipikal Instalasi Deep well ... 2-25

Gambar 2. 26 Aplikasi Grouting Pada Saluran Air ... 2-26

Gambar 2. 27 Pemakaian Compressed Air dalam Penggalian Terowongan . . 2-27

Gambar 2. 28 Proses Ground Freezing pada Terowongan Essen ... 2-28

Gambar 2. 29 Ilustrasi prinsip Eektro-osmosis pada Proses Dewatering ... 2-29

Gambar 2. 30 Macam-macam Stell Support . ... 2-30

Gambar 2. 31 Ketebalan Lining ... 2-31

Gambar 2. 32 Penulangan Lining ... 2-31

Gambar 2. 33 Bermacam-macam metode pengecoran (Asiyanto, 2012) ... 2-33

Gambar 2.34 (a,b) Kurva tegangan-regangan, (c) Kurva regangan-waktu

untuk perilaku elastik linier dan elastik non linier ... 2-34

Gambar 2. 35 (a) Kurva tegangan-regangan dan (b) Kurva regangan-waktu

untuk perilaku batuan elasto plastik ... 2-34

Gambar 2.36 Penyebaran tegangan didalam percontoh batu (a) teoritis dan (b) eksperimental, (c) Bentuk pecahan teoritis dan (d) Bentuk pecahan eksperimental... 2-37

Gambar 2. 37 Kodisi tegangan didalam percontoh untuk l/D berbeda ... 2-38

Gambar 2. 38 Regangan yang dihasilkan dari pengujian kuat tekan batuan ... 2-40

Gambar 2. 39 Kurva tegangan-regangan hasil pengujian kuat tekan batuan .. 2-41

Gambar 2. 40 Kondisi tegangan pada pengujian triaksial... 2-42

Gambar 2. 41 Lingkaran Mohr dan kurva instrinsik hasil pengujian triaksial 2-42

Gambar 2. 42 Pengujian Kuat Tarik ... 2-43


(12)

xiv

Gambar 2. 44 Kriteria keruntuhan Mohr – Coulomb ... 2-45 Gambar 2. 45 Penentuan Faktor Keamanan ... 2-46

Gambar 2.46 GSI untuk karakterisasi massa batuan blocky berdasarkan

Interlocking dan kondisi joint (Hoek, 2000) ... 2-49

Gambar 2. 47 Perkiraan Kekuatan Geologi Index GSI untuk massa batuan

heterogen seperti Flysch (After Marinos and Hoek, 2001) ... 2-50

Gambar 2. 48 Grafik untuk menentukan nilai kohesi batuan (Hoek, 200) ... 2-51

Gambar 2. 49 Grafik untuk menentukan nilai sudut geser bataun (Hoek, 2000) ... 2-51

Gambar 2. 50 Konsep Pembentukkan Massa Batuan (Palmstrom, 2001) ... 2-59

Gambar 2. 51 Bidang perlapisan pada batuan ... 2-61

Gambar 2. 52 Macam-macam struktur sesar dalam geologi ... 2-62

Gambar 2. 53 Dip dan Strike... 2-64

Gambar 2. 54 Lipatan Sinklin (Syncline folds) ... 2-65

Gambar 2. 55 Lipatan Antiklin (Anticline folds) ... 2-65

Gambar 2. 56 Srinkage Joint. ... 2-67

Gambar 2. 57 Sheet Joint. ... 2-68

Gambar 2. 58 Sistematik Joint. ... 2-68

Gambar 2. 59 Non Sistematik Joint ... 2-69

Gambar 2. 60 Kekar Kolom ... 2-69

Gambar 2. 61 Kekar Gerus ... 2-70

Gambar 2. 62 Kekar Tarik ... 2-71

Gambar 2. 63 Extension Joint ... 2-72

Gambar 2. 64 Nonconformity ... 2-73

Gambar 2. 65 Ketidakselarasan sudut (Angular unconformity) ... 2-74


(13)

xv

Gambar 2. 67 Paraconformity . ... 2-75

Gambar 2. 68 Diagram Blok dengan 3 Joint Set ... 2-76

Gambar 2. 69 Strike dan Dip... 2-77

Gambar 2. 70 Penamaan tegangan-tegangan berdasarkan solusi Kirsch pada lubang silindris di dalam medium elastis yang isotropis dan

homogen ... 2-79

Gambar 2. 71 Distribusi tegangan disekitar terowongan lingkarna pada media elastis, isotropic, dan homogen (Paulus P.Raharjo,

2004). ... 2-80

Gambar 2. 72 Daerah plastis disekitar lingkaran terowongan pada

material kohesif ... 2-82

Gambar 2. 73 Radius dari Zona plastis sebagai fungsi dari parameter

tanah (Paulus P.Raharjo, 2004). ... 2-84

Gambar 2. 74 Distribusi tegangan disekeliling tegangan terowongan

untuk kasus tertentu (Paulus P.Raharjo, 2004) ... 2-85

Gambar 2. 75 Konsep Terzaghi (1946) ... 2-88

Gambar 2. 76 Contoh aplikasi rockbolt ... 2-89

Gambar 2. 77 Metode pengukuran RQD menurut Deere. ... 2-92

Gambar 2. 78 Metode pengukuran RQD menurut CNI ... 2-94

Gambar 2. 79 Hubungan RQD dan Jv Palmstron (1982)... 2-95

Gambar 2. 80 Perkiraan support RSR untuk terowongan bentuk lingkaran

dengan diameter 24 feet (7.3 m) ... 2-99

Gambar 2. 81 Contoh Petunjuk Penggalian ... 2-109

Gambar 2. 82 Grafik hubungan stand up time, span dan klasifiksai RMR

(after Bieniawski 1989). ... 2-110

Gambar 2. 83 Grafik Hubungan Antara Nilai Q, Maksimum Span, Dan


(14)

xvi

Gambar 2. 84 Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan

Q-System ... 2-119

Gambar 2. 85 Hubungan antara variabel-variabel dalam penyusunan

persamaan elemen hingga (Chen and Baladi, 1985) ... 2-126

Gambar 2. 86 Elemen Axisymmetric (Cook, 1989) ... 2-130

Gambar 3. 1 Diagram alir metode penelitian ... 3-1

Gambar 4. 1 Diagram alir PHASE2 ... 4-2

Gambar 4. 2 Tampilan project setting ... 4-3

Gambar 4. 3 Tampilan Add External ... 4-5

Gambar 4. 4 Tampilan Add Excavation ... 4-6

Gambar 4. 5 Tampilan Creat Joint ... 4-6

Gambar 4. 6 Tampilan add joint ... 4-7

Gambar 4. 7 Tampilan add piezometric line ... 4-7

Gambar 4. 8 Tampilan Add Stage ... 4-8

Gambar 4. 9 Tampilan mesh setup ... 4-9

Gambar 4. 10 Tampilan discretize ... 4-10

Gambar 4. 11 Tampilan mesh ... 4-10

Gambar 4. 12 Tampilan boundary condition ... 4-12

Gambar 4. 13 Tampilan field stress properties ... 4-13

Gambar 4. 14 Tampilan Field Stress ... 4-13

Gambar 4. 15 Tampilan add iner... 4-14

Gambar 4. 16 Tampilan define material properties batuan untuk model

Mohr Coulumb ... 4-15

Gambar 4. 17 Tampilan define material properties batuan untuk model

Hoek-Brown ... 4-16


(15)

xvii

Gambar 4. 19 Tampilan Define Joint Properties ... 4-19

Gambar 4. 20 Tampilan excavate pada jendela assign material ... 4-21

Gambar 4. 21 Tampilan galian top heading PHASE2 ... 4-22

Gambar 4. 22 Tampilan galian bench PHASE2... 4-22

Gambar 4. 23 Tampilan assign liner ... 4-23

Gambar 4. 24 Tampilan Total Displacement Top Heading PHASE2 ... 4-24

Gambar 4. 25 Tampilan Total Displacement Bench PHASE2 ... 4-25

Gambar 4. 26 Tampilan show values liner... 4-25

Gambar 4. 27 Tampilan output bending moment liner top heading PHASE2. 4-26

Gambar 4. 28 Tampilan output bending moment liner bench PHASE2 ... 4-26

Gambar 4. 29 Tampilan output sheer force liner top heading PHASE2 ... 4-27

Gambar 4. 30 Tampilan output sheer force liner bench PHASE2 ... 4-27

Gambar 4. 31 Diagram Alir Plaxis 3D ... 4-29

Gambar 4. 32 Tampilan Creat/Open Object ... 4-30

Gambar 4. 33 Tampilan tab parameter general setting ... 4-31

Gambar 4. 34 Tampilan tab dimension general setting... 4-32

Gambar 4. 35 Tampilan geometry contour ... 4-33

Gambar 4. 36 Tampilan tunnel designer ... 4-34

Gambar 4. 37 Tampilan geometry stucture ... 4-35

Gambar 4. 38 Tampilan standart fixities ... 4-35

Gambar 4. 39 Tampilan soil & interfaces ... 4-36

Gambar 4. 40 Tampilan input parameter bataun tabs general ... 4-37

Gambar 4. 41 Tampilan input parameter bataun tabs parameter ... 4-37

Gambar 4. 42 Tampilan advanced parameters Mohr Coulumb ... 4-38


(16)

xviii

Gambar 4. 44 Tampilan plates properties ... 4-40

Gambar 4. 45 Tampilan drag material ... 4-41

Gambar 4. 46 Tampilan 2D mesh generation ... 4-41

Gambar 4. 47 Tampilan input koodinat z-palne... 4-42

Gambar 4. 48 Tampilan rear plane ... 4-43

Gambar 4. 49 Tampilan 3D mesh generation ... 4-43

Gambar 4. 50 Tampilan water weight ... 4-44

Gambar 4. 51 Tampilan input muka air tanah... 4-44

Gambar 4. 52 Tampilan pore pressure ... 4-45

Gambar 4. 53 Tampilan K0-procedure ... 4-45

Gambar 4. 54 Tampilan initial soil stresses ... 4-46

Gambar 4. 55 Tampilan save project ... 4-46

Gambar 4. 56 Tampilan calculation ... 4-47

Gambar 4. 57 Tampilan input plate... 4-48

Gambar 4. 58 Tampilan slice 1 <Phase 1> ... 4-48

Gambar 4. 59 Tampilan slice 1 <Phase 2> ... 4-49

Gambar 4. 60 Tampilan select node for displacement curve ... 4-50

Gambar 4. 61 Tampilan select stress pint for stress/strain curve ... 4-50

Gambar 4. 62 Tampilan proses calculation ... 4-51

Gambar 4. 63 Tampilan setelah proses calculations ... 4-52

Gambar 4. 64 Tampilan total diplacement 3D top heading Plaxis 3D Tunnel 4-53

Gambar 4. 65 Tampilan total diplacement 3D bench Plaxis 3D Tunnel ... 4-53

Gambar 4. 66 Total Displacement Top Heading Plaxis 3D Tunnel ... 4-54

Gambar 4. 67 Total Displacement Bench Plaxis 3D Tunnel . ... 4-54


(17)

xix

Gambar 4. 69 Total Displacement Bench Plaxis 3D Tunnel . ... 4-55

Gambar 4. 70 Arah Axial Force (manual Plaxis 3D Tunnel) ... 4-56

Gambar 4. 71 Arah Shear Force (manual Plaxis 3D Tunnel) ... 4-56

Gambar 4. 72 Arah Bending Moment (manual Plaxis 3D Tunnel) ... 4-57

Gambar 4. 73 Bending Moment Shotcrete Top Heading Plaxis 3D Tunnel .... 4-57

Gambar 4. 74 Bending Moment Shotcrete Bench Plaxis 3D Tunnel ... 4-58

Gambar 4. 75 Shear Force Shotcrete Top Heading Plaxis 3D Tunnel... 4-58

Gambar 4. 76 Shear Force Shotcrete Bench Plaxis 3D Tunnel ... 4-59

Gambar 5. 1 Lokasi Studi ... 5-1

Gambar 5. 2 Penampang Terowong ... 5-3

Gambar 5. 3 Profil melintang geologi sepanjang as terowongan... 5-4

Gambar 5. 4 Parameter desain modulus young ... 5-10

Gambar 5. 5 Stand Up Time untuk batu pasir RMR

(after Bieniawski 1989) ... 5-15

Gambar 5. 6 Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan Q-System untuk Batu Lumpur (After Grimstad & Barton,

1993) ... 5-19

Gambar 5. 7 Grafik Penentuan Rekomendasi Penyangga Berdasarkan Q-System untuk Batu Pasir (After Grimstad & Barton,

1993) ... 5-22

Gambar 5. 8 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-29

Gambar 5. 9 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Tidak


(18)

xx

Gambar 5. 10 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-30

Gambar 5. 11 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-31

Gambar 5. 12 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-32

Gambar 5. 13 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-32

Gambar 5. 14 Bending Moment Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan

Joint ... 5-33

Gambar 5. 15 Bending Moment Shotcrete Bench Mohr Coulumb

PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan

Joint ... 5-33

Gambar 5. 16 Shear Force Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan

Joint ... 5-34

Gambar 5. 17 Shear Force Shotcrete Bench Mohr Coulumb PHASE2

Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan Joint ... 5-34

Gambar 5. 18 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak

Mempertimbangkan Joint ... 5-35

Gambar 5. 19 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak


(19)

xxi

Gambar 5. 20 Bending Moment Shotcrete Top Heading Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan

Joint ... 5-36

Gambar 5. 21 Bending Moment Shotcrete Bench Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan

Joint ... 5-36

Gambar 5. 22 Shear Force Shotcrete Top Heading Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan

Joint ... 5-37

Gambar 5. 23 Shear Force Shotcrete Bench Hoek and Brown PHASE2

Dengan Support dan Tidak Mempertimbangkan Joint ... 5-37

Gambar 5. 24 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan

Joint ... 5-39

Gambar 5. 25 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Mohr-

Coulumb PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan

Joint ... 5-39

Gambar 5. 26 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-40

Gambar 5. 27 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Tanpa Support dan Mempertimbangkan

Joint ... 5-40

Gambar 5. 28 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan

Mempertimbangkan Joint ... 5-41

Gambar 5. 29 Total Displacement Top Bench dengan Pemodelan Mohr-Coulumb PHASE2 Dengan Support dan


(20)

xxii

Gambar 5. 30 Bending Moment Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb

PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-42

Gambar 5. 31 Bending Moment Shotcrete Bench Mohr Coulumb

PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-43

Gambar 5. 32 Shear Force Shotcrete Top Heading Mohr Coulumb

PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-43

Gambar 5. 33 Shear Force Shotcrete Bench Mohr Coulumb PHASE2

Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-44

Gambar 5. 34 Total Displacement Top Heading dengan Pemodelan Hoek and Brown PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-44

Gambar 5. 35 Total Displacement Bench dengan Pemodelan Hoeak and Brown PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan

Joint ... 5-45

Gambar 5. 36 Bending Moment Shotcrete Top Heading Hoek and Brown

PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-45

Gambar 5. 37 Bending Moment Shotcrete Bench Hoek and Brown

PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-46

Gambar 5. 38 Shear Force Shotcrete Top Heading Hoek and Brown

PHASE2 Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-46

Gambar 5. 39 Shear Force Shotcrete Bench Hoek and Brown PHASE2

Dengan Support dan Mempertimbangkan Joint ... 5-47

Gambar 5. 40 Total displacement top heading 3D Plaxis 3D Tunnel ... 5-50

Gambar 5. 41 Total displacement bench 3D Plaxis 3D Tunnel ... 5-50

Gambar 5. 42 Total Displacement Top Heading Plaxis 3D Tunnel ... 5-51

Gambar 5. 43 Total Displacement Bench Plaxis 3D Tunnel ... 5-51

Gambar 5. 44 Total Displacement Top Heading Plaxis 3D Tunnel ... 5-52


(21)

xxiii

Gambar 5. 46 Bending Moment Shotcrete Top Heading Plaxis 3D Tunnel .... 5-53

Gambar 5. 47 Bending Moment Shotcrete Bench Plaxis 3D Tunnel ... 5-53

Gambar 5. 48 Shear Force Shotcrete Top Heading Plaxis 3D Tunnel... 5-54

Gambar 5. 49 Shear Force Shotcrete Bench Plaxis 3D Tunnel ... 5-54

Gambar 5. 50 Tegangan PHASE2 ... 5-57

Gambar 5. 51 Tampilan 3D Tegangan Plaxis 3D Tunnel ... 5-57


(22)

xxiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nilai miuntuk batuan utuh (Hoek, 2000) ... 2-41 Tabel 2. 2 Pedoman untuk menentukan besarnya nilai D (Hoek,200)... 2-46

Tabel 2. 3 Porasities of Some Typical Rocks Showing Effects of Age and

Deptha ... 2-47

Tabel 2. 4 Specific Gravities of Common Minerals ... 2-48

Tabel 2. 5 Dry Densities of Some Typical Rocks ... 2-48

Tabel 2. 6 Conductivtties of Typical Rock ... 2-49

Tabel 2. 7 Typical Point Load Index Values... 2-49

Tabel 2. 8 Kuat tekan uniaksial dan kuat tarik dari beberapa jenis bataun

(Peters, 1978) ... 2-49

Tabel 2. 9 Weathering indices for granite (after Irfan & Dearman, 1978) ... 2-50

Tabel 2. 10 Physical properties of fresh rock materials ... 2-50

Tabel 2. 11 Mechanical properties of rock materials ... 2-51

Tabel 2. 12 Selected equations for estimating deformation modulus of rock

mass Emass ... 2-51 Tabel 2. 13 Klasifikasi massa batuan yang banyak digunakan ... 280

Tabel 2. 14 Klasifikasi Rock Load Terzaghi (1946) ... 2-82

Tabel 2. 15 Klasifikasi Rock Load Terzaghi (1970) ... 2-84

Tabel 2. 16 Hubungan RQD dan kualitas massa batuan (Deere, 1967) ... 2-85

Tabel 2. 17 Parameter A... 2-91

Tabel 2. 18 Parameter B ... 2-91


(23)

xxv

Tabel 2. 20 Adjustment Factor untuk berbagai diameter terowongan ... 2-92

Tabel 2. 21 Kekuatan material batuan utuh (Bieniawski, 1989) ... 2-95

Tabel 2. 22 Rock Quality Designation (RQD) (Bieniawski, 1989) ... 2-95

Tabel 2. 23 Jarak antar (spasi) kekar (Bieniawski, 1989) ... 2-96

Tabel 2. 24 Penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski

(1976) ... 2-97

Tabel 2. 25 Tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976) ... 2-98

Tabel 2. 26 Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989) ... 2-98

Tabel 2. 27 Kondisi air tanah (Bieniawski, 1989) ... 2-99

Tabel 2. 28 Penyesuaian rating untuk orientasi bidang-bidang

diskontinuitas ... 2-100

Tabel 2. 29 Kelas massa batuan, kohesi dan sudut geser dalam berdasarkan

nlai RMR (Bieniawski, 1989) ... 2-100

Tabel 2. 30 Rock Mass Rating System (Bieniawski, 1989) ... 2-100

Tabel 2. 31 Petunjuk untuk penggalian dan penyangga terowongan batuan

dengan sistem RMR ... 2-102

Tabel 2. 32 RQD-values and volumetric jointing. ... 2-106

Tabel 2. 33 Jn-values... 2-106

Tabel 2. 34 Jr – values... 2-107 Tabel 2. 35 Ja –values ... 2-107 Tabel 2. 36 Jw – values ... 2-108 Tabel 2. 37 SRF-values ... 2-109

Tabel 2. 38 Conversion from actual Q-values to adjusted Q-values for

design of wall support. ... 2-110

Tabel 2. 39 ESR-values. ... 2-111


(24)

xxvi

Tabel 2. 41 Penyelesaian soal berdasarkan metode RMR. ... 2-115

Tabel 2. 42 Penyelesaian soal berdasarkan metode Q-system. ... 2-116

Tabel 4. 1 Koordinat penampang terowongan ... 4-5

Tabel 4. 2 Parameter batuan untuk kedua tipe keruntuhan ... 4-17

Tabel 4. 3 Parameter liner ... 4-19

Tabel 4. 4 Parameter Joint ... 4-20

Tabel 4. 5 Parameter batuan Plaxis 3D Tunnel ... 4-38

Tabel 4. 6 Parameter lining (plates) Plaxis 3D Tunnel ... 4-39

Tabel 5. 1 Parameter batuan Phase2 ... 5-10

Tabel 5. 2 Parameter batuan Plaxis 3dTunnel ... 5-11

Tabel 5. 3 Analisis klasifikasi RMR untuk batu lumpur ... 5-13

Tabel 5. 4 Analisis klasifikasi RMR untuk batu lumpur ... 5-16

Tabel 5. 5 Analisis Q-System untuk batu lumpur ... 5-18

Tabel 5. 6 Analisis Q-System untuk batu pasir ... 5-21

Tabel 5. 7 Tabel Hasil dari Metode Empiris ... 5-24

Tabel 5. 8 Tabel Perabandingan studi kasus dan tugas akhir ... 5-27

Tabel 5. 9 Nilai total displacement PHASE2 tanpa support dan tidak

memepertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-31

Tabel 5. 10 Nilai total displacement displacement PHASE2 dengan support dan tidak memepertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-38

Tabel 5. 11 Hasil analisis support PHASE2 dengan support dan tidak

memepertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-38

Tabel 5. 12 Nilai total displacement displacement PHASE2 dengan support dan tidak memepertimbangkan joint untuk kedua


(25)

xxvii

Tabel 5. 13 Nilai total displacement displacement PHASE2 dengan support dan mempertimbangkan joint untuk kedua jenis

pemodelan tanah ... 5-47

Tabel 5. 14 Hasil analisis support PHASE2 dengan support dan tidak

mempertimbangkan joint untuk kedua jenis pemodelan tanah ... 5-47

Tabel 5. 15 Pengaruh support pada PHASE2 dengan tidak

mempertimbangkan joint... 5-48

Tabel 5. 16 Pengaruh support pada PHASE2 dengan mempertimbangkan

joint... 5-49

Tabel 5. 17 Pengaruh joint pada PHASE2 untuk kondisi support ... 5-49

Tabel 5. 18 Pengaruh joint pada PHASE2 untuk kondisi unsupport ... 5-49

Tabel 5. 19 Hasil Analisis total displacemnet Plaxis 3D Tunnel ... 5-54

Tabel 5. 20 Hasil analisis support Plaxis 3D Tunnel ... 5-55

Tabel 5. 21 Hasil analisis total displacement PHASE2 2D dan Plaxis 3D

Tunnel Tanpa Support ... 5-55

Tabel 5. 22 Hasil analisis gaya dalam PHASE2 2D dan Plaxis 3D Tunnel

Dengan Support ... 5-56

Tabel 5. 23 Niali tegangan yang terjadi di atas terowongan untuk metode


(26)

xxix

DAFTAR PUSTAKA

Andarhtamp (2007), Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap. Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan MetodeElemen Hingga.

http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/545/jbptitbpp-gdl-andarhtamp-27221-3-2007ta-2.pdf

Alphazero (2013), Kekar, Joint, Fracture dan Rekahan.

http://tambangunp.blogspot.com/2013/03/kekar-joint-fracture-rekahan.html

Ansyari Isya (2013), Struktur Geologi.

http://learnmine.blogspot.com/2013/04/geologi-struktur.html

Arild Palmström, Ph.D dan Rajbal Singh, Ph.D (2001), The Deformation Modulus Of Rock Masses - comparisons between in situ tests and indirect estimates.

Asiyanto (2012), Metode Konstruksi Terowongan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Bahrul Agus (2014), Pelajaran Teknik Sipil

http://freecivilengineeringscience.blogspot.com/2013/04/pelajaran-teknik-sipil.html

Central Subway (2012), FSEIS-SEIR Chapter 6.

http://centralsubwaysf.com/FSEIS-SEIR-Chapter-6

CH Karnchang Public Company Limited (2006), Tunneling in Soft Clay By Cut & Cover & Shield Tunnel.

http://www.ch-karnchang.co.th/articles_en.php?option=detail&nid=76

Chapter 4: Properties Of Rock Materials (2014)

http://lmrwww.epfl.ch/en/ensei/Rock_Mechanics/ENS_080312_EN_JZ_No tes_Chapter_4.pdf

Dr. Marte S. Gutierrez, dkk. 2003. Distinct Element Modeling of the Shimizu Tunnel No.3 in Japan. Thesis. Virginia: Sotirios Vardakos

DSI Underground Systems Inc (2014), Steel Rib supports.

http://www.dsiunderground.com/products/mining/lattice-girders-steel-arches-props/steel-rib-supports.html


(27)

xxx

Encyclopedia Britannica (2014), Full Face Method.

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/221829/full-face-method

Hilman Windi (2014), Sifat Mekanika Batuan

http://mataratu22.blogspot.com/2013/04/sifat-mekanik-batuan.html

Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (2013), Geologi Struktur.

http://hmtgsttmi12.blogspot.com/2013/07/geologi-struktur_27.html

Hindustan Time (2014), Workers fix the reinforcement lining in one of the new water tunnels.

http://www.hindustantimes.com/photos-news/photos-india/mumbaiwatersupply/Article4-261733.aspx

Hoek. E & Brown. E.T (2005), Underground Excavation in Rock. London: Institution of Mining and Metallurgy

Kawitarka Yappy (2012), Tunnel Boring Mechine.

http://mannaismayaadventure.com/2012/12/21/tunnel-boring-machine/

Kuswanto (2006), Perilaku Batuan.

http://eprints.undip.ac.id/33820/5/1617_chapter_II.pdf.

Krita Engineering Pvt.Ltd (2010), Microtunneling Method http://krita.in/method.html

Luisaam (2011), Tunneling Constuction.

http://www.slideshare.net/luisaam/tunneling-construction-natm

Mazmur Togar BB, ST. dkk (2012), Analisis Stabilitas Terowongan Batuan Dengan Metode Elemen Hingga Berdasarkan teori Mohr-Coulumb & Hoek and Brown.

Plaxis (2001), Manual Plaxis 3D Tunnel . Netherlands: PLAXIS B.V. Rocscience (2001), Manual PHASE2.

Prasastia. Ega G (2012), Tekstur dan Serpih.

http://eggz-geologirls.blogspot.com/2012/01/tekstur-dan-struktur-serpih.html

Rahardjo. Paulus P (2004), Teknik Terowongan. Bandung: Geotechnical Engineering Center, Parahyangan Catholic University.

Ramadani (2012), Analisis Stabilitas Dan Deformasi Tunnel Subway Ruas Bendungan Hilir – Dukuh Atas Menggunakan Plaxis 3d Tunnel. Bandung : UPI


(28)

xxxi Rizma Safprada (2011), Lipatan Bumi.

http://shafprada-rizma.blogspot.com/2011_01_13_archive.html

Rocscience (2014), Rock massproperties.

http://www.rocscience.com/hoek/corner/11_Rock_mass_properties.pdf

Saepullah Ahmad (2011), Ketidakselarasan-Unconformity .

http://medlinkup.wordpress.com/2011/09/25/ketidakselarasan-unconformity/

Sauder Richard (2006), Underground Basesm and Tunnels. http://projectcamelot.org/underground_bases.html

Suyono. Reza A. 2008. Analisis Stabilitas Terowongan Dengan Metode Element Hingga 2D dan 3D (Studi Kasus Terowongan Irigasi Panti Roa) Skripsi. Bandung: Central Library Institute Technology Bandung

Tampubolon, Andra H. 2007. Studi Analisis Pengaruh Pembangunan

Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar dengan Metode Elemen Hingga Skripsi. Bandung: Central Library Institute Technology Bandung Tunnel Talk (2011), Immersed TubePplans for Holland's Lake Ijmeer.

http://www.tunneltalk.com/Netherlands-IJmeer-connection-Jan12-Tunnel-designs-compared.php

Tunnels (2014), Predicting TBM excavability

http://www.tunnelsonline.info/features/predicting-tbm excavability/image/ predicting-tbm-excavability-5.html

U.S. Department of Transportation/Federal Highway Administration (2013), Chapter 6 - Rock Tunneling.

https://www.fhwa.dot.gov/bridge/tunnel/pubs/nhi09010/06a.cfm

Serkan Ucer (2006), Comparison Of 2D And 3D Finite Element Models Of Tunnel Advance In Soft Ground: A Case Study On Bolu Tunnels - Comparisons Between In Situ Tests And Indirect Estimates.

Zeidler, K dan Gall, V (1999), Shotcrete Lining Design Concepts for new and Rehabilitated Tunnels

http://www.dr-sauer.com/resources/presentations-lectures/400

Zulfu Gurocak , Pranshoo Solanki , Musharraf M. Zaman (2007), Empirical and numerical analyses of support requirements for a diversion tunnel at the Boztepe dam site, eastern Turkey.


(29)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Desain Terowongan pada Batuan dengan Metode Finite Element (Studi Kasus Terowongan Diversion Channel Rencana Bendungan Tapin, Kalimantan Selatan)” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak maka kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kedua orangtua yang banyak memberikan bantuan moril, materi, arahan, dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan dan Bapak Muhammad Riza, ST., MT selaku pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat kepada penulis selama menyusun skripsi.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Bapak Prof. Dr. Ir Denny Kurniadie, M.Sc selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.

3. Bapak DR. Y. Djoko, Setiyarto, ST,. MT selaku ketua Program Studi Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam mengikuti


(30)

iv

perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini. Khususnya Wilson Koven, Tri Wardani dan Cepy Herdian.

6. Teman-teman kostan 21, Kak Sulis, Nita dan Nur yang telah memberi semangat dan motivasi.

7. Seluruh kariyawan dan karyawati PT. Bima Sakti Geotama.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Bandung, 20 Agustus 2014


(31)

1-1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terowongan adalah salah satu infrastruktur yang penting bagi peradaban modern. Pada umumnya bangunan terowongan dibuat untuk keperluan transportasi yang terhalang oleh kondisi alam yang ada, misalnya batuan yang berlapis dan bersendi yang merupakan titik lemah dalam mendesain suatu terowongan. Transportasi yang dimaksud dapat digunakan untuk keperluan khusus, misalnya untuk angkutan hasil tambang yang dieksploitasi melalui terowongan, mengantarkan air untuk keperluan irigsi, keperluan transportasi manusia, baik untuk jalan kereta api maupun jalan raya.

Studi tentang terowongan juga terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga melahirkan teori serta metode untuk merencanakan dan mengkonstruksi terowongan. Namun demikian, masih sering dijumpai kegagalan pada terowongan dan gangguan pada lingkungan di sekitarnya. Sehingga masih dibutuhkan pemahaman yang lebih mendalam akan kondisi batuan/tanah, kondisi geologi, dan aspek-aspek perpindahan gaya yang terjadi di dalam batuan/tanah akibat penggalian atau pembuatan terowongan. Desian terowongan yang sering digunakan adalah desain terowongan dengan metode empirik. Namun seiring perkembangan zaman terciptalah program komputer finite element yang dapat digunakan untuk melakukan pengecekan ulang berdasarkan hasil metode empirik.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud penulisan tugas akhir ini adalah untuk memodelkan terowongan pada batuan dengan beberapa metode analisis antara lain metode empiris dan metode numerik sehingga mencapai sasaran dan tujuan dari pembuatan terowongan tersebut. Tujuan dari pemodelan terowongan ini adalah untuk membuat suatu model terowongan yang sesuai dengan kondisi geologi batuan serta tegangan yang terjadi pada batuan.


(32)

Junaida Wally (13010003) Pembatasan masalah tugas akhir ini meliputi hal-hal berikut:

1. Pemodelan terowongan pada batuan hanya menggunakan perkuatan shotcrete. 2. Bentuk terowongan adalah lingkaran

3. Terowongan akan ditinjau pada kondisi unsupport dan support

4. Terowongan akan ditinjau dengan mempertimbangkan joint dan tanpa joint. 5. Metode Analisis yang digunakan adalah Metode Empirik dan Metode

Numerik.

6. Program komputer yang digunakan adalah PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel dengan membandingkan model Mohr-Coulumb dan model Hoek and Brown. 7. Nilai yang dianalisis adalah nilai bending moment dan shear force yang

bekerja pada shotcrete dan deformasi serta tegangan yang terjadi disekitar terowongan diversion tunnel Jambo Aye, Nangro Aceh Darusalam.

1.4 Sistematika Pembahasan Masalah

Sistematika pembahasan masalah terbagi menjadi lima bab, pada masing-masing bab membahas hal-hal berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menyajikan penjelasan umum mengenai penyusunan tugas akhir, yaitu latar belakang, maksud dan tujuan, pembatasan masalah dan sistematika pembahasan masalah.

BAB II STUDI LITERATUR

Bab ini menyajikan kumpulan studi literatur yang digunakan sebagai dasar dalam penulisan tugas akhir ini. Bab ini akan berisi mengenai teori-teori yang berkaitan dengan, mekanika batuan, geologi batuan, penentuan parameter material, metode analisis desain pada terowongan, serta hal-hal yang menentukan desain terowongan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menyajikan metode penelitian yang digunakan dalam tugas akhir. Bab ini menjelaskan metode pengumpulan dan interpretasi data yang dilakukan.


(33)

Junaida Wally (13010003) Bab ini menyajikan tutorial untuk mendesain terowongan dengan menggunakan program komputer finite element yaitu Plaxis 3D Tunnel dan PHASE2.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini menyajikan mengenai hasil analisis perhitungan yang dilakukan dalam tugas akhir. Pada bab ini akan dijelaskan analisis desain terowongan pada batuan dengan metode empirik dan metode numerik. Metode empirik terdiri dari beberapa metode antara lain Terzaghi's Rock Mass Classification, Klasifikasi Stand-Up Time, Rock Quality Designing Index (RQD), Rock Structure Rating (RSR), Rock Mass Rating System (RMR), dan Rock Mass Quality (Q) System. Sedangkan untuk metode numerik menggunakan program komputer PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memuat kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh serta saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(34)

3-1

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Bab ini akan membahas metode penelitian yang akan dilakukan untuk mendesain terowongan pada batuan. Berikut dijelaskan diagram alir yang menjelaskan urutan-urutan langkah yang diperlukan untuk mendesain terowongan pada batuan.

Gambar 3. 1 Diagram alir metode penelitian Studi Literatur

Pengumpulan Data Batuan Hasil Pengujian Lapangan dan

Laboratorium

Penentuan Parameter Desain

Analisis Desain Terowongan

Metode Numerik Metode Empiris

Rock Load, Kualitas Batuan, Tebal Shotcrete, Petunjuk Penggalian dan Penyangga, Stand-up Time, Jenis Steel Support, Nilai Q, Panjang Rockbolt, Span Maksimum dan Tekanan penyangga

PHASE2 dan Plaxis 3D

Model Mohr-Coulumb Model Hoek and Brown

- Terzaghi‟s Rock Mass Classification - Klasifikasi Stand-Up Time

- Rock Quality Designing Index (RQD) - Rock Structure Rating (RSR) - Rock Mass Rating System (RMR) - Rock Mass Quality (Q) System

Mulai

Selesai

Besarnya deformasi yang terjadi disekitar terowongan, tegangan yang bekerja disekitar terowongan, bending moment dan shear force yang bekerja pada shotcrete berdasarkan model Morh-Coulumb dan Hoek and Brown dengan mempertimbangkan joint serta support.


(35)

Junaida Wally (13010003) Selanjutnya akan dibahas langkah-langkah dari diagram alir diatas.

3.2 Studi literatur

Pada tahap ini penulis mengumpulkan berbagai teori mengenai mekanika batuan, struktur geologi, terowongan serta metode analisis dan desain terowongan. Studi literatur dibahas pada bab 2.

3.3 Pengumpulan data batuan

Data ini berupa parameter dari batuan yang digunakan untuk mendesain terowongan. Nilai-nilai tersebut didapat dari tes di lapangan dan di laboratorium. Dari lapangan pengujian pada batuan yang umumnya dilakukan adalah pengujian RQD dan Insitu Permeability Test. Sedangkan pengujian yang dilakukan di laboratorium adalah uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Strength), uji Triaxial, uji Kuat Tarik-uji Brazilia (Indirect Tensile Strength Test). Dari berbagai macam pengujian tersebut akan dihasilkan berbagai paremeter tanah. Terakhir adalah pengumpulan korelasi–korelasi parameter batuan.

3.4 Penentuan parameter desain

Setelah dihasilkan berbagai macam parameter batuan, selanjutnya dilakukan penentuan parameter batuan desain yang berguna dalam melakukan input parameter pada program komputer PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel untuk model Morh-Coulumb dan Hoek and Brown. Paremeter yang akan diinput untuk model Morh-Coulumb adalah berat isi bataun

 

 , berat isi jenuh batuan

 

d , kohesi (c), sudut geser

 

 , sudut dilatansi

 

 , modulus young (E), angka poisson

 

, Sedangkan parameter yang akan diinput untuk model Hoek adn Brown adalah geological stength index (GSI), konstanta m untuk potongan batuan utuh

 

mi , konstanta m untuk massa batuan

 

mb , uniaxial compressive strength

 

ci , berat isi batuan

 

 , berat isi jenuh batuan

 

d , faktor disturbance (D), sudut dilatansi

 

 , modulus young (E). Pada studi ini parameter batuan desain diperoleh dari data studi terdahulu.


(36)

Junaida Wally (13010003)

3.5 Analisis Desain Terowongan pada Batuan

Analisis desain terowongan pada bataun menggunakan metode empirik dan metode numerik.

3.6 Metode Empirik

Pada metode empirik ini terdapat beberapa macam metode, antara lain:

 Terzaghi‟s Rock Mass Classification.

Metode yang diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946 merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja.

 Klasifikasi Stand-Up Time.

Klasifikasi yang diperkenalkan oleh Laufer pada tahun 1958 ini digunakan untuk mengetahui stand up time yang dibutuhkan untuk suatu konstruksi terowongan maka diperlukan klasifikasi Rock Mass Rating (RMR).

 Rock Quality Designing Index (RQD)

Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan.

 Rock Structure Rating (RSR).

Parameter geologi dan kostruksi merupakan dua faktor dari konsep RSR yang harus diperhatikan. Kedua faktor tersebut dapat dikelompokan dalam tiga parameter dasar yaitu parametar A, B dan C yang telah dijelaskan pada bab 2. Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) hanya dapat digunakan untuk terowongan berbentuk lingkaran dengan diameter maksimal 7.3 m.

 Rock Mass Rating System (RMR).

Klasifikasi RMR menggunakan enam parameter antara lain kuat tekan batuan utuh (strength of intact rock material), Rock Quality Designation (RQD), jarak antar (spasi) kekar (spacing of discontinuities), kondisi kekar (condition of discontinuities), kondisi air tanah (groundwater conditions) dan orientasi Kekar (orientation of discontinuities).


(37)

Junaida Wally (13010003)

 Rock Mass Quality (Q) System

Q-System merupakan salah satu dari klasifikasi massa batuan yang dibuat berdasarkan studi kasus dilebih dari 200 kasus tunneling dan caverns. Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yaitu Rock Quality Designation, Joint set number, Joint roughness number, Joint alteration number, Joint water reduction factor dan Stress Reduction Factor.

Metode-metode diatas dikerjakan berdasarkan data geologi dari lokasi studi. Yang kemudian data geologi ini akan sesuaikan berdasarkan tabel-tabel yang telah dijelaskan pada satudi literatur. Sehingga dari berbagai metode diatas maka akan diperoleh nilai Rock Load, Kualitas Batuan, Tebal Shotcrete, Petunjuk Penggalian dan Penyangga, Stand-up Time, Jenis Steel Support, Nilai Q, Panjang Rockbolt, Span Maksimum dan Tekanan penyangga. Dimana hasil rekomendasi penggalian dan penyangga pada metode empirik akan dianalisis ulang dengan menggunakan metode numerik.

3.7 Metode Numerik

Analisis metode numerik ini menggunakan program komputer PHASE2 dan Plaxis 3D Tunnel. Untuk PHASE2 pemodelan tanah/batuan yang digunakan adalah Mohr-Coulumb dan Hoek and Brown. Dengan mempertimbangkan joint maupun tanpa mempertimbangkan joint. Analisis PHASE2 akan ditinjau pada kondisi support dan unsupport. Dan Untuk Plaxis 3D Tunnel analisis hanya dilakukan dengan menggunakan pemodelan tanah/batuan berupa Mohr-Coulumb. Nilai yang akan dianalisis pada metode numerik adalah besarnya deformasi yang terjadi disekitar terowongan, tegangan yang bekerja disekitar terowongan, bending moment dan shear force yang bekerja pada shotcrete.


(38)

4-1

BAB IV

METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

4.1 Umum

Analisis desain tunnel pada studi ini akan dilakukan dengan menggunakan program komputer finite elemant . Adapun program komputer yang digunakan adalah Phase2 dan Plaxis 3D Tunnel. Phase2 digunakan untuk menganalisis bending momen yang terjadi pada lining, gaya aksial yang terjadi pada rockbolt, tegangan dan deformasi yang terjadi disekitar terowongan serta penurunan tanah diatas terowongan dalam bentuk dua dimensi. Pada Phase2 pemodelan tanah yang digunakan adalah Mohr-Coulumb dan Hoek-Brown. Sedangkan Program komputer Plaxis 3D Tunnel digunakan untuk menganalisis bending momen yang terjadi pada lining, tegangan dan deformasi yang terjadi disekitar terowongan serta penurunan tanah diatas terowongan dalam bentuk tiga dimensi. Pada Plaxis 3D Tunnel pemodelan tanah yang digunakan adalah Mohr-Coulumb.

4.2 Program Komputer Phase2

4.2.1 Pendahuluan

PHASE2 adalah bagian dari Rocscience yang menggunakan analisis 2D elasto-plastik dengan analisis tegangan elemen hingga untuk penggalian bawah tanah atau permukaan batuan maupun tanah. Hal ini dapat digunakan untuk berbagai proyek rekayasa dan termasuk support design, stabilitas lereng elemen hingga, rembesan air tanah dan analisis probabilistik. Program PHASE2 ini dapat menyajikan hasil output berupa tabel dan grafik berdasarkan hasil analisis input Berikut adalah diagram alir analisis desain terowongan menggunakan PHASE2.


(39)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 1 Diagram alir PHASE2

Mulai

Project Setting

Boundaries

Boundary Conditions Mesh

Properties Suppot Field Stress

Output

(Bending moment, tegangan dan serta penurunan tanah diatas terowongan )

Excavating

Selesai Input

( , , , ,TS, EA, EI, v, w, d, UCS, m, s)

Compute


(40)

Junaida Wally (13010003)

4.2.2 Model (Input Data)

4.2.2.1 Project Setting

Setting project tersedia pada menu file atau toolbar. Project setting harus dipilih pada awal pemodelan, karena beberapa pengaturan mempengaruhi ketersediaan dan operasi beberapa model.

 Pada umumnya The Number of Stages, Analysis Type, and Groundwater Method selalu dipilih pada awal pemodelan.

 Pengaturan lain seperti Tolerance and Solver Type dapat dirubah selama pemodelan maupun pada saat menjalankan compute.

Tahapan setting project adalah sebagai berikut:

 Klik Project Settings pada toolbar. Setelah itu jendela project setting akan mucul. Tampilan project setting dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(41)

Junaida Wally (13010003)

 Project name dapat diisi sesuai keinginan pengguna.

 Number of Stages. PHASE2 memungkinkan analisis multi-stage finite element pada penggalian hingga 50 stage. Pada studi ini stage yang di masukkan adalah 2.

 Analysis Type. Dua jenis model dapat dibuat dan dianalisis dalam PHASE2. Pilih Plane Strain.

 Maximum Number of Iterations. Nilai default adalah 500.

 Tolerance. Nilai yang disarankan untuk tolerance adalah 0,01 - 0,001. Standarnya adalah 001.

 Number of Load Steps. Secara default, The Number of Load Steps digunakan oleh COMPUTE pada setiap tahap secara otomatis ditentukan oleh PHASE2 (Number of Load Steps : Auto)

 Solver Type. Opsi ini menentukan bagaimana COMPUTE memecahkan matriks mewakili sistem persamaan yang didefinisikan oleh model yang telah dibuat. Metode default adalah Eliminasi Gaussian.

 Groundwater. Pada PHASE2, pengaruh air tanah dapat dimasukkan. Pilih Piezometric Lines.

4.2.2.2 Boundaries

Untuk memasukkan geometry model, Anda dapat menggunakan keyboard, mouse, atau kombinasi dari keduanya untuk memasukkan koordinat. Semua batas dimodelkan oleh serangkaian segmen garis lurus didefinisikan oleh koordinat x-y. Sistem koordinat menggunakan konvensi x adalah horisontal dan y adalah vertikal. Gunakan spasi sebagai pemisah untuk tiap koordinat. Tahapan untuk input boundaries adalah sebagai berikut:

Pilih Boundaries → Add External. Masukkan koordinat titik (0;-20), (80;-20), (80;40) dan (0;40). Tampilan Add External dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(42)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 3 Tampilan Add External

Pilih Boundaries → Add Excavation. Masukkan koordinat untuk penampang terowongan. Diameter terowongan adalah 8 m. Untuk membuat terowongan dengan bentuk penampang lingkaran yaitu masukkan koordinat pada pormpt line yang berada dikanan bawah. Koordinat yang dimasukan dapat dilihat pada data berikut:

Tabel 4. 1 Koordinat penampang terowongan

Enter vertex [a=arc,esc=quit]: a

Number of segments in arc <36>: enter 60

Enter first arc point[esc=quit]: 36 26

Enter second arc point[u=undo, esc=quit]: 44 26

Enter third arc point[u=undo, esc=quit]: c


(43)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 4 Tampilan Add Excavation

Pilih Boundaries → Add Joint. Setelah klik add joint maka akan muncul jendela create joint seperti gambar dibwah ini:


(44)

Junaida Wally (13010003) Terima default dari program kemudian klik OK. Seteah itu masukkan koodinat titik sesuai dengan letak joint. Tampilan Add Joint dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. 6 Tampilan add joint

Pilih Boundaries → Add Piezometric Line. Masukkan koodinat titik (0:36.9)-(80;36.9) untuk muka air tanah. Tampilan add piezometric line dilihat pada gambar berikut ini.


(45)

Junaida Wally (13010003) Pilih Boundaries → Add Stage. Masukkan koordinat yang sesuai dengan proses penggalian yang akan dilakukan. Tampilan Add Stage dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. 8 Tampilan Add Stage

4.2.2.3 Mesh

Setelah mendefinisikan semua boundaries (batas), langkah selanjutnya adalah membuat mesh elemen hingga. Secara umum prosedur mesh generation dilakukan dalam dua langkah:

 Discretize.

Anda harus terlebih dahulu discretize batas-batas dengan memilih opsi discretize. Proses ini membagi segmen garis batas ke discretizations yang akan membentuk kerangka jaring elemen hingga.

 Mesh.

Setelah diskretisasi, pilih opsi Mesh, untuk menghasilkan mesh elemen hingga, yang akan didasarkan pada diskritisasi, dan jenis mesh serta elemen pada opsi Mesh Setup.

Mesh dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

 Pilih Mesh → Mesh Setup


(46)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 9 Tampilan mesh setup

 Mesh Type. Pilih Graded sebab pada kebanyakan kasus yang digunakan adalah tipe mesh Graded.

 Element Type. Pilih 6 Noded Triangles.

 Gradation Factor. Dalam hubungannya dengan Number of Excavation Nodes, menentukan diskritisasi dari semua batas-batas dalam model. Terima nilai default yaitu 0.1.

 Default Number of Nodes on All Excavtion. Ini menentukan diskritisasi dari batas GALIAN. Terima nilai default yaitu 75.

 Klik Ok.

Pilih Mesh → Discretize

Diskritisasi dari boundaries ditandai dengan plus (+) merah, akan membentuk kerangka kerja untuk mesh elemen hingga. Anda harus selalu memilih discretize sebelum Anda dapat menghasilkan mesh. Tampilan discretize dilihat pada gambar berikut ini.


(47)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 10 Tampilan discretize

Pilih Mesh → Mesh

Mesh akan dihasilkan sesuai dengan Mesh Type dan Element Type pada dialog Setup Mesh. Tampilan mesh dilihat pada gambar berikut ini.


(48)

Junaida Wally (13010003)

4.2.2.4 Boundary Condition

Secara default, ketika mesh dihasilkan, semua node di external boundary diberikan fixed, perpindahan boundary condition adalah nol. Hal ini ditunjukkan dengan segitiga "Pin" simbol yang dapat Anda lihat di setiap node dari external boundary.

Pada studi ini kita akan melihat besarnya penurunan tanah di atas terowongan oleh sebab itu boundary condition harus ditentukan. Boundary condition-nya yaitu free untuk permukaan tanah, fixed x untuk menahan gaya yang bekerja dalam arah x pada bagian kanan dan kiri boundary, serta fixed xy untuk menahan gaya yang bekerja dalam arah x dan y pada bagian bawah boundary. Berikut adalah cara untuk menentukan boundary condition.

Pilih DisplacementsFree

Pilih segmen batas untuk free [enter = dilakukan, esc = membatalkan]: Gunakan mouse (klik kiri) untuk memilih segmen permukaan tanah. Setelah selesai, klik kanan dan pilih done selection, atau tekan Enter.

Pilih: Displacements → Restrain X

Pilih segmen batas untuk menahan gaya arah X [enter = dilakukan, esc = membatalkan]: Gunakan mouse (klik kiri) untuk memilih tepi kiri dan kanan dari batas eksternal. Klik kanan dan pilih done selection, atau tekan Enter.

Pilih: Displacements → Restrain X,Y

Pilih segmen batas untuk menahan gaya arah X dan Y [enter = dilakukan, esc = membatalkan]: Gunakan mouse untuk memilih tepi bawah batas eksternal. Klik kanan dan pilih done selection, atau tekan Enter.


(49)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 12 Tampilan boundary condition

4.2.2.5 Field Stress

Field Stres memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan in-situ kondisi stres sebelum penggalian. Dua pilihan yang tersedia untuk mendefinisikan stres lapangan di PHASE2, Constant atau Gravity field stress. Constant field stress digunakan untuk pemodelan penggalian yang dalam. Sedangkan Gravity field stress digunakan untuk pemodelan penggalian dipermukaan atau yang dekat permukaan.

Pilih LoadingField Stress


(50)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 13 Tampilan field stress properties

 Field Stress Type. Pilih Gravity.

Ground Surface Elevation ditandai dengan garis putus-putus abu-abu horisontal, dan sesuai dengan y-koordinat dari permukaan atas batas eksternal (40 meter).

Unit Weight of Overbuden adalah nilai rata-rata dari total unit weight.Stress Ratio adalah0.5 dan Locked in Horizontal Stress adalah 0.  Klik Ok.

Berikut adalah tampilan Field Stress:


(51)

Junaida Wally (13010003)

4.2.2.6 Support

Bolt ditambahkan pada sebuah model menggunakan pilihan Add Liner.

Pilih Support →Add Liner.

Pilih segmen garis batas yang ingin Anda liner. Liners ditambahkan ke excavation. Ketika Anda selesai memilih, tekan Enter atau klik kanan dan pilih Done Selection. Semua segmen yang dipilih akan menampilkan segmen garis biru tebal di sepanjang excavation. Tampilan add iner dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. 15 Tampilan add iner

4.2.2.7 Propeties

Properti didefinisikan menggunakan pilhan Define pada toolbar atau menu Properties. Parameter tanah, bolt dan lining akan di di input dalam sub menu difine material, define bolth dan define liner. Langkahnya adalah sebagai berikut:

Define Material Properties


(52)

Junaida Wally (13010003) Setelah itu jendela define material properties akan muncul. Tampilan Tampilan define material properties untuk model Mohr Coulumb dan Hoek-Brown dilihat pada gambar berikut ini.


(53)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 17 Tampilan define material properties batuan untuk model Hoek-Brown

 Material Name. Nama Materi yang Anda masukkan di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog ketika menempatkan sifat material.

 Material Colour. Material Warna yang Anda pilih di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog, di samping Material Name

 Initial Element Loading. Pilih Field Stress Only.

 Elastic Properties. Pilih Isotropic. Isotropic hanya membutuhkan Young’s

Modulus and Poisson’s Ratio.

 Strength Parameters. Pada studi ini kita akan membandingkan failure criteria Mohr-Coulumb dengan Hoek-Brown. Parameter batuan untuk kedua tipe keruntuhan dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(54)

Junaida Wally (13010003) Tabel 4. 2 Parameter batuan untuk kedua tipe keruntuhan

Parameter Nilai

Satuan Batu Lumpur

Material model Morh Coulumb Hoek Brown Initial Element

Loading

Field Stress Only

Field Stress

Only - Unit Weight 0.01832 0.01832 MN/mᵌ

Elastic Properties

Material Type Isotropic Isotropic - Young's Modulus 3990 3990 Mpa Poisson's Ratio 0.15 0.15 -

Strength Parameter

Material Type Elastic Elastic -

Tensile Strenght 5 - Mpa

Friction Angle 39.5 - °

Cohesi 0.343 - Mpa

Intac UCS - 1.61 Mpa

m Parameter - 0.00 -

s Parameter - 0.00001 -

Setelah input material properties maka langkah berikutnya adalah input material liner.

Define Material Liner

Liners biasanya digunakan untuk model shotcrete. Namun, liners juga dapat digunakan untuk model beton atau baja pelapis.

Pilih Properties → Define Liner


(55)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 18 Tampilan define liner properties

 Name. Nama yang Anda masukkan di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog ketika menempatkan sifat material.

 Material Colour. Material Warna yang Anda pilih di Define Material Properties dialog akan muncul di assign dialog, di samping Material Name.

 Beam formulation. Pilih Timoshenko. Timoshenko memungkinkan untuk efek deformasi geser transversal.

 Liner Elastic Properties. Liners diasumsikan memiliki sifat elastis isotropik, karena itu hanya satu Young modulus dan rasio Poisson tunggal yang dapat dimasukkan. Parameter liner dapat dilihat pada tabel beikut:


(56)

Junaida Wally (13010003) Tabel 4. 3 Parameter liner

Parameter Nilai Satuan

Name Liner -

Thickness 0.15 m Beam

Formulation Timoshenko - Young's Modulus 20311 MPa Pisson's Ratio 0.2 - Material Type Elastic -

Pilih Properties → Define Joint

Tampilan define joint properties dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(57)

Junaida Wally (13010003) Tabel 4. 4 Parameter Joint

Parameter Nilai Satuan Normal Stiffness 5000 MPa/m Shear Stiffness 5882 MPa/m Criterion Mohr Coulumb - Tensile Strength 4 MPa Cohesion 0.41 MPa Friction Angle 42 °

Setelah proses define material selesai maka proses selajutnya adalah excavating.

4.2.2.8 Excavating

Assign Properties digunakan untuk memasukkan lapisan batuan, menggali bahan dari dalam batas penggalian, memasukkan rockbolt dan liner, caranya adalah sebagai berikut:

Pilih Properties → Assign Propertie→ Assign Material Untuk melakukan pada penggalian ikuti langkah berikut:

 Pilih jenis batuan yang berada pada jendela assign material kemudian klik kiri pada lapisan batuan yang dimaksud. Karena pada studi ini lapisan tanah hanya satu maka secara otomatis program akan mengistall material tanah yang telah diinput sebelumnya.

 Untuk membuat galian pada terowongan maka menggunakan mouse untuk memilih tombol excavation yang berada di bagian bawah jendela Assign Properties. Tampilan excavate pada jendela assign material dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


(58)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 20 Tampilan excavate pada jendela assign material

 Setelah itu sebuah ikon cross-hair kecil (+) akan muncul pada akhir kursor. Tempatkan cross-hair pada bagian yang akan digali, dan klik tombol kiri mouse.

 Unsur-unsur dalam batas penggalian akan hilang, menunjukkan bahwa wilayah dalam batas sekarang "digali". Tampilan galian dapat dilihat pada gambar berikut. Pada studi ini metode penggalian yang digunakan adalah top heading bench, sehingga penggalian top heading di lakukan pada stage 1 dan bench pada stage 2. Berikut adalah gambar galian top heading bench:


(59)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 21 Tampilan galian top heading PHASE2


(60)

Junaida Wally (13010003) Setelah assign material langkah selanjutnya adalah assign liner.

Pilih Properties → Assign Properties→ Assign Liners Tampilan assign liners dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. 23 Tampilan assign liner Untuk menginstall liner ikuti langkah berikut:

 Kilk liner yang dimaksud pada jendela assign bolth atau klik isntall.

 Kemudian klik kiri untuk memilih liner.

 Tekan enter untuk menginstall liner.

Setelah itu kilik tanda x yang berada disebelah kanan atas jendela assign material untuk menutup jendela assign. Langkah selanjutnya adalah compute.

4.2.3 Compute (Perhitungan dalam Phase2)

Simpan file terlebih dahulu sebelum menganalisis model yang telah dibuat.

Pilih File → Save

Gunakan dialog Save As untuk menyimpan file. Sekarang siap untuk menjalankan analisis.


(61)

Junaida Wally (13010003) Compute Phase2 akan menjalankan analisis. Ketika selesai, maka hasil dapat dilihat dalam Interpret.

Setelah proses perhitungan maka output akan di tampilkan pada jendela Interpret.

4.2.4 Interpret (Output Data)

Pilih Analysis → Interpret, Untuk melihat hasil analisis. Berikut adalah output phase2:

4.2.4.1 Total Displacement

Total displacement yang terjadi di sekitar terowongan dan tanah di atas terowongan dapat dilihat pada total displacemen pada jendela interpret. Tampilan Total Displacement dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(62)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 25 Tampilan Total Displacement Bench PHASE2

4.2.4.5 Lining/Shotcrete

Besarnya Bending moment dan Shear force dapat dilihat pada pada jendela interpret. Caranya adalah sebagai berikut:

Pilih Analysis→ Show values

Setelah itu akan muncul jendela show values seperti gambar di bawah ini:


(63)

Junaida Wally (13010003) Check list liner dan pilih bending moment. Hal sama dapat dilakukan jika anda ingin melihat besarnya nilai sheer force pada liner. Berikut adalah tampilan dari outputbending moment dan sheer force pada liner.

Gambar 4. 27 Tampilan output bending moment liner top heading PHASE2


(64)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 29 Tampilan output sheer forceliner top heading PHASE2

Gambar 4. 30 Tampilan output sheer forceliner bench PHASE2

4.3 Program Komputer Plaxis 3D Tunnel

4.3.1 Pendahuluan

Program komputer Plaxis adalah program elemen hingga yang dikembangkan secara khusus untuk menganalisis masalah seputar deformasi, stabilitas tanah dan batuan. Program ini dikembangkan di Belanda tahun 1987 oleh Dr. R.B.J Brinkgreve (Plaxis B. V., Netherlands) dan Prof. Pieter A. Vermeer (University of


(65)

Junaida Wally (13010003) Stutgart, Germany). Ketika itu pemerintah Belanda memerlukan suatu pogram eleman hingga untuk menganalisis penggalian laut dan penimbunan sungai dipantai Belanda. Dalam mengaplikasikannya Plaxis sangatlah maju sehingga pada saat ini banyak digunakan untuk menganalisis masalah-masalah geoteknik yang ada, karena seringkali masalah geoteknik yang timbul sangatlah bervariasi. Pada awal tahun 2000 metode elemen hingga menjadi benar-benar diterima dalam rekayasa geoteknik dan pada saat itu Plaxis memperkenalkan Plaxis 3D Tunnel. Plaxis 3D Tunnel adalah program elemen hingga yang khusus digunakan untuk menganalisis masalah seputar defomasi, stabilitas tanah dan batuan pada terowongan dalam bentuk 3 dimensi. Program Plaxis 3D Tunnel ini dapat menyajikan hasil output berupa tabel dan grafik dari potongan melintang berdasarkan hasil analisis input. Dengan adanya pemodelan pertemuan elemen akan memberikan nilai tegangan yang lebih akurat. Berikut adalah diagram alir analisis desain terowongan menggunakan Plaxis 3D .


(66)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 31 Diagram Alir Plaxis 3D

Mulai

General Setting

Geometry Counture dan Structure

Material Data Set Boundary Conditions

Initial Conditions 2D Mesh Generation

3D Mesh Generation

Output

(Bending moment, tegangan dan serta penurunan tanah diatas terowongan)

Calculations

Selesai Input

( , , , , ,


(67)

Junaida Wally (13010003)

4.3.2 Input Data

Input data pada Plaxis 3D Tunnel di mulai dengan membuat suatu lembar kerja, Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

 Mulai PLAXIS 3D Tunnel dengan mengklik dua kali ikon dari program Plaxis 3D Input.

 Sebuah kotak dialog Creat/Open project akan muncul di mana kita dapat memilih project yang ada atau membuat yang baru. Tampilan create/open project dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4. 32 Tampilan Creat/Open Object

 Pilih new project baru dan klik pada tombol OK.

Setelah itu jendela General Setting akan muncul, yang terdiri dari dua lembar tab Project dan Dimension.

4.3.2.1 General Setting

Langkah pertama dalam setiap analisis adalah untuk mengatur parameter dasar dari model elemen hingga. Hal ini dilakukan dalam jendela General Setting. Pengaturan ini mencakup deskripsi masalah, orientasi model, unit dasar dan ukuran draw area. Untuk memasukkan pengaturan yang sesuai untuk perhitungan pijakan ikuti langkah berikut:

 Dalam lembar tab Project, masukkan "judul" di kotak Tittle dan ketik


(68)

Junaida Wally (13010003) Dalam kotak General jenis analisis (Model) dan jenis elemen dasar (Elements) telah ditetapkan yaitu 3D parallel planes dan 15-noded. Tampilan general setting dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. 33 Tampilan tab parameter general setting

 Kotak Acceleration menunjukkan sudut gravitasi tetap -90, yang berada dalam arah vertikal (ke bawah).

 Kotak Model orientation menunjukkan declination default 0.

 Klik pada tombol Next bawah lembaran tab atau klik pada tab Dimensions.

 Dalam lembar tab Dimensions, menggunakan unit default di kotak Units (Satuan Panjang = m; Satuan Force = kN; Satuan Waktu = hari).

 Dalam kotak Geometry dimensions ukuran draw area yang perlukan harus dimasukkan.

 Kotak Grid berisi nilai-nilai untuk mengatur jarak grid. Grid menyediakan matriks titik pada layar yang dapat digunakan sebagai titik acuan.


(69)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 34 Tampilan tab dimension general setting

4.3.2.2 Geometry Contour and Structures

Setelah General Setting telah selesai, area draw muncul dengan sumbu-x menunjuk ke kanan dan sumbu y menunjuk ke atas. Z-arah tegak lurus ke daerah draw, menunjuk ke arah pengguna. Sebuah model penampang 2D dapat dibuat di mana saja dalam wilayah draw. Perpanjangan ke-arah z diasumsikan kemudian. Untuk membuat objek, seseorang bisa menggunakan tombol dari toolbar atau pilihan dari menu Geometry. Untuk proyek baru, tombol garis Geometry sudah aktif. Jika opsi ini dapat dipilih dari tombol blok pertama dengan objek geometri pada toolbar atau dari menu Geometry. Dalam rangka untuk membangun kontur geometri yang diusulkan, ikuti langkah berikut:

Geometry contour:

Pilih Geometry line. Posisikan kursor (sekarang muncul sebagai pena) atau masukan koordinat titik berikut untuk membuat geometry line (0;-20), (80;-20), (80;40) dan (0;40). Klik kanan untuk berhenti menggambar. Tampilan geometry contour dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(70)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 35 Tampilan geometry contour

Geometry structure:

 Pilih Tunnel designer dan jendela Tunnel designer akan muncul.

 Pilih Whole Tunnel tunnel.

 Cek list Symmetric tunnel dan Circular tunnel shape pada jendela Tunnel designer.

 Pilih NATM Tunnel untuk Type of tunnel.

 Masukkan nilai radius 4 m di section 1 dan angle : 60°. Lanjutkan ke section 2. Radius secara otomatis diperbaharui sesuai nilai radius pada section 1. Angle harus tetap pada 60°. Pastikan section 3 sesuai dengan section sebelumnya.

 Pastikan shell dan interface telah di check list. Tampilan tunnel designer dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(71)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 36 Tampilan tunnel designer

 Klik Ok untuk menutup jendela Tunnel designer.

 Pindahkan kursor, yang muncul sebagai terowongan ke koordinat (40;26) dan klik sekali atau enter untuk memasukkan terowongan dalam model penampang melintang. Tampilan geometry structure dapat dilihat pada gambar berikut ini.


(72)

Junaida Wally (13010003) Gambar 4. 37 Tampilan geometry stucture

4.3.2.3 Boundary Conditions

Boundary conditions dilakukan sebagai berikut:

Klik ikon standart fixities, setelah standart fixities di klik maka akan muncul dua garis pararel untuk rol dan empat garis silang untuk jepit. Tampilan standart fixities dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(1)

4. Menentukan matrik kekakuan dan persaman suatu elemen

5. Menggabungkan persamaan elemen menjadi persamaan global dan menentukan kondisi batas.

Setiap persamaan elemen yang diperoleh dari langkah sebelumnya

digabung dengan menggunakan metode superposisi yang disebut dengan direct stiffness method.

6. Menghitung tegangan dan regangan elemen 7. Menginterpretasikan hasil yang diperoleh

Sekarang terdapat sejumlah program komputer Finite Element tersedia secara komersial khususnya untuk aplikasi geoteknik termasuk terowongan. Berikut ini adalah eberapa (tidak semua) Finite Element yang populer digunakan antara lain: 1. Abaqus (2d dan 3D) (Hibbit, Karlsson & Sorense, 1978) – General FEM. 2. BEFE (2d dan 3D) (Bounday Element dan Finite Element, Beer, 2001?) 3. Caesar LCPC (2d dan 3D) (Laboratoire Central des Pontes et Chausses) 4. Diana (2d dan 3D) (TNO Diana, 2003) – General FEM

5. Phase 2 (2d) (Rocscience, 2001)

6. Plaxis 8.0, dan Plaxis Tunnel (2d dan 3D) (Vermeer & De Brost, 1981) 7. TALPA (2d) (Sofistik Aktiengesellshaft, 2003)

Konsep dasar metode elemen hingga adalah apabila suatu sistem dikenai gaya luar, maka gaya luar tersebut diserap oleh sistem tersebut dan akan menimbulkan gaya dalam dan perpindahan. Untuk mengetahui besarnya gaya dalam dan perpindahan akibat gaya luar tersebut, perlu dibentuk suatu persamaan yang mewakili sistem tersebut. Dalam metode elemen hingga keseluruhan sistem dibagi kedalam elemen elemen dengan jumlah tertentu. Selanjutnya dibentuk persamaan

 

K

   

DR Dimana:

 

K : matriks kekakuan global

 

D : matriks perpindahan global


(2)

 

R : matriks gaya global

Proses pembentukan persamaan diatas harus memenuhi kondisi berikut :

1. Kesetimbangan, yaitu kesetimbangan gaya gaya yang bekerja pada setiap elemen dan keseluruhan material.

2. Kompatibilitas, berkaitan dengan geometri dari material yaitu hubungan perpindahan dengan dan regangan.

3. Persamaan konstitutif dari material, mengenai hubungan tegangan regangan yang merupakan kareakteristik dari material.

Kondisi batas dan kondisi awal gaya-gaya dan perpindahan secara khusus harus memenuhi kondisi kesetimbangan dan kondisi kompatibilitas. Hubungan ketiga kondisi diatas tergambar dalam bagan berikut :

Gambar 2. 85Hubungan antara variabel-variabel dalam penyusunan persamaan elemen hingga (Chen and Baladi, 1985)

2.4.3.1 Persamaan Konstitutif

Diantara ketiga kondisi yang harus dipenuhi dalam pembentukan persamaan elemen hingga, persamaan konstitutif adalah yang paling rumit. Persamaan konstitutif tidak sama untuk semua material. Persamaan konstitutif harus didekati oleh fungsi yang sederhana maupun yang cukup kompleks.


(3)

Persamaan konstitutif menggambarkan komponen-komponen tegangan σ dan komponen regangan ε pada setiap titik pada keseluruhan sistem. Hubungan ini bisa sederhana atau cukup rumit tergantung dari material yang dianalisa.

Persamaan konstitutif untuk setiap material ditentukan dengan percobaan dan mungkin merupakan suatu fungsi dari besaran fisik yang terukur selain tegangan dan regangan seperti suhu dan waktu, atau parameter internal yang tidak dapat diukur langsung.

Efek parameter internal pada hubungan tegangan-regangan dari suatu material diantaranya adalah sejarah tegangan dan reregangan, atau sejarah kejadian mekanis yang terjadi mengenai material tersebut.

2.4.3.2 Material Elastik Linier

Hubungan tegangan-regangan dalam suatu bahan yang bersifat linier dikenal dengan hukum Hooke. Menurut Hooke, satuan perpanjangan elemen dalam batas proporsionalnya

x x x

E

 

diman E adalah modulus elastisitas bahan.

Perpanjangan elemen dalam arah x ini didikuti dengan komponen melintang

x x x

E

   

x x x

E

    dimana  adalah konstanta Poisson Ratio.

Untuk bahan yang isotropik modulus elastisitas bahan dalam segala arah sama besar.

Dengan demikian diperoleh keseluruhan tegangan normal sebagai berikut :

x y z

x

E    

  1  

y x z

y

E    


(4)

y

E x x

z    

  1  

Untuk kondisi regangan geser akibat tegangan geser adalah :

G xy xy    G xz xz    G yz xyz    dimana :



 1 2 E G

Dalam bentuk matriks tegangan-regangan  C. diatas menjadi :

                                1 2 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 1 -0 0 0 1 -0 0 0 1 1 E C

Dengan menginvers persamaan diatas akan diperoleh hubungan  K. :



                              2 2 -1 0 0 0 0 0 0 2 2 -1 0 0 0 0 0 0 2 2 -1 0 0 0 0 0 0 -1 0 0 0 -1 0 0 0 -1 2 1 1 1              v E C K

2.4.3.3 Kondisi Plane Strain

Dalam banyak analisa bangunan geoteknik seperti terowongan, galian dan sebagainya, analisa dilakukan dengan menyederhanakan bangunan tersebut. Analisa dilakukan dengan mengambil suatu penampang seragam dan menganalisanya secara 2D.


(5)

Regangan tegak lurus penampang dianggap nol. Kondisi ini dinamakan Plane Strain dan secara matematis dituliskan dengan z yz zy 0.

Hubungan tegangan-regangan

 

 

 

C

 

 untuk kondisi plane strain dan isotropik menjadi :



                                       xy y x xy y x E              2 1 0 0 0 1 0 1 2 1 1 z

 diperoleh dari persamaan

E x y z z   

 0   setelah nilai x dan y.

2.4.3.4 Kondisi Plane Stress

Kondisi plane stress adalah kondisi dimana tegangan pada salah satu sumbu bernilai nol, misalnya sumbu z. Secara matematis dituliskan z yz zy 0. Kondisi ini misalnya terjadi pada suatu pelat atau cangkang tipis.

Hubungan tegangan-regangan

 

 

 

C

 

 untuk kondisi plane stress dan isotropik menjadi :

                                     xy y x xy y x E           2 1 0 0 0 1 0 1 1 2

2.4.3.5 Kondisi Axially Symetric Solids (Axisymmetric)

Kondisi axisymmetric diperoleh dengan memutar bidang 2D pada suatu sumbu salam satu putaran. Koordinat yang digunakan adalah r,  , dan z. Kondisi ini misalnya terjadi pada analisa test triaxial atau pada bangunan lain yang berbentuk silinder.


(6)

Gambar 2. 86 Elemen Axisymmetric (Cook, 1989)

Hubungan tegangan-regangan

 

 

 

C

 

 untuk kondisi axisymmetric dan isotropik adalah :



             

 

    

 

 

 

           

xy y x

xy y x

E

    

   

  

2 1 0 0

0 1

0 1

2 1 1

Pada tugas akhir ini program komputer yang akan digunakan untuk menyelesaikan metode finite element adalah Plaxis 3D Tunnel dan Phase2.