Hubungan Pertambahan Usia Dengan Fungsi Sel Β (Insulin, Proinsulin, Rasio Proinsulin-Insulin Dan Homa-B)
HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL β
(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN
DAN HOMA-B)
TESIS
Oleh
DIAN ANINDITA LUBIS
097101023
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL β
(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN,
DAN HOMA-B)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DIAN ANINDITA LUBIS
097101023
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Judul Tesis : HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SEL
β
(INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN- INSULIN, DAN HOMA-B)Nama Mahasiswa : Dian Anindita Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 097101023
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Penyakit Dalam
Menyetujui, Komisi Pembimbing
DR. dr. Dharma Lindarto,SpPD-KEMD
Ketua Anggota dr. Santi Syafril,SpPD-KEMD
Ketua Departemen Ketua Program Studi Ilmu Penyakit Dalam
dr.Refli Hasan,SpPD,SpJP dr. Zainal Safri,SpPD,SpJP
(4)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar.
Nama : Dian Anindita Lubis NIM : 097101023
(5)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Dian Anindita Lubis
NIM : 097101023
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right ) atas tesis saya yang berjudul:
HUBUNGAN PERTAMBAHAN USIA DENGAN FUNGSI SELβ (INSULIN, PROINSULIN, RASIO PROINSULIN-INSULIN DAN
HOMA-B)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : 26 Januari 2015 Yang menyatakan
(6)
Telah diuji
Pada Tanggal : 8 November 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH Anggota : Dr. Mardianto,SpPD-KEMD
(7)
Telah diuji
Pada Tanggal : 8 November 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,SpPD-KGH ... Anggota : Dr. Mardianto,SpPD-KEMD ... Dr. Zuhrial Zubir,SpPD-KAI ... DR. dr. Blondina Marpaung,SpPD-KR ...
(8)
ABSTRAK
Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Temuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada pertambahan usia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B).
Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 18 orang yang tidak menderita DM tipe 2 (terdiri dari 3 pria dan 15 wanita) yang berkunjung ke poliklinik RSUP. HAM Medan dari bulan Juli 2011 hingga Juli 2012, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan laboratorium. Uji Spearman digunakan untuk menilai hubungan antara pertambahan usia dengan insulin, proinsulin, dan rasio proinsulin-insulin.
Dari 18 sampel yang diperiksa, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Bila dibagi berdasarkan kelompok usia; dewasa muda (20-40 tahun), dewasa (41-60 tahun) dan tua (> 60 tahun), juga menunjukkan hasil yang tidak signifikanproinsulin (p=0,63), insulin (p=0.37), rasio proinsulin-insulin (p=0,76). Terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA-IR (p=0,99).
Sebagai kesimpulan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin). Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel-β pada lanjut usia.
Kata kunci: Penuaan, proinsulin, insulin, rasio proinsulin-insulin, HOMA-IR, HOMA-B.
(9)
ABSTRACT
Ageing is associated with a decline of many human physiological functions. The reduction in carbohydrate metabolism in the elderly is one of the hallmarks of aging process, and substantial evidence shows that increasing age is associated with decreased glucose tolerance and type 2 diabetes. This finding could reflect beta cell failure in ageing.
The aim of this present study was to assess the correlation of ageing with beta cell function (proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio and HOMA-B).
A cross sectional study had been done in 18 patients without type 2 diabetes (consists of 3 men and 15 women) who visit policlinic H. Adam Malik Hospital from July 2011 until July 2012. Anamneses, physical examination, laboratory examination (proinsulin and insulin). Spearman test was used to test the correlation between ageing and proinsulin, insulin,and proinsulin-to-insulin ratio.
From 18 samples, there was no significant correlation between ageing and proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,95). If the samples divided into three groups by age; young adult (20-40 years), adult (41-60 years) and old ( >60 years), there are no correlation either; proinsulin (p=0,63), insulin (p=0,37), and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,76). There is a correlation between ageing and beta cell function using the HOMA-B assessment (p=0,02), but no correlation with HOMA-IR (p=0,99).
In conclusion, there are no correlation between ageing and beta cell function (proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio), but a significant correlation between ageing and beta cell function using HOMA-B assessment. This result shows that HOMA-B might be an early predictor for alteration of beta cell function in elderly.
Key Word:Ageing, proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio, HOMA-IR, HOMA B
(10)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Penyakit Dalam di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A Siregar SpPD-KGEH yang telah memberikan izin dan menerima penulis untuk mengikuti Program Magister Ilmu Penyakit Dalam di FK USU.
2. Pembimbing utama Dr. dr. Darma Lindarto, SpPD, KEMD dan dr. Santi Syafril, SpPD, KEMD, yang telah memberikan bimbingan,bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
3. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD, KGH selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam FK-USU, dan dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.
(11)
5. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. kes yang sudah membantu saya dalam membuat analisa statistik dalam penelitian ini.
6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK khususnya divisi Endokrin Metabolik yang telah memberikan sumbangan pikiran dalampelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
7. Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Ir. Dewi Herawati atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril dan materil. Begitu juga abang dan kakak saya dr. Anggia Chairuddin Lubis, SpJP, dr. Inke Nadia Diniyanti Lubis, SpA, drg. Aditya Rachmawatiyang selalu mendo’akan dan memberikan dorongan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
8. Seluruh rekan-rekan anggota dan pengurus Ikatan Keluarga Asisten Ahli Penyakit Dalam (IKAAPDA) di USU, terutama teman-teman seangkatan saya: dr. Meivina Pane, dr. Jhon Effraim Ginting, dr. Andri Iskandar Mardia, dr. Sahat Halim Budiman, dr. Farik Zarmal Nizar, dr. Adi Sumanta Sembiring, dr. Yusleny Yusuf, dr. Chairun Arrasyid, dr. Ida Ramadhani Pane, dr. Firman Sakti, dr. Silvia Bukit, dr. Erwin Pinayungan. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 10 Oktober 2012
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak... i
Abstract... ii
Kata Pengantar... iii
Daftar Isi... v
Daftar Tabel... vii
Daftar Gambar... viii
Daftar Singkatan dan Lambang... ix
Daftar Lampiran... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 3
1.3 Hipotesis... 3
1.4 TujuanPenelitian... 3
1.5 Manfaat Penelitian... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus ... 2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel β... 5 7 2.3 Efek Usia pada Sensitivitas Sel β Terhadap Glukosa .... 9
2.4 Efek Usia pada Respon Sel β Terhadap Stimulus Non Glukosa ... 9
2.5 Efek Usia pada Proses Insulin ... 2.6 Indeks Penentuan Derajat Kerusakan Sel β ... 2.7 Penilaian Homeostatik (Homeostatic Model Assessment/ HOMA) ... 2.8 Proinsulin ... 2.9 Insulin ... 2.10 Rasio Proinsulin-Insulin ... 2.11 Kerangka Konseptual ... 9 10 11 11 12 14 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16
3.1 Desain Penelitian... 16
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.3 Populasi dan Sampel ... 16
3.4 Perkiraan Besar Sampel ... 16
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 17
3.6 Persetujuan / Informed Consent ... 18
3.7 Cara Kerja dan Alur Penelitian ... 18
3.8 Identifikasi Variabel ... 19 3.9 Defenisi Operasional ...
3.10. Rencana Pengolahan dan Analisa Data ...
20 21
(13)
4.1 Hasil Penelitian... 22
4.2 Pembahasan... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1 Kesimpulan... 31
5.2 Saran... 31
(14)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
(15)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Ilustrasi dari Abnormalitas yang Mempengaruhi Sekresi Insulin dan Sensitivitas Insulin pada Lanjut Usia ...
8 2.2 Bentuk HOMA Tahun 1985 ... 11 2.3 Kerangka Konsep Penelitian ... 15 4.1 Grafik Korelasi; A. Usia dan Proinsulin, B. Usia dan Insulin
Puasa, C. Usia dan Rasio Proinsulin-Insulin ...
23 4.2 Grafik Korelasi; A. Usia dan HOMA-IR, B. Usia dan
HOMA-B ...
24 4.3
4.4
Grafik Korelasi; A. Insulin Puasa dan HOMA-IR, B. Insulin Puasa dan HOMA-B ... Grafik Korelasi; A. Kelompok Usia dan Proinsulin, B. Kelompok Usia dan Insulin, C. Kelompok Usia dan Rasio Proinsulin-insulin, D. Kelompok Usia dan HOMA-IR, E. Kelompok Usia dan HOMA-B ...
25 25
(16)
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN Nama Pemakaian pertama
kali pada halaman DM WHO IDF NHANES III TGT Diabetes Melitus
World Health Organization International Diabetes Federation The Third National Health and Nutrition Examination
Toleransi Glukosa Terganggu
1 1 1 2
2
TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral 2
HOMA ADA GWAS IMT IRS FPI
Homeostatic model assessment American Diabetes Association Genome Wide Association Study Indeks Massa Tubuh
Insulin receptor substrate Fasting Plasma Insulin
2 5 5 6 7 10
FPG Fasting Plasma Glucose 10
TB Tinggi Badan 18
m meter 18
BB Berat Badan 18
kg Kilogram 18
LDL HDL
Low Density Lipoprotein High Density Lipoprotein
18 18 KTP
LP
Kartu Tanda Penduduk Lingkar Pinggang
20 20
cm centimeter 20
SD Standar Deviasi 22
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Persetujuan Komisi Etik Penelitian... 34
2 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 35
3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan... 37
4 Kertas Kerja Profil Peserta Penelitian... 38
5 Data Hasil penelitian... 40
6 Analisa Statistik – Uji Beda Mean... 41
(18)
ABSTRAK
Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe 2. Temuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada pertambahan usia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B).
Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 18 orang yang tidak menderita DM tipe 2 (terdiri dari 3 pria dan 15 wanita) yang berkunjung ke poliklinik RSUP. HAM Medan dari bulan Juli 2011 hingga Juli 2012, dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan laboratorium. Uji Spearman digunakan untuk menilai hubungan antara pertambahan usia dengan insulin, proinsulin, dan rasio proinsulin-insulin.
Dari 18 sampel yang diperiksa, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Bila dibagi berdasarkan kelompok usia; dewasa muda (20-40 tahun), dewasa (41-60 tahun) dan tua (> 60 tahun), juga menunjukkan hasil yang tidak signifikanproinsulin (p=0,63), insulin (p=0.37), rasio proinsulin-insulin (p=0,76). Terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA-IR (p=0,99).
Sebagai kesimpulan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin). Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel-β pada lanjut usia.
Kata kunci: Penuaan, proinsulin, insulin, rasio proinsulin-insulin, HOMA-IR, HOMA-B.
(19)
ABSTRACT
Ageing is associated with a decline of many human physiological functions. The reduction in carbohydrate metabolism in the elderly is one of the hallmarks of aging process, and substantial evidence shows that increasing age is associated with decreased glucose tolerance and type 2 diabetes. This finding could reflect beta cell failure in ageing.
The aim of this present study was to assess the correlation of ageing with beta cell function (proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio and HOMA-B).
A cross sectional study had been done in 18 patients without type 2 diabetes (consists of 3 men and 15 women) who visit policlinic H. Adam Malik Hospital from July 2011 until July 2012. Anamneses, physical examination, laboratory examination (proinsulin and insulin). Spearman test was used to test the correlation between ageing and proinsulin, insulin,and proinsulin-to-insulin ratio.
From 18 samples, there was no significant correlation between ageing and proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,95). If the samples divided into three groups by age; young adult (20-40 years), adult (41-60 years) and old ( >60 years), there are no correlation either; proinsulin (p=0,63), insulin (p=0,37), and proinsulin-to-insulin ratio (p=0,76). There is a correlation between ageing and beta cell function using the HOMA-B assessment (p=0,02), but no correlation with HOMA-IR (p=0,99).
In conclusion, there are no correlation between ageing and beta cell function (proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio), but a significant correlation between ageing and beta cell function using HOMA-B assessment. This result shows that HOMA-B might be an early predictor for alteration of beta cell function in elderly.
Key Word:Ageing, proinsulin, insulin, proinsulin-to-insulin ratio, HOMA-IR, HOMA B
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang bersifat menahun dan merupakan masalah yang serius di masyarakat. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.World Health Organization(WHO)pada tahun 2011 memprediksikan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta, prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001 (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011).
Diabetes melitus pada usia lanjut juga merupakan epidemi yang sangat penting pada abad 21 (Sclater, 2003). Perbandingan persentase penderita diabetes usia dewasa (40-49 tahun) dan usia lanjut (> 75 tahun) menunjukkan peningkatan dari 3,9% ke 13,2% (Cowie, 2006). Prevalensi penyandang DM pada lanjut usia di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 15,3% (Selvin, 2006). Di Eropa, prevalensi diabetes pada subjek <60 tahun kurang dari 10%, sedangkan prevalensi diabetes mencapai 10-20% pada subjek berusia 60-79 tahun (Bryhni, 1998). Southhall Survey mendapati prevalensi orang Asia empat kali lebih tinggi dibandingkan populasi Eropa, dimana 17% orang Asia berusia di atas 60 tahun dilaporkan menderita DM, dan Conventry Study menjumpai pada populasi DM pada lanjut usia dijumpai sebanyak lebih dari 20% (Mather,1994).
(21)
Penuaan dihubungkan dengan penurunan dari banyak fungsi fisiologis manusia. Penurunan dari metabolisme karbohidrat pada orang lanjut usia merupakan salah satu tanda proses penuaan, dan bukti substansial menunjukkan bahwa pertambahan usia dihubungkan dengan penurunan toleransi glukosa dan menjadi DM tipe 2 (Scheen, 2005). The Third National Health and Nutrition Examination(NHANES III) melaporkan penurunan toleransi glukosa dijumpai pada prevalensi diabetes dan glukosa puasa terganggu pada orang dewasa di Amerika Serikat (Cowie, 2006). Adapun hal-hal yang diduga dapat mengakibatkan toleransi glukosa terganggu (TGT) dan DM pada lanjut usia; 1) menurunnya kapasitas sel-β untuk mensekresi insulin; dan 2) perburukan dari fungsi sel β yang mencegah up-regulation dari sekresi insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin (Mooy 1998; Bergman 2002).
Meskipun penemuan ini dapat mencerminkan kegagalan sel-β pada penuaan, tetapi dapat juga diakibatkan oleh perubahan diet, pengosongan lambung, metabolisme karbohidrat atau bahkan peningkatan sensitivitas insulin pada usia lanjut (Mykkanen, 1997; Chau 2001).
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang merupakan baku emas dalam menilai fungsi sel-β, ternyata hanya dapat menjelaskan 27-64% dari perkiraan kerusakannya (Stumvoll, 2001). Beberapa pemeriksaan lainnya yang lazim digunakan dalampenentuan derajat kerusakan sel-β, diantaranya; pemeriksaan kadar insulin, proinsulin dan sekresi peptida penghubung (C-peptide), penilaian homeostatik (Homeostatic model assessment/HOMA) (Purnamasari, 2011).
Sampai saat ini, masih merupakan kontroversi apakah nilai insulin, proinsulin dan rasio proinsulin-insulin dapat mencerminkan kerusakan fungsi sel-β. Langenfeld dkk (2010) mendapati konsentrasi proinsulin puasa > 10 pmol/L dapat memprediksi resistensi insulin pada penderita DM tipe 2 dengan spesifisitas 96% dan sensitivitas 70%. Peningkatan yang signifikan dari konsentrasi proinsulin dikatakan sebagai faktor risiko untuk terjadinya DM tipe 2 dan merupakan penanda untuk perburukan fungsi sel-β.
Bryhni (2010) melaporkan pertambahan usia berhubungan dengan penurunan level insulin, peningkatan proinsulin dan rasio proinsulin-insulin. Namun berbeda halnya dengan studi yang dilakukan oleh Roder (2000) dimana
(22)
studi ini tidak mendapati korelasi antara pertambahan usia dengan nilai insulin, proinsulin dan rasio proinsulin-insulin.
Pada pemeriksaan HOMA-B, meskipun lebih dari 500 publikasi mendapatkan hasil yang memuaskan dalam penilaian fungsi sel-β, namun Pfutzner dkk (2010) mendapat hasil yang berbeda. Pada studi yang memberikan pioglitazone dan glimepiride pada 48 orang penderita DM tipe 2, menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan level glukosa puasa, perbaikan HbA1c, namun nilai HOMA B, sebagai indikator fungsi sel-β pankreas, menurun setelah diberi pengobatan, tidak menunjukkan hasil seperti yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk meneliti hubungan pertambahan usia terhadap fungsi sel-β (level insulin, proinsulin,rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan dari fungsi sel-β.
1.2 Perumusan Masalah
- Apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan penurunan fungsi sel-β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B)?
- Apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan resistensi insulin?
1.3 Hipotesa
- Dengan pertambahan usia, terdapat penurunan fungsi sel-β (penurunan level insulin, proinsulin, rasio proinsulin/insulin dan HOMA-B).
- Dengan pertambahan usia, terdapat peningkatan resistensi insulin.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1Tujuan Umum
Mengetahui apakah terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan
(23)
HOMA-1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui fungsi sel-β (insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin, HOMA-B) sesuai dengan pertambahan usia
2. Mengetahui hubungan pertambahan usia dengan resistensi insulin.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui bahwa pertambahan usia akan mempengaruhi fungsi sel-β (level insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan fungsi sel-β.
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah dalam menilai fungsi sel-β dengan pemeriksaan insulin, proinsulin, rasio proinsulin-insulin dan HOMA-B.
3. Penelitian ini merupakan awal dalam penelitian fungsi sel-β yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
(24)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik terkait perburukan sekresi insulin dan resistensi insulin, dan faktor lingkungan seperti obesitas, asupan makan berlebih, kurangnya olah raga, dan stres, seperti penuaan.
Faktor-faktor genetik yang terlibat dalam patogenesis diabetes.Terjadinya DM tipe 2 dihubungkan dengan riwayat keluarga menderita diabetes. Angka kejadian yang lebih tinggi juga dilaporkan pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot menunjukkan kemungkinan keterlibatan faktor genetik. Patogenesis ini diasumsikan melibatkan abnormalitas genetik pada molekul-molekul yang terkait sistem regulasi dari metabolisme glukosa. Analisa dari target gen pada glukosa yang terstimulasi sekresi insulin dari sel-sel β pankreas dan molekul-molekul hasil dari mekanisme kerja insulin telah mengidentifikasi abnormalitas genetik yang secara independen dapat menyebabkan patogenesis, termasuk gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen reseptor insulin. Akhir-akhir ini, genome wide association study (GWAS) telah mengidentifikasi mutasi dari gen KCNQ1 dihubungkan dengan abnormalitas sekresi insulin sebagai gen penyakit yang dihubungkan dengan patogenesis diabetes pada grup Asia termasuk Jepang.
Abnormalitas genetik yang dilaporkan sejauh ini, menjelaskan sekitar 30% dari faktor genetik untuk diabetes, dan pengertian mengenai faktor genetik diharapkan dapat tuntas dalam waktu dekat. Berdasarkan klasifikasi sementara terhadap tipe penyakit, kasus diabetes dengan abnormalitas genetik yang teridentifikasi, diklasifikasikan sebagai “tipe yang disebabkan oleh mekanisme
(25)
Peranan faktor lingkungan. Penuaan, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan lain-lain merupakan faktor risiko independen untuk patogenesis. Obesitas (terutama lemak viseral) akibat kurangnya olah raga diikuti penurunan massa otot, menyebabkan resistensi insulin, dan berhubungan dengan peningkatan usia. Perubahan sumber energi, terutama peningkatan asupan lemak, peningkatan konsumsi gula, dan penurunan asupan makanan berserat, berkontribusi untuk terjadinya obesitas dan menyebabkan perburukan toleransi glukosa. Obesitas ringan saja (Indeks Masa Tubuh/IMT <25) menyebabkan peningkatan 4 sampai 5 kali lipat risiko terjadinya diabetes, jika diikuti dengan peningkatan lemak viseral.
Perburukan sekresi insulin. Perburukan sekresi insulin adalah menurunnya reaksi glukosa, yang terlihat sebelum onset klinis penyakit. Lebih spesifik lagi, TGT dicetuskan oleh penurunan respon glukosa pada fase awal sekresi insulin, dan penurunan sekresi insulin tambahan setelah makan yang menyebabkan hiperglikemi postprandial. Sebuah TTGO pada kasus TGT mencerminkan resistensi insulin pada orang Barat dan Hispanik. Lain halnya, orang Jepang sering menunjukkan penurunan sekresi insulin pada tes ini. Bahkan ketika respon berlebih terlihat pada orang dengan obesitas atau faktor lainnya, mereka menunjukkan penurunan respon sekresi pada fase awal. Penurunan sekresi fase awal ini adalah esensi dari penyakit ini, dan merupakan dasar yang sangat penting terhadap perubahan patofisiologi selama onset penyakit pada seluruh kelompok etnik.
Perburukan sekresi insulin umumnya progresif, dan progresivitasnya melibatkan toksisitas glukosa dan lipotoksisitas. Ketika tidak diobati, hal ini diketahui dapat menyebabkan penurunan masa sel-β pankreas pada percobaan hewan. Progresivitas perburukan fungsi sel-β pankreas sangat mempengaruhi kontrol glukosa darah jangka panjang. Saat pasien pada stadium awal penyakit menunjukkan peningkatan glukosa darah postprandial sebagai hasil dari resistensi insulin dan penurunan sekresi fase awal insulin, progresivitas fungsi sel β dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah secara permanen.
Resistensi insulin. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin di dalam tubuh tidak bekerja cukup sesuai konsentrasinya di darah. Perburukan kerja insulin pada target organ seperti hati dan otot-otot merupakan gambaran
(26)
patofisiologi umum dari diabetes tipe 2.
Investigasi mekanisme molekular untuk kerja insulin telah menjelaskan bahwa resistensi insulin berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan (hiperglikemi, asam lemak bebas, mekanisme inflamasi, dll). Faktor genetik, melibatkan tidak hanya reseptor insulin dan insulin receptor substrate (IRS)-1 gene polymorphisms yang secara langsung mempengaruhi sinyal insulin namun juga polymorphismsof thrifty genes seperti gen reseptor adrenergik β3 dan uncoupling protein (UCP) gene, dihubungkan dengan obesitas viseral dan mengakibatkan resistensi insulin. Glukolipotoksisitas dan mediator-mediator inflamasi juga penting dalam mekanisme kerusakan sekresi insulin dan perburukan sinyal insulin.
Perhatian baru-baru ini terfokuskan pada keterlibatan adipocyte-derived bioactive substances (adipokin) pada resistensi insulin. Sementara TNF-α, leptin, resistin, dan asam lemak bebas bekerja meningkatkan resistensi, adiponektin justru memperbaiki resistensi (Kaku, 2010)
2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel β
Tinjauan saat ini terpusat pada bukti klinis dari perubahan pada usia dengan sensitivitas insulin dan sekresi insulin. Hal ini juga saling mempengaruhi antara defek sekresi insulin dan kerja insulin yang akan mengakibatkan prevalensi yang tinggi dari toleransi glukosa abnormal dan diabetes tipe 2 pada populasi usia lanjut (Gambar 2.1) (Scheen, 2005).
(27)
Gambar 2.1 Ilustrasi dari abnormalitas yang mempengaruhi sekresi insulin dan sensitivitas insulin pada lanjut usia (Scheen, 2005)
Toleransi glukosa terganggu mungkin diakibatkan dari berbagai penyebab seperti asupan makanan yang buruk, tidak ada aktivitas fisik, masa tubuh yang kurang, peningkatan adiposa viseral, penurunan relatif sekresi insulin dan resistensi insulin perifer. Abnormalitas molekular yang muncul pada pasien usia lanjut dengan diabetes belum sepenuhnya dapat diuraikan. Gen glukokinase merupakan sensor glukosa dari sel-β. Secara teori, perubahan gen ini dapat menjelaskan kelainan sekresi insulin, tetapi belum jelas apakah fungsi gen ini rusak pada orang usia lanjut dengan diabetes. Aktivitas reseptor-insulin tirosin kinase telah dilaporkan berubah pada orang usia lanjut dengan diabetes dan resistensi insulin, tetapi belum jelas apakah ini penyebabnya atau akibat peningkatan level ambilan glukosa pada pasien lanjut usia. Telah ditunjukkan bahwa ambilan glukosa yang dimediasi non-insulin secara signifikan memburuk pada usia lanjut dengan DM tipe 2. Abnormalitas seperti ini penting pada subjek normal, kira-kira 50% ambilan glukosa setelah makan muncul sebagai hasil dari ambilan glukosa yang dimediasi non-insulin(Scheen, 2005).
(28)
2.3 Efek usia pada sensitivitas sel-β terhadap glukosa
Banyak studi yang menggunakan level insulin sebagai respon TTGO terhadap penilaian sekresi insulin. Walaupun TTGO sudah distandarkan, mudah dilakukan, dan sudah secara luas digunakan, stimulus sel-β masih kompleks (termasuk tidak hanya glukosa tetapi juga faktor gastrointestinal dan neural) dan variabel dari waktu ke waktu. Jadi, studi-studi yang menggunakan TTGO sulit diintpretasikan dalam sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dari level insulin dalam respon glukosa oral sebagai pengganti penilaian fungsi sel-β pankreas.
Sebagai tambahan, faktor yang mempengauhi sensitivitas insulin, seperti lemak, mungkin mempunyai peranan penting. Level insulin dalam respon terhadap pemberian glukosa oral ditemukan menurun secara signifikan dengan usia, setelah penyesuaian dilakukan pada kebiasaan tubuh. Sebagai tambahan, respon insulin yang tertunda pada jam pertama setelah pemberian glukosa oral telah digambarkan pada orang tua dengan perbandingan dewasa muda(Scheen, 2005).
2.4 Efek usia pada respon sel-β terhadap stimulus non-glukosa
Fungsi sel-β dapat dievaluasi dengan stimulus non-glukosa seperti arginin. Pada studi yang menilai arginin yang terstimulasi respon insulin pada usia muda dan tua, kapasitas sekresi sel-β 48% lebih rendah dengan stimulus arginin pada subjek tua(Scheen, 2005).
2.5 Efek usia pada proses insulin
Peningkatan sirkulasi rasio proinsulin-insulin sebagai respon tantangan glukosa oral telah digambarkan pada usia lanjut. Namun hasil ini belum dikonfirmasi dengan studi lain dengan subjek usia tua dan muda yang disesuaikan dengan indeks masa tubuh, menunjukkan proinsulin serupa dalam respon terhadap glukosa dan arginin intravena. Oleh karena itu, diragukan perubahan proses insulin dalam sel-β dapat menggambarkan faktor predisposisi dalam perkembangan intoleransi glukosa pada populasi usia lanjut. Akhirnya, observasi
(29)
yang menarik yang melaporkan pelepasan amilin peptida sel-β menurun pada subjek dewasa(Scheen, 2005).
2.6 Indeks penentuan derajat kerusakan sel β
Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin, dan sekresi peptida penghubung (C-peptide), penilaian homeostatik (HOMA), dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilai kerusakan ini (Purnamasari, 2011)
2.7 Penilaian homeostatik (Homeostatic model assessment /HOMA)
Penilaian homeostatik (HOMA) dari fungsi sel-β (B) dan resistensi insulin (IR) pertama ditemukan tahun 1985. Model HOMA digunakan untuk mengetahui sensitivitas insulin dan fungsi sel-β dari konsentrasi plasma insulin dan glukosa puasa. Hubungan antara glukosa dan insulin pada status basal menunjukkan keseimbangan antara pengeluaran glukosa hepatik dan sekresi insulin, yang ditingkatkan oleh lengkung umpan balik (feedback loop) antara hati dan sel-β.
Penurunan fungsi sel-β dibentuk oleh perubahan respon sel-β terhadap konsentrasi glukosa plasma. Sensitivitas insulin dibentuk dari penurunan efek dari konsentrasi insulin plasma baik di hati maupun di perifer. Pada kedua situasi, pergantian glukosa tetap konstan. Tidak ada perbedaan antara sensitivitas insulin hepatik dan sensitivitas insulin perifer (Wallace, 2004).
Bentuk asli HOMA oleh Matthews et al. (Gambar.2.2), berisi perkiraan matematika yang sederhana dari nilai nonlinear ke persamaan yang berulang, persamaan ini secara luas digunakan dan disederhanakan menjadi:
HOMA1-IR = (FPI x FPG) /22,5 HOMA1-B = (20 x FPI)/(FPG-3,5)
untuk resistensi insulin (IR) dan fungsi sel-β (B), masing-masing, dimana FPI adalah Konsentrasi plasma insulin puasa (fasting plasma insulin/mU/l) dan FPG adalah glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose/mmol/l) (Wallace, 2004).
Namun, HOMA tidak dapat digunakan secara akurat apabila sel-βtertekan sedemikian rupa sehingga mengekskresikan proinsulin bersamaan atau sebagai pengganti insulin dalam keadaan puasa. Penilaian proinsulin puasa merupakan
(30)
indikator yang sangat spesifik untuk disfungsi lanjut dari sel-β dan secara klinis signifikan (Pfutzner, 2010).
Gambar. 2.2 Bentuk HOMA tahun 1985
2.8 Proinsulin
Proinsulin merupakan suatu rantai tunggal dengan 86 asam amino, termasuk rantai A dan B dari molekul insulin plus suatu segmen penghubung yang terdiri dari 35 asam amino. Enzim-enzim konversi (agaknya protease mirip tripsin dan karboksipeptidase-B) memisahkan dua pasang asam-asam amino dibasik (tiga arginin dan satu lisin) dari molekul proinsulin. Hasilnya adalah suatu molekul insulin dengan 51 asam amino dan residu yang terdiri dari 31 asam amino, yaitu peptida C.
Sejumlah kecil proinsulin yang dihasilkan pankreas dapat lolos dari proses pemecahan dan disekresi dalam bentuk utuh ke dalam aliran darah bersama dengan insulin dan peptida C. Kebanyakan sera anti-insulin yang digunakan untuk immunoassay standar terhadap insulin akan bereaksi silang dengan proinsulin ini; sekitar 3-5% dari insulin imunoreaktif yang di ekstraksi dari pankreas manusia
(31)
maka masa paruhnya menjadi tiga atau empat kali insulin. Keadaan ini memungkinkan proinsulin mengalami akumulasi dalam darah, di mana merupakan 12-20% dari ”insulin” imunoreaktif dalam sirkulasi pada keadaan basal. Proinsulin manusia memiliki 7-8% aktivitas biologik dari insulin. Ginjal merupakan tempat utama untuk degradasi proinsulin.
Dari dua produk utama pecahan proinsulin, maka produk yang tepecah pada arginin 32-33 adalah molekul mirip proinsulin utama yang dapat dijumpai dalam plasma, yaitu jauh melampaui kadar produk yang terpecah pada 65-66 yang sulit terdeteksi. Pada subjek-subjek kontrol, kadar rata-rata proinsulin dan pecahan proinsulin sesudah puasa di malam hari masing masing adalah 2,3 dan 2,2 pmol/L sedangkan kadar postprandial meningkat menjadi 10-20 pmol/L (Karam, 2000).
Sebagai tambahan, proinsulin merupakan faktor risiko independen untuk kardiovaskular, dan publikasi baru-baru ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan obat sulfonilurea dihubungkan dengan peningkatan plasma puasa proinsulin, yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi komplikasi makrovaskular (Pfutzner, 2010).
2.9Insulin
Insulin adalah suatu protein yang terdiri dari 51 asam amino yang terkandung dalam dua rantai peptida: rantai A dengan 21 asam amino, dan rantai B dengan 30 asam amino. Rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan disulfida. Di samping itu, terdapat pula suatu jembatan disulfida dalam rantai yang menghubungkan posisi 6 dan 11 dari rantai A. Berat molekul insulin adalah 5808.
Pankreas manusia mensekresi sekitar 40-50 unit insulin per hari pada orang dewasa normal. Kadar insulin basal dalam darah puasa kira-kira 10 µU/mL (0,4 ng/mL atau 69 pmol/L). Pada subjek kontrol normal, insulin jarang meningkat melampaui 100 µU/mL (690 pmol/L) sesudah makan. Kadar insulin perifer mulai meningkat kira-kira 8-10 menit sesudah menelan makanan dan mencapai kadar puncaknya dalam darah tepi sesudah 30-45 menit. Keadaan ini diikuti oleh penurunan cepat kadar glukosa plasma post-prandial, yang akan kembali ke nilai-nilai normal dalam 90-120 menit.
(32)
Sekresi insulin basal, yang terjadi tanpa adanya rangsangan eksogen adalah jumlah insulin yang disekresi dalam keadaan puasa. Walaupun diketahui bahwa kadar glukosa di bawah 80-100 mg/dl (4,4-5,6 mmol/L) tidak merangsang pelepasan insulin, telah diperlihatkan bahwa adanya glukosa perlu (dalam sistem in vitro) untuk efektifnya kebanyakan pengatur sekresi insulin lain yang sudah diketahui.
Sekresi insulin yang dirangsang adalah sekresi yang terjadi sebagai respons terhadap rangsang eksogen. Secara in vivo merupakan respons sel-sel-β terhadap makanan yang ditelan. Glukosa merupakan perangsang pelepasan insulin yang paling poten. Jika kadar glukosa dalam sistem mendadak meninggi, maka terjadi suatu lonjakan sekresi insulin awal yang berlangsung singkat (fase awal); jika kadar glukosa dipertahankan pada tingkat ini, maka pelepasan insulin perlahan-lahan berkurang dan kemudian mulai meningkat lagi mencapai tingkat yang stabil (fase lanjut). Namun demikian, rangsang kadar glukosa yang tinggi dan menetap (> 4 jam in vitro atau > 24 jam in vivo) menyebabkan suatu desensitisasi reversibel dari respons sel- sel-β terhadap glukosa tetapi tidak terhadap rangsang lain.
Hingga kini, mekanisme pelepasan insulin akibat rangsangan glukosa masih belum sepenuhnya dimengerti. Glukosa telah diketahui dapat masuk ke dalam sel- sel-β pankreas melalui difusi pasif yang diperantarai oleh suatu protein membran spesifik yang disebut glucose transporter-2. Berdasarkan sifatnya yang relatif berafinitas rendah terhadap glukosa, maka protein ini lebih efektif dalam mempermudah transportasi glukosa pada keadaan hiperglikemia sesudah makan dibandingkan transportasi pada kadar gula darah yang lebih rendah selama berpuasa malam hari. Terdapat kumpulan data yang mengisyaratkan bahwa metabolisme glukosa adalah esensial dalam merangsang pelepasan insulin. Kenyataannya, obat-obat seperti 2-deoksiglukosa yang menghambat metabolisme glukosa dapat mengganggu pelepasan insulin.
Telah dibuktikan bahwa pelepasan insulin memerlukan kalsium. Penjelasan yang diajukan adalah granula-granula matang yang mengandung insulin dalam sel-β melekat linear pada mikrotubulus, yang akan berkontraksi
(33)
akan melontarkan granula-granula tersebut. Berikut ini adalah efek-efek glukosa terhadap gerakan ion kalsium yang telah dibuktikan: (1) Ambilan kalsium meningkat akibat stimulasi glukosa pada sel β. (2) Efluks kalsium dari sel diperlambat oleh beberapa kerja glukosa. (3) Mobilisasi kalsium dari kompartemen mitokondria terjadi sekunder dari induksi cAMP oleh glukosa (Karam, 2000).
Faktor-faktor lain yang terlibat dalam pengaturan sekresi dapat dibedakan menjadi tiga kategori: stimulan langsung yang diketahui merangsang pelepasan insulin secara langsung; penguat, yang tampaknya mempotensiasi respons sel-β terhadap glukosa; dan penghambat. Kerja dari agen-agen penguat-banyak di antaranya merupakan hormon-hormon saluran cerna yang dirangsang oleh menelan makanan-menjelaskan pengamatan mengenai respons insulin terhadap makanan yang lebih besar daripada respons terhadap bahan-bahan yang diberikan secara intravena (Karam, 2000).
2.10 Rasio Proinsulin-Insulin
Peningkatan tidak seimbang dari proinsulin terhadap insulin terlihat pada pasien diabetes dan telah terbukti dapat memprediksi terjadinya DM tipe 2 pada individu yang berisiko mendapat penyakit tersebut. Selanjutnya, rasio proinsulin-insulin berkorelasi negatif dengan sekresi proinsulin-insulin baik pada subjek sehat maupun penderita diabetes, menyiratkan bahwa peningkatan proinsulin dan rasio proinsulin-insulin merupakan prediktor kuat untuk disfungsi sel-β. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa level proinsulin dapat menjadi penanda spesifik untuk memprediksi resistensi insulin pada orang dengan DM tipe 2, sehingga rasio proinsulin-insulin yang menggunakan proinsulin diharapkan dapat menjadi penanda disfungsi sel-βyang lebih akurat. (Saisho Y, 2007)
(34)
2.11 Kerangka Konseptual
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Kadar Glukosa
Darah ↗ Sel Beta ↙
Proinsulin ↙
Insulin ↙ Peningkatan usia
(35)
BAB III METODOLOGI
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan uji cross sectional yang menilai hubungan pertambahan usia dengan fungsi sel-β.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
- Penelitian dilaksanakan di seluruh poliklinik rawat jalan umum di RSHAM dan praktek swasta dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU, dilaksanakan mulai pada bulan Agustus 2011 - November 2011, atau hingga subjek penelitian ini tercukupi.
- Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah bekerja sama dengan Laboratorium Prodia cabang Medan.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi target adalah seluruh pasien sehat berusia di atas 20 tahun.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien sehat yang berusia diatas 20 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di poliklinik rawat jalan umum RSHAM dan praktek swasta antara bulan Agustus 2011 – November 2011.
3.4 Perkiraan besar sampel
Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis dari 1 kelompok independen, yaitu:
n = (Zα + Zβ)2 0,5 In (1+r/1-r)
n = jumlah subyek
α = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Zα = nilai baku normal = 1,96
(36)
β = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Zβ = 0,842 (Bryhni, 2010)
r = perkiraan koefisien relasi
Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 13,8 = 14 orang.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria inklusi
a. Subjek dengan usia diatas 20 tahun baik pria waupun wanita.
b. Subjek menerima informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian secara sukarela dan tertulis (informedconcent) untuk menjalani pemeriksaan fisik/antropometri, dan laboratorium pada saat penelitian yang disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan diabetes melitus atau keturunan DM b. Pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular c. Pasien overweight
d. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat kardiovaskular e. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat dislipidemia
3.6 Persetujuan / Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan fungsi sel β (insulin dan proinsulin).
(37)
3.7 Cara Kerja dan Alur Penelitian
Terhadap sejumlahsubjek dilakukan penjelasan dan diminta memberikan persetujuan tertulis (informed consent) untuk mengikuti penelitian. Kemudian dilakukan anamnese dan pemeriksaan sebagai berikut :
a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin, riwayat diabetes melitus, riwayat merokok, riwayat penyakit keluarga, riwayat hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner serta pemeriksaan laboratorium sebelumnya.
b. Dilakukan pengukuran Tinggi Badan (TB) dengan posisi tegak lurus tanpa alas kaki. Pengukuran mulai dari telapak kaki hingga puncak kepala dengan menggunakan mikrotop. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan meter (m), Berat Badan (BB) diukur dengan posisi tegak lurus menggunakan timbangan digital merek camry, hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2. Keseluruhan pengukuran dilakukan oleh peneliti.
c. Dilakukan pengukuran tekanan darah dengan sphygmomanometer oleh peneliti, dimana sebelumnya pasien diistirahatkan selama 2 menit. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 2 menit dan diambil rerata dari 2 pengukuran terakhir.
d. Pada pasien dilakukan pengambilan sampel darah pada daerah fossa cubiti subjek penelitian untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin, insulin, proinsulin, serta pemeriksaan profil lipid (total kolesterol, Trigliserida, LDL kolesterol, HDL kolesterol). Pengambilan darah dilakukan oleh laboran.
(38)
Alur Penelitian
3.8 Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Usia Numerik
Variabel tergantung Skala
Insulin, proinsulin, HOMA-IR, HOMA-B Numerik Inklusi:
- Pasien Usia >20 tahun
Pemeriksaan Antopometri
- Pengukuran tinggi badan
- Pengukuran berat badan
- Pengukuran lingkar pinggang Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan profil lipid
- Pemeriksaan Insulin, Proinsulin
- Pemeriksaan TTGO
Uji Statistik Korelasi, T independen
- Penghitungan Rasio proinsulin/insulin
PASIEN
POLIKLINIK
Eksklusi:
1. Pasien dengan diabetes melitus atau keturunan DM
2. Pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular
3. Pasien overweight 4. Pasien dislipidemia
5. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat
kardiovaskular
6. Subjek pernah atau sedang menggunakan obat dislipidemia
(39)
3.9 Definisi Operasional
1. Subjek penelitian: pasien yang menjalani pemeriksaan kesehatan secara teratur di poliklinik rawat jalan umum RSHAM dan sudah memberikan izin tertulisnya untuk mengikuti penelitian ini.
2. Usia dewasa muda: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (20-39 tahun)
3. Usia dewasa: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (40-59 tahun)
4. Usia tua: Usia berdasarkan yang tertera di kartu tanda penduduk (KTP) dengan satuan hasil berupa tahun, (>60 tahun)
5. Jenis Kelamin: berdasarkan yang tertera dikartu tanda penduduk (KTP) dengan hasil pria atau wanita.
6. Tekanan darah: tekanan darah rata-rata diukur dengan sphygmomanometer oleh penelitidan dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval 2 menit dan diambil rerata dari 2 pengukuran terakhir yang hasilnya dinyatakan dalam mmHg.
7. Parameter Antropometri: meliputi Tinggi Badan (TB) dalam satuan meter (m). Pengukuran dinilai mulai dari telapak kaki hingga puncak kepala diukur dengan menggunakan mikrotop. Berat Badan (BB) diukur dengan posisi tegak lurus menggunakan timbangan digital merek camry, hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2. Lingkar Pinggang (LP) diukur dengan posisi tegak tanpa alas kaki dengan jarak kedua tungkai 25-30 cm dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan melingkar secara horizontal dari titik tengah antara puncak krista illiaca dan tepi bawah kosta terakhir pada axillaris media. Hasil pengukuran dilihat dari lateral dan dinyatakan dengan satuan centimeter (cm). Keseluruhan pengukuran parameter antropometri dilakukan oleh peneliti.
8. Nilai insulin: merupakan hasil pemeriksaan sampel darah pasien yang diambil oleh laboran dan menggambarkan nilai insulin dalam plasma
(40)
dengan satuan pmol/L. Darah diambil dari regio fossa cubiti dan diperiksa dengan menggunakan radioimmunoassay.
9. Nilai proinsulin: merupakan hasil pemeriksaan sampel darah pasien yang diambil oleh laboran dan menggambarkan nilai insulin dalam plasma dengan satuan pmol/L. Darah diambil dari regio fossa cubiti dan diperiksa dengan menggunakan monoclonal antibodi tikus.
10.Overweight: diukur menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dan masuk ke kategori overweight menurut klasifikasi Asia Pasifik (IMT ≥ 23 kg/m2) dan atau menggunakan parameter Lingkar Pinggang (LP) dengan ukuran > 90 cm untuk pria atau > 80 cm untuk wanita.
3.10 Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Untuk menampilkan data-data epidemiologi subjek penelitian digunakan tabulasi untuk menunjukkan gambaran deskriptif.
Data diolah dan dianalisa dengan menggunakan program SPSS Version-17 dengan batas kemaknaan p<0,05.
(41)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian potong lintang dilakukan terhadap pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam periode Juli 2011 – Juli 2012 didapati 18 pasien. Penelitian kemudian dilakukan terhadap 18 pasien tersebut.
Subjek penelitian berjumlah 18 orang, terdiri dari 3 orang laki-laki (16,6%) dan 15 orang perempuan (83,3%) dengan rentang usia 20-71 tahun. Karakteristik data dasar disajikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data karakteristik sampel penelitian (Mean + SD)
Parameter n = 18
Usia (tahun) Pria
Berat badan (kg) Tinggi badan (cm)
Indeks massa tubuh (kg/m2) Lingkar pinggang (cm) Hemoglobin (g/dL) KGD puasa (mg/dL) TTGO (mg/dL) Profil lipid
Cholesterol total (mmol/l) LDL (mmol/l)
HDL (mmol/l) Trigliserida (mmol/l)
Proinsulin (pmol/l)
43,33 + 17,72 3 52,33 + 5,72 157,22 + 5,55
21,08 + 1,23 77,02 + 5,20 12,7 + 1,7 83,2 + 9,4 94,8 + 22,1
191,7 + 36,0 125,6 + 30,8 49,8 + 8,8 88,0 + 34,2
(42)
Insulin (pmol/l)
Rasio Proinsulin/Insulin (%) HOMA1-IR
HOMA1-B
8,15 + 4,03 0,47 + 0,31 1,66 + 0,81 219,40 + 261,32
Dilakukan uji normalitas menggunakan saphiro-wilk terhadap nilai proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin. Data seluruhnya tidak terdistribusi normal. Uji Spearman digunakan untuk menilai korelasi antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β (proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin). Diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara pertambahan usia dengan proinsulin (p=0,36), insulin (p=0,56) dan rasio proinsulin-insulin (p=0,95). Data disajikan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Korelasi; A. Usia dan proinsulin, B. Usia dan insulin puasa, C.
0 20 40 60 80
0 2 4 6 8
U si a ( ta hun) Proinsulin (pmol/l) 0 20 40 60 80
0 5 10 15 20
U si a ( ta hun)
Insulin Puasa (pmol/l)
0 20 40 60 80
0 0,5 1 1,5
U si a ( ta hun)
Rasio Proinsulin-Insulin (%)
A B
(43)
Uji Spearman selanjutnya juga digunakan untuk menilai korelasi antara pertambahan usia dengan nilai homeostatik (HOMA) dari fungsi sel-β (HOMA-B) dan resistensi insulin (HOMA-IR). Diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi antara pertambahan usiadengan fungsi sel-β dengan penilaian HOMA-B (p=0,02), namun tidak terdapat korelasi dengan HOMA IR (p=0,99). Data disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Grafik Korelasi; A. Usia dan HOMA-IR, B. Usia dan HOMA-B.
Terdapat korelasi antara insulin puasa dengan HOMA-IR (r=0,96), dan insulin puasa dengan HOMA-B (r=0,65) dengan menggunakan uji Spearman. Data disajikan pada Gambar 4.3.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 1 2 3 4
U si a ( ta hun) HOMA IR 0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 500 1000 1500
U si a ( ta hun) HOMA-B
(44)
Gambar 4.3 Grafik Korelasi; A. Insulin puasa dan HOMA-IR, B. Insulin puasa dan HOMA-B
Pada perbandingan fungsi sel-β berdasarkan usia dewasa muda (20-39 tahun), usia dewasa (40-59 tahun) dan usia tua (>60 tahun), didapati hasil yang signifikan pada insulin (p=0,026) dan HOMA-B (p=0,001), sedangkan untuk proinsulin, rasio proinsulin-insulin, dan HOMA-IR tidak terdapat perbedaan nilai yang signifikan (p=0,444, p=0,224, p=0,069). Data disajikan pada Gambar 4.4.
0 5 10 15 20
0 2 4
Insul in P ua sa ( pm o l/ l) HOMA-IR 0 5 10 15 20
0 500 1000 1500
Insul in P ua sa ( pm o l/ l) HOMA-B usia pasien 60-79 40-59 20-39 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
A B
A B
P ro in su lin Ins ul in
(45)
Gambar 4.4 Grafik Korelasi; A. Kelompok Usia dan Proinsulin, B. Kelompok Usia dan Insulin, C. Kelompok Usia dan Rasio Proinsulin-insulin, D. Kelompok Usia
dan HOMA-IR, E. Kelompok Usia dan HOMA-B.
4.2 Pembahasan
Pada studi potong lintang terhadap pasien yang tidak menderita diabetes melitus ini, dilakukan pengukuran konsentrasi proinsulin dan insulin.
Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menilai adanya hubungan peningkatan usia dengan fungsi sel-β. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan pada populasi ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mooy(1998) dan Roder(2000), dimana kedua studi ini tidak
usia pasien 60-79 40-59 20-39 1.25 1.00 0.75 0.50 0.25 0.00 93 usia pasien 60-79 40-59 20-39 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 119 usia pasien 60-79 40-59 20-39 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 1
C D
E R a sio P ro in su lin -Ins ul in H OM A -IR H OM A -B
(46)
mendapati korelasi antara penuaan dengan proinsulin, insulin dan rasio proinsulin-insulin.
Hal ini mungkin dapat dijelaskan karena meskipun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai proinsulin dan insulin seperti obesitas dan riwayat keluarga menderita diabetes sudah dapat disingkirkan, namun masih ada beberapa faktor lain, seperti berat badan lahir rendah, yang belum dapat disingkirkan, yang juga memiliki peranan penting terhadap peningkatan proinsulin dan rasio proinsulin-insulin.Resistensi insulin diduga lebih berkaitan dengan obesitas dibandingkan dengan peningkatan usia.
Berbeda dengan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Bryhni(2010), mendapatkan peningkatan level proinsulin dan rasio proinsulin-insulin dan penurunan level insulin. Begitu juga oleh Duckworth (1976), yang menemukan penuaan berhubungan dengan peningkatan proinsulin setelah meminum glukosa. Hal ini dapat diduga karena perburukan metabolisme karbohidrat pada pada pasien lanjut usia di studi tersebut.
Penting untuk diketahui bahwa pada studi ini tidak menginvestigasi subjek yang sudah diketahui diabetes. Alasan mengapa mengeksklusikan subjek ini adalah 1) mengantisipasi subjek dengan diabetes tipe 1. dan 2) efek perancu dari subjek yang dalam pengobatan antidiabetes yang sudah diketahui menderita diabetes.
Saisho (2007) mendapatkan rasio proinsulin-insulin memiliki korelasi negatif dengan HOMA-B, namun tidak dengan HOMA-IR. Roder dkk telah melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin berkorelasi secara negatif dengan kapasitas sekresi maksimum sel-βyang dicetuskan oleh arginin pada penderita diabetes tipe 2. Mykkanen dkk juga melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin berkorelasi negatif dengan respon akut insulin terhadap glukosa pada pasien yang baru terdiagnosa DM tipe 2, tanpa bergantung usia, jenis kelamin, etnis, indeks massa tubuh, glukosa dan sensitivitas insulin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proinsulin dan rasio proinsulin-insulin berkorelasi dengan resistensi insulin dan fungsi sel-β.
(47)
eksternal pada sel-βseperti obesitas-terkait resistensi insulin atau hiperglikemia, atau kerusakan primer sel-βdalam menghasilkan proinsulin, atau kombinasi keduanya. Mykkanen dkk, telah melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara signifikan berkorelasi dengan respon insulin dan glukosa, namun mereka tidak menemukan hubungan antara glukosa dan rasio proinsulin-insulin ketika disesuaikan dengan variabel lainnya. Mereka berspekulasi bahwa hubungan antara hiperglikemi dan rasio proinsulin-insulin dapat lebih kuat apabila penanda kontrol glikemik jangka panjang, seperti HbA1c, digunakan disamping penggunaan glukosa. Saisho dkk menunjukkan korelasi yang signifikan antara rasio proinsulin-insulin dengan glukosa dan HbA1c pada analisa korelasi univariat, namun analisa regresi menunjukkan bahwa HbA1c, tetapi tidak glukosa, secara independen berkorelasi dengan rasio proinsulin-insulin.Temuan ini menunjukkan bahwa hiperglikemi kronik dapat mempengaruhi hiperproinsulinemia yang tidak seimbang, dan mengesankan bahwa sel-β kronik yang berlebih, atau disebut juga sel-β yang lelah, terlibat dalam hiperproinsulinemia yang tidak seimbang. Hal ini berbeda dengan hasil yang ditemukan oleh Inoguchi dkk, yang melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara signifikan dihubungkan dengan glukosa, namun tidak dengan HbA1c, pada analisa multivariat. Ketidak-sesuaian ini mungkin diakibatkan oleh faktor latar belakang pasien yang berbeda.
Inoguchi dkk dan Saisho dkk melaporkan bahwa rasio proinsulin-insulin meningkat pada penderita DM tipe 2 dengan pengobatan sulfonil urea (SU). Telah terdapat beberapa laporan bahwa rasio proinsulin-insulin menunjukkan tidak adanya perubahan atau penurunan setelah pemberian singkat dari SU, meskipun Inoguchi dkk telah menyatakan bahwa peningkatan rasio proinsulin menunjukkan kerja sel-β yang berlebihan di bawah pengaruh pengobatan SU. Saisho dkk menunjukkan bahwa meskipun pengobatan SU termasuk glimepirid, yang diklasifikasikan sebagai SU generasi ketiga karena efek sensitisasi insulinnya, secara signifikan berkaitan dengan peningkatan rasio proinsulin-insulin, pasien yang mendapat SU secara signifikan memiliki level glukosa dan HbA1c yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak mendapatkan SU. Analisa multipel regresi menunjukkan bahwa HbA1c dan HOMA-B secara independen berkorelasi dengan rasio proinsulin-insulin, dan sebuah studi prospektif sebaiknya dilakukan
(48)
untuk menjawab pertanyaan ini.
Banyak hipotesa mengenai mekanisme disfungsi sel-β pada DM tipe 2, dan stres oksidatif yang diakibatkan hiperglikemi, diduga sebagai salah satu penyebabnya. Telah diduga bahwa sel-βpankreas lebih sensitif terhadap stres oksidatif dibandingkan organ lainnya mungkin karena ekspresi enzim antioksidan yang relatif rendah, seperti katalase dan glutation peroksidase. Saisho dkk menunjukkan bahwa rasio proinsulin-insulin secara signifikan berkorelasi dengan advanced glycation endproducts (AGE), namun tidak berkorelasi dengan penanda stres oksidatif lainnya. Meskipun korelasi rasio proinsulin-insulin dengan AGE jauh lebih lemah dibandingkan dengan HOMA-B atau HbA1c, analisa regresi multipel menunjukkan bahwa AGE secara independen berhubungan dengan rasio proinsulin-insulin seperti HOMA-B dan HbA1c. Temuan dari korelasi yang signifikan dari rasio proinsulin-insulin dengan AGE, namun tidak dengan penanda stres oksidatif lainnya, dapat menunjukkan bahwa glikasi lebih penting dibandingkan oksidasi untuk disfungsi sel-β. Tajiri dkk pada studinya sendiri, mengatakan bahwa akumulasi AGE pada islet merupakan mekanisme penting terhadap terjadinya glukotoksisitas. Seperti Saisho dkk yang menduga level AGE dapat menggambarkan tingkatan akumulasi AGE pada islet. Sebagai tambahan, HbA1c juga salah satu early product dari reaksi Maillard, dan mencerminkan tingkatan glikasi seperti AGE. Namun, tidak ditemukan hubungan antara rasio proinsulin-insulin dan pentosidine. Pentosidine merupakan salah satu komponen penting dari AGE. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa peningkatan proinsulin dan rasio-proinsulin menunjukkan perburukan metabolisme glukosa. Sehingga, peningkatan AGE juga dapat memprediksi penurunan HOMA-B yang akan datang.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Grill (2002) menunjukkan bahwa level glukosa plasma 2 jam setelah TTGO berkorelasi positif dengan level proinsulin dan rasio proinsulin-insulin. Namun pada penelitian ini tidak ditemui adanya korelasi antara level glukosa plasma 2 jam setelah OGTT dengan level proinsulin dan rasio proinsulin-insulin. Hal ini mungkin disebabkan oleh besar sampel yang sedikit.
(49)
Kemudian, pada studi ini penilaian peningkatan usia dengan fungsi sel-β dengan menggunakan HOMA-B ternyata menunjukkan hasil yang signifikan (p=0,004). Roder (2000) juga mendapati hasil serupa. Beberapa studi prospektif telah mengevaluasi peranan HOMA-IR dan HOMA-B dalam memprediksi risiko terjadinya diabetes tipe 2 dan/atau TGT. Peningkatan HOMA-IR dan penurunan HOMA-B telah menunjukkan secara signifikan dapat memprediksi diabetes tipe 2 diantara 1.449 orang Meksiko selama follow-up 3,5 tahun (Haffner, 1996), 644 orang Cina yang diikuti selama 4,5 tahun (Li, 2003), dan 81 orang Afrika-Amerika yang diikuti selama 6 tahun (Osei, 2004).
Studi ini menunjukkan korelasi antara level insulin puasa dengan HOMA-IR (r=0,96) dan dengan HOMA-B (r=0,65). Sedangkan glukosa puasa memiliki korelasi dengan HOMA-B (r=-0,76). Song(2007) juga melaporkan bahwa level insulin puasa berkorelasi dengan HOMA-IR dan dengan HOMA-B. Glukosa puasa memiliki korelasi kuat dengan HOMA-IR dan sedikit berkaitan dengan HOMA-B. Nilai HOMA-B yang rendah secara konsisten berkaitan dengan peningkatan risiko diabetes tanpa memperhatikan level HOMA-IR.
(50)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
− Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel β (proinsulin, insulin, dan rasio proinsulin-insulin).
− Terdapat hubungan yang signifikan antara pertambahan usia dengan fungsi sel-β apabila dilihat dari penilaian HOMA-B. Hal ini menunjukkan bahwa HOMA-B mungkin dapat menjadi prediktor awal dari kerusakan fungsi sel- β pada lanjut usia.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih besar dengan metode prospektif, untuk meningkatkan sensitivitas terhadap hubungan pertambahan usia dengan fungsi sel-β.
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Bergman RN, Finegood DT, Kahn SE: The evolution of β-cell dysfunction and insulin resistance in type 2 diabetes. Eur J Clin Invest 2002, 32(Suppl 2): 35-45.
Bryhny B, Amesen E, Jenssen TG: Associations of age with serum insulin, proinsulin and the proinsulin-to-insulin ratio: a cross-sectional study. BMC Endocrine Disorders 2010, 10:21
Cowie CC, Rust KF, Byrd-Holt DD, Eberhardt MS, Flegal KM, Engelgau MM, Saydah SH, Williams DE, Geiss LS, Gregg EW: Prevalence of diabetes and impaired fasting glucose in adults in the U.S. population. National Health and Nutrition Examination Survey 1999-2002. Diabetes Care 2006, 29:1263-1268.
Duckworth WC, Kitabchi AE.The effect of age on plasma proinsulin-like material after oral glucose. J Lab Clin Med, 1976; 88:359–367.
Grill V, Dinsen B, Carlsson S, Efendic S, Pederson O, Ostenson CG: Hyperproinsulinemia and Proinsulin-to-Insulin Ratios in Swedish Middle-aged Men: Association with Glycemia and Insulin Resistance but Not with Family History of Diabetes. Am J Epidemiol, 2002; 155(9); 834-841. Haffner SM, Kennedy E, Gonzalez C, Stern MP, Miettinen H: A prospective
analysis of the HOMA model: the Mexico City Diabetes Study. Diabetes Care, 1996;19: 1138 –1141.
T. Inoguchi, F. Umeda, M. Kakimoto, Y. Sako, H. Ishii, K. Noda, et al., Chronic sulfonylurea treatment and hyperglycemia aggravate disproportionately elevated plasma proinsulin levels in patients with type 2 diabetesEndocr. J. 2000; 47: 763–770.
Kaku,K: Pathophysiology of Type 2 Diabetes and Its Treatment Policy. JMAJ 2010, 53:1.
Karam JH, Forsham PH: Endokrinologi dasar & klinik: hormon-hormon pankreas & Diabetes melitus. EGC 2000; 15: 745-748.
Langenfield MR, Forst T, Standl E, Strotmann HJ, Lubben G, Pahler S, et al: IRIS II Study: Sensitivity and Specificity of Intact Proinsulin, Adiponectin, and the Proinsulin/Adiponectin Ratio as Markers for Insulin Resistance. Diabetes Technology & Therapeutics. 2004; 6: 836-843.
Li CL, Tsai ST, Chou P: Relative role of insulin resistance and beta-cell dysfunction in the progression to type 2 diabetes: the Kinmen Study. Diabetes Res Clin Pract 59:225–232, 2003.
Lusignan S, Sismanidis C, Carey IM, DeWilde S, Richards N, Cook DG. Trends in th prevalence and management of diagnosed type 2 diabetes 1994 -2001 in England and Wales. BMC Family Practice. 2005; 6: 13
Mather HM. Diabetes in elderly Asians. Journal of the royal Society of Medicine. 1994; 87: 615-616
.
Mooy JM, Grootenhuis PA, de Vries H, Bouter LM, Kostense PJ, Heine RJ: Determinants of specific serum insulin concentrations in a general Caucasian population aged 50 to 74 years (the Hoorn Study). Diabet Med 1998, 15: 45-52.
(52)
Mykkanen L, Haffner SM, Hales CN, Ronnemaa T, Laakso M: The relation of proinsulin, insulin, and proinsulin-to-insulin ratio to insulin sensitivity and acute insulin response in normoglycemic subjects. Diabetes 1997, 46: 1990-1995.
Osei K, Rhinesmith S, Gaillard T, Schuster D: Impaired insulin sensitivity, insulin secretion, and glucose effectiveness predict future development of impaired glucose tolerance and type 2 diabetes in prediabetic African Americans: implications for primary diabetes prevention. Diabetes Care, 2004;27: 1439 –1446.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011, PB. PERKENI. Jakarta 2011. Pfutzner A, Derwahl M, Jacob S, Hohberg C, Blummer ELehmann U, et al:
Limitations of the HOMA-B Score for Assessment of b-Cell Functionality in Interventional Trials-Results from PIOglim study. Diabetes Technology & Therapeutic, 2010; 12: 599-604.
Purnamasari D: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Edisi V. Jakarta Pusat: Interna Publishing; 2011; 292: 1880-1883.
Roder ME, Schwartz RS, Prigeon KL, Kahn SE: Reduced Pancreatic B Cell Compensation to the Insulin Resistance of Aging: Impact on Proinsulin and Insulin Levels. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 2000; 85(6); 2275-2280.
Saisho Y, Maruyama T, Hirose H, Saruta T: Relationship between proinsulin-to-insulin ratio and advanced glycation endproducts in Japanese type 2 diabetic subjects. Diabetes Research and Clinical Practice, 2007; 78; 182-188.
Scheen AJ. Diabetes mellitus in elderly: insulin resistance and/or impaired insulin secretion? Diabetes Metab, 2005; 31: 5S27-5S24
Sclater A. Diabetes in the elderly: the geriatrician’s perspective. Canadian Journal of Diabetes,2003;27(2):172-175
Selvin E, Coresh J, Brancati FL. The burden and treatment of diabetes in elderly individuals in the U.S. Diabetes Care. 2006; 29(9); 2415-2419
Song Y, Manson JE, Tinker L, Howard BV, Kuller LH, Nathan L, et al; Insulin Sensitivity and Insulin Secretion Determined by Homeostasis Model ASsessment and Risk of Diabetes in a Multiethnic Cohort of Women. Diabetes Care, 2007; 30(7); 1747-1752.
Wallace TM, Levy JC, Matthews DR: Use and abuse of HOMA modeling. Diabetes Care 2004, 27:1487-1495.
(53)
(54)
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini saya, dr.Dian Anindita Lubis, peserta Pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Penyakit Dalam / Magister Klinik FK USU Medan akan melakukan penelitian yang berjudul ”Hubungan Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel-β (Insulin, Proinsulin, dan Rasio Proinsulin / Insulin)”.
Kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti penelitian ini nantinya akan diminta mengisi surat persetujuan ikut dalam penelitian, mengikuti wawancara untuk mencari adanya hal-hal yang dapat mengganggu penelitian, dilakukan pengukuran tekanan darah (TD), berat badan (BB), tinggi badan (TB), parameter kegemukan (IMT) ,pemeriksaan laboratorium awal berupa pemeriksaan darah sebanyak 15 cc (1 sendok makan)yang akan diambil dari lengan oleh ahlinya untuk menilai parameter darah rutin, profil lipid, insulin dan proinsulin.
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pertambahan usia akan mempengaruhi fungsi sel-β (level insulin, proinsulin dan rasio proinsulin -insulin), sehingga dapat dilakukan pencegahan perburukan fungsi sel-β.
Pada penelitian ini tidak menimbulkan efek samping apapunm namun risiko yang dapat terjadi dari penelitian ini adalah terjadinya lebam setelah pengambilan darah.
Setelah hasil akhir diperoleh, nantinya akan terlihat apakah terdapat pengaruh usia dengan kadar insulin, proinsulin, rasio proinsulin / insulin, serta HOMA-B. Segala biaya pemeriksaan laboratorium menjadi tanggung jawab peneliti. Bila masih terdapat pertanyaan atau keluhan sewaktu penelitian ini berjalan, maka Bapak/Ibu dapat menghubungi saya pada:
Nama : dr. Dian Anindita Lubis
Alamat : Jl. dr. Sumarsono no.48 Medan Telepon : (061)- 77701700 dan 08126512648
(55)
Peneliti,
(56)
LAMPIRAN 3
SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCERN )
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :... Alamat :... Umur :... Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan. No Telp/HP :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang kebaikan dan keburukan prosedur penelitian ini, menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian tentang ”Hubungan Pertambahan Usia dengan Fungsi Sel-β (Insulin, Proinsulin, Rasio Proinsulin / Insulin dan HOMA-B)”.Apabila sewaktu-waktu saya mengundurkan diri dari penelitian ini, kepada saya tidak dituntut apapun.
Demikianlah surat persetujuan bersedia ikut dalam penelitian ini saya buat, untuk dapat digunakan seperlunya.
Medan, ... 2011
Pasien Peneliti
(...,...) (...) Saksi
(57)
LAMPIRAN 4
KERTAS KERJA PROFIL PESERTA PENELITIAN
I.IDENTITAS PRIBADI
Nama : Kode : X / Y Tempat/Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan.
Riwayat Penyakit : DM / Hipertensi / Sakit jantung Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Status : Kawin/Belum Kawin. No
Telp/Hp:...
II.PEMERIKSAAN FISIK
Tekanan Darah : ... mmHg.
Pemeriksaan Parameter Antrometri.
Parameter Antropometri Nilai
Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m2)
(58)
Lingkar Perut (cm)
III.PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Parameter Nilai
Hb (g/dl) Leukosit (mm3) Trombosit (mm3) Total Cholesterol Trigliserida HDL LDL
Insulin (pmol/L) Proinsulin (pmol/L) Rasio proinsulin/insulin OGTT
(59)
LAMPIRAN 5
Data Hasil Penelitian
Pasien Jenis Kelamin
Usia (thn)
GTT Puasa
GTT 2 jam
Pro insulin
Insulin Puasa
Rasio Proinsulin
/insulin
HOMA IR
HOMA B
1 Perempuan 20 66 110 4.76 9.7 0.49 1.58 1190.1
2 Perempuan 22 78 128 4.78 11 0.43 2.12 265.3
3 Perempuan 23 69 90 4.52 4.1 1.1 0.7 249.2
4 Perempuan 25 79 95 2.43 17.6 0.13 3.43 400
5 Perempuan 25 83 81 2.26 9.9 0.22 2.03 180
6 Perempuan 27 73 71 2.69 8 0.33 1.44 290.9
7 Perempuan 29 85 96 2.28 16 0.14 3.36 264.4
8 Perempuan 32 74 80 2.07 5.1 0.4 0.93 168
9 Perempuan 41 77 74 4.64 3.3 1.4 0.63 85.7
10 Laki-laki 52 99 75 2.61 4.4 0.59 1.08 44.22
11 Laki-laki 56 99 98 3.43 7.5 0.45 1.83 75.3
12 Perempuan 56 93 138 2.09 4.7 0.44 1.08 56.6
13 Perempuan 57 84 69 2.43 6.3 0.38 1.31 108.4
14 Perempuan 57 87 65 2.24 5.4 0.41 1.16 81.8
15 Perempuan 58 86 90 2 4.5 0.44 0.96 70.69
16 Laki-laki 64 84 101 3.23 10.6 0.3 2.2 182.4
17 Perempuan 65 92 130 2.37 8 0.29 1.82 99.6
(60)
LAMPIRAN 6
Uji Beda Mean
Tests of Normality
.207 18 .040 .875 18 .022 .158 18 .200* .873 18 .020 .198 18 .060 .859 18 .012 .145 18 .200* .933 18 .215 .151 18 .200* .964 18 .682 .259 18 .002 .816 18 .003 .141 18 .200* .897 18 .050 .257 18 .003 .774 18 .001 .122 18 .200* .913 18 .097 .281 18 .001 .587 18 .000 us ia bb tb imt lp proins ulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance. *.
Lilliefors Significance Correction a.
De scriptive S tatistics
18 20.00 71.00 43.3333 17.72005 18 46.00 69.00 52.3333 5.72918 18 150.00 174.00 157.2222 5.55778 18 19.10 22.80 21.0806 1.23087 18 68.00 87.00 77.0278 5.20314 18 us ia bb tb imt lp
Valid N (lis twis e)
N Minimum Maximum Mean St d. Deviation
sex
3 16.7 16.7 16.7
15 83.3 83.3 100.0
18 100.0 100.0
L P Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(61)
De scriptive S tatistics
18 2.00 6.30 3.1739 1.27143 18 3.30 17.60 8.1500 4.03284 18 .13 1.40 .4739 .31427 18 .63 3.43 1.6689 .81674 18 44.22 1190.10 219.4061 261.32731 18
proins ulin ins ulin ras io hornir hornb
Valid N (lis twis e)
N Minimum Maximum Mean St d. Deviation
Descriptive Statistics
18 8.40 15.80 12.7056 1.71857 18 66.00 99.00 83.2778 9.48563 18 65.00 138.00 94.8333 22.14723 18 139.00 266.00 191.7778 36.06784 18 87.00 191.00 125.6111 30.88715 18 34.00 65.00 49.8889 8.89738 18 40.00 169.00 88.0000 34.27570 18
hb gttpuas a gtt2j choltotal ldl hdl trigliserida Valid N (lis twise)
(62)
Tests of Normality
.293 8 .041 .765 8 .012
.284 7 .092 .818 7 .061
.306 3 . .905 3 .400
.181 8 .200* .938 8 .592
.201 7 .200* .957 7 .792
.385 3 . .750 3 .000
.267 8 .096 .806 8 .033
.361 7 .006 .600 7 .000
.375 3 . .775 3 .056
.183 8 .200* .912 8 .368
.203 7 .200* .930 7 .554
.259 3 . .959 3 .612
.350 8 .005 .610 8 .000
.155 7 .200* .984 7 .975
.194 3 . .996 3 .886
us iakk 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 proins ulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance. *.
Lilliefors Significance Correction a.
Test of Homogeneity of Variances hornir
3.801 2 15 .046 Levene
Statistic df1 df2 Sig.
De scri ptives
8 3.2238 1.22636 .43359 2.1985 4.2490 2.07 4.78
7 2.7771 .94952 .35889 1.8990 3.6553 2.00 4.64
3 3.9667 2.06597 1.19279 -1. 1655 9.0988 2.37 6.30
18 3.1739 1.27143 .29968 2.5416 3.8062 2.00 6.30
8 10.1750 4.74244 1.67670 6.2102 14.1398 4.10 17.60
7 5.1571 1.38547 .52366 3.8758 6.4385 3.30 7.50
3 9.7333 1.50111 .86667 6.0044 13.4623 8.00 10.60
18 8.1500 4.03284 .95055 6.1445 10.1555 3.30 17.60
8 .4050 .31090 .10992 .1451 .6649 .13 1.10
7 .5871 .36450 .13777 .2500 .9242 .38 1.40
3 .3933 .17039 .09838 -.0299 .8166 .29 .59
18 .4739 .31427 .07407 .3176 .6302 .13 1.40
8 1.9487 1.01515 .35891 1.1001 2.7974 .70 3.43
7 1.1500 .36615 .13839 .8114 1.4886 .63 1.83
3 2.1333 .28589 .16506 1.4231 2.8435 1.82 2.38
18 1.6689 .81674 .19251 1.2627 2.0750 .63 3.43
8 375.9875 336.58879 119.00211 94.5922 657.3828 168.00 1190.10
7 74.6729 20.73715 7.83790 55.4942 93.8515 44.22 108.40
3 139.5667 41.47437 23.94524 36.5386 242.5947 99.60 182.40
18 219.4061 261.32731 61.59544 89.4511 349.3611 44.22 1190.10
20-39 40-59 60-79 Total 20-39 40-59 60-79 Total 20-39 40-59 60-79 Total 20-39 40-59 60-79 Total 20-39 40-59 60-79 Total proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
N Mean St d. Deviation St d. E rror Lower Bound Upper Bound
95% Confidenc e Interval for Mean
(63)
Test Statisticsa,b
1.622 7.294 2.990 5.344 13.385
2 2 2 2 2
.444 .026 .224 .069 .001 Chi-Square
df
As ymp. Sig.
proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Kruskal Wallis Test a.
Grouping Variable: usiakk b.
Statistics
8 8 8 8 8
0 0 0 0 0
2.5600 9.8000 .3650 1.8050 264.8500 Valid
Missing N
Median
proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistics
7 7 7 7 7
0 0 0 0 0
2.4300 4.7000 .4400 1.0800 75.3000 Valid
Missing N
Median
proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistics
3 3 3 3 3
0 0 0 0 0
3.2300 10.6000 .3000 2.2000 136.7000 Valid
Missing N
Median
(1)
LAMPIRAN 5
Data Hasil Penelitian
Pasien
Jenis
Kelamin
Usia
(thn)
GTT
Puasa
GTT 2
jam
Pro
insulin
Insulin
Puasa
Rasio
Proinsulin
/insulin
HOMA
IR
HOMA
B
1
Perempuan
20
66
110
4.76
9.7
0.49
1.58
1190.1
2
Perempuan
22
78
128
4.78
11
0.43
2.12
265.3
3
Perempuan
23
69
90
4.52
4.1
1.1
0.7
249.2
4
Perempuan
25
79
95
2.43
17.6
0.13
3.43
400
5
Perempuan
25
83
81
2.26
9.9
0.22
2.03
180
6
Perempuan
27
73
71
2.69
8
0.33
1.44
290.9
7
Perempuan
29
85
96
2.28
16
0.14
3.36
264.4
8
Perempuan
32
74
80
2.07
5.1
0.4
0.93
168
9
Perempuan
41
77
74
4.64
3.3
1.4
0.63
85.7
10
Laki-laki
52
99
75
2.61
4.4
0.59
1.08
44.22
11
Laki-laki
56
99
98
3.43
7.5
0.45
1.83
75.3
12
Perempuan
56
93
138
2.09
4.7
0.44
1.08
56.6
13
Perempuan
57
84
69
2.43
6.3
0.38
1.31
108.4
14
Perempuan
57
87
65
2.24
5.4
0.41
1.16
81.8
15
Perempuan
58
86
90
2
4.5
0.44
0.96
70.69
16
Laki-laki
64
84
101
3.23
10.6
0.3
2.2
182.4
17
Perempuan
65
92
130
2.37
8
0.29
1.82
99.6
(2)
LAMPIRAN 6
Uji Beda Mean
Tests of Normality
.207 18 .040 .875 18 .022
.158 18 .200* .873 18 .020
.198 18 .060 .859 18 .012
.145 18 .200* .933 18 .215
.151 18 .200* .964 18 .682
.259 18 .002 .816 18 .003
.141 18 .200* .897 18 .050
.257 18 .003 .774 18 .001
.122 18 .200* .913 18 .097
.281 18 .001 .587 18 .000
us ia bb tb imt lp
proins ulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance. *.
Lilliefors Significance Correction a.
De scriptive S tatistics
18 20.00 71.00 43.3333 17.72005
18 46.00 69.00 52.3333 5.72918
18 150.00 174.00 157.2222 5.55778
18 19.10 22.80 21.0806 1.23087
18 68.00 87.00 77.0278 5.20314
18 us ia
bb tb imt lp
Valid N (lis twis e)
N Minimum Maximum Mean St d. Deviation
sex
3 16.7 16.7 16.7
15 83.3 83.3 100.0
18 100.0 100.0
L P Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(3)
De scriptive S tatistics
18 2.00 6.30 3.1739 1.27143
18 3.30 17.60 8.1500 4.03284
18 .13 1.40 .4739 .31427
18 .63 3.43 1.6689 .81674
18 44.22 1190.10 219.4061 261.32731
18 proins ulin
ins ulin ras io hornir hornb
Valid N (lis twis e)
N Minimum Maximum Mean St d. Deviation
Descriptive Statistics
18 8.40 15.80 12.7056 1.71857
18 66.00 99.00 83.2778 9.48563
18 65.00 138.00 94.8333 22.14723
18 139.00 266.00 191.7778 36.06784
18 87.00 191.00 125.6111 30.88715
18 34.00 65.00 49.8889 8.89738
18 40.00 169.00 88.0000 34.27570
18 hb
gttpuas a gtt2j choltotal ldl hdl trigliserida Valid N (lis twise)
(4)
Tests of Normality
.293 8 .041 .765 8 .012
.284 7 .092 .818 7 .061
.306 3 . .905 3 .400
.181 8 .200* .938 8 .592
.201 7 .200* .957 7 .792
.385 3 . .750 3 .000
.267 8 .096 .806 8 .033
.361 7 .006 .600 7 .000
.375 3 . .775 3 .056
.183 8 .200* .912 8 .368
.203 7 .200* .930 7 .554
.259 3 . .959 3 .612
.350 8 .005 .610 8 .000
.155 7 .200* .984 7 .975
.194 3 . .996 3 .886
us iakk 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 20-39 40-59 60-79 proins ulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance. *.
Lilliefors Significance Correction a.
Test of Homogeneity of Variances
hornir
3.801 2 15 .046
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
De scri ptives
8 3.2238 1.22636 .43359 2.1985 4.2490 2.07 4.78
7 2.7771 .94952 .35889 1.8990 3.6553 2.00 4.64
3 3.9667 2.06597 1.19279 -1. 1655 9.0988 2.37 6.30
18 3.1739 1.27143 .29968 2.5416 3.8062 2.00 6.30
8 10.1750 4.74244 1.67670 6.2102 14.1398 4.10 17.60
7 5.1571 1.38547 .52366 3.8758 6.4385 3.30 7.50
3 9.7333 1.50111 .86667 6.0044 13.4623 8.00 10.60
18 8.1500 4.03284 .95055 6.1445 10.1555 3.30 17.60
8 .4050 .31090 .10992 .1451 .6649 .13 1.10
7 .5871 .36450 .13777 .2500 .9242 .38 1.40
3 .3933 .17039 .09838 -.0299 .8166 .29 .59
18 .4739 .31427 .07407 .3176 .6302 .13 1.40
8 1.9487 1.01515 .35891 1.1001 2.7974 .70 3.43
20-39 40-59 60-79 Total 20-39 40-59 60-79 Total 20-39 40-59 60-79 Total 20-39 proinsulin ins ulin ras io hornir
N Mean St d. Deviation St d. E rror Lower Bound Upper Bound 95% Confidenc e Interval for
Mean
(5)
Test Statisticsa,b
1.622 7.294 2.990 5.344 13.385
2 2 2 2 2
.444 .026 .224 .069 .001
Chi-Square df
As ymp. Sig.
proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Kruskal Wallis Test a.
Grouping Variable: usiakk b.
Statistics
8 8 8 8 8
0 0 0 0 0
2.5600 9.8000 .3650 1.8050 264.8500
Valid Missing N
Median
proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistics
7 7 7 7 7
0 0 0 0 0
2.4300 4.7000 .4400 1.0800 75.3000
Valid Missing N
Median
proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Statistics
3 3 3 3 3
0 0 0 0 0
3.2300 10.6000 .3000 2.2000 136.7000
Valid Missing N
Median
(6)
LAMPIRAN 7
Uji Korelasi
Correlations
1.000 -.228 -.147 .014 -.003 -.643** . .364 .561 .956 .992 .004
18 18 18 18 18 18
-.228 1.000 .208 .470* .236 .380 .364 . .408 .049 .347 .120
18 18 18 18 18 18
-.147 .208 1.000 -.656** .961** .654** .561 .408 . .003 .000 .003
18 18 18 18 18 18
.014 .470* -.656** 1.000 -.593** -.384 .956 .049 .003 . .009 .115
18 18 18 18 18 18
-.003 .236 .961** -.593** 1.000 .485* .992 .347 .000 .009 . .041
18 18 18 18 18 18
-.643** .380 .654** -.384 .485* 1.000
.004 .120 .003 .115 .041 .
18 18 18 18 18 18
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
us ia
proinsulin
ins ulin
ras io
hornir
hornb Spearman's rho
us ia proinsulin ins ulin ras io hornir hornb
Correlation is s ignificant at the 0.01 level (2-tailed). **.
Correlation is s ignificant at the 0.05 level (2-tailed). *.