Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi dan Patofisiologi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association ADA tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM tipe 2 disebabkan oleh kombinasi dari faktor genetik terkait perburukan sekresi insulin dan resistensi insulin, dan faktor lingkungan seperti obesitas, asupan makan berlebih, kurangnya olah raga, dan stres, seperti penuaan. Faktor-faktor genetik yang terlibat dalam patogenesis diabetes. Terjadinya DM tipe 2 dihubungkan dengan riwayat keluarga menderita diabetes. Angka kejadian yang lebih tinggi juga dilaporkan pada kembar monozigot dibandingkan kembar dizigot menunjukkan kemungkinan keterlibatan faktor genetik. Patogenesis ini diasumsikan melibatkan abnormalitas genetik pada molekul-molekul yang terkait sistem regulasi dari metabolisme glukosa. Analisa dari target gen pada glukosa yang terstimulasi sekresi insulin dari sel- sel β pankreas dan molekul-molekul hasil dari mekanisme kerja insulin telah mengidentifikasi abnormalitas genetik yang secara independen dapat menyebabkan patogenesis, termasuk gen glukokinase, gen mitokondrial, dan gen reseptor insulin. Akhir-akhir ini, genome wide association study GWAS telah mengidentifikasi mutasi dari gen KCNQ1 dihubungkan dengan abnormalitas sekresi insulin sebagai gen penyakit yang dihubungkan dengan patogenesis diabetes pada grup Asia termasuk Jepang. Abnormalitas genetik yang dilaporkan sejauh ini, menjelaskan sekitar 30 dari faktor genetik untuk diabetes, dan pengertian mengenai faktor genetik diharapkan dapat tuntas dalam waktu dekat. Berdasarkan klasifikasi sementara terhadap tipe penyakit, kasus diabetes dengan abnormalitas genetik yang teridentifikasi, diklasifikasikan sebagai “tipe yang disebabkan oleh mekanisme atau penyakit yang spesifik”. Universitas Sumatera Utara Peranan faktor lingkungan. Penuaan, obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan lain-lain merupakan faktor risiko independen untuk patogenesis. Obesitas terutama lemak viseral akibat kurangnya olah raga diikuti penurunan massa otot, menyebabkan resistensi insulin, dan berhubungan dengan peningkatan usia. Perubahan sumber energi, terutama peningkatan asupan lemak, peningkatan konsumsi gula, dan penurunan asupan makanan berserat, berkontribusi untuk terjadinya obesitas dan menyebabkan perburukan toleransi glukosa. Obesitas ringan saja Indeks Masa TubuhIMT 25 menyebabkan peningkatan 4 sampai 5 kali lipat risiko terjadinya diabetes, jika diikuti dengan peningkatan lemak viseral. Perburukan sekresi insulin. Perburukan sekresi insulin adalah menurunnya reaksi glukosa, yang terlihat sebelum onset klinis penyakit. Lebih spesifik lagi, TGT dicetuskan oleh penurunan respon glukosa pada fase awal sekresi insulin, dan penurunan sekresi insulin tambahan setelah makan yang menyebabkan hiperglikemi postprandial. Sebuah TTGO pada kasus TGT mencerminkan resistensi insulin pada orang Barat dan Hispanik. Lain halnya, orang Jepang sering menunjukkan penurunan sekresi insulin pada tes ini. Bahkan ketika respon berlebih terlihat pada orang dengan obesitas atau faktor lainnya, mereka menunjukkan penurunan respon sekresi pada fase awal. Penurunan sekresi fase awal ini adalah esensi dari penyakit ini, dan merupakan dasar yang sangat penting terhadap perubahan patofisiologi selama onset penyakit pada seluruh kelompok etnik. Perburukan sekresi insulin umumnya progresif, dan progresivitasnya melibatkan toksisitas glukosa dan lipotoksisitas. Ketika tidak diobati, hal ini diketahui dapat menyebabkan penurunan masa sel- β pankreas pada percobaan hewan. Progresivitas perburukan fungsi sel- β pankreas sangat mempengaruhi kontrol glukosa darah jangka panjang. Saat pasien pada stadium awal penyakit menunjukkan peningkatan glukosa darah postprandial sebagai hasil dari resistensi insulin dan penurunan sekresi fase awal insulin, progresivit as fungsi sel β dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah secara permanen. Resistensi insulin. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin di dalam tubuh tidak bekerja cukup sesuai konsentrasinya di darah. Perburukan kerja insulin pada target organ seperti hati dan otot-otot merupakan gambaran Universitas Sumatera Utara patofisiologi umum dari diabetes tipe 2. Investigasi mekanisme molekular untuk kerja insulin telah menjelaskan bahwa resistensi insulin berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan hiperglikemi, asam lemak bebas, mekanisme inflamasi, dll. Faktor genetik, melibatkan tidak hanya reseptor insulin dan insulin receptor substrate IRS-1 gene polymorphisms yang secara langsung mempengaruhi sinyal insulin namun juga polymorphismsof thrifty genes seperti gen reseptor adrenergik β3 dan uncoupling protein UCP gene, dihubungkan dengan obesitas viseral dan mengakibatkan resistensi insulin. Glukolipotoksisitas dan mediator-mediator inflamasi juga penting dalam mekanisme kerusakan sekresi insulin dan perburukan sinyal insulin. Perhatian baru-baru ini terfokuskan pada keterlibatan adipocyte-derived bioactive substances adipokin pada resistensi insulin. Sementara TNF- α, leptin, resistin, dan asam lemak bebas bekerja meningkatkan resistensi, adiponektin justru memperbaiki resistensi Kaku, 2010

2.2 Pertambahan Usia dengan Fungsi S el β