Penyesuaian diri Responden I

merasa lebih tenang. Hal itu tidak lagi menjadi fokus pikirannya, bahkan kini berat badannya telah bertambah beberapa kilo.

c. Penyesuaian diri

• Kehidupan pernikahan sebelum poligami Pernikahan Tia dengan pasangannya telah berjalan selama kurang lebih 20 tahun. Awal kehidupan pernikahannya dengan suami berjalan lancar dan sangat harmonis. Perhatian suami Tia terhadapnya sangat besar, segala kebutuhan dan keinginan Tia dipenuhi oleh suaminya, bahkan kemanapun Tia pergi ia selalu didampingi oleh suaminya. Kondisi rumah tangga tersebut tetap dirasakan oleh Tia selama lebih dari lima belas tahun masa pernikahan mereka. “…bapak perhatian, penyayang, apa-apa dia penuhi. Gak pernah tu, kalo ditanya tetangga tu, itu semua dia. Pigi belanja, apa-apa mesti dia, semua dia, semua dipenuhi, keluar aja sama dia. Kesini aja pun sama dia, kemana aja bedua”. R1.W1.b.20-27.h.1 “Orang dia kan orangnya perhatian kali kalo di rumah.”R1.W1.b.337- 339.h.7 “Oohh…sifatnya…baek, penyayang gitu, perhatian,...”R1.W3.b.1849- 1850.h.37 “…Pokoknya, kalo sikap gitu, seratus persen berubah total. Dulu orangnya gak gitu. Perhatian, penyayang,…” R1.W2.b.957-960.h.20 Memasuki usia pernikahan ke enam belas, suami Tia mulai disibukkan dengan kegiatannya di luar rumah yang bahkan menyita waktu liburnya diakhir pekan. Suami Tia menjalankan usaha keyboard yang biasanya dilakukan pada hari sabtu atau minggu sehingga suaminya semakin sering berada di luar dari pada berada di rumah. Universitas Sumatera Utara “dia ini mulai banyak kegiatan gitu kan. Banyak usaha ini trus sering keluar, sering di luar jarang pulang” R1.W1.b.35-38.h.1 Perkenalan suami dengan wanita yang menjadi istri mudanya pun berasal dari usaha keyboard tersebut yang tidak lain adalah salah seorang penyanyi yang baru bergabung dengan kelompok keyboard suaminya. Baru beberapa bulan bergabung dengan kelompok keyboard suaminya, Tia mulai merasakan adanya perubahan pada suaminya. Jarak rumah yang tidak begitu jauh membuat suaminya sering mengantarkan penyanyinya tersebut pulang. Akan tetapi setiap mengantar pulang, suami Tia sering kali tidak langsung pulang, melainkan duduk bercerita untuk sementara waktu. “dia tu biduan. Itukan biduan kami. Ibu kan biasa kalo ketemu di rumah, makan, kenal” R1.W2. b.1008-1011.h. 21 “Dia sebenarnya diantar gitu, siap latihan kan diantar, gak pulang gitu. ‘Kok lama kali bang. Cerita-cerita di rumahnya’. ‘Loh, tapi dah cerita-cerita tadi di rumah. Udah makan bang?’. ‘Udah, tapi abang makan disana ditawarin mamaknya enak kali’.”R1.W2.b.1033-1040.h.21 Kebiasaan suaminya mengantarkan penyanyi tersebut pulang ternyata semakin aneh dirasakan oleh Tia setelah suaminya tidak pulang ke rumah. Tia pun mendapati suaminya bermalam di rumah wanita tersebut setelah ia mendatanginya yang membuat Tia semakin merasakan adanya keganjilan yang telah terjadi pada perilaku suaminya. Sejak saat itu suaminya mulai sering tidak pulang dan Tia mendapati suaminya tidur di rumah wanita tersebut. “…abang gak pulang-pulang. Ibu datangi mamaknya disana, ‘bang, kak, katanya ada suamiku disini? Ada?’. ‘Iya, tadi malam tidur disini’.”R1.W2.b.1066-1071.h.22 Universitas Sumatera Utara “…mulai lah mabuk-mabuk gak pulang. Alasannya mau ke Medan abang ni gak pulang. Di cek kesana karna ibu dah curiga. ‘Ada disini, yah...kok gak ibu usir? Itu kan lakiku bu…” R1.W2.b.1079-1084.h.22 • Kehidupan pernikahan selama poligami Sebulan setelah Tia mendatangi selingkuhan suaminya, ia mendapat kabar bahwa suaminya ternyata telah menikah dengan wanita tersebut. Sekian lama menjalani kehidupan rumah tangga yang bahagia dengan suaminya membuat Tia sangat terkejut dan tidak terima dengan kenyataan pernikahan kedua suaminya. “Itu karena gak pulang lagi itu la baru tau dia dah nikah. Di sana la dapat kabar dari orang.” R1.W1.b.353-356.h.7 Reaksi Tia saat pertama kali mengetahui pernikahan kedua suaminya membuat ia mengunci semua pintu rumah dan menutup semua jendela, ia sama sekali tidak mengizinkan suaminya pulang ke rumah, sehingga suaminya hanya pulang untuk mengambil keperluannya. Tia lebih memilih untuk mengurung dirinya di kamar dan tidak membiarkan siapapun masuk. “Ya itu tadi, gak ibu kasi dia pulang. Ibu tutup semua pintu, kunci. Gak ibu kasi dia pulang.”R1.W1.b.361-363.h.8 “Ooh…berapa bulan ibu itu…gak bisa apa-apa. Bekurung aja di kamar.”R1.W1.b.371-373.h.8 Selama beberapa bulan pertama Tia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menutup diri dari orang-orang, pekerjaannya menjadi terganggu karena ia jarang masuk, bahkan pernah selama hampir seminggu Tia tidak makan. “…drop la. Ibu, gak keluar…wuih, berapa bulan itu ibu, gak mau jumpa orang, ngajar gak tentu, bekurung di kamar, gitu. Jarang masuk waktu itu,”R1.W2.b.806-811.h.17 Universitas Sumatera Utara “Bekurung aja, di kamar, gak ngapa-ngapai, gak gak tidur, makan. Pernah ampir seminggu gak makan.”R1.W2.b.815-818.h.17 Reaksi penolakan yang dilakukan Tia karena tidak terima dengan pernikahan kedua suaminya tersebut dilanjutkan dengan mengeluarkan luapan emosinya. Tia menjadi sangat marah dan menunjukkan sikap penolakan tersebut dengan mengusir dan mengemasi barang-barang suaminya setiap kali suaminya datang ke rumah. Hal itu ia lakukan sebagai reaksi protesnya akan pernikahan kedua suaminya. Walaupun sebenarnya itu hanya luapan emosinya yang tidak mampu ia tahan bahkan aksi pengusiran yang ia lakukan tidak disambut oleh suaminya sehingga Tia pun semakin sering melakukan hal tersebut demi meyakinkan dirinya bahwa suaminya tetap menginginkannya. “…gak ibu kasi dia pulang. Ibu tutup semua pintu, kunci. Gak ibu kasi dia pulang.”R1.W1.b.361-363.h.8 “Dia ibu usir, berkali-kali ibu usir. Tapi dia gak pernah mau pigi kan.”R1.W1.b.654-656.h.13 “Setiap dia datang gitu la, ibu siapkan pakeannya, nanti ibu bungkus sama semua, ‘bawa ini. Silahkan berangkat ke sana. Jangan pigi pulang’.”R1.W1.b.245-250.h.5 “Waktu itu kan, ibu datangi, ribut la semua. Udah itu, pulang kami. Udah gak pernah ibu cakapin, ngomong, gak ibu kasi pulang gitu.”R1.W2.b.798- 802.h.17 Sejak saat itu selama setahun sang suami tidak tidur di rumah, hanya pulang untuk mengambil keperluan dirinya. Hal ini terjadi karena sejak Tia mengetahui kabar pernikahan kedua tersebut, ia selalu marah dan berkali-kali mengusir suaminya setiap kali suaminya pulang. Tiap kali suaminya pulang, maka Tia akan Universitas Sumatera Utara mengemasi barang-barangnya dan mengusirnya, hal tersebut dilakukan berulang- ulang oleh Tia. “Satu taon kek gitu, Cuma gak nginap aja.”R1.W1.b.113-114.h.3 “Jadi datang dia sekedar ngambil, apa perlunya gitu.”R1.W1.b.110- 111.h.3 “Setiap dia datang gitu la, ibu siapkan pakeannya, nanti ibu bungkus sama semua, ‘bawa ini. Silahkan berangkat ke sana. Jangan pigi pulang’.”R1.W1.b.245-250.h.5 “…gak ibu kasi dia pulang. Ibu tutup semua pintu, kunci. Gak ibu kasi dia pulang……..Tu la satu taon kerjanya gitu aja.”R1.W1.b.361-367.h.8 Meskipun Tia mengusir dan mengemasi barang-barang suaminya, setiap ia pulang dari mengajar ia merasakan jantungnya berdegup kencang karena takut suaminya benar-benar pergi sehingga ia akan kehilangan suaminya. Setelah ia melihat barang suaminya masih berada di rumah iapun merasa lega. “Di mulut aja gitu, buktinya begitu dia pigi aja kan, mikir gitu.” R1.W1.b.651-653.h.13 “Dia ibu usir, berkali-kali ibu usir. Tapi dia gak pernah mau pigi kan. Tapi kalo setelah dia pigi gitu, jantung ibu berdebar-debar. Nanti pulang sekolah gitu, begitu buka pintu, buka apa-apa, sibuk ibu cari dulu ini…cari pakean. Pigi gak.”R1.W1.b.654-661.h.13 “…itu la, setiap kali ibu masuk rumah, pasti ibu bedebar,…”R1.W1.b.667- 668.h.13 Suatu hari karena bertengkar dengan istri muda, suaminya kembali ke rumah. Sebelumnya Tia diyakinkan keluarga suaminya sehingga ia menerima suaminya pulang ke rumah. Selain itu perkataan suaminya yang menjelek- jelekkan istri muda semakin meyakinkan Tia bahwa suaminya akan kembali Universitas Sumatera Utara padanya dan meninggalkan istri mudanya sehingga ia menerima suaminya untuk tinggal kembali di rumah. “Jadi setelah setaon itu, karena berantem orang itu, bekelahi sama perempuan itu, ntah minta apa-apa gitu, diusir sama keluarganya, lari dia pulang.”R1.W1.b.150-154.h.4 “Setelah familinya datang ke rumah, bilangkan dia mau pulang ke rumah, tapi waktu itu ibu, karena emang ibu tujuan ibu kan asal satu aja syaratnya, asal cerekan dia mau pulang, terima,..”R1.W1.b.156-162.h.4 “Jadi janji dia waktu itu, karena berantem waktu itu mungkin kan, jadi dibilangnya la perempuan itu tak bagus. Suka nyuri-nyuri, suka ngambel uang, katanya.”R1.W1.b.164-169.h.4 Ternyata kepulangan sang suami tidak membuat Tia merasa lega karena suaminya masih tetap mengunjungi istri mudanya. Setiap kali suaminya berkeinginan menjumpai istri mudanya maka ia akan pergi menemuinya. Hal itu membuat harapan Tia bahwa suaminya akan meninggalkan istri mudanyapun pupus. “…harus jumpa, abang harus, lagian gitu, setelah setahun nikah kan pulang. Ndak pulang cuma datangnya sesekali aja. Tapi gak ibu cakapin terus.”R1.W1.b.103-107.h.3 “Bes tu pulang, dibawanya semua. Abes semua pakeannya dibawa, jadi begitu dia pulang seminggu, dia balek lagi mabuk kesana. Balek ke sana.”R1.W1.b.117-121.h.3 “…tapi seminggu di rumah, udah, kayak orang lupa ingatan. Mau ke sana, malam gak tentu jam satu masuk-masuk sampe lumpur-lumpur, pulang pagi dia ngejar-ngejar perempuan itu.”R1.W1.b.171-177.h.4 “Nanti paling di sana ada bapak-bapak di situ, ibu bel aja, ‘Pak, ada suamiku di situ?’. ‘Ada’, gitu kan, oooh udah. Tapi begitu dia pulang besok ibu gak mau cakapin dia.”R1.W1.b.288-293.h.6 Sejak suaminya kembali menjumpai istri mudanya, Tia menjadi tidak mempercayai suaminya. Ia menyangka bahwa suaminya pulang selepas Universitas Sumatera Utara menjumpai istri muda. Ditambah lagi, Tia mendapatkan informasi mengenai keberadaan suaminya dari informan yang ia hubungi maupun dari hasil penyelidikannya sendiri. “…dicek, ibu cari, di situ waktu itu. Dia nokoh tapi, dia bilang gak ke sana. Katanya, ‘Tia, abang ada proyek, gak pulang ni beberapa hari’, gitu.”R1.W1.b.181-185.h.4 “Jadi dalam, dalam dua setengah taon ni la, dia nokoh aja jadinya. Dia gak pernah terus terang kalo dia tidur di sana. Pasti dia bilang, ‘abang tidur sini ya. Abang gak pulang ya’. Padahal ibu tau dia tidur sana. Karena ibu cek, ibu tunggu di jalan, jumpa.”R1.W1.b.220-227.h.5 “Tetap dia nokoh, jadi ibu tunggu di jalan. Buktikan aja, buktikan aja betul gak kata-katanya gitu.”R1.W1.b.234-237.h.5 “…berapa taon yang lalu kan, gitu-gitu, nokoh, pokoknya ampe sekarang dia nokoh. Walopun ibu tau kalo dia pigi sana. Karena di sana ada mata-mata ibu, setiap dia di sana.”R1.W1.b.263-269.h.6 “Nanti paling di sana ada bapak-bapak di situ, ibu bel aja, ‘Pak, ada suamiku di situ?’. ‘Ada’, gitu kan, oooh udah…”R1.W1.b.288-291.h.6 Hal itulah yang memicu kemarahan Tia setiap kali suaminya pulang. Setiap kali suami Tia pulang ke rumah, ia akan berpikir bahwa suaminya baru menemui istri muda sehingga ia akan marah dan mendiamkan suaminya, namun setelah beberapa hari suaminya di rumah, kemarahannyapun hilang dan Tia bisa bersikap baik pada suaminya. Akan tetapi, jika suaminya pergi lagi, maka Tia akan marah lagi dan ketika suaminya pulang ia akan mendiamkannya, hal itulah yang terjadi berulang-ulang setelah suaminya kembali menetap di rumah. “…setelah setahun nikah kan pulang. Ndak pulang cuma datangnya sesekali aja. Tapi gak ibu cakapin terus.” R1.W1.b.104-107.h.3 “Tapi begitu dia pulang besok ibu gak mau cakapin dia.”R1.W1.b.292- 293.h.6 Universitas Sumatera Utara “Udah, gak cakap-cakapan, paling kalo udah marah gitu, ribut lagi.”R1.W1.b.295-296.h.6 “Nanti kan kadang kami bagus. Nanti berantam lagi. Kadang-kadang bisa bagus gitu.”R1.W1.b.462-465.h.10 “Jadi, kalo setiap bapak pulang pasti marah.”R1.W1.b.475-476.h.10 “Heeh…ngerasa jijik, muak, bosan, gitu kan. Tapi kalo dia di rumah dua hari, tiga hari gitu kan, haa…ibu bisa tenang, bisa baek ama dia.”R1.W1.b.478-482.h.10 “Tapi begitu dia pigi aja besok, udah la. Udah, di dalam ni, rasanya cemana ya, ga mau la ibu nyakapinya. Becampur aduk la kek gitu.”R1.W1.b.484- 488.h.10 “…begitu dia itu, udah bagus, kayaknya lupa yang laen. Kejadian itu pun lupa ibu. Tapi begitu dia berapa hari pigi sana, itu gak bisa ibu nyakapinya dia pulang.”R1.W1.b.511-516.h.10-11 “Begitu dia pigi lagi, marah lagi, nanti bagus lagi, gitu-gitu aja…”R1.W1.b.520-522.h.11 “Sebenarnya dia tu lebih betah tinggal di rumah kalo ibu tu mau sabar. Tapi kan gak, begitu dia ke sana ibu kan marah.”R1.W1.b.561-565.h.11-12 “Nanti diam lagi, berantem lagi. Kemaren ibu ancam lagi.”R1.W2.b.621- 623.h.13 Sikap Tia yang tidak mampu menahan emosi membuatnya harus mengeluarkan seluruh isi hatinya dan melampiaskan rasa marah yang ia tahan selama suaminya pergi.Setelah ia meluapkan emosinya maka ia bisa merasa lega dan bersikap baik pada suaminya. “…Di keluarin, unek-unek itu dikeluarin, bahkan sama abang pun, kalo ibu udah, kan ibu simpan ini gondok ni dua tiga hari, empat hari, aku tahan ini gak marah sama dia. Begitu gak tahan, ibu cetuskan, ‘oh, gak pulang ko ya…begini-begini’, plong. Udah tenang gitu,…”R1.W2.b.1350-1358.h.27 “…kayaknya setelah ibu lepaskan plong. Bahkan kalo gak ibu lepaskan, itu bisa bungkem berminggu-minggu. Dia nanya aja ibu gak mau nyaut. Karna Universitas Sumatera Utara begini ni di dalam. Tapi begitu dilepaskan ibu bisa ketawa seketika sama dia.”R1.W2.b.1361-1368.h.27-28 Setiap kali Tia memarahi ataupun berbuat kasar pada suaminya, sang suami tidak memberikan perlawanan apapun karena rasa bersalah yang ia rasakan. Apalagi suaminya sadar bahwa Tia tidak bisa menerima keadaan rumah tangga mereka yang sekarang. Keributan yang terjadi dalam rumah tangganya berlangsung terus selama tiga tahun. “…dia kan tetap gak mau cerekan ibu kan tetap, tapi dia gak mau ngomong. Dia dieeeem, apapun kita bilang selama ini dieeem,…”R1.W2.b.498- 504.h.10 “…dia tu orangnya ga suka marah. Mau ibu pukul, diam aja. Diaaaam sepatah katapun tak ada. Sampe sekarang, sampe ini tangannya, ini udah terkilir ntah patah udah ibu bikin. Dah ibu banting, ibu pukul, diaaaaam aja.”R1.W1.b.498-504.h.10 “sekedar ibu ribut, ngomong gitu aja. Kalo dia dieeeem terus.”R1.W2.b.h.911-913.h.19 Selama itu pula, Tia mengalami penurunan nafsu makan dan gairah dalam bekerja. Waktu makan Tia menjadi tidak menentu dan ia bekerja sekedarnya. Tia merasa sedih, marah dan hidupnya tidak tentram dengan kehadiran orang ketiga dalam rumah tangganya. Emosi Tia menjadi tidak stabil karena terkadang ia bisa sangat marah pada suami dan sebaliknya juga bisa bersikap baik pada suaminya. “…ibu jalani tiga taon hidup sama dia, ada perempuan itu koq gak tentram, gitu. Sakit, menderita, berantam, nangis, gak makan, gitu.”R1.W3.b.2153- 2157.h.43 “…ibu jalanin kek gitu dua taon tiga taonan lah. Bukan ibu gak makan selama tiga taon itu gitu cuman, setiap kali berantam, asal berantam, itu terus total ibu down gitu, gak keluar dari kamar, gak selera kerja, gak selera makan, gak selera jumpa orang, bekurung di kamar,…”R1.W3.b.2092- 2101.h.42 Universitas Sumatera Utara Semenjak menikah lagi, suami Tia sering berbohong padanya setiap kali akan pergi menjumpai istri mudanya. Tia merasa bahwa suaminya sering berbohong pada dirinya untuk menjaga perasaannya. “…dalam dua setengah taon ni la, dia nokoh aja jadinya. Dia gak pernah terus terang kalo dia tidur di sana.”R1.W1.b.220-223.h.5 “…berapa taon yang lalu kan, gitu-gitu, nokoh, pokoknya ampe sekarang dia nokoh.”R1.W1.b.264-266.h.6 Beruntung Tia memiliki seorang teman tempatnya berbagi cerita, keluh dan kesahnya selama ia menjalani kehidupan poligami. Pada temannya tersebut ia menceritakan segala isi hatinya yang tidak mampu ia pendam lagi. Setiap ia selesai bercerita dengan temannya tersebut, hatinya merasa lebih lega dan perasaannya menjadi lebih baik. Segala emosi yang ia rasakan dalam hatinya telah ia keluarkan dengan bercerita dengan temannya tersebut. “…ada kepala sekolah satu kan, dia suka gitu, nasehatin, karena dia pernah ngalamin. Kalo udah dia datang ibu suka, ibu suruh masuk, haa…nangis la, curhat, tenang. Dinasehatinnya, tenang…”R1.W1.b.411-417.h.9 “ibu kalo gak enak curhat aja, tapi ada satu tempat. Dikeluarin, unek-unek itu dikeluarin.”R1.W2.b.1348-1351.h.27 “ibu yang tadi tu, itu la tempat ibu curhat, itu la dinasehatin. Jadi itu lah yang buat ibu kuat.”R1.W2.b.1369-1372.h.28 Selama tiga tahun Tia tetap bertahan dengan kondisi rumah tangganya yang tidak tentram dan batinnya tidak tenang selama beberapa tahun, namun ia tetap berharap bahwa suaminya akan meninggalkan istri muda dan kembali padanya, bahkan ia tidak menggugat cerai suaminya dan hanya menginginkan kata cerai itu keluar dari mulut suaminya karena jauh dalam lubuk hatinya, Tia masih sangat Universitas Sumatera Utara mencintai suaminya. Semua ungkapan kemarahan Tia hanyalah rasa emosi dan rasa tidak terimanya dengan kondisi keluarganya yang sekarang. “Cuman hati kecil itu sebenarnya masih sayang gitu. Makanya kalo mo bertindak tu, piker lagi. Karena kalo di luar apapun diucapkan, tapi di hati gak gitu.”R1.W1.b.646-651.h.13 “Sementara hati kecil sebenarnya, kan emosi. Itu kan emosi aja kan.”R1.W1.b.691-697.h.14 “…sampe tiga tahun ditahankan. Karna rasa sayang itu masih kuat kan, cinta gitu.”R1.W2.b.1486-1488.h.30 “Sebenarnya kan, sayang itu masih ada, ada, rasa sayang, cinta tu masih ada.”R1.W3.b.2150-2152.h.43 “Memang ibu ni tujuannya kepingin, balik gitu, pingin balik, pingin bersama, dengan syarat bapak tu mau berobah, dan dengan syarat utama dia harus meninggalkan perempuan itu gitu. Ibu tu mau hidup sama dia dengan syarat tidak ada perempuan itu, gitu.”R1.W3.b.2141-2149.h.43 Kehadiran istri muda dalam rumah tangganya telah merubah kondisi rumah tangganya. Sejak awal Tia tidak menyukainya karena menurutnya istri muda suaminya adalah seorang yang kurang bertata krama dan kurang berpendidikan. “Dia kan ketus, orangnya judes. Orangnya judes, garang orangnya,…”R1.W2.b.1563-1565.h.31 “Bukan kita nghina orang. Gak da apa-apanya lah, mungkin anak-anak lajang-lajang yang biasa ja pun gak kepingin. Apanya, apapun gak ada.”R1.W2.b.1110-1115.h.23 “…ya orangnya, pasti gak baeklah. Ya kalo ibu rasa sengaja dia menghancurkan,…”R1.W2.b.994-996.h.20 “Dari awal pun nampak memang gak bagus kayaknya orangnya gitu. Sikapnya, gaya cara berpakaian, gak sopan, gitu.”R1.W2.b.1020-1024.h.21 “Pokoknya orang kelas ekonomi bawah lah. Rumah aja gak punya. Masih numpang. Tinggal dipinggir laut, sunge,…”R1.W2.b.1041-1044.h.21 “Sementara dia kan perempuan biasa.”R1.W1.b.773-774.h.16 Universitas Sumatera Utara “…ditelponnya ibu, istrinya itu kan, diancam-ancamnya.”R1.W1.b.205- 207.h.5 “…emang keluarganya itu keluarga kek mana ya, keluarga gak bisa kita ituin la emang. Keluarga kurang pendidikan gitu. Dia tu di kampong.”R1.W1.b.83-87.h.2 Kecurigaan pun semakin jelas ketika Tia mendapati suaminya bermalam di rumah wanita tersebut, ditambah lagi dengan dukungan keluarga wanita tersebut yang menurut Tia sengaja membiarkan anaknya menjalin hubungan dengan suaminya. “…kalo kami bilang semua pasti orang tuanya mendukung. Karna begitu ibu datang, abang gak pulang-pulang. Ibu datangi mamaknya di sana, ‘bang, kak, katanya ada suamiku di sini? Ada?’. ‘Iya, tadi malam tidur di sini’.”R1.W2.b.1063-1071.h. “Di cek ke sana karna ibu dah curiga. ‘Ada di sini, yah...kok gak ibu usir? Itu kan lakiku bu, ibu kan tau. Ibu kan punya anak gadis, masak ibu biarin anak ibu ama laki orang.”R1.W2.b.1082-1087.h.22 Perasaan benci pun mucul saat mengetahui bahwa wanita tersebut telah merebut suaminya dan menghancurkan kehidupan rumah tangganya. Penilaian negatif pada istri mudapun semakin tertanam dalam dirinya bahwa wanita tersebut sengaja ingin merebut suaminya karena sebelumnya ia telah mengenal wanita tersebut sebagai salah satu rekan dalam kelompok keyboard yang dijalankan suaminya. “Ya kalo ibu rasa sengaja dia menghancurkan. Gak peduli la dia dah punya istri. Karna anak itu dah biasanya di rumah sebelumnya. Makan di rumah, apa di rumah.”R1.W2.b.995-1000.h.20-21 “Karna dah jelas hati tu dia la merusak rumah tangga ibu.”R1.W2.b.1467- 1469.h.29-30 Universitas Sumatera Utara Perasaan benci yang besar membuatnya tidak ingin menemui ataupun berjumpa dengan istri muda suami karena ia takut lepas kendali. Selain itu, Tia merasa bahwa dengan menjumpai istri muda suaminya hanya akan memberi penilaian buruk pada dirinya. “…dari dulu ampe sekarang kalo jumpa ingin ibu pukul, ingin pijak, bunuh, itu yang ada.”R1.W2.b.1450-1453.h.29 “…kalo jumpa pengen ini, pengen mukul gitu.”R1.W1.b.767-769.h.15 “Kadang sebenarnya gak dijumpai, kalo dijumpai memang bisa cuman kan ibu gak mungkin mau mendatanginya.”R1.W2.b.1454-1457.h.29 “Itulah makanya ibu pun gak pernah datang. Orangnya pun marah. bikin malu aja, harga diri awak jatuh kan guru, malu, gak pernah ibu datangi.”R1.W2.b.1698-1702.h.34 Setelah tiga tahun menjalani hidup yang dirasa tidak tentram, sekarang ini Tia lebih memilih untuk tidak mengetahui berita apapun yang berhubungan dengan istri muda suaminya. “…gak mau ibu. Apalagi sekarang, dengar ajapun dari orang kalo perlu jangan pernah orang nyampekan apapun sama ibu. Gak mau ibu tau gitu, tentang dia, dengar gitu, lebih bagus gak usah sama sekali.”R1.W3.b.1988- 1994.h.40 Berita pernikahan kedua suami Tia juga diketahui oleh rekan kerja maupun tetangga sekitar rumahnya. Awalnya Tia bersikap menghindar dengan orang- orang disekitarnya dengan mengurung diri di rumah, baik di lingkungan pekerjaannya, maupun di lingkungan sekitarnya. “Kawan-kawan la pun tau kan orang tu la, kawan datang ke rumah. Nasehatin gitu, ibu gitu aja la. Nanti keluar-luar gitu, tapi jarang la. Hendak bekurung aja gitu. Jumpa orang aja gak mau, pulang langsung tutup pintu.”R1.W1.b.381-388.h.8 Universitas Sumatera Utara “Nanti kalo ada orang datang gitu kan, ibu cek dulu, bisa gak diajak bicara. Cocok gak, bisa gak curhat sama dia. Kalo emang bisa ibu suruh masuk. Tapi kalo enggak, ibu diam aja, ampe dia pulang sendiri.”R1.W1.b.399- 406.h.8 Beragam komentar mengenai kehidupan rumah tangga Tia muncul dari lingkungan tempat tinggalnya yang mayoritas adalah ibu-ibu yang sudah memiliki cucu, hanya saja mereka tidak berani untuk menyatakan langsung pada Tia. “…la kalo orang bilang. Tapi orang-orang itu aja la yang begosip. Oooh, dia tu berantam dia tu begini dia tu begitu, ada.”R1.W2.b.1312-1315.h.27 “…orang bilang, ‘udah la Tia, bagusnya dia di rumah’. Tapi kan ibu yang tau.”R1.W3.b.1739-1740.h.35 “Orang-orang ni aja la yang di luar gosip-gosip gitu.”R1.W3.b.2000- 2002.h.40 “Enggak, enggak, kalo nanya sama ibu orang tu gak berani.”R1.W3.b.2005-2006.h.40 “Jadi kan, jarang la dia sekarang datang-datang kek gitu. Paling itu la yang jadi gosip jiran tetangga kan. Bisik-bisik, ‘orang tu pisah’, apa gini apa gitu,…”R1.W3.b.2033-2037.h.41 Mendengar beragam komentar itu Tia pun lebih memilih untuk mengambil sikap acuh dengan komentar maupun gosip yang dibicarakan tetangganya tersebut. Terlebih saat ia sedang ribut dengan suaminya, ia tidak malu lagi jikalau terdengar oleh tetangganya. Ia merasa tidak perlu untuk malu karena hal itu memang telah diketahui oleh tetangganya. “La ibu terserah kelen mo bilang apa orang memang iya kenyataannya. ‘Koq bodoh kali kelen ngeributin, aku yang bermasalah’, gitu. Itu ibu bilangin gitu aja. Gak open ibu, terserah mo bilang apa.”R1.W2.b.1323-1329.h.27 “Asal berantam, ibu asal berantam kan ribut. Ibu kalo dah berantam tu gak malu lagi. Ribut wawawawa, rasanya emang orang dah tau koq masalahnya,…”R1.W2.b.1335-1340.h.27 Universitas Sumatera Utara Sedangkan pada lingkungan pekerjaannya, komentar yang ia dapatkan lebih kepada bentuk perhatian dari rekan-rekan seprofesinya. “…kawan-kawan udah tau, tapi gak tempat kita curhat, kan gitu. Paling- paling, ‘kek mana ni Tia? Aman?’. ‘Ya udah, kek kek gitu aja.”R1.W2.b.1376-1380.h.28 Begitu pun dengan pihak keluarga Tia, rasa dekat sebagai saudara pada suami Tia membuat mereka kecewa dengan kenyataan tersebut, ketika mengetahui berita pernikahan kedua suaminya mereka langsung menjumpai suaminya. Sama seperti Tia, keluarga Tia juga merasa marah terhadap suaminya. “Kalo waktu itu marah…”R1.W1.b.459.h.9 “Marah, waktu pertama marah. Semua marah. Orang tu pigi nanya, datangin. Mamak, abang, mamak Ika, situ la kami datang terakhir itu.”R1.W2.b.1414-1418.h.28-29 Akan tetapi hubungan Tia dengan suaminya yang terkadang terlihat baik- baik saja membuat mereka tidak begitu berani untuk mencampuri masalah tersebut. “Kadang-kadang hati ni bisa diredam gitu. Ah, ayok lah, ayo gitu. Bisa gini, macam gak terjadi apa-apa aja.”R1.W1.b.464-469.h.10 “…kalo dia di rumah, ibu bisa. Yang itu-itu bisa ilang. Bisa kita bagus sama dia,…”R1.W1.b.491-493.h.10 “Cuman kalo orang itu mau ikut campur kan gak enak. Nanti kan kadang kami bagus. Nanti berantam lagi.”R1.W1.b.461-464.h.10 Karena perasaan Tia tidak terima dengan pernikahan suaminya tersebut, ia pun tidak berkomentar apa-apa saat keluarganya marah pada sang suami. Tia lebih memilih untuk diam karena baginya itu memang kesalahan sang suami. “Karna kita bepihak sama keluarga kan. menyalahkan dia aja gitu,…”R1.W2.b.1445-1447.h.29 Universitas Sumatera Utara Sejak saat itu, hubungan keluarga Tia dengan suaminya telah putus, kedekatan yang selama ini terjalin telah hilang, bahkan setiap kali suami Tia berada di Medan, suaminya tidak pernah berkunjung lagi ke rumah saudara Tia. “Ya jauh la, gak kek dulu lagi. Kalo dulu, tiap ke Medan, buya Ika tu pun yang paling rapat ya sama abang.”R1.W2.b.1425-1428.h.29 Hubungan Tia sendiri dengan anak-anaknya berjalan dengan baik, walaupun saat pertama kali ia mengetahui berita pernikahan suaminya, ia sempat menjauh dari anaknya demi menghindarkan anaknya dari perasaan emosi yang tengah dirasakannya pada suami. “…kalo udah kek gitu gak mau jumpa orang ibu. Ama anak aja pun gak mau. Takut ibu, bisa kepukul ibu.”R1.W1.b.392-395.h.8 Perasaan tidak suka dengan keputusan ayahnya yang menikah lagi tidak membuat anak-anak Tia berbuat tidak baik pada ayahnya, Tia pun menyuruh anak-anaknya untuk tetap berlaku baik pada suaminya yang juga merupakan ayah bagi anak-anaknya, ia tidak ingin anaknya menjadi anak yang tidak berbakti pada orang tuanya meski kini komunikasi anak-anaknya pada suaminya jauh berkurang. “Tapi ya...orang ini gak, gak jadi macam anak broken home gitu enggak. Karna kalo datang kek biasa aja. Cuman benci itu dia bilang ada.”R1.W2.b.929-933.h.19 “…memang gak suka tapi kasian, katanya. Mau dimarahin pun kasian. Ibu pun gitu, ‘Dimas gak bole durhaka’, udah.”R1.W2.b.947-951.h.20 “Biasa aja, cuman komunikasi pun kurang gitu. Kurang suka juga la dia bicara.”R1.W2.b.954-956.h.20 Universitas Sumatera Utara Cukup sudah waktu yang ia berikan pada suaminya untuk berpikir, selama tiga tahun Tia menanti keputusan suaminya. Kesabaran Tia pun mulai berganti dengan kepasrahan karena keputusan yang tidak kunjung dibuat oleh suaminya. Setiap kali Tia meminta keputusan dari suaminya, suaminya tidak memberikan jawaban apapun, begitu juga perkataan cerai yang dimintanya pada suami, tidak juga kunjung diucapkan suaminya. Tia pun mulai merasa suaminya sudah tidak menyayanginya lagi karena suaminya tidak membuat tindakan apapun. “Gitu aja la sekarang. Tunggu aja dulu, bepikir gak.”R1.W2.b.847- 849.h.18 “Dah kelamaan dah tiga taon, ternyata dia gak pernah berpikir. Bahkan dikasi jalan yang terbaik pun dia gak ngerti. Jadi ibu menganggap, ‘ah, udah la ini, mungkin dia gak sayang lagi sama aku.”R1.W2.b.1497-1503.h.30 “Ibu menganggap dia dah gak sayang lagi sama ibu, udah itu aja.”R1.W2.b.1516-1518.h.30 “…‘Aku dah gak perduli, mau ngapain dia, mau ngapain dia di luar sana itu urusan dia’, gitu.”R1.W3.b.2114-3117.h.42 “Sekarang udah ibu biarin aja, gak mau lagi diapa-apain, terserah,…”R1.W2.b.830-832.h.17 “Sekarang pun kalo, pokoknya udah la, udah capek gitu, udah malas ngapainnya. Teserah aja, apa keputusan terakhir nanti tengok aja.”R1.W2.b. 835-840.h.17 “…dia kan tetap gak mau ceraikan ibu kan tetap, tapi dia gak mau ngomong. Dia dieeeem, apapun kita bilang selama ini dieeem.”R1.W2.b.855- 859.h.18 Komunikasi Tia dengan suaminya semakin lama juga semakin berkurang, keduanya lebih memilih untuk diam satu sama lain. “…belakangan ini, akhirnya diam aja lah. Ibu diam, dia diam, dah bejumpa komunikasi pun gak ada terus.”R1.W2.b.984-987.h.20 Universitas Sumatera Utara “Dah, buktinya setelah lebaran ini kan, total gak komunikasi.”R1.W2.b.1228-1230.h.25 “Ibu putuskan gak ada. Ibu putuskan gak mau, paling sekedarnya aja.”R1.W2.b.1233-1235.h.25 “Malas udah, semenjak malam lebaran yang malam-malam itu kami jeput itu. Udah, akhirnya kan belakangan ini ibu bilang ibu mau ngadu,…”R1.W2.b.1244-1248.h.25 “Tapi sekarang ibu diam aja lah udah. Tengok aja lah nanti selanjutnya kek mana gitu. Jadi sekarang gak ada, gak pernah komunikasi apapun.”R1.W2.b.1708-1713.h.34 Lelah dengan keadaan rumah tangganya yang tidak juga membaik, akhirnya Tia mengambil sikap tegas dengan menghadapkan suaminya pada pilihan untuk bersama dirinya dan berpisah dengan istri mudanya, atau sebaliknya. “Bosan rasanya, capek gitu-gitu aja ngapain ribut terus ngapain, Dah la rasanya capek. Akhirnya, pokoknya yang terakhir ini ibu gitu aja lah udah. Pokoknya gak mau cerekan sana, kalo kau gak bilang cere biar aku yang mengadu, dah gitu aja.”R1.W2.b.861-869.h.18 “…ribut kami gitu kan, gak mau dia ibu paksa. Ibu paksa dia ngucapkan cere, gak mau dia, keluar, pigi dia, pigi dia dari rumah.”R1.W2.b.1251- 1255.h.25 “…kalopun dia mau pisah betul-betul pun ya silahkan. Ibu bilang, kalo dia mau bedua lagi ya bepikir la dia, salah satu kan. Nah, itu aja la sekarang, gitu aja udah.”R1.W2.b.1294-1299.h.26 Tidak juga mengambil sikap apapun, akhirnya Tia tidak membiarkan suaminya tinggal lagi di rumah. Ia tidak lagi ingin mengetahui apapun yang terjadi pada suaminya, bahkan berita apapun yang ingin disampaikan orang perihal suaminya tidak ingin lagi diketahuinya. Tia bersikap acuh setiap kali suaminya berkunjung ke rumah. Saat ini suaminya tidak lagi tinggal bersamanya. Ia berpisah dengan suaminya namun tanpa kata cerai dari suaminya. Universitas Sumatera Utara “Bapak kan ibu suruh pigi aja, ‘udah la pigi ajalah, kalo pigi jauh-jauh’, gitu kan, memang ibu gak mau nerima dia, sama sekali enggak. Kalo perlu gak usah datang-datang ke rumah ini. Memang ibu usir la dia kemaren itu, mentah-mentah ibu usir dia dari rumah. Jangan datang gitu, jangan datang.”R1.W3.b.2011-2020.h.40 “…sekarang, dengar aja pun dari orang kalo perlu jangan pernah orang nyampekan apapun sama ibu. Gak mau ibu tau gitu, tentang dia, dengar gitu, lebih bagus gak usah sama sekali.”R1.W3.b.1989-1994.h.40 “…adapun orang ngasi informasi, ‘eh dia di sana, dia begini, dia begitu’. ‘Ih tolonglah…jangan dikasi-kasi tau, aku gak mau. Usahkan untuk nengok, dengar aja pun gak mau’, gitu. ‘Aku dah gak perduli, mau ngapain dia, mau ngapain dia di luar sana itu urusan dia’, gitu.”R1.W3.b.2108-2117.h.42 “…gak mau lagi, ibu tau urusan bapak itu, gitu. Ibu anggap aja rasanya, ‘ah, bukan lakiku lagi koq’ udah, gitu aja gitu. Ibu anggap gitu.”R1.W3.b.2119- 2123.h.42 “Orang ibu kan minta cere, ‘kalo pun kita gak pisah, gak cere, tapi pisah aja’, gitu. ‘Gak usah datangi kami. ‘Jangan la aku nampak lagi lah’, rasanya gitu.”R1.W3.b.2021-2025.h.40-41 “Ibu kepingin, pingin menghilangkan masalah itu dengan syarat jangan memandang dia lagi, gitu. Ibu anggap aja hilang dari kehidupan gitu.”R1.W3.b.2026-2031.h.41 Tia juga menganggap bahwa suaminya sudah tidak menyayanginya lagi, ia lebih memilih untuk mengalah dengan keadaan dan bersikap pasrah. “…‘Abang masih sayang koq’. Cuman ibu menganggap enggak, gitu. Kalo sayang ya udah, kan gitu kan mana buktinya, itu tadi la.”R1.W2.b.1474- 1478.h.30 “Dah kelamaan dah tiga taon, ternyata dia gak pernah berpikir. Bahkan dikasi jalan yang terbaik pun dia gak ngerti. Jadi ibu menganggap, ‘ah, udah la ini, mungkin dia gak sayang lagi sama aku. Terserah pasrah, aku dah mengundurkan diri’.”R1.W2.b.1497-1504.h.30 “Rencananya, kita la yang mengambil keputusan. Ibu menganggap dia dah gak sayang lagi sama ibu, udah itu aja.”R1.W2.b.1514-1518.h.30 Meski demikian Tia merasa sikap yang diambilnya membuat dirinya lebih lega karena tidak harus bertengkar dengan suaminya. Ia menjadi lebih tenang Universitas Sumatera Utara dengan tidak mengetahui kabar tentang suaminya. Tia tidak lagi bertengkar dengan suaminya dan tidak menjadikan masalah rumah tangganya sebagai fokus pikirannya. “…kalo gak kek gitu ibu rasa, gak pernah tenang hidup ibu, gitu. Sekarang enak, tenang gitu. Justru gak ada dia justru tenang gitu. Ibu gak, gak mikir lagi gitu.”R1.W3.b.2069-2074.h.41-42 “…koq bodoh kali, ya lama-lama bisa gitu. Tenang aja ibu sekarang. Gak ada kek gitu.”R1.W3.b.2079-2082.h.42 “…kalo tepikir, tepikir, cuman gak jadi itu fokus,…”R1.W3.b.2084- 2085.h.42 “…kalo memang mau, tinggalkan sana, gak mau, pisah aja, udah gitu aja.”R1.W2.b.841-843.h.17-18 Kini masalah rumah tangga Tia tidak lagi menjadi fokus pikirannya, ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya dan kegiatan sehari-harinya bahkan kini selera makannya kembali normal seperti biasa. “kalo tepikir, tepikir, cuman gak jadi itu fokus, kek dulu. Kalo dulu kan ibu sampe gak makan, gak tentu kerja, gitu kan.”R1.W3.b.2084-2088.h.42

2. Responden II

a. Hasil observasi