3. Accessibility and flecsibility, kriteria ini termasuk process-related criteria.
Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistem operasinalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa,
sehingga pelanggan dapat melakukan dengan mudah. Selain itu juga dirancang agar dapat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan
keinginan pelanggan. 4.
Reliability and trustworthtiness, kriteria ini termasuk process-related criteria. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa
mempercayakan segala sesuatu kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.
5. Recovery, termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan memahami
bahwa bila ada kesalahan atau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka pemyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk
mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat. 6.
Reputation and credibility, kriteria ini merupakan process-related criteria. Pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya
dan memberikan nilai atau imbangan yang sesuai dengan pengorbanannya.
II.3 Peran Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan Pelayanan Publik
Peranan pemerintahan daerah dalam pelayanan publik selama ini lebih bermuatan dekonsentrasi dibanding desentralisasi devolusi, dengan alasan
efisiensi dan kesatuan bangsa, standarisasi pelayanan public dalam berbagai bidang dibuat dengan prinsip herarkhi sentralistis. Dengan penerapan model
demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang sedang berlangsung, diharapkan terjadi pula perubahan kualitas pelayanan publik karena Pemerintahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daerah sebagai representasi masyarakatnya, secara otonom dapat melayani secara langsung kebutuhan masyarakatnya.
Penentuan kualitas pelayanan inilah yang tidak mudah. Lucy Gaster 1995 : 35 mengemukakan bahwa kesulitan menetapkan kualitas pelayanan disebabkan
adanya berbagai dimensi perbedaan; antara harapan dan kenyataan, kepentingan warga negara secara langsung dengan kepentingan pemerintah atau produsen
secara tidak langsung. Karena itulah diperlukan penentuan standarisasi kualitas pelayanan dalam berbagai dimensi secara cermat, dan merepresentasikan
kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, terdapat beberapa
dimensi pelayanan yang harus diperhatikan yaitu menyangkut diterapkannya mekanisme pasar, penerapan sistem manajemen modern, dan terlaksananya proses
demokratisasi. Relevan dengan pendapat Leach, Stewart, dan Waish 1994 : 236 bahwa petunjuk ke arah pilihan publik dalam Pemerintahan Daerah adalah
menyangkut dimensi ekonomis economics, pemerintahan govermental, dan bentuk demokratisasi form of democracy.
Dimensi ekonomis adalah menyangkut pilihan antara market emphasis dan public sector agencies; dimensi pemerintahan pilihan antara weak role for local
government dan strong role for local government; sedangkan dimensi bentuk demokratisasi pilihan antara representative democracy dan participatory
democracy. Selanjutnya dikemukakan bahwa pilihan dari dimensi-dimensi tersebut adalah berada pada kontinum antara model traditional bureaucratic
authority dan community oriented enabler.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan kerangka dimensi pilihan-pilihan tersebut dapat dikemukakan bahwa Pemerintahan Daerah di Indonesia selama ini adalah menganut model
traditional bureaucratic authority. Pelayanan publik sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan pilihan penggunaan strong local goverment dan strong
public sector. Artinya meskipun Pemerintahan Daerah tidak memiliki otonomi yang kuat dari sisi kewenangan dan keuangan, namun memiliki peranan yang
kuat dalam memberikan pelayanan publik. Dalam kondisi seperti itu dapat dipahami apabila pelayanan public
menjadi tidak memuaskan, bersifat bloated, underperforming, wasteful, bahkan menjadi overbureaucratic. Dalam rangka perubahan ke arah peningkatan kualitas
pelayanan, tentunya harus berorientasi pada model community oriented enabler. Model ini merupakan suatu pilihan bahwa Pemerintah Daerah harus
berperan besar dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang beraneka ragam. Seperti telah dikemukakan, sulitnya menentukan kualitas pelayanan karena
adanya berbagai kepentingan di masyarakat. Menghadapi kenyataan ini; Pemerintah Daerah melalui demokrasi perwakilan atau demokrasi partisipatif
menentukan perlunya penyediaan pelayanan publik baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, privat sector, maupun menyerahkan pada mekanisme pasar.
Model dengan baik dapat diterapkan apabila ditunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang signifikan dan proses demokrasi yang berjalan normal.
Dalam model ini ada variasi model yang disebut residual enabling authority; pengertiannya karena pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam
memberikan pelayanan maka kebijakan yang dilakukan lebih berorientasi pada berjalannya mekanisme pasar. Pemerintah Daerah hanya memberikan pelayanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada sector-sektor yang tidak dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Sekalipun dimungkinkan berperannya privat sector, sedapat mungkin hal ini tetap dibatasi
dan pelayanan publik lebih berorientasi pada market mecanism. Variasi lain dari model community oriented enabler adalah model oriented enabling authority.
Model ini dalam memberikan pelayanan juga lebih berorientasi pada berjalannya mekanisme pasar, meskipun demikian Pemerintah Daerah tetap memegang
peranan penting dalam perencanaan dan implementasi kebijakan terhadap pelayanan publik.
Dasar pemikiran yang digunakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat memerlukan keterlibatan intervensi yang kuat dari
Pemerintah Daerah, untuk kepentingan semua lapisan masyarakat tidak bisa terlalu menggantungkan pada berjalannya mekanisme pasar. Alternatif model
terakhir ini tampaknya merupakan pilihan yang baik untuk dilakukan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, meskipun demikian dalam
jangka panjang apabila pertumbuhan ekonomi daerah dan proses demokrasi telah berjalan baik harus berorientasi pada penerapan model community oriented
enabler. Berdasarkan analisis model pilihan alternatif tersebut semakin jelas bahwa perubahan dalam berbagai dimensi perlu dilakukan oleh Pemerintahan
Daerah dalam mewujudkan otonomi dan memberikan pelayanan publik yang berkualitas.
Upaya perbaikan kualitas pelayanan public harus dilakukan melalui pembenahan system pelayanan public secara menyeluruh dan terintegrasi yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-undang yang diharapkan menjadi payung hukum bagi pelaksanaan kegiatan pelayanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
public dan yang memiliki sanksi sehingga memiliki daya paksa terhadap pemenuhan standar tertentu dalam pelayanan public.
Paling tidak terdapat dua hal pokok dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan yaitu unsure sumber daya manusia aparaturnya serta system
manajemen pelayanannya. Pelayanan public dapat lebih berkualitas apabila petugas pelayanan dapat diandalkan, responsive, meyakinkan dan empati. Dapat
diandalkan berarti dapat dipercaya, teliti dan konsisten. Responsive berarti tanggap terhadap kebutuhan masyarakat serta cepat dalam memberikan pelayanan.
Meyakinkan dalam arti percaya diri, professional, berkompeten, sehingga memberikan rasa aman bagi yang dilayani, sedangkan empati adalah perhatian,
sopan, sabar dan mau mendengarkan keluhan penerima layanan. Tjandra 2005 berpendapat bahwa peningkatan kualitas SDM untuk
meningkatkan kualitas pelayanan public merupakan kebutuhan yang mendesak. Untuk dapat menciptakan SDM yang berkualitas dalam memberikan pelayanan
public juga harus diperkuat oleh mekanisme kerja yang adil dan memberikan kesempatan kepada masing-masing pihak untuk berkompetisi dalam memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat. Mekanisme reward and punishment bisa menjadi alternative sehingga aparat yang berprestasi baik dan penuh inisiatif
dalam memberikan pelayanan mendapat reward yang lebih baik dibandingkan aparat yang tidak berprestasi.
Sejalan dengan satu semangat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat maka maka
pelayanan kepada masyarakat harus ditingkatkan sehingga kondisinya lebih baik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibandingkan dengan sebelumnya sehingga tercipta suatu bentuk pelayanan prima. Menurut Soetopo 1999:46 pelayanan prima atau Excellent Service berarti
pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik. Adapun hal-hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pelayanan prima, adalah sebagai berikut :
1. Apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada masyarakat.
2. Pelayanan prima bisa ada manakala ada standar pelayanan.
3. Untuk instansi yang sudah mempunyai standar pelayanan, maka pelayanan
prima adalah apabila pelayanan memenuhi standarnya. 4.
Apabila pelayanan selama ini sudah memenuhi standar maka pelayanan prima berarti adanya terobosan baru yaitu pelayanan yang melebihi
standarnya. 5.
Untuk instansi yang belum mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima adalah pelayanan yang dianggap terbaik oleh instansi yang
bersangkutan. Usaha selanjutnya adalah menyiapkan standar pelayanan. Menurut Philip Kotler dalam Supranto, 1999:231 dapat dilihat dari
beberapa dimensi. Dengan kata lain kualitas pelayanan dapat diwujudkan dengan baik apabila aparatur dapat mewujudkanmemberikan beberapa dimensi berikut
ini : 1.
Keandalan reliability, yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2. Keresponsifan responsiveness, yaitu kemauan untuk membantu
pelanggan memberikan jasa dengan cepat atau tanggap.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Keyakinan confidence, yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan
serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau “assurance”.
4. Empati emphaty, yaitu syarat untuk peduli, memberikan perhatian
pribadi bagi pelanggan. 5.
Berwujud tangible, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personal dan media komunikasi.
Sejalan dengan pandangan di atas, Kennedy dan Young dalam Tjiptono, 1998:6 menyatakan bahwa adanya mutu pelayanan yang baik dapat diciptakan
bila memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut ; Mutu pelayanan yang baik dapat diciptakan bila memperhatikan
keberadaan availability, ketanggapan responsivness, menyenang-kan convenience dan tepat waktu timeliness. Keberadaan dalam pelayanan
ditunjukkan oleh sejauh mana pegawai siap melayani pelanggan, ketanggapan ditunjukan oleh sejauh mana pegawai memahami kebutuhan pelanggan, pelayanan
yang menyenangkan ditunjukan dengan sejauh mana pegawai menyelesaikan pekerjaannya dalam memberikan pelayanan dengan cepat. Pengukuran terhadap
mutukualitas pelayanan dapat difokuskan pada persepsi dan sikap pelanggan terhadap pelayanan yang telah diberikan.
Berdasarkan uraian di atas maka upaya untuk merealisasikan sebuah pelayanan yang berkualitas harus memenuhi beberapa kriteria. Semakin baik
kondisi dari setiap kriteria yang dipersyaratkan maka akan semakin tinggi pula kualitas pelayanan. Misalnya semakin tepat waktu dalam memberikan pelayanan,
semakin andal aparaturnya, semakin responsif aparatur, semakin lengkap sarana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan prasarana, kesemuanya akan sangat kondusif dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas.
II.4 Definisi Konsep