16
Contoh : dalam keluarga yang tradisional, ayah memiliki kredibilitas yang tinggi dalam pekerjaan, sedangkan ibu memiliki kredibilitas yang tinggi pula
dalam mengurus rumah tangga dan anak. 3.
Pola Pemisah Tidak Seimbang Dalam hubungan terpisah yang tidak seimbang, satu orang dalam keluarga
orang tua atau orang dewasa lainnya dalam keluarga mendominasi. Maka dari itu, satu orang ini secara teratur mengendalikan hubungan dan hamper
tidak pernah meminta pendapat anggota keluarga yang lain. Sedangkan anggota keluarga lainnya yang dikendalikan membiarkan untuk memenangkan
argumentasi ataupun membuat keputusan. 4.
Pola Monopoli Dalam pola keluarga monopoli ini, orang tua dianggap sebagai penguasa.
Orang tua lebih suka member nasihat dari pada berkomunikasi untuk saling tukar pendapat dengan anggota keluarga yang lainnya. Konflik sering terjadi
dalam keluarga yang menganut pola komunikasi, sehingga anak sering merasa tersakiti hatinya karena tidak bias bebas untuk berpendapat.
2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Keluarga
Fungsi komunikasi keluarga menurut Devito yaitu: 1.
Fungsi menambah atau meneruskan keturunan Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga untuk meneruskan nama
keluarga.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
17
2. Fungsi Agama
Merupakan komunikasi keluarga yang bertujuan untuk memberikan pengertian agama atau sisi religiusitas ke dalam keluarga.
3. Fungsi ekonomi
Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga sebagai pengatur atau pengelola manajemen keuangan di dalam keluarga.
4. Fungsi social
Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga yang mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk
kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, untuk menghindarkan diri dari ketegangan.
5. Fungsi keamanan
Merupakan fungsi komunikasi dalam keluarga yang bermaksud memberikan rasa aman dan nyaman di dalam keluarga.
2.1.3 Remaja
2.1.3.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah anak – anak yang berusia sekitar 11 – 20 tahun. Masa remaja adalah masa pertumbuhan, jadi anak – anak remaja ini belum mencapai
bentuk akhir dari tubuhnya. Masa remaja adalah masa dimana seseorang membentuk atau mulai membangun siapa dirinya atau jati dirinya.
http:www.sabda.orgpublikasie-konsel019.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
18
2.1.3.2 Karakteristik Remaja
Ada beberapa hal yang terjadi pada remaja : 1.
Yang pertama adalah perubahan – perubahan fisik. Secara fisik dia akan mengembangkan tubuhnya dan akan memakan waktu kira – kira dari
usia 11 tahun hingga 20 tahun hingga akhirnya dia mencapai bentuk akhir atau bentuk final tubuhnya.
2. Juga aka nada perubahan hormonal, aka nada hormon – hormon seksual
yang diproduksi oleh tubuhnya, sehingga dia mulai sekarang mengembangkan ketertarikan kepada lawan jenis.
http:www.sabda.orgpublikasie-konsel019.
Perbedaan masa kanak – kanak dengan masa remaja adalah: 1.
Secara fisik anak remaja sudah mengalami beberapa perubahan hormonal misalkan munculnya hormon – hormon seksual yang membuat mereka itu
menjadi makhluk atau menjadi manusia yang harus bergerumul dengan gejolak seksualnya.
2. Mereka makin dewasa pola pikirnya bertambah abstrak, pola piker ini
membuat mereka mempertanyakan nilai – nilai yang mereka telah anut sebelumnya.
3. Para remaja juga mudah sekali mengikuti trend, mengikuti apa yang sedang
in atau trend itu tidak cocok dengan yang kita sukai akibatnya sering kali terjadi pertengkaran, membuat hubungan orang tua – anak sering kali
tegang. http:www.sabda.orgpublikasie-konsel019.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
19
Sekurang – kurangnya ada tiga tahapan yang harus dilewati oleh seorang remaja :
1. Usia sekitar 12 – 14 tahun. Pada tahap ini pergumulan remaja biasanya
berkaitan dengan penerimaan diri secara jasmaniah. Biasanya yang menjadi masalah adalah dia tidak menyukai bagian – bagian tubuhnya atau dia tidak
bias menerima dirinya apa adanya. Kegagalan untuk bias menerima diri secara fisik, bissa membuahkan kekurang percayaan diri.
2. Usia sekitar 15 – 18 tahun. Pada usia ini pergumulan remaja biasanya
berkaitan dengan penerimaan lingkungan teman – temannya terhadap dirinya ini. Apakah teman – temannya bisa menerimanya sebagai seseorang
yang masuk dalam kelompok mereka. 3.
Usia 19 tahun hingga 20 tahun atau 21 tahun. Ini memang sudah tumpang tindih dengan tahapan dewasa awal, sebab memang transisinya masuk ke
tahapan dewasa awal. http:www.sabda.orgpublikasie-konsel019.
2.1.4 Hamil Di Luar Nikah 2.1.4.1 Seksualitas Remaja
Remaja memasuki usia subur dan produktif. Artinya secara fisiologis, mereka telah mencapai kematangan organ – organ reproduksi, baik remaja laki
– laki maupun remaja wanita. Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong individu untuk melakukan hubungan social baik dengan sesame
jenis ataupun dengan lawan jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan, dengan membentuk teman sebanyaknya peer - group.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
20
Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normative dan etika – moral antar remaja yang berlainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seksual di luar
nikah sex pre - material. Agoes Dariyo, 2004 : 89. Hal – hal yang mendorong remaja melakukan hubungan seks di luar
pernikahan, menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser Kaiser Family Foundation, dalam Santok, 1998 adalah a factor mis-
persepsi terhadap pacaran: bentuk penyaluran kasih – sayang yang salah di masa pacaran, b factor religiusitas: kehidupan iman yang tidak baik, dan c
factor kematangan biologis. a.
Hubungan seks: bentuk penyaluran kasah sayang yang salah dalam masa pacaran. Sering kali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa
pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai maupun dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta kasih
sayang dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan
seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah. Karena itu, sebelum pacaran sebaiknya orang tua
wajib member pengertian yang benar kepada anak remajanya agar mereka tidak terjerumus pada tindakan yang salah.
b. Kehidupan iman yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar
ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran – ajaran agama dengan baik, tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi
apapun. Dalam keadaan apa saja, orang yang taat beragama, selalu dapat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
21
menempatkan diri dan mengendalikan diri agar tidak berbuat hal – hal yang yang bertentangan dengan ajaran agama. Dalam hatinya, selalu ingat
terhadap Tuhan, sebab mata Tuhan selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak akan melakukan hubungan seksual dengan
pacarnya, sebelum menikah secara resmi. Ia akan menjaga kehormatan pacarnya, agar terhindar dari tindakan nafsu seksual sesaat. Bagi individu
yang taat beragama, akan melakukan hal itu dengan sebaik – baiknya. Sebaliknya, bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah
melakukan pelanggaran terhadap ajaran – ajaran agamanya. Agama hanya dijadikan kedok atau topeng untuk mengelabuhi orang lain pacar,
sehingga tak heran, kemungkinan besar orang tersebut dapat melakukan hubungan seksual pranikah.
c. Factor kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai
dengan adanya kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya
orang dewasa lainnya, sebab fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah
terpengaruh oleh stimulasi yang merangsang gairah seksualnya, misalnya dengan melihat film porno, cerita cabul. Kematangan biologis yang tidak
disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung berakibat negative yakni terjadinya hubungan seksual pranikah di masa pacaran
remaja. Sebaliknya, kematangan biologis disertai dengan kemampuan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
22
pengendalian diri akan membawa kebahagiaan remaja di masa depannya, sebab ia tidak akan melakukan hubungan seksual pranikah.
2.1.4.2 Kehamilan Remaja
Salah satu masalah yang cukup pelik yang berkembang di berbagai Negara baik Negara maju maupun Negara berkembang, termasuk Indonesia
ialah terjadinya kehamilan di kalangan remaja wanita. Kehamilan merupakan konsekwensi logis dari hubungan pergaulan bebas antar remaja yang berbeda
jenis kelamin, yang cenderung tidak dapat dikendalikan dengan baik. Kehamilan di luar nikah merupakan cermin dari ketidakmampuan seseorang
remaja dalam mengambil keputusan dalam pergaulannya dengan lawan jenis. Agoes Dariyo, 2004 : 89.
Juhasz, seorang psikolog remaja dalam Thornburg, 1982 menyebutkan 2 hal pertimbangan yang harus dihadapi oleh remaja ketika akan
mengambil suatu keputusan, yakni apakah dirinya akan memiliki anak atau tidak memiliki anak.
a. Keputusan mempunyai anak. Bila remaja memutuskan untuk
mempunyai anak, maka berarti ia akan melakukan hubungan seksual, mengalami dan merawat kehamilan, melahirkan anak, memelihara dan
mendidik anak, dan seterusnya. Keputusan ini dianggap salah, sebab dirinya belum terikat dalam pernikahan yang sah dengan pacarnya.
b. Keputusan untuk tidak mempunyai anak. Sebaliknya, remaja yang tidak
ingin memiliki anak, maka ia tidak akan melakukan hubungan seksual.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
23
Hal ini tentu dirinya akan dapat mempertahankan keperawanan maupun keperjakaan seorang remaja. Dengan demikian, ia melakukan keputusan
yang tepat adequate decision making bagi dirinya. Lebih lanjut, Thornburg 1982 sendiri, member penjelasan yang cukup
mendalam bagi remaja yang hamil. Tentu remaja yang hamil dihadapkan dengan dua 2 pilihan, yakni a apakah ia akan melahirkan bayinya atau b
melakukan aborsi menggugurkan janin yang dikandungnya. a.
Pilihan melahirkan bayi yang dikandungnya Bila remaja memilih untuk melahirkan, maka memiliki 2 konsekwensi
yaitu: 1.
Ia akan menjadi orang tua dari anak yang di lahirkanya. Sebagai orang tua maka hal – hal yang yang harus dilakukannya, menurut Thonburg
ialah: merawat kehamilan, memberi pemenuhan kebutuhan makanan yang bergizi nutrisi, memiliki ketrampilan untuk merawat kesehatan anak
secara teratur, harus merasa siap untuk dimintai kebutuhan – kebutuhan anak kesehatan, pendidikan, rekreasi, sandang – pangan, perumahan.
Setelah melahirkan bayi, remaja dapat pula memberikan anak itu kepada pihak lain agar ada yang merawatnya. Misalnya, kepada orang tua yang
tidak mempunyai keturunan, tetapi merasa siap untuk mengadopsi anak tersebut sebagai anaknya sendiri. Bisa juga, bayi diserahkan kepada pihak
panti asuhan. Namun ini berarti, remaja tidak mampu menjadi orang yang bertanggung jawabatas semua tindakannya. Ia melanggar dan
mengingkari martabatnyasebagai manusia yang beradab.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
24
b. Pilihan melakukan aborsi.
Bila remaja memilih untuk melakukan aborsi, maka remaja memerlukan pelayanan kesehatan untuk dapat mengeluarkan naninnya secara aman
dan biaya murah. Namun dalam hal aborsi pun, remaja dihadapkan pada masalah apakah harus dilakukan secara resmi atau tidak resmi. Aborsi
resmi artinya pengguguran janin dilakukan dan disetujui oleh pihak lembaga kesehatan rumah sakit, klinik, puskesmas, dokter, bidan, oleh
remaja dan orang tua remaja sendiri. Jadi diakui secara hokum perundang – undangan. Di Amerika Serikat, mungkin aborsi telah
disetujui dan diresmikan oleh pemerintah. Namun di Negara berkembang seperti Indonesia, aborsi belum di akui secara resmi.
Tindakan aborsi dianggap melanggar nilai – nilai agama dan norma social – masyarakat, karena aborsi berarti melakukan pembunuhan
terhadap calon – calon manusia. Dampak lanjutan dari kehamilan remaja ternyata cukup komplek,
sehingga membuat remaja merasa tertekan, stress dan sering kali tidak mampu menghadapinya dengan baik. Para ahli dari berbagai bidang pendidikan,
sosiologi, ekonomi, kedokteran, hokum menyimpulkan ada 5 masalah konsekuensi logis dari kehamilan yang harus ditanggung oleh remaja, yaitu
sebagai berikut: a
Konsukuensi terhadap pendidikan : putus sekolah DO. Remaja yang hamil, umumnya tidak memperoleh penerimaan social dari lembaga
pendidikannya, sehingga ia harus keluar dari sekolahnya. Demikian pula
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
25
remaja laki – laki yang menjadi pelaku utama penyebab kehamilan itu, mau tidak mau juga akan mengalami nasib yang sama, yaitu drop-out dari
sekolahnya. Hal ini dilakukan karena pihak sekolah tidak mau dicemari oleh tindakan yang tidak terpuji seperti itu.
b Konsukuensi sosiologis. Orang tua yang anaknya hamil diluar nikah akan
merasa malu. Maka untuk menyelesaikan masalah ini, jalan terbaiknya adalah segera menikahkan anaknya yang sedang hamil dengan laki – laki
yang menghamilinya. Demikian pula, masyarakat akan mencemooh, mengisolasi atau mengusir terhadap orang – orang yang melanggar norma
masyarakat. c
Konsukuensi penyesuaian dalam keluarga baru. Sebagai orang yang telah menikah, tentu remaja harus dapat menyesuaikan diri dalam keluarga yang
baru. Ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri, sehingga sering terjadi konflik – konflik, pertengkaran, percek – cokan, maka dapat akan berakhir
dengan perceraian. Dengan demikian, ia akan berstatus duda muda atau janda muda.
d Konsekuensi ekonomis : pemenuhan kebutuhan ekonomis keluarga.
Sebagai orang tua, tentu mereka harus bertanggung jawab untuk member pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Karena itu, mendorong
remaja harus bekerja. Namun oleh karena itu tidak memiliki pengetahuan, ketrampilan, atau keahlian khusus sebagai seorang yang professional, maka
ia akan memperoleh taraf penghasilan yang rendah. Hal akibat dari pihak lembaga yang memperkerjakan tenaganya pun tidak akan mau untuk
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
26
member bayaran gaji yang layak. Gaji yang kecil akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dengan penghasilan yang rendah,
menyebabkan remaja tak mampu untuk membiayai kebutuhan ekonomi keluarga, ia selalu kekurangan dan uang selalu pas – pasan. Hal ini
membawa akibat pada masalah – malah percek – cokan sehingga membawa kearah perceraian, kemiskinan dan ketidak puasan kerja.
e Konsekuensi hokum. Karena telah hamil, maka untuk memperkuat rasa
tanggung jawab, maka sebaiknya remaja melakukanpernikahan secara resmi yang diakui oleh pemerintah melalui kantor catatan sipil atau kantor
urusan agama. Dengan menikah resmi, mereka akan terhindar dari sangsi social, sebab mereka menjadi suami istri yang sah. Sehingga kalau mereka
mempunyai anak, maka anak mereka sudah sah secara hokum yang tertuang dalam hokum perkawinan.
2.1.4.3 Resiko Seks Pra Nikah