tersembunyi dalam kata-kata
88
. Al-jumal al-taqlidi dan jumal al-shagir berisi rumus lengkap angka nilai sebuah huruf. Dengan menggunakan rumus tersebut, dapat
dihitung nilai sebuah kalimat. Caranya dengan menjumlahkan nilai setiap kalimatnya. Dengan menggunakan ayat-ayat Alquran tertentu yang dianggap berkaitan dengan
Mahdi untuk kemudian dihitung berdasarkan metode di atas. Bolushi sampai pada kesimpulan yang sangat spekulatif bahwa Imam Mahdi akan muncul pada oktober
2015.
89
B. Messianisme di Indonesia
Di Indonesia, juga terdapat berbagai gagasan messianistik yang tersebar di berbagai wilayah nusantara. Konsep-konsep messianisme di Indonesia begitu beragam
karena budaya masyarakat Indonesia yang memang tidak tunggal. Konsep-konsep tersebut juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh agama. Agama memang nampaknya
seringkali menggunakan narasi kebudayaan lokal untuk dinarasikan ulang agar sesuai dengam konsep agamanya meski tetap mengakomodasi kekhasan narasi lokalnya.
Gagasan messianistik di Indonesia salah satunya dapat kita temui pada masyarakat Jawa. Berbagai ramalan tentang masa depan tanah Jawa
–pasca kemerdekaan ramalan tersebut seringkali digunakan untuk meramalkan masa depan
Indonesia- dan janji akan datangnya sosok pemimpin messianik dapat dengan mudah ditemui dalam narasi-narasi lokal Jawa. Konsep messianistik orang Jawa biasanya
dikaitkan dengan ramala-ramalan Prabu Jayabaya dan penyair futurustik Jawa,
88
Lih Jaber Bolushi, Oktober 2015 Imam Mahdi Akan Datang, Papyrus Publishing, 2006, hlm 13
89
Ibid hlm 79
Ranggowarsito yang hidup di Kasunanan Surakarta pada penghujung abad ke 19 1802- 1873.
Nama lengkap Prabu Jayabaya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Sri Warmeswara
Madhu-sudanawartanindita Parakrama
Digyottunggadewa. Prabu
Jayabaya memerintah Kediri antara tahun 1135-1157 Masehi
90
. Ramalan Jayabaya berkisar pada klasifikasi masyarakat Jawa di dua zaman, yaitui zaman edan di mana
mereka hidup dan zaman emas yang diharapkan. Pembagian dua zaman ini mencakup dua dimensi waktu yaitu masa kini present dan masa depan future.
Sebelum sampai ke zaman keemasan -seringkali juga disebut dengan istilah zaman kalasuka- masyarakat Indonesia menurut ramalan Jayabaya harus terlebih dahulu
melalui Zaman Kalabendhu atau zaman edan. Zaman kalabendhu ini merupakan zaman yang serba tidak enak, zaman penuh penderitaan. Pada masa ini kebenaran akan sulit
dicari. Para intelektual dan tokoh-tokoh agama agama enggan menyampaikan kebenaran karena takut pada penguasa yang zalim. Akibatnya, kejahatan semakin menjadi-jadi
sebab masyarakat kehilangan sosok yang dapat dijadikan panutan hidup
91
. Selain kehilangan figur, masyarakat Jawa pada zaman itu juga diramalkan akan
menghadapi cobaan hidup lainnya berupa musibah yang datang bertubi-tubi. Bencana alam melanda silih berganti. Banjir menenggelamkan rumah dan hasil pertanian.
Gunung berapi silih bergantian meletus, menumpahkan lahar dan material-material lainnya. Keadaan yang demikian itu tentu semakin menambah beban derita rakyat.
90
Lih Soesetro, Satrio Piningit, Media Presindo, 1999, hlm 19
91
Lih Ea Pamungkas, Satria Piningit, Navila Idea, 2008, hlm 51
Ketika penderitaan rakyat kecil sudah sampai pada puncaknya, sementara para pemimpin rakyat sibuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya tanpa peduli nasib
rakyat, ketika dekandensi moral sudah sangat merajalela, ketika tatanan hukum tidak lagi digunakan untuk menegakkan keadilan, maka pada saat itu akan muncul pemimpin
juru selamat, Ratu Adil- selain dengan nama Ratu Adil, sosok mesias orang Jawa juga dikenal dengan sebutan Satrio Piningit. Di bawah kepemimpinannya kejahatan akan
ditumpas, negara akan menjadi makmur, rakyat sejahtera, dan hukum Tuhan akan ditegakkan seadil-adilnya.
Kepercayaan akan datangnya seorang Ratu Adil itu, sebagai sebuah gagasan messianistis tersebar luas di pulau Jawa dan pada waktu-waktu tertentu menjadi sangat
aktual seperti pada awal zaman Jepang dan pada masa Revolusi. Gagasan messianistik Jawa
–melalui konsep Ratu Adil tersebut- memuat unsur sinkretisme antara mitologi dan kosmolgi Hindu di satu sisi dan gagasan Mahdisme dan eskatologi Islam di sisi
yang lain. Menurut Sartono Kartodirdjo, Meskipun bersifat spekulatif- teoritis, Ramalan
Jayabaya dalam sejarah Indonesia merupakan kekuatan praktis yang hidup dalam masyarakat. Fungsi Pralambang Jayabaya tampak dengan jelasnya dalam fakta-fakta
historis yang menyebabkan huru-hara atau kerusuhan di masa lampau. Fakta-fakta itu sebagai gerakan dapat dikembalikan sebabnya kepada sebuah motif, yaitu kepercayaan
akan kedatangan Ratu Adil, suatu messianisme dalam bentuk konkrit
92
.
92
Lih Sartono Kartodirdjo, Catatan Tentang Segi-segi Messianistis dalam Sejarah Indonesia, Universitas Gadja Mada, 1959, hlm
Ramalan Jayabaya adalah sebuah gambaran atau pandangan dunia manusia dalam menghadapi realitas sosialnya. Menurut Sartono ramalan Jayabaya adalah sebuah
bentuk filsafat sejarah. Sebagai sebuah filsafat sejarah, ramalan Jayabaya mengandung unsur mitologis pada bagian awal, bersifat kronologis pada bagian pertengahan, dan
kembali memuat unsur mitologis pada bagian akhirnya. Unsur mitologis pada bagian awal dari Pralambang Jayabaya terlihat dalam
cerita tentang kolonialisasi orang-orang dari Rum dan perang melawan roh-roh pada masa-masa awal tanah Jawa
93
. Mitologi ini memuat kosmologi dan kejadian-kejadian yang diandaikan terjadi pada masa-masa awal keberadaan tanah Jawa. Menariknya,
Pralambang Jayabaya menurut versi serat Jayabaya berbeda dengan cerita mitologi Jawa lainnya yang hampir selalu menunjukkan adanya pengaruh Hindu dengan penyebutan
dewa dan nama-nama Hindu misalnya. Serat Jayabaya malah menunjukkan pengaruh kebudayaan Islam, seperti pemukiman Rum, sementara cerita tentang dewa-dewa tidak
tercantum. Unsur kronolgis Pralambang Jayabaya terlihat pada termuatnya risalah sejarah
Jawa meskipun tidak ditampilkan secara historis-kritis. Namun Pralambang Jayabaya menyebut fase-fase kerajaan dan pemerintahan di Jawa. Pralambang Jayabaya
merupakan sebuah ramalan post eventum, yaitu ramalan yang meliputi jamannya, sedang masa setelahnya mengandung unsur konstruksi harapan
94
. Dengan demikian Pralambang Jayabaya tidak dapat dikualisifikasikan sebagai ramalan sepenuhnya karena
memuat unsur sejarah meskipun tidak dengan cara yang ketat. Unsur kronologis
93
Untuk versi lengkap Pralambang jayabaya saya tampilkan pada bagian lampiran
94
Ibid hlm 12
mempunyai fungsi untuk memperkuat bagian profetis yang banyak termuat dalamn ramalan-ramalan tersebut oleh karena kronologi sebagai ramalan post eventrum dapat
dikonfirmasikan sedikit banyaknya dengan realitas sejarah serta dapat digunakan untuk mengadaikan masa yang akan datang. Selain itu, unsur kronologis juga berfungsi
sebagai penghubung dua bagian yang mitologis. Bagian akhir ramalan jayabaya menurut Sartono kembali lagi bersifat mitologis
melalui harapan akan kedatangan Ratu Adil
95
. Harapan messianistis- melalui pengharapan terhadap sosok Ratu Adil- dalam serat Jayabaya dengan jelas
memperlihatkan unsur pengaruh eskatologi Islam yang kental. Tokoh Ratu adil biasanya dihubungkan dengan mesias Islam, Imam Mahdi. Sebab-sebab dan tanda-tanda
kemunculannya pun banyak mengadopsi konsep messianisme Islam di mana dikatakan bahwa sebelum kedatangan sosok supranatural pilihan Tuhan akan didahului oleh
keadaan yang kacau karena tidak adanya hukum yang jadi pedoman penegakan keadilan, pemimpin yang zalim, korupsi yang merajalela, kemerosotan nilai-nilai moral
dan seterusnya. Kedatangan sosok mesias Ratu Adil atau Imam Mahdi akan mengubah nasib masyarakat dan mengembalikan kehidupan masyarakat kepada kehidupan yang
agung, makmur dan sejahtera melalui penegakan hukum ilahi yang adil. Kesadaran waktu yang terdapat dalam konsep messianisme masyarakat Jawa
telah membedakan tiga dimensi waktu, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa depan. Unsur eskatologi dalam gagasan messianistik tersebut menunjukkan tujuan transenden
di atas peristiwa-peristiwa sejarah sehingga sejarah mendapat makna, yaitu mewujudkan persiapan menuju masa depan yang menjadi harapan. Unsur eskatologis membawa
95
Ibid hlm 13
proses kehidupan dan peristiwa-peristiwa pada tujuan tertentu, bukan sekadar proses siklis tanpa tujuan.
Messianisme tidak bisa dipandang sinis sebagai hanya suatu spekulasi tentang kejadian-kejadian di masa depan, tetapi juga merupakan sebuah kekuatan yang
mendorong pada tindakan-tindakan untuk merubah situasi. Messianisme mengandaikan ada situasi yang ingin dirubah karena dipandang sebagai situasi krisis, penuh dengan
penderitaan, kezaliman, dan dekadensi. Ada perbedaan besar yang dirasakan antara konsep yang diidealisasi dengan realitas yang terjadi. Kesadaran akan hal tersebut
menimbulkan harapan akan perubahan yang mendatangkan keadilan, kemakmuran, dan regenerasi. Harapan-harapan tersebut seringkali membangkitkan sentimen revolusioner,
yang dapat diperkuat oleh ideologi keagamaan, seperti perang sabil melawan orang- orang kafir.
Luwesnya konsep Ratu AdilSatria Piningit dalam masyarakat Jawa seperti juga dalam gagasan dalam ide Mahdisme Islam membuat banyak orang atau kelompok
mengklaim diri sebagai Ratu Adil itu sendiri maupun sebagai orang yang diberi wangsit dari sang Ratu Adil. Salah satu penelitian yang cukup komperehensif memberikan
gambaran bagaimana gagasan tentang Ratu Adil diaktualisasikan menjadi tindakan- tindakan dan dikontestasikan sebagai wacana adalah penelitian yang dilakukan oleh
Sartono. Fokus Sartono adalah dimensi revolusioner yang terdapat pada gagasan messianistik Ratu Adil yang di masa lalu banyak menimbulkan huru-hara dan kerusahan
akibat upaya pemberontakan terhadap pemerintahan kolonial Belanda, khususnya sepanjang abad 19.
Sartono mencatat peristiwa-peristiwa pergolakan keagamaan di Jawa pada rentan waktu antara abad 19 sampai dengan abad 20. Pada rentan masa tersebut,
beberapa gerakan keagamaan mempunyai corak gerakan messianistis. Gerakan-gerakan messianistik tersebut banyak didasari oleh semangat-semangat religius, sehingga
perjuangan untuk merealisasikan harapan messianistis tersebut dianggap sebagai suatu gerakan „suci‟. Hal ini mungkin membuat kita berfikir bahwa gerakan-gerakan tersebut
cenderung fundamentalis, namun demikian kita harus berhati-hati karena terdapat juga banyak gerakan atau komunitas messianistis yang memakai cara-cara damai dan
terbuka. Salah satu gerakan yang dicatat Sartono sebagai gerakan yang menggunakan
gagasan messianistik adalah pemberontakan pentani Banten pada tahun 1888. Perlu diketahui bahwa yang dimaksudkan oleh Satono sebagai petani bukanlah para petani
biasa semata, melainkan juga para pemuka agama, orang-orang kaya dan terhormat di lingkungannya yang menjadi para pemimpin pemberontakan. Para pemimipin inilah
yang mengembangkan dan menyebarkan berbagai ramalan dan visi sejarah yang sudah turun temurun mengenai akan datangnya Ratu Adil atau Imam Mahdi
96
. Gerakan ini juga ditandai dengan kebencian terhadap dominasi Belanda dan rasa permusuhan
terhadap segala hal yang berbau asing. Hal ini disebabkan oleh rasa ketersingkiran para elit pribumi dalam hirarki sosial dan tatanan politik pemerintahan sejak Belanda
mendominasi kekuasaan di daerah mereka. Pada masa-masa ini juga marak kebangkitan dan peningkatan kesalehan beragama yang ditandai dengan peningkatan jumlah orang
berangkat haji. Dominasi dan penjajahan Belanda diandaikan sebagai sebuah kondisi
96
Lih Sartono, Pemberontakan Petani Banten Tahun 1888 dalam buku Islam di Asia Tenggara; Perpektif Sejarah, LP3ES, 1989, hlm 217
yang tidak ideal, sebagai sebab kemerosotan masyarakat di berbagai bidang, menjadikan realitas ini sebagai hal yang bertentangan dengan semangat messianisme yang membuat
penggunaan wacana messianistik sebagai wacana gerakan menjadi rasional. Contoh lain yang diberikan Sartono tentang gerakan-gerakan di masa lalu adalah
peristiwa pemberontakan Pangeran Diponegoro yang mengambil nama Erucakra, salah tokoh messianis yang diramalkan dalam Pralambang Jayabaya ketika ia memberontak
melawan kekuasaan Sultan Amangkurat IV, kira-kira tahun 1720. Pangeran pemberontak termasyhur, Pangeran Diponegoro yang lain kira-kira seabad kemudian
juga mempunyai gelar Erucakra. Menurut autobiografinya ia mengaku telah menerima wahyu dari Ratu Adil sendiri, yang menyuruhnya mengusir penguasa asing
97
. Selain itu, juga ada gerakan bernama Kobra Jumadilkbra yang berpusat di bagian selatan daerah
Pekalongan dan di bagian utara daerah Banyumas, Jawa Tengah. Pelopornya adalah seorang guru agama bernama Ahmad Ngisa yang menyatakan bahwa Syekh
Jumadilkubra dari Wanabadra telah memberikan pesan suci kepadanya. Ia meramalkan akan datangnya Erucakra untuk melawan dan mengusir penguasa asing
98
. Berbagai contoh gerakan-gerakan messianisme di atas menunjukkan bahwa
gerakan-gerakan yang dipelopori oleh semangat messianistik tersebut mempunyai semangat revolusiner dan sangat berpotensi menjadi ancaman terhadap kemapanan
sebuah Rezim. Penderitaan karena keadaan ekonomi yang sangat menekan atau modernisasi sebagai akibat dari penetrasi ekonomi dan teknik Barat Belanda dapat
pula menghidupkan harapan messianistis. Bencana alam atau degenerasi sosial, politik,
97
Lih Sartono, Ratu Adil, Sinar Harapan, 1984, hlm 16
98
Ibid hlm 21-22
moral dengan mudah dibuat identik dengan gejala-gejala pendahuluan kedatangan Ratu Adil. Persiapan untuk menyambut Ratu Adil perlu dilakukan dengan menertibkan lagi
kehidupan masyarakat. Krisis dapat diatasi dengan perjuangan melawan yang menimbulkan krisis itu, umpamanya pengaruh kebudayaan asing.
Fenomena-fenomena gerakan messianistik sebagaimana yang dicontohkan oleh Sartono menunjukan sebuah hal menarik, yaitu posisi orang Barat dalam representasi
gerakan tersebut. Gerakan-gerakan messianitik tersebut bahkan hampir tidak dapat dipahami tanpa memasukkan unsur Barat. Orang Barat dipahami sebagai sesuatu yang
antagonis sehingga patut untuk dibenci dan dimusuhi. Barat diandaikan sebagai penyebab dari ketertindasan sosial, ekonomi dan politik. Barat adalah penyebab
kemerosotan moral. Pendeknya, Barat dipahami sebagai penyebab dari hal-hal tidak ideal yang melanda masyarakat. Keadaan seperti membuat masyarakat merindukan
kondisi masa lampau tertentu yang telah diidealisasikan, yaitu zaman sebelum kedatangan para penguasan asing Barat.
Hal lain yang juga menarik adalah fakta bahwa kebanyakan dari gerakan messianistik abad 19 dan 20 adalah gerakan yang dipelopori oleh masyarakat petani.
Memahami petani di sini harus kita tempatkan dalam kurun waktu tersebut. Ketidakberdayaan politik petani dalam hirarki sosial membuatnya tertarik pada unsur-
unsur kekuatan gaib untuk melindungi dirinya dari bahaya dunia luar yang akrab. Ramalan-ramalan masa lalu seperti Ratu Adil dan gagasan messianistik lainnya
akhirnya mendapat tempat karena gagasan tersebut memberi rasa perlindungan dan pengharapan akan masa depan yang lebih baik.
Gagasan messianistik di lingkungan orang Jawa tampaknya tidak hanya terdapat di masa lampau melainkan tetap terpelihara hingga saat ini. berbagai peristiwa yang
terjadi di nusantara kerap dikaitkan atau diinterpretasikan sebagai perwujudan dari hal- hal yang telah diramalkan sejak dahulu. Masih segar dalam ingatan, bagaimana
peristiwa kejatuhan Soeharto setelah lebih dari 32 tahun berkuasa dikait-kaitkan dengan ramalan tertentu dan berusaha diberi kesan bahwa kejadian itu sudah diramalkan sejak
dulu. Terkait kejatuhan soeharto yang dikaitkan dengan konsep Kejawaan terlihat dalam buku Soesatyo dia mana dia menulis
Satu suro tahun 1998 jatuh pada hari Rabu wage, tepatnya 29 April 1998. Tahunnya alip hitungan tahun pertama. Hari Rabu, menurut
perhitungan Jawa adalah awal dari sepekan. Jadi, sejak satu suro, semua kembali ke perhitungan awal. Setiap pribadi orang akan ditagih.
„sing salah seleh, sing nandur ngundhuh‟ yang salah akan tersingkir, yang
menanam akan memetik hasilnya. Terbukti tiga minggu setelah tahun baru Jawa, Soeharto lengser keprabon dan menerima hujatan serta
tuntutan untuk diadili sesuai dengan perbuatannya di masa lalu
99
. Gagasan messianistis yang sedemikian terbuka terhadap beragam interpretasi
dan klaim tampaknya memang dapat digunakan sebagai wacana politis untuk kepentingan tertentu. Berbagai peristiwa dapat dikonstruksi sebagai tanda dari ramalan
ataupun janji yang telah tertuang dari teks-teks suci. Dalam konteks Indonesia saat ini, tak jarang pula banyak orang yang berusaha meramalkan tokoh-tokoh tertentu sebagai
calon messias baik yang dikaitkan dengan klaim teologis maupun tidak, khususnya
99
Lih Soesetro, Satria Piningit, Media Presindo, 1999, hlm 5
menjelang peristiwa politik seperti pemilu
100
. Pada akhirnya gagasan messianistis menjadi sebuah wacana luas yang dapat dikontestasikan dalam berbagai medan.
C. Konstruksi Messianisme Jamaah an-Nadzir