1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai individu mempunyai kebutuhan berkomunikasi dan berekspresi. Secara naluriah, ia didesak oleh suatu kebutuhan mengungkapkan
berbagai perasaan, tanggapan, pendapat dan sikap, serta pengalaman batinnya. Kebutuhan berekspresi dan komunikasi itu terutama dipenuhi dengan bahasa.
Salah satu media komunikasi ekspresi itu diantaranya adalah bermain peran. Bermain peran adalah media komunikasi dan pengungkap ekspresi estetis, yang
berhubungan dengan pengaturan rasa, seperti rasa senang, kagum, rasa rindu, rasa kasih sayang, rasa sedih, murung, atau rasa resah dan gelisah. Bermain peran
melahirkan suatu aktivitas yang dilakukan dalam mengungkap rasa, cipta, dan karsa yang ada dalam diri setiap manusia sehingga mampu menggugah perasaan
batin orang yang menikmatinya. Cerita yang diperankan umumnya bersumber dari kehidupan manusia. Pelaku dalam cerita tersebut mungkin diperankan oleh orang
yang sama, tetapi pada umumnya diperankan oleh orang lain Elizar 2006:31. Pembelajaran bermain peran di sekolah mempunyai arti penting bagi
pemupukan hidup bergotong royong dan belajar tanggung jawab akan kewajiban yang diserahkan kepadanya. Dengan memilih lakon tertentu, bermain peran dapat
menimbulkan rasa cinta tanah air dan bangsa Brahim 1968:156. Rahmanto 1988:90 mengemukakan tujuan utama bermain peran adalah
untuk memahami bagaimana suatu tokoh diperankan dengan sebaik-baiknya
dalam suatu pementasan. Dengan menghayati berbagai macam peran, siswa akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup dan kehidupan yang
dihadapinya. Melalui bermain peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yang
juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih. Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati,
rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeran tenggelam dalam peran yang dimainkannya dan melibatkan dirinya secara emosional Komara 2009.
Dalam bermain peran, siswa memahami perasaan takut, kecewa, sedih, marah, cemburu, dan sebagainya. Saat memerankan tokoh tertentu, ia menghayati
dan memahami perasaan-perasaan tokoh yang diperankan. Misalnya, ketika ia melakukan pemeranan yang melibatkan perasaan, ia mulai belajar untuk
berempati dengan perasaan orang lain. Kegiatan bermain peran sangat penting sehingga materi tersebut secara
khusus tertuang dalam kurikulum. Hal tersebut terdapat pada butir standar kompetensi mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan bermain peran.
Kompetensi dasarnya adalah bermain peran sesuai dengan naskah yang ditulis siswa.
Peneliti memilih untuk melakukan penelitian tentang pembelajaran bermain peran karena bermain peran merupakan kegiatan yang efektif untuk
meningkatkan keterampilan siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia. Dengan bermain peran, keterampilan berbahasa yang meliputi empat
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat ditingkatkan.
Misalnya, jika siswa membawakan dialog berarti dia mengembangkan keterampilan berbicara. Lawan bicara dalam berperan berarti menyimak dialog
lawan bicaranya, sedangkan penonton berarti melatih keterampilan menyimaknya. Dalam membaca naskah bermain peran berarti melatih keterampilan membaca
siswa. Untuk mengembangkan keterampilan menulis, guru bisa mengembangkan teknik sederhana, misalnya menugasi siswa untuk meringkas cerita yang disimak.
Fenomena yang terjadi dalam pembelajaran bermain peran di sekolah, khususnya di SMP Negeri 1 Pringapus, dari hasil pengamatan awal yang
dilakukan oleh peneliti menunjukan keterampilan bermain peran siswa di kelas VIII C masih rendah. Hal ini disebabkan oleh guru kurang memberikan pelatihan
bermain peran, seperti berlatih vokal, ekspresi, dan penampilan. Guru juga kurang kreatif dalam memilih metode dan teknik yang tepat dalam membelajarkan
keterampilan bermain peran sehingga siswa kurang tertarik terhadap pembelajaran bermain peran.
Selain itu siswa kurang percaya diri ketika bermain peran. Siswa biasanya memilih peran yang sesuai dengan karakter mereka. Ketika siswa dihadapkan
pada peran lain, mereka kurang percaya diri dan malu-malu dalam membawakan karakter tokoh yang diperankan.
Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengatasi rasa kurang percaya diri siswa ketika bermain peran yaitu melalui penggunaan metode firing line. Metode
firing line adalah suatu format gerakan cepat digunakan dalam bermain peran dengan menonjolkan secara terus menerus pasangan yang berputar. Peserta didik
mendapat kesempatan untuk merespons secara cepat tipe tantangan peran. Dengan
demikian, setiap siswa memiliki kesempatan untuk memerankan berbagai tantangan peran. Siswa tidak bisa memilih-milih peran yang sesuai dengan
karakternya saja. Ketidakpercayaan diri siswa dapat dilatih selama permainan firing line di
dalam kelompok. Mereka merespons berbagai tipe tantangan sebelum tampil ke depan kelas memerankan peran secara utuh sehingga saat mereka tampil ke depan
kelas bisa lebih percaya diri membawakan tantangan peran yang didapat. Dengan metode firing line dalam pembelajaran bermain peran, siswa dapat
berpartisipasi secara menyeluruh dan mempunyai kesempatan untuk memajukan keterampilannya dalam bekerja sama dan dapat berekspresi secara utuh. Peneliti
juga dapat mengevaluasi penghayatan tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan dengan metode firing line.
Berdasarkan rangkaian uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas dan memilih judul
“Peningkatan Keterampilan Bermain Peran dengan Metode Firing Line pada Siswa Kelas VIII C SMP Negeri 1
Pringapus Tahun Ajaran 20102011 ”.
1.2 Identifikasi Masalah