2.3. Tinjauan tentang Pendekatan Joyful Learning
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional pasal 19 ayat 1 menyebutkan bahwa:
“Proses pendidikan
pada satuan
pendidikan diselenggarakan
secara interaktif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. ”
Dalam jurnal Learning Joyfully: An Emotional and Transformative Experience, Peta Heywood mengungkapkan:
“Joy, as an emotion, involves accepting challenges that stretch one’s capacity and preserving through often-painful experiences until a successful outcome is reached.
This ultimate achievement can then be celebrated and recognized as a joyful learning experience.
” Dengan kata lain, pendekatan joyful learning yaitu pembelajaran dengan
rasa senang yang membuat siswa dengan tekun mampu melampaui hal-hal yang sebelumnya dianggap sulit menjadi mudah hingga hasil pembelajaran dicapai.
Pendekatan Joyful Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan tanpa
meninggalkan esensi utama dan tujuan pembelajaran itu sendiri. Saat ini di berbagai negara sedang trend dan semangat mengembangkan
joyful learning dan meaningful learning, yaitu dengan menciptakan kondisi pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik menjadi betah di kelas karena
pembelajaran yang dijalani menyenangkan dan bermakna. Mereka merasakan bahwa pembelajaran yang dijalani memberikan perbedaan dalam basis pengetahuan yang
ada di pikirannya, berbeda dalam memandang dunia sekitar, dan merasakan
memperoleh sesuatu yang lebih dari apa yang telah dimilikinya selama ini Salirawati, 2009.
Ketika siswa termotivasi dan tidak merasakan tekanan, informasi akan mengalir dengan lancar dan mereka akan menerima level kognisi yang lebih tinggi,
menghubungkan semua informasi yang diperoleh dan mengalami “aha moment”.
Pembelajaran semacam ini tidak terjadi pada kelas yang sunyi dan terarah, melainkan pada kelas dengan atmosfer yang menyenangkan Kohn dalam Willis, 2004.
Judy Willis 2007, seorang ahli neurologi, mengungkapkan pentingnya perasaan senang dalam pembelajaran. The truth is that when we scrub joy and
comfort from the classroom, we distance our students from effective information processing and long-term memory storage. Instead of taking pleasure from learning,
students become bored, anxious, and anything but engaged. They ultimately learn to feel bad about school and lose the joy they once felt.
Anak dapat belajar dengan baik apabila ia merasa nyaman dengan lingkungannya. Rasa nyaman bukan hanya karena ruangan yang sejuk melainkan
bagaimana setiap anak merasakan bahwa ia ada di lingkungan yang dapat dipercaya, dapat diandalkan, seperti yang mereka dapatkan di lingkungan keluarganya. Para ahli
meyakini bahwa ada keterkaitan erat antara perasaan nyaman, diterima, dan dicintai dengan kemampuan anak belajar. Anonim, 2011
“Children typically spend from six to seven hours each day in school for nearly 10 months each year. During the school year, children generally spend more time
interacting with their teachers than with their parents. What happens inside schools has a deep and lasting effect on the mind-sets that children develop toward lifelong
learning. ”Wolk, 2008:8
2.4. Tinjauan tentang Materi Larutan Penyangga dan Hidrolisis