b. Bertumpu pada kesepakatan
Kesepakatan  yang  mendasar  adalah  aksioma  dan  konsep  primitif. Aksioma  diperlukan  untuk  menghindarkan  berputar-putar  dalam
pembuktian, sedangkan
konsep primitif
diperlukan untuk
menghindarkan berputar-putar pada pendifinisian. c.
Berpola pikir deduktif Pola  pikir  deduktif  dapat  dikatakan  sebagai  pemikiran  yang
berpangkal  dari  hal  yang  bersifat  umum  diarahkan  kepada  hal  yang bersifat khusus.
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Simbol  kosong  dari  arti  dapat  dimanfaatkan  oleh  yang  memerlukan matematika  sebagai  alat  atau  menempatkan  matematika  sebagai
bahasa simbol. e.
Memperhatikan semesta pembicaraan Dalam matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu
dipakai. f.
Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika terdapat sistem yang mempunyai kaitan satu sama
lain, tetapi juga ada sistem yang terlepas satu sama lain.
2.1.2   Matematika Sekolah
Matematika  yang  diberikan  di  sekolah  disebut  dengan  istilah matematika  sekolah.  Matematika  sekolah  adalah  unsur-unsur  atau
bagian–bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada  kepentingan  kependidikan  dan  perkembangan  IPTEK  Soedjadi,
2000:  37.  Matematika  sekolah  diajarkan  di  jenjang  Pendidikan  Dasar SD  dan  SMP  dan  Pendidikan  Menengah  SMA.  Matematika  sebagai
ilmu  tidak    sepenuhnya  sama  dengan  matematika  sekolah.  “Dikatakan tidak sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal
penyajiannya,  pola  pikirnya,  keterbatasan  semestanya,  dan  tingkat keabstrakannya”  Soedjadi,  2000:  37.  Berikut  ini  penjelasan  dari
perbedaan tersebut : a.
Penyajian matematika sekolah Penyajian  butir-butir  matematika  yang  akan  disampaikan  di  sekolah
disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. b.
Pola pikir matematika sekolah Dalam  matematika  sekolah  dapat  digunakan  pola  deduktif  maupun
induktif,  sesuai  dengan  topik  yang  akan  disampaikan  dan  tingkat intelektual. Meskipun peserta didik pada akhirnya diharapkan mampu
berpikir  deduktif,  namun  dalam  pembelajaran  dapat  digunakan  pola pikir induktif.
c. Keterbatasan Semesta
Sesuai  dengan  tingkat  perkembangan  peserta  didik,  maka  matematika yang  disajikan  dalam  jenjang  pendidikan  menyesuaikan  dalam
kekomplekan semestanya.
Jadi, semakin
meningkat tahap
perkembangan peserta didik, maka semesta itu berangsur diperluas.
d. Tingkat keabstrakan matematika sekolah
Di  jenjang  awal  pendidikan  tingkat  abstraksi  rendah  kemudian semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula tingkat abstraksinya.
Untuk selanjutnya dalam penelitian ini, istilah matematika sekolah cukup  disebut  dengan  matematika  saja.  Matematika  diberikan  kepada
peserta  didik  melalui  suatu  proses  yang  disebut  dengan  istilah pembelajaran.
2.1.3 Pembelajaran Matematika
Menurut  UUSPN  No.20  Tahun  2003  dijelaskan  bahwa pembelajaran  adalah  proses  interaksi  peserta  didik  dengan  pendidik  dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. “Instruction is the activities of educating or instructing or teaching, activities that impart knowledge or
skill ”  Hyperdictionary,  2000.  Pembelajaran  adalah  suatu  proses  yang
membawa  perubahan  tingkah  laku  hasil  daripada  pengalaman  Gage  dan Berliner dalam Salleh, 2005: 163. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses  untuk  membantu  peserta  didik  agar  dapat  belajar  dengan  baik. Dengan  demikian,  pembelajaran  matematika  adalah  proses  yang  sengaja
dirancang  dengan  tujuan  untuk  menciptakan  suasana  lingkungan  yang memungkinkan  seseorang  peserta  didik  melaksanakan  kegiatan  belajar
matematika. Salah satu pembelajaran yang dilakukan adalah peserta didik belajar  memahami  dan  menyelesaikan  permasalahan  yang  berhubungan
dengan materi metematika dalam bentuk soal cerita.
2.2 Soal Cerita