b. danau dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan
indikasi awal adanya kekeringan. c.
Kekeringan pertanian berhubungan dengan kekurangan lengas tanah Kandungan air dalam tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
tanaman tertentu pada periode waktu tertentu dalam wilayah yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologis.
d. Kekeringan sosial ekonomi berkaitan dengan kekeringan yang memberi
dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi seperti: rusaknya tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik dari tenaga air,
terganggunya kelancaran transportasi air, menurunnya pasokan air baku untuk industri domestik dan perkotaan.
e. Kekeringan hidrotopografi berkaitan dengan perubahan tinggi muka air sungai
antara musim hujan, musim kering dan topografi lahan. Kekeringan tidak taat aturan atau yang disebabkan manusia terjadi karena:
a. Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan akibat ketidak
taatan pengguna terhadap pola tanampola penggunaan air. b.
Kerusakan kawasan tangkapan air, sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
2.2 Penginderaan Jauh
2.2.1 Pengertian Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh remote sensing sering disingkat inderaja, adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena
melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung
dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji Lillesand dan kiefer, 1994 dalam Purwadhi dan Sanjoto, 2008:3.
2.2.2 Sistem Satelit Penginderaan Jauh
Satelit tak berawak sebagai wahana penyadap informasi dari permukaan bumi telah mulai dikembangkan sejak awal tahun „60an. Aplikasi utamanya
adalah d i bidang kemiliteran. Baru awal pada dekade „70an, satelit tak berawak
diluncurkan untuk sumberdaya bumi, yaitu ERT-1. Peluncuran ini diikuti oleh peluncuran satelit sumberdaya lain, dan juga pengembangan sistem pengolahan
datanya. Mulai saat itulah teknologi di bidang pengolahan citra dikembangkan secara lebih serius.
Berdasarkan misinya, satelit penginderaan jauh dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu satelit cuaca dan satelit sumberdaya. Selain
berdasarkan misinya, satelit penginderaan jauh dikelompokkan berdasarkan cara mengorbitnya yaitu satelit geostasioner dan satelit singkron matahari.
Satelit geostasioner merupakan satelit yang diorbitkan pada ketinggian lebih kurang 36.000 km di atas bumi, pada posisi geostasioner. Pada ketinggian
ini, pengaruh gaya gravitasi dan sentrifugal bumi lebih kurang sebanding sehingga satelit yang ditempatkan di sana tidak tertarik ke bumi ataupun terlempar ke luar
orbit. Pada umumnya satelit cuaca merupakan satelit geostasioner, misalnya GOES dan GMS. Pada posisi „diam‟ yang sebenarnya terus bergerak untuk
menempati posisi relatif konstan terhadap suatu lokasi di bumi ini, satelit geostasioner hanya mampu merekam wilayah yang sama terus-menerus sepanjang
hari, tetapi dengan liputan yang sangat luas. Satelit jenis ini disebut singkron bumi geo-synchronus satellite karena posisi relatif tetap di atas permukaan bumi.
Satelit singkron matahari sun-synchronous satellite sering pula disebut sebagai satelit berorbit polar karena mengorbit bumi dengan hampir melewati
kutub, memotong arah rotasi bumi. Hampir semua satelit sumberdaya termasuk satelit singkron matahari, misalnya Landsat, SPOT, ERS dan JERS, IKONOS,
Quickbird, Alos, Terra dan Aqua. Satelit NOAA National Oceanic and Atmospheric Administration yang sebenarnya merupakan satelit cuaca, juga
melakukan orbit singkron matahari. Sesuai dengan namanya, satelit singkron matahari selalu bergerak
memotong arah rotasi bumi dengan melalui atau hampir melalui kutub sehingga dapat meliput hampir seluruh bagian permukaan bumi. Oleh karena itu, satelit ini
akan selalu berada di atas wilayah yang sama di permukaan bumi pada waktu lokal yang sama pula. Ketinggian orbit satelit jenis ini berkisar dari 600 km
sampai dengan sekitar 1000 km, jauh rendah dibandingkan satelit geostasioner Danoedoro, 2012:67.
2.2.3 Data Penginderaan Jauh Digital